Saturday, May 16, 2015

USTAD YUSUF MANSUR KIYAI LOGIKA TUHAN



Saya dan istri banyak baca buku-buku karangan Ustad Yusuf Mansur. Pertama mengenal lebih dekat tentang Ustad Yusuf Mansur saya baca dari bukunya berjudul, “Mencari Tuhan yang Hilang”. Buku itu bercerita tentang perjalanan pahit yang berujung pada keindahan hidup setelah tunduk kepada aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah swt.

Saya analisa sedikit, proses kehidupan Ustad Yusuf Mansur memang sesuai dengan logika yang dijelaskan dalam Al-Qur’an. Karena Al-Qur’an adalah wahyu dari Tuhan, maka logika-logika yang terkandung di dalamnya saya sebut logika Tuhan. Saya sebut logika Tuhan agar semua orang (non muslim) mau membaca logika-logika yang terdapat dalam Al-Qur’an, siapa tahu mereka dapat hidayah. Alasan lain disebut logika Tuhan, agar kita meyakini kebenaran logika dalam Al-Quran adalah dari Tuhan, dengan demikian kita selalu berkeyakinan kepada Tuhan.

Di dalam logika Al-Qur’an dijelaskan kesulitan adalah penyebab datangnya kebahagiaan. Dijelaskan dalam surat Alam Nasyrah ayat 5-6.  Dan dijelaskan pula bahwa kesulitan adalah keharusan (kemutlakan) yang harus dilalui oleh setiap manusia. Bisa dibaca dalam surat Al Balad ayat 4, bahwa diharuskan manusia untuk hidup dalam susah payah.

Dibaca dari dua ayat ini, perjalanan Ustad Yusuf Mansur mengikuti pola hidup yang sudah ditetapkan dalam logika Al-Qur’an. Dalam hidupnya Ustad Yusuf Mansur mengalami kesulitan yang luar biasa, kemudian berubah menjadi kemudahan, dan kelapangan. Kehidupan yang dilalui oleh Ustad Yusuf Mansur, dilalui oleh seluruh manusia di muka bumi ini. Contoh teladan kita adalah Nabi Muhammad saw, yang mengalami penindasan di Mekkah, setelah itu pengaruhnya (ajaran Islam) tersebar ke seluruh penjuru dunia.  Baca juga kisah-kisah orang sukses kontemporer saat ini, kesuksesan mereka tidak akan lepas dari kesulitan hebat yang dihadapinya.

Saya dan istri juga baca buku lain karya Ustad Yusuf Mansur,  berjudul “ The Miracle Of Giving”. Menurut saya, buku ini mengukuhkan tentang adanya logika Tuhan. Di dalam buku ini, Ustad Yusuf Mansur menjelaskan matematika sedekah, yang diturunkan dari surat Al An’aam ayat 160, “Barang siapa membawa amal yang baik maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barang siapa yang membawa perbuatan yang jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (dirugikan)”.

Keterangan di atas, melahirkan rumus matematika sedekah. Menurut Beliau bahwa setiap kita ngasih 1, maka kita akan mendapat balasan 10 kali lipat dari Allah. Rumusnya adalah sebagai berikut:
10-1 = 19
10-2 = 28
10-3 = 37
10-4 = 46
10-5 = 55 dst...

Hitung-hitungan di atas adalah pola pikir Ustad Yusuf Mansur yang menggunakan logika berpikir berdasarkan petunjuk dari  Al-Qur’an. Logika berpikir ini memiliki tujuan agar orang-orang yang bersedekah tidak berpikir uangnya berkurang atau hilang. Dengan demikian mereka mau mengamalkan ajaran Al-Qur’an yaitu sedekah.

Kemudian, Ustad  Yusuf Mansur menjelaskan bahwa hitungan-hitungan balasan sedekah tidak selalu berbalas dengan jumlah uang, tetapi senilai dengan uang tunai yang kita harapkan. Dalam hal ini ustad Yusuf Mansur telah menggunakan logika analogi (persamaan). Contoh pengembalian sedekah tidak dalam bentuk uang bisa dalam bentuk lain yang nilainya sama dengan:
1.       Kesehatan bagi badan kita
2.       Umur
3.       Keluarga rukun
4.       Karir lebih baik
5.       Status sosial lebih baik dst....

Bagi saya apa yang dijelaskan oleh Ustad Yusuf Mansur mengandung ajaran logika. Berpikir logis itu sederhana, diantaranya berpikir dengan pola sebab-akibat, atau analogi (persamaan). Mengapa Ustad Yusuf Mansur memiliki rumus bahwa 10-1 = 19, sebabnya di dalam surat Al-An’aam ayat 160 dijelaskan, setiap amal baik dibalas 10. Begitulah sedikit penjelasan saya tentang pola berpikir yang digunakan Ustad Yusuf Mansur dalam berdakwah.

Dengan metode berpikir ini, Ustad Yusuf Mansur termasuk orang yang istiqamah dalam sedekah, dan menjadi teladan dalam mengajarkan sedekah kepada umat. Keistiqamahannya dalam mengajarkan ilmu sedekah, Allah swt telah meninggikan kedudukan Ustad Yusuf Mansur menjadi ulama, cendekiwan, kiyai, berpengaruh dalam mengubah mindset umat beragama. Saya memberi gelar Beliau sebagai ahlinya logika Tuhan atau Kiyai Logika Tuhan. 

(Muhammad Plato, Penulis Buku Hidup Sukses Dengan Logika Tuhan. Follow me @logika_Tuhan)

Friday, May 15, 2015

STRUKTUR ORGANISASI DARI TUHAN



Di dalam ilmu sosiologi dikenal sebuah hukum, di mana ada masyarakat di situ pasti ada stratifikasi sosial. Kaum sekuler berpendapat bahwa ketetapan ini berlaku sebagai hukum alam. Dalam pandangan sainteologis (Solihin:2011), ketetapan ini disebut sebagai hukum Tuhan (Sunatullah).

Berdasarkan ketentuan di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa harus ada struktur kepemimpinan baku yang semestinya dipahami manusia, sebagai struktur organisasi penjaga keseimbangan dan kesejahteraan alam.

Secara hirarki struktur kepemimpinan ditetapkan oleh Tuhan sebagai berikut; “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu”. (An Nisaa:59).

Berdasarkan keterangan di atas, pemilik struktur tertinggi pengatur sistem semesta alam adalah Allah. Di dalam kitab suci Al-Qur’an, banyak sekali ayat menjelaskan tentang posisi Allah sebagai Tuhan Semesta Alam sebagai pemilik kedudukan tertinggi. Kedudukan ini dikenal dengan sifat Tuhan yang Maha Tinggi. (Al ‘Aliyy).

Struktur berikutnya Tuhan memberikan kekuasaan itu kepada manusia untuk menjadi pemimpin (khalifah) di muka bumi. Pemimpin manusia yang berkedudukan tinggi di muka bumi ini adalah Para Rasul. Struktur selanjutnya, kepemimpinan diberikan kepada ulil amri. Siapa ulil amri? Para ahli tafsir menjelaskan posisi mereka diduduki oleh para ulama dan pemimpin negara yang ada sekarang.

Menurut pendapat saya, jika dikaitkan dengan ayat yang berhubungan langsung dengan kepemimpinan, sepeninggal para Nabi dan Rasul, kepemimpinan diamanahkan kepada para suami. Firman Tuhan yang berkaitan dengan itu adalah Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita”. (Annisa:34). Kepemimpinan pertama yang pasti dimiliki oleh setiap laki-laki dalam sebuah kelompok masyarakat adalah menjadi suami.

Oleh karena itu ulil amri yang dimaksud oleh Tuhan adalah kaum laki-laki yang bisa dilihat pada kepemimpinannya dalam kelompok keluarga. Dari kepemimpinan keluarga ini, akan lahir para ulama dan pemimpin-pemimpin terpilih di lingkungan masyarakat yang lebih besar. Setiap pemimpin besar, kepemimpinan besarnya akan terlihat dalam keadilannya di lingkungan keluarga.

Selanjutnya tugas para pemimpin adalah “Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kami lah mereka selalu menyembah, (Al Anbiyaa:73)  

Kebajikan pertama yang harus dikerjakan pemimpin adalah; “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya”. (Al Israa:23)

Di antara kedua orang tua, ditentukan lagi oleh Tuhan kedudukan tertinggi berada di kaum perempuan bernama ibu. Di hadis Nabi saw. dijelaskan; “Seorang sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, siapa yang paling berhak memperoleh pelayanan dan persahabatanku?" Nabi Saw menjawab, "ibumu...ibumu...ibumu, kemudian ayahmu dan kemudian yang lebih dekat kepadamu dan yang lebih dekat kepadamu." (Mutafaq'alaih).

Sebagai pemimpin, suami memiliki tugas untuk memobilisasi masa agar tunduk dan patuh kepada perintah Tuhan. Ketundukkan pertama kepada Tuhan yang harus dipimpin oleh pemimpin (suami) adalah memobilisasi masa untuk memuliakan Ibu dan bapak, terutama kepada Ibu, yang secara umum menjaga dan memuliakan kaum perempuan.

Selain memobilisasi masa untuk menghormati ibu dan bapak, tugas suami dalam kepemimpinannya adalah sebagai mengambil keputusan. Dalam setiap pengambilan keputusan pertimbangan pertama yang harus diperhatikan adalah tidak menyakiti kedua orang tua dan kaum perempuan terutama Ibu dan istri.

Di dalam struktur organisasi Tuhan, seorang perempuan bernama (istri), memiliki kewajiban untuk taat kepada laki-laki (suami), sebagaimana Tuhan memerintahkan orang-orang beriman untuk patuh pada ulil amri, dikarenakan laki-laki (suami) posisinya adalah sebagai ulil amri, maka harus ditaati karena berkedudukan sebagai pemimpin. Sementara itu suami harus berbakti dan memuliakan ibunya (termasuk ibu mertua), termasuk memuliakan istri karena semuanya mewakili kaum perempuan yang harus dimuliakan. Walalhu ‘alam.
 
(Muhammad Plato penulis buku hidup sukses dengan logika Tuhan. Follow me @logika_Tuhan)

Wednesday, May 6, 2015

OTAK DAN HATI = SUAMI DAN ISTRI



Sampai saat ini saya belum mendapat kesimpulan yang mana yang disebut dengan organ hati itu.  Beritan dari Al-Qur’an mengatakan bahwa hati  ada di dalam dada. “maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada”. (Al Hajj:46).

Sebagaimana cara kerja otak, saya belum memiliki kejelasan tentang cara kerja hati. Jika otak bekerja dengan berlogika, maka hati bekerja dengan cara apa. Jika hati itu jantung maka tugas jantung adalah memompa. Jika hati adalah liver, maka fungsi liver adalah sebagai pusat metabolisme  (berperan dalam proses pemecahan dan pembentukan) gula, protein, dan lemak. Selain itu hati berperan dalam proses metabolisme obat-obatan yang kita minum, juga dalam pembentukan faktor pembekuan darah, dan menetralisir racun-racun yang ada di dalam badan kita. Kerja hati hanya bersifat teknis pengatur kebutuhan zat-zat yang dibutuhkan tubuh, tidak ada kaitannya dengan perasaan.

Namun banyak orang berpendapat bahwa hati adalah alat perasa. Padahal kalau kita menggunakan perasaan dalam memahami sesuatu, sama dengan menduga-duga, dan menduga-duga adalah pekerjaan dilarang karena sebagian praduga adalah salah.

Ada juga orang berpendapat bahwa hati posisinya masih serumah dengan otak. Pendapat itu jadi rancu ketika mengacu kepada penjelasan Al-Qur’an bahwa hati ada di dada. Saya sendiri pernah merasakan getaran atau gejolak di wilayah dada jika mendapatkan sesuatu yang istimewa.
  
Baiklah, untuk menjawab kepenasaran, kita gunakan logika analogi. Saya umpamakan, otak adalah suami dan hati adalah istri. Saya sepakat bahwa antara logika (otak) dan perasaan (hati) dua hal berbeda. Logika ada di kepala (otak) dan perasaan ada di dada (jantung?). 

Jika jantung adalah hati, sampai sekarang saya belum memahami bagaimana cara kerja jantung dalam melaksanakan tugasnya yaitu merasa. Itulah hal yang menjadi tanda tanya bagi saya sampai sekarang. Bagi saya siapa hati itu masih misteri.

Mengacu kepada peran suami dan istri, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita)...”. (An Nisaa:34). Dari posisi laki-laki dalam wanita, saya mengambil pemahaman bahwa posisi logika (otak) adalah pemimpin, dan perasaan adalah yang dimpimpinnya.

Jika otak adalah pemimpin maka tugas dia adalah mencari pengetahuan, dan mengambil keputusan. Semua keputusan ada di otak. Hati tunduk pada keputusan otak. 

Namun sebaliknya, tugas otak sebagai pemimpin adalah memuliakan dan tidak boleh memnyakiti hati. Hati sebagai mana wanita, dia adalah pemberkah. Hati adalah pendidik sejati yang harus didengar nasehatnya. Hati adalah penyebab lahirnya otak cerdas.

Saya setuju dengan hadis Nabi saw. yang mengatakan jika rusak hatinya maka rusaklah seluruh jiwanya. Hadis ini menegaskan bahwa posisi hati seperti ibu, yang menjadi kunci keberhasilan untuk anak-anaknya. Ridhonya Tuhan adalah ridhonya ibu. Bunyi hadis di atas seirama dengan pernyataan, jika dalam sebuah negara didapati hancur akhlak perempuannya maka hancurlah negara itu.

Kesimpulannya, hati itu tidak pernah salah karena hati mengikuti segala keputusan yang diambil otak. Hati itu bisa jahat, jika otak memimpin hati kepada hal-hal yang jahat. Hati itu baik dan otak harus ikut mengajak hati kepada hal-hal yang baik. Merusak hati sama dengan memaksa hati untuk berbuat hal-hal yang buruk.
  
Solusinya, untuk membaikkan hati, otak harus diberi pengetahuan yang bersumber dari Tuhan (wahyu). Dengan demikian otak bisa memahami segala kejadian berdasar petunjuk Tuhan. Itulah mengapa kita harus berpikir (berlogika) berdasar pada pengetahuan (petunjuk) dari Tuhan. Hati akan menerima sekalipun berat, asal keputusan itu berasal dari petunjuk Tuhan. Wallahu ‘alam.

(Toto Suharya (Muhammad Plato), Penulis Buku Hidup Sukses Dengan Logika Tuhan. Follow me @logika_Tuhan).