Sunday, January 13, 2019

SEJARAH SPIRITUAL GUNUNG

OLEH: MUHAMMAD PLATO


Sejarah adalah pekerjaan mental manusia, tidak satu orang pun pernah kembali ke masa lalu dan menulis sejarah. Kejadian yang terjadi di masa lalu diungkap melalui penfasiran para sejarawan. Menulis sejarah merupakan kegiatan intelektual. (Veyne, 1971:71; Tosh, 1985:94, Sjamsuddin, 2012:99). Atas dasar itulah sejarah ada dalam alam pikiran manusia. Sekalipun sejarah diungkap berdasarkan fakta, tidak akan ada satu tafsir pun yang dapat membuktikan kembali bahwa kejadian itu benar-benar seperti apa terjadi. Taufik Abdullah mengatakan, “sejarah yang benar-benar terjadi adalah sejarah yang tak pernah terungkap”.

Melalui ketetapan-Nya manusia sebagai makhluk penafsir, diberi ruang untuk memahami makna-makna yang terkandung dalam setiap kejadian. Penafsiran spiritual telah mewarnai penulisan sejarah, berangkat dari manusia sebagai makhluk spiritual ciptaan Tuhan. Bagi Hegel (1770-1831) sejarah adalah ungkapan kesadaran diri yang merdeka dalam jiwa manusia. Beliau magambil contoh orang-orang Jerman setelah reformasi, diciptakan Tuhan dengan tugas suci membawakan kemerdekaan kepada kemanusiaan. 
PERMINTAAN MELIHAT TUHAN DI DUNIA ADALAH PERBUATAN DOSA
Seyogyanya fenomena gunung meletus bisa dipahami melalui sejarah dengan tafsir spiritual melalui fakta sejarah yang ada dalam kitab suci. Tujuannya sebagai wahana dalam memaknai kehadiran Tuhan dalam kehidupan manusia. Siddiqi (1975:4) berpendapat kitab suci (Al-Qur’an) di dalamnya terdapat kisah-kisah, yang menjelaskan nilai-nilai hidup untuk umat manusia.

“…berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertobat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman". (Al Araaf, 7:143)

Dari kisah Musa as. dalam Al-Qur’an, dikabarkan bagaimana gunung hancur (meletus). Gunung meletus digambarkan sebagai akibat penampakkan Tuhan terhadap gunung. Pesannya adalah ketika gunung telah hancur, Musa as. jatuh pingsan, tersadar kembali dan bertobat.

Mengapa Nabi Musa bertobat? Jika Musa as. bertobat, maka sebelumnya Musa as. telah melakukan kesalahan. Tapi, apakah sebenarnya keselahatan Nabi Musa? Dari mana kita bisa menemukan jawabannya?  Dari pemikiran para ulama, Al-Qur’an saling menjelaskan ayat, dengan ayat, surat dengan surat, kalimat dengan kalimat. (Aziz, 2012: 107-109). Untuk memahami apa kesalahan Nabi Musa as, bisa kita lihat keterkaitannya dengan ayat lain yang berbicara fakta tentang Nabi Musa as.

Dan berkata Fir'aun: "Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat, kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta". (Al Qashshas, 28:38).

Berkatalah orang-orang yang tidak menanti-nanti pertemuan (nya) dengan Kami: "Mengapakah tidak diturunkan kepada kita malaikat atau (mengapa) kita (tidak) melihat Tuhan kita?" Sesungguhnya mereka memandang besar tentang diri mereka dan mereka benar-benar telah melampaui batas (dalam melakukan) kedzaliman. (Al Furqan, 25:21).

Dari dua ayat di atas, bisa ditemukan bahwa kesalahan Musa as. berkaitan dengan keinginan untuk melihat Tuhan. Musa as. telah terbawa alam pikiran para penyembah berhala, yang bisa melihat tuhannya. Orang-orang yang ingin melihat Tuhan, adalah mereka yang sudah terjebak kehidupan duniawi (material), seperti Fir’aun dan kaum musyrikin. Mereka sombong karena memandang dirinya penguasa, sehingga menyepelekan keberadaan Tuhan. Mereka sulit percaya adanya Tuhan jika tidak melihat dengan mata kepalanya sendiri. Inilah kesesatan, kerendahan, dan kesalahan nyata dari manusia yang merasa dirinya berkuasa. Maka, setelah sadar atas kekhilafannya bahwa melihat Tuhan adalah perbuatan Fir’aun dan kaum tersesat, Musa as. bertobat.

Kejadian hancurnya gunung pada kisah Nabi Musa, jika dikaitkan dengan peristiwa gunung meletus saat ini, apakah fenomenanya sama? Manusia memang tidak minta melihat Tuhan seperti Musa as, dan Fir’aun serta kaum kafir. Tetapi tidak kah kita berpikir, bahwa dalam kehidupan kita, seolah-olah kita menantang Tuhan untuk menampakkan diri? Sudah diperintahkan jangan berpecah belah dan saling cemooh, kita bertengkar dan saling merendahkan. Sudah diperintahkan jauhi zina, kita ciptakan fasilitas-fasilitas mendekati zina. Suburkanlah sedekah dan jauhi riba, kita beraktivitas terus dengan riba. Makanlah makanan halal, kita makan dari hasil kegiatan haram.

Hakikinya, kejadian gunung meletus adalah tanda kita harus bertobat sepeti Nabi Musa as. karena Tuhan telah menampakkan diri kepada gunung, dan memberi pesan kepada kita untuk segera memperbaiki akhlak. Kita sudah tersesat dan melampaui batas, tidak percaya Tuhan Yang Esa hanya karena Tuhan tidak terlihat. Kita telah kafir kepada Tuhan, mengabaikan perintah-perintah-Nya.

Begitulah tafsir sejarah spiritual gunung untuk kehidupan manusia. Betapa indahnya Tuhan mengemas kejadian-kejadian dengan pesan-pesan agung dibelakangnya. Sungguh kita termasuk orang-orang yang diberi nikmat jika kita bisa belajar mengenal Tuhan lebih dekat dari segala kejadian. Wallahu ‘alam
PENULIS MASTER LOGIKA TUHAN

DUA MASA DI DUNIA

Oleh : Muhammad Plato

Manusia akan mengalami dua masa, sulit-sukar, sedih-senang, gelap-terang, binasa-teguh, malam-siang, sempit-lapang, benci-cinta, yin-yang, mati-hidup, aku-kamu. Inilah dua gelombang hidup yang akan terus bergantian variasi nama pasangan sebagaimana diberitakan dalam Al-Qur’an.

Dua kutub kehidupan, bergerak dinamis mengalami pergantian membentuk keseimbangan. Romantika perjalanan hidup manusia sederhana, tidak akan lepas dari dua kutub atau romantika kehidupan seperti yang telah ditetapkan. Manusia kadang lucu, kadang berlebihan. Ada yang sekuat tenaga menolak keburukan, dengan membangun pertahanan lahir dan batin, padahal keburukan tidak akan absen menimpa jalan hidupnya. Ada juga manusia yang mengejar-ngejar kesenangan sekuat tenaga gunakan kekuatan lahir batin, padahal kesenangan akan menimpa setiap manusia.

Dalam sebuah negara, setiap manusia akan mengalami dua masa, ada kalanya orang-orang yang mengingkari kebenaran merasa berkuasa, dan ada kalanya orang-orang yang ada di atas kebenaran diberi kekuasaan.  Dua gerak gelombang yang dialami manusia seperti gerak pergantian masa  di  Mekkah dan Madinah yang dialami oleh Rasulullah saw. 

ADA MASANYA TANAH ITU KERING DAN ADA MASANYA TANAH ITU HIJAU. DEMIKIAN HIDUP MANUSIA TIDAK AKAN LEBIH. SANTAI SAJA BEKERJA SEWAJARNYA BERANGKAT PAGI PULANG YA SORE.
Masa Mekkah yaitu masa pengakuan diri sebagai penegak kebenaran, “Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah” (Al Kafirun, 109:2). Pada masa ini orang-orang yang ada di atas kebenaran berada di bawah hegemoni orang-orang yang mengingkari kebenaran. Pada masa ini orang-orang yang ada di atas kebenaran, mendapat tekanan, diskriminasi dan penganiayaan. Masa peneguhan diri adalah masa berbahaya dan sangat mengancam keberadaan jiwa para pembawa kebenaran. Masa ini berada di bawah kontrol kekuasaan orang-orang yang mengingkari kebenaran. Masa kekuasaan orang-orang yang mengingkari kebenaran ditandai dengan angka genap pada nomor ayat. Genap adalah kode untuk kehidupan dunia ciptaan Tuhan.

Kekuasaan orang-orang yang mengingkari kebenaran, ditandai dengan kekejaman, ancaman, kejahiliyahan,  dan pelanggaran-pelanggaran terhadap hak kemanusiaan. Kekuasaan ditegakkan dengan kekuatan fisik dan menciptakan teror. Kesenangan dan kebenaran dikamuflase melalui kegiatan-kegiatan material yang indah di pandang mata.   

Setelah sekian masa, Allah Yang Masa Penggerak, mengubah keadaan dari masa pengakuan  diri, menjadi masa peneguhan. “Dan kamu tidak akan menyembah Tuhan yang aku sembah”. (Al Kafirun, 109:3). Pada masa ini orang-orang yang berada di atas kebenaran diberi kedudukan dan menguasai orang-orang yang ingkar terhadap kebenaran. Kekuasaan ditegakkan dengan dasar keadilan seperti matahari menyinari semua isi bumi tanpa melihat perbedaan. Hak semua makhluk hidup, tanpa melihat jenis, ras, suku, bangsa, negara, warna, dan agama, maka hak itu harus dijamin oleh kekuasaan. Di bawah kekuasaan para penegak kebenaran, semua hak makhluk hidup yang dijamin Allah, akan dijamin di bawah aturan kekuasaannya. Rasa damai dan sejahtera adalah kondisi yang harus terlebih dahulu diciptakan dalam kekuasaan para penegak kebenaran.

Masa kekuasaan penegak kebenaran ditandai dengan suka cita dari semua kalangan. Kekuasaannya tidak menjadi ancaman dan teror bagi siapapun. Persis seperti Nabi pertama kali menaklukkan Mekkah. Komitmen yang di bangun adalah tidak ada darah setetes pun yang ditumpahkan, dan semua yang ada dibalik pintu diampuni dan dilindungi keamanannya oleh kekuasaan. Hadirnya kekuasaan para penegak kebenaran disambut dengan suka cita dan derai air mata bahagia.

Kemudian, Allah Yang Masa Penggerak akan kembali mendatangkan kembali penguasa dari orang-orang yang mengingkari kebenaran. “Dan aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah” (Al Kafirun, 109:4). Kode angkanya ayatnya genap. Para penegak kebenaran akan kembali mengalami masa-masa pahit dalam menegakkan kebenaran.

Maha Penggerak Allah, mengubah kembali keadaan dengan meneguhkan kembali kekuasaan para pembawa kebenaran. “Dan kamu tidak akan menyembah Tuhan yang aku sembah”. (Al Kafirun, 109:5). Kode angkanya ganjil. Dunia kembali dihiasi dengan kedamaian.

Allah telah memberikan petunjuk agar orang-orang yang berkomitmen membawa kebenaran di dunia, harus berada di jalan yang lurus. Jalan lurus itu adalah “untuk kamu agama mu, dan untuk ku agama ku” (Al-kafirun, 109:6). Kode angkanya genap. Kekuasaan akan berakhir berada di tangan para penegak kebenaran. Kekuasaan di bangun dengan penuh kedamaian dan kesejahteraan, semua orang dijamin hak-hak hidupnya di bawah kekuasaan orang-orang pembawa kebenaran dengan prinsip negara menjamin apa yang kamu lakukan dengan damai dan sejahtera. Inilah kondisi ideal kehidupan dunia.

Setelah itu, yang dinanti manusia pembawa kebenaran adalah kiamat, masa pengadilan Tuhan yang akan mengadili setiap perbuatan manusia. Pada masa pengadilan Tuhan, tidak ada lagi toleransi untuk mu agama mu, dan untuk ku agama ku. Para pengingkar kebanaran akan mendapat teror, dan siksaan pedih. Para pembawa kebenaran akan bersenang-senang sepuasnya menikamati keberhasilan. Masa pengadilan Tuhan akan terjadi setelah manusia mati dan dibangkitkan kembali untuk diadili.

Salam sejahtera untuk kalian semua. Sekarang kita ada di masa yang mana? Semua terserah kepada Anda. Setiap orang berhak menentukan sekarang ada di masa yang mana. Saya tidak mau berargmuentasi sedang berada di masa yang  mana sekarang. Hanya saja, saya berusaha mengutarakan pemikiran tentang  gerak dua masa dalam hidup manusia. Penulis hanya bisa memastikan bahwa kekuasaan di dunia akan berakhir di tangan para penegak kebenaran. Perihal kelompok dan orangnya silhkan beri kesimpulan masing-masing. Saya tidak tahu dan Allah Maha Mengetahui. Dua masa dialami oleh kehidupan saya pribadi, dan pasti juga anda.

(penulis master @logika tuhan)