Sunday, July 20, 2025

ISLAM AJARKAN MANUSIA JADI PEKERJA KERAS

Oleh: Muhammad Plato

Setiap orang dituntut kerja keras untuk hidup, namun tidak semua orang bekerja keras untuk hidup. Ada orang bekerja keras tapi sesunguhnya dia mati, ada juga orang yang bekerja keras merasa hidup padahal mati? Bagaimana caranya supaya bisa bekerja keras dan hidup?

Anjuran bekerja keras ada dalam Al Quran, namun jarang dipahami dan dijelaskan oleh para guru. Al Quran dianggap terlalu suci untuk dipikirkan orang biasa dan akhirnya tidak pernah jadi bacaan dalam pelajaran di semua mata pelajaran. 

"Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja keras (kadihun) dengan sungguh-sungguh (kadhan) menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya." (Al Insyiqaaq, 84:6).

Para penafsir Al Quran terdahulu tidak mengalami perbedaan pendapat. Berdasar tafsir ayat ini, Quraish Shihab menekankan bahwa dalam kehidupan ini manusia tidak boleh bermalas-malasan. Arti Kadihun menegaskan bahwa manusia pelaku kerja keras, dan Kadhan menjelaskan kualitas kerja yang harus dilakukan sungguh-sungguh. 

Hal yang sering gagal fokus dipahami dalam bekerja keras adalah masalah tujuan. Kadang orang-orang bekerja keras salah tujuan. Bekerja keras untuk cari uang, mendapat penghargaan orang, atau untuk mendapat kedudukan. Mereka mati karena tujuan-tujuan hidup mereka ciptakan sendiri.

Ada juga orang yang bekerja keras merasa hidup padahal mati. Gambaran orang ini sebagaimana dijelaskan di dalam Al Quran. "Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan Al Masih putra Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan". (At Taubah, 9:31).

Bekerja keras dengan sungguh-sunguh ibarat mengayuh perahu menuju sebuah pulau agar selamat dari badai. Laut adalah kehidupan, perahu adalah manusia, mengayuh adalah usaha keras. Pulau ibaratnya Tuhan yang menjajikan kehidupan sejahtera.

Perumpaaan kesalahan manusia dalam bekerja keras, dia bersungguh-sungguh keluar dari badai kehidupan, tetapi tidak sampai menuju sebuah pulau. Mereka hanya fokus bekerja keras untuk lepas dari badai sementara mereka masih terapung-apung dilautan. Orang tidak dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang berpikir.*** 

Wednesday, July 16, 2025

TASAWUF BUKAN AGAMA

Oleh: Muhammad Plato

Tasawuf bukan agama, tapi pemikiran dalam memahami agama. Dasar dari ilmu tasawuf adalah interpretasi terhadap Al Quran dan hadis. Interpretasi ini kemudian berkembang menjadi kelompok di masyarakat dan melembaga menjadi punya penganut fanatik.  

Menurut Hasan Al Bashri (642-728 M) "Tasawuf adalah dunia yang kosong dari hawa nafsu dan penuh dengan cahaya kesadaran terhadap akhirat." Tasawuf mengajarkan cara hidup sederhana dengan penuh ketakwaan. 

Menurut Rabi’ah al-Adawiyah (w. 801 M), tokoh perempuan sufi terkenal, punya  pendapat "Aku menyembah Allah bukan karena takut neraka atau berharap surga, tapi karena cinta kepada-Nya." Inti tasawuf adalah cinta murni kepada Allah, tanpa pamrih. Ia menolak ibadah yang didorong oleh rasa takut atau harapan duniawi.


Al-Junayd al-Baghdadi (830–910 M) – disebut sebagai Imam Tasawuf. Menurut pendapatnya, "Tasawuf adalah bahwa Allah mematikanmu dari dirimu dan menghidupkanmu dengan-Nya." 

Jadi, tasawuf bukan agama tapi pemikiran dari para pemikir untuk membantu umat manusia memahami agama Islam. Namun ketika kita memahami pemikiran-pemikiran orang terdahulu, semuanya berada di tanggung jawab pribadi masing-masing. 

Kuncinya kembali pada penjelasan ayat Al Quran tidak ada paksaan dalam beragama atau pendapat tentang agama. "Tidak ada paksaan untuk agama; sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al Baqarah, 2:256).

Pemikiran-pemikiran dalam memahami agama seiring waktu berkembang berubah menjadi seolah-olah doktrin agama. Setiap pemikiran, memiliki kelompok-kelompok pendukung, sehingga timbul saling curiga, saling menjatuhkan, dan memicu konflik. 

Agama tidak lagi menjadi milik umat, dicuri oleh tokoh-tokoh mengatasnamakan agama dengan dukungan pengikut yang banyak. Tokoh-tokoh pencuri mengatasnamakan ajaran agama memosisikan dirinya berlebihan sebagai kelompok yang benar tanpa cela, dan kelompok yang lain salah.  

Ajaran agama Islam sesungguhnya adalah Al Quran dan hadis. Al Quran dan hadis dipahami berdasarkan latar belakang setiap orang. Pemahaman seseorang tentang Al Quran dan hadis dipengaruhi oleh guru, bacaan, lingkungan pendidikan, keluarga, media, dan dan informasi yang sering diakases.

Di era informasi terbuka sekarang, sebaiknya setiap orang sadar bahwa tidak ada manusia, kelompok, yang punya otoritas dari Allah sebagai penguasa mutlak ilmu agama. Setiap manusia diberi ilmu sesuai dengan kapasitas ilmunya masing-masing.

Melalui bantuan teknologi informasi, semua orang diberi peluang belajar mandiri memahami ajaran agama. Setiap orang bisa berguru kepada siapa saja tanpa melihat latar belakang kelompok. Hal yang dibutuhkan orang saat ini adalah keterampilan berpikir kritis membandingkan berbagai pemikiran agama Islam yang ada dan memilih mana yang sesuai dengan kondisi lingkungan, geografi, budaya, dan tujuan hidup.

Setiap orang beragama khususnya Islam, pasti punya tujuan hidup yang sama, yaitu ingin hidup sejahtera di dunia dan akhirat. Sudah saatnya merenungi kembali pemikiran agama, tokoh-tokoh pemikir agama, yang tidak membuat kita hidup sejahtera di dunia dan akhirat.

Melalui bantuan teknologi informasi, ilmu sudah menjadi milik masyarakat, tidak ada lagi monopoli pemahaman dan pemaksaaan. Semua orang bisa berpendapat dan memilih argumen yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing. 

Budaya menghormati pendapat orang lain harus dikedepankan dan budaya diskusi saling tukar pikiran harus terus dihadirkan di ruang-ruang publik dengan tidak menghakimi tapi saling mengklarifikasi, bertukar data, fakta, dengan merujuk pada sumber.***

Sunday, July 6, 2025

SEMUA ORANG MENGELUARKAN PENDAPAT PRIBADI

Oleh: Muhammad Plato

Semua orang mengeluarkan pendapat pribadi, tidak ada satu orang pun mengeluarkan pendapat orang lain. Semua pendapat keluar dari pengetahuan yang tersimpah di otak masing masing. 

Ketika presiden mengemukakan kebijakan, persepsi orang, presiden sedang mengeluarkan kebijakan negara. Padahal secara kontekstual presiden mengeluarkan kebijakan didasari pengetahuan yang dimilikinya secara pribadi.

Memang ketika presiden mengeluarkan kebijakan didasari undang-undang, data, fakta, dan masukkan tenaga ahli. Tapi ingat, semua pengetahuan yang didapat oleh presiden masuk ke memori otak, dan presiden memilih kebijakan yang dipilihnya berdasarkan kecenderungan hati sang presiden.

Intinya semua kebijakan, keputusan, pendapat, dikeluarkan dari pengetahuan yang dimiliki secara pribadi. Ketika orang mengakui pendapat presiden, menteri, gubernur, kiai, ulama, ustad, guru, hal ini muncul berdasarkan penerimaan dan pengakuan dari luar. 

Seperti ajaran Islam diakui oleh orang yang mengakui Islam sebagai agamanya. Ketika kita berbicara kebenaran ajaran Islam pada agama lain, jelas tidak akan diterima karena mereka tidak mengakui ajaran Islam. 

Selain itu, ketika orang tidak setuju atau tidak menerima pendapat orang lain, orang itu tidak setuju berdasar pendapat pribadi. Setuju dan tidak setuju terjadi karena ada perbedaan pengetahuan yang dimiliki. 

Kesalahan lain terjadi, ketika seseorang melabeli negatif pada pendapat orang lain berdasar pendapat pribadinya karena merasa pendapatnya benar, padahal tidak ada satu orang pun manusia sebagai pemilik kebenaran. 

Kesalahan berikutnya adalah ketika orang mengeluarkan pendapat merasa mewakili pendapat orang banyak, padahal fatktanya dia mengemukakan pendapat secara pribadi. Cara komunikasi ini bersifat provokatif dan bisa memancing emosi orang banyak.

Perlu dipahami bahwa dalam hidup ini hakikatnya tidak ada benar dan salah, yang ada adalah perbedaan pendapat karena setiap orang pengetahuannya terbatas. 

Budaya intelek yang harus dibiasakan adalah budaya diskusi saling bertukar pendapat bukan menghakimi pendapat orang lain. Menerima atau tidak menerima pendapat orang lain merupakan proses pembelajaran yang dialami setiap orang dan menjadi ekspresi pribadi masing-masing.

Kata Allah jangan kamu merasa telah beriman tapi katakan saya telah berislam (menyerahkan diri, tunduk, patuh, dan berserah diri). Iman seseorang sangat dinamis tetapi semua orang sudah pasti berislam dalam arti tunduk pada segala ketentuan Allah. Berislam artinya semua orang hidup di tanah, air, udara, matahari, langit, bumi, ciptaan Allah.

"Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah (kepada mereka): "Kamu belum beriman, tetapi katakanlah: "Kami telah tunduk", karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tiada akan mengurangi sedikit pun (pahala) amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (Al Hujuraat, 49:14).

Jangan menjadi Allah, jadilah manusia yang diciptakan Allah dengan sempurna yaitu manusia yang memiliki sifat buruk dan baik. Jika kamu merasa baik itulah keburukan mu, dan jika kamu merasa buruk itulah kebaikan mu.***