Saturday, January 9, 2016

TIDAK ADA PENDAPAT YANG SALAH?

oleh: Muhammad Plato

Pernyataan ini dilontarkan kepada murid-murid di kelas. “Tidak ada pendapat yang salah”. Mau tahu kenapa? Murid-murid terlihat bingung dan isi otaknya mulai berpikir mengaduk-ngaduk pengetahuan yang ada di kepalanya. Dari sekian murid, ada beberapa yang mencoba menjawab.

Salah satu murid menjawab, “karena setiap orang punya sudut pandang”. Murid lainnya, “karena setiap orang beda pemahaman”.

Lalu saya ajukan pertanyaan lagi, “mengapa setiap orang memiliki sudut pandang, dan berbeda pemahaman? Mereka mulai mengaduk-ngaduk isi kepalanya. Setelah beberapa menit tidak ada yang mengemukakan pendapat.

Lalu saya ajukan contoh kasus. “apa yang harus dilakukan ketika mendapat hinaan dari orang lain?” jawabannya saya sediakan, (1) membalas setimpal (2) mengacuhkan (3) membalas dengan kebaikan. Jawaban murid-murid beragam, dengan berbagai macam alasan.

Lalu saya ajukan pertanyaan lagi, “apakah penyebab terjadinya perbedaan pendapat di antara kalian dalam kasus ini? Jawaban mereka kembali ke asal yaitu karena beda sudut pandang dan beda pemahaman. Lalu saya ulang lagi pertanyaanya, “mengapa bisa terjadi perbedaan pendapat dan pemahaman?” Hening...! Kelihatannya murid-murid sudah mulai menyerah.

Saya coba jelaskan, penyebab terjadinya perbedaan pendapat dan pemahaman karena masing-masing orang dibatasi oleh PENGETAHUAN yang dimilikinya. Apa yang orang kemukakan tidak lepas dari isi pengetahuan yang ada di dalam kepalanya. Mereka yang mengatakan jika dihina harus dibalas dengan hinaan setimpal karena pengetahuannya hanya itu. Pendapat itu dianggap sebagai hal yang benar menurut pengetahuannya.

Maka dari itu tidak ada pendapat yang salah, karena setiap orang berpendapat berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya. Karena kenyataannya demikian, kita tidak bisa menyalahkan pendapat orang karena itulah kemampuan dan keterbatasan yang dimiliki setiap orang.

Maka dari itu, dilarang menyalahkan pendapat orang lain, karena menyalahkan pendapat orang lain sama dengan pemaksaan kehendak terhadap orang lain agar mengakui sudut pandang berdasar pengetahuan yang kita miliki. Sikap seharusnya adalah menghargai, memaklumi, setiap pendapat orang lain.
   
Tetapi faktanya ada pendapat yang benar dan salah? Hal ini terjadi karena, kebetulan ada pengetahuan yang sama dimiliki sehingga melahirkan kesamaan pandangan atau pemahaman. Dengan dasar itulah sering keluar kata benar (sependapat), atau salah (tidak sependapat). Metode berpikir seperti ini digunakan para ustad dan ulama, yang dalam berpendapat selalu mengutip pendapat-pendapat penafsir terdahulu yang menurut mereka sangat dipercaya memiliki kemampuan dalam menemukan sebuah kebenaran. Diantaranya empat pemikir yang melahirkan empat madzab dalam agama Islam.

Selain itu, apakah yang menjadi dasar sesuatu bisa dikatakan benar? Hemat saya, hal ini tidak lepas dari tiga ukuran. Pertama, kebenaran dipahami jika sesuatu mengandung hubungan langsung sebab akibat (logis). Kedua, mengandung kesesuaian dengan fakta (empiris). Ketiga, didasarkan pada pengetahuan non rasional yaitu wahyu (Tuhan).

Contoh kebenaran logika (sebab-akibat), “ketika 1000 ekor biri-biri kencing di hulu, maka terjadilah banjir di hilir”. Berdasarkan logika, pernyataan ini tidak benar karena volume air kencing dari 1000 ekor biri-biri tidak mungkin menjadi penyebab langsung banjir.

Namun demikian, pernyataan di atas bisa saja benar, jika disisipkan sebab yang lain. Misalnya, “ketika di hulu hujan lebat, 1000 ekor biri-biri kencing, maka terjadilah banjir di hilir.” Secara tidak langsung air kencing biri-biri bisa menjadi andil sebagai penyebab terjadinya banjir sekalipun hanya sekian persen saja. Tapi tetap saja orang akan mengatakan tidak benar, karena kencing biri-biri bukan sebagai penyebab langsung terjadinya banjir.

Jadi sesuatu bisa dikatakan benar jika memiliki hubungan sebab akibat secara langsung. Itulah ukuran kebenaran logika.

Kebenaran logika bisa jadi selaras dengan kebenaran nyata (empiris), bisa jadi bertolak belakang. Contoh kebenaran empiris, pada tahun 570 telah lahir seorang Rasul bernama Nabi Muhammad saw. Hal ini benar karena sesuai dengan kenyataan. Sesuai dengan kenyataan, orang yang memakai kopiah, baju koko, dan sarung, sering disebut ustad, padahal logisnya ustad adalah gelar bagi orang-orang yang bertugas mengajarkan ilmu pengetahuan.

Kebenaran Tuhan adalah kebenaran yang bersumber pada pengetahuan dari wahyu Tuhan. Sifat kebenaran wahyu menyangkut kebenaran logika dan nyata. Contoh adalah ajaran poligami. Secara fakta poligami dianggap ajaran yang memberikan rasa tidak adil terhadap kaum perempuan. Berdasarkan logika, poligami memiliki tujuan-tujuan baik diantaranya pemerataan kesejahteraan, mengangkat harkat derajat kaum perempuan. Faktanya jika kegiatan poligami dilakukan dengan mempertimbangkan rasa keadilan, poligami bisa mensejahterakan baik untuk laki-laki maupun wanita.

Kesimpulannya, tidak ada pendapat yang salah karena pemahaman orang sangat tergantung kepada pengetahuan yang dimilikinya. Hukumnya tidak boleh saling menyalahkan, kecuali kita harus saling tukar pendapat dan biarkan setiap orang untuk memikirkannya. Kesadaran untuk membenarkan dan menyalahkan harus datang dari setiap individu, tidak boleh atas dasar paksaan.

Dijelaskan dalam Al-Qur’an, menyalahkan, mengkafirkan, menjelekkan, mencemooh, pendapat orang lain sama dengan menentang terhadap perintah Tuhan. Semoga kita semua diberi kecerdasan oleh Tuhan, Allah swt.  wallahu ‘alam.

(Muhammad Plato, follow @logika_Tuhan)