Monday, December 30, 2019

CARA MELIHAT DENGAN HATI

OLEH: MUHAMMAD PLATO

“Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. (Al Hajj, 22:46). Penglihatan bukan hanya pekerjaan mata. Ada tiga perangkat yang harus selalu kita gunakan untuk melihat, diantaranya hati, akal, dan penglihatan (indera).

Pertama, perangkat yang paling menentukan adalah hati.  Fungsi hati di dalam Al-Qur’an dijelaskan sebagai perangkat yang memiliki tugas memberi sudut pandang kepada objek apakah objek dibenci atau cinta. Jadi fungsi hati itu hanya dua saja yaitu benci dan cinta. Setiap objek oleh hati akan dimaknai sebagai sesuatu yang dibenci atau dicinta. Jadi hati menjadi awal sebab dari sudut pandang seseorang dalam mengapresiasi sebuah benda atau kejadian.

Apa yang kita ucapkan dan lakukan semuanya bersumber dari hati. Jika hati mencintainya maka kita akan melakukannya, jika hati membenci maka kita tidak akan melakukannya. Demikianlah cara kerja sederhana hati dalam melihat kenyataan. Apakah hati bisa diandalkan? Bisa, tetapi hati tidak bisa bekerja sendirian. Hati butuh bantuan perangkat kedua yaitu akal.

"Hati memberi pengaruh pada persepsi, jika hati mu dengki maka bukan matamu yang buta" (Muhammad Plato)
Akal fungsinya berpikir. Kegiatan berpikir adalah mengolah pengetahuan salah satunya hasil dari penglihatan (pengideraan). Mengolah pengetahuan adalah berlogika. Arti sederhana dari berlogika adalah menghubung-hubungkan objek dengan pola sebab akibat.

Jadi posisi akal yang tugasnya berpikir atau mengolah pengetahuan, fungsinya adalah memberi tahu kepada hati. Akal itu pembisik hati. Ada kalanya sesuatu yang buruk belum tentu buruk, dan sesuatu yang baik belum tentu baik. “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Albaqarah, 2;216).

Jadi jika hati difungsikan sendirian tanpa kolaborasi dengan akal, penglihatan, dan petunjuk dari Al-Qur’an, manusia bisa tersesat. Manusia diberi potensi baik, ada sisi-sisi yang tidak diketahui hati, akal, dan penglihatan, karena Yang Maha Mengetahui hanya Allah. Maka dari itu, Allah menurunkan wahyu kepada para rasul sebagai pedoman hidup.

Perangkat ketiga yaitu mata dalam arti luas indera, fungsinya hanya mengidentifikasi data sesuai dengan persepsi yang dibangun hati dan pikiran. Jika persepsinya hati benci, maka pikiran menginstruksikan mencari data negatif dan mata memenuhi tugasnya akan melihat-lihat sisi negatif yang harus dilihatnya. Jika hati cinta, maka pikiran akan kreatif memerintahkan mata mencari sisi-sisi positif.

Maka, jika mata cenderung melihat keburukan saja dari setiap kejadian bukan mata yang buta, tetapi hatinya yang buta plus pikiran. Hati yang buta yaitu hati yang sudah dihinggapi penyakit benci, iri, dengki, munafik, dan dusta. Bukankah kita pernah merasakan, jika kebencian sudah ada dalam hati maka pikiran dan mata kita akan sulit mendapat data kebaikan. Maka Nabi Muhammad saw. mengajarkan kepada kita untuk selalu menjaga hati tetap cinta kebaikan, dengan mengenali bahwa tidak semua kebaikan ada pada yang kita sukai, tetapi kebaikan ada dalam hal yang kita benci, jika hati kita tidak buta.

Untuk menjaga hati tidak buta manusia butuh petunjuk dari Tuhan. Allah menciptakan malaikat yang cinta kebaikan dan setan yang mencintai keburukan. Al-Qur’an memberi petunjuk Allah tidak semata-mata menciptakan jin dan manusia untuk mengenali kebaikan (ibadah). Maka Allah mengingatkan carilah kebaikan dibalik kebaikan, dan carilah kebaikan dibalik keburukan, karena Allah menciptakan seluruh makhluk dengan kebaikan. Wallahu’alam.

(Penulis Mater Trainer Logika Tuhan)

Thursday, December 26, 2019

MENCARI DALIL SELAMAT NATAL

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Sebenarnya tidak perlu jadi masalah mau ngasih selamat atau tidak, mereka yang merayakan mendapat kebahagian sesuai dengan keyakinannya. Namun perbedaan pendapat antar ulama perihal memberi selamat natal kepada umat Kristen perlu disikapi dengan arif dan bijaksana. Artinya tidak perlu ada hujatan, hinaan, dan sangkaan buruk kepada mereka yang membolehkan atau tidak dalam mengucap selamat natal kepada umat Kristen.

Pesan saya adalah jangan menyikapi sesuatu yang tidak kalian sukai dengan sikap buruk, karena boleh jadi kalianlah yang berpilaku buruk karena terlihat jelas dari sikapnya yang buruk. Mari belajar dewasa dalam beragama dengan menjadikan kitab suci dan sunah yang kita imani sebagai tuntunan dalam menyikapi setiap kejadian.

Keburukan itu datang dari diri sendiri. Jangan-jangan kita telah gagal menjadi umat beragama karena gagal menyikapi kejadian yang tidak kita sukai dengan sikap yang buruk. Dunia ini hakikatnya adalah ilusi (fana). Untuk itu kita tidak akan menemukan kebenaran yang sepenuhnya benar, karena pasti ada ruang-ruang yang tidak kita ketahui. Kebenaran mutlak milik Allah, dan kita tidak bisa mengklaim diri kita seperti Allah pemilik kebenaran.

Perbedaan pendapat adalah takdir Allah yang tidak mungkin bisa diubah, sebagai bentuk dari keterbatasan manusia dalam memahami kebenaran. Saling klaim kebenaran adalah sifat setan, sebagaimana Iblis mengaku merasa lebih mulia dihadapan Adam. Sifat merasa mulia ini telah mentakdirkan Iblis memiliki sifat-sifat setan seumur hidupnya.

Mereka yang melarang mengucapkan selamat natal kepada umat Kristen, dilandasi oleh niat menjaga kemurnian akidah Islam. Seperti kita ketahui kelahiran Nabi Isa yang dirayakan oleh umat kristen tidak berlandaskan pada kitab suci, tetapi ditetapkan sebagai tradisi turun temurun umat Kristen. Umat Islam yang tidak mau mengucapkan selamat natal dilandasi oleh pengetahuan dan keimanan bahwa Nabi Isa yang diyakini umat Kristen, juga diyakini sebagai nabi umat Islam sebelum Nabi Muhammad saw. Berdasarkan informasi Al-Qur’an, Nabi Isa tidak lahir pada tanggal 25 Desember. Untuk itu mengucapkan selamat natal sama dengan mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan. Mengucapkan selamat natal sama dengan mengikuti agama mereka.  
"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." (Al Baqarah, 2:120).

Bagi mereka yang membolehkan mengucapkan selamat natal kepada umat Kristen, dari sudut pandang penulis mereka tidak berniat mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan. Niat mereka adalah menjalankan perintah Allah dalam Al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam yaitu menjaga hubungan baik sesama manusia, menciptakan kedamaian, saling menghormati, dan saling memberi ruang hidup sesuai dengan keyakinan masing-masing. Membumikan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam adalah kewajiban setiap muslim.

JADILAH PRIBADI AGUNG, JANGAN MENILAI ORANG DARI PERBUATANNYA SAJA KARENA ALLAH YANG TAHU NIAT-NIATNYA (MUHAMMAD PLATO).
Mereka yang mengucapkan selamat natal kepada umat Kristen, bukan tidak tahu tentang kebenaran kelahiran Nabi Isa, namun karena umat Kristen sudah menjadikan tanggal 25 Desember sebagai tradisi turun-temurun diperingati sebagai hari kelahiran Nabi Isa, maka selayaknya dipandang perayaan ini dipandang sebagai tradisi nenek moyang. Peringatan hari natal pada tanggal 25 Desember tidak berkaitan dengan akidah. Hal ini sebagaimana kita ketahui masih adanya tradisi-tradisi nenek moyang yang dilakukan pula oleh umat Islam di Indonesia. Dikarenakan sebagai tradisi maka menngucapkan selamat natal tidak berkaitan dengan akidah tetapi sebagai rasa hormat terhadap tradisi sekelompok masyarakat yang merayakannya dengan tujuan terciptanya hubungan sesama manusia yang rukun dan damai sebagaimana Islam sangat menganjurkan untuk hidup damai.

Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al Anfaal, 8:61).

Lalu bagaimana menyikapi perbedaan pendapat ini? Sebagaimana bunyi hadis Nabi Muhammad saw yang sangat terkenal di kalangan umat Islam, “Sesungguhnya amal-amal perbuatan tergantung niatnya, dan bagi tiap orang apa yang diniatinya. (HR. Bukhari).

Jangan meleceh perbuatan orang karena kita tidak tahu isi niat dihati dan pikirannya. Kita hargai niat-niat baik setiap muslim dan jangan menilai prilaku dari perbuatannya saja. “niat seorang mukmin lebih baik dari amalnya”. (HR. Al-Baihaqi dan Ar-Rabii').

Bukan urusan kita apakah mereka beriman  atau kafir. Tugas kita hanya menyampaikan kebenaran tanpa paksaan. Hindari prasangka buruk, apa lagi kepada sesama muslim karena itulah seburuk-buruknya prilaku. Setiap orang akan diadili oleh Allah sesuai dengan niatnya sebagaimana bunyi hadis, “Manusia dibangkitkan kembali kelak sesuai dengan niat-niat mereka”. (HR.-Muslim). 

Marilah kita sikapi perbedaan dengan pribadi agung, dengan tidak menjadikan diri kita, kelompok kita, sebagai satu-satunya pemilik kebenaran, karena kebenaran mutlak milik Allah. Islam adalah agama yang menyempurnakan sebaik-baiknya akhlak manusia, sebagaimana dicontohkan Rasulullah saw.

Demikian penjelasan saya sebagai manusia yang tidak luput dari kekurangan dan kesalahan. Penulis berpesan dalam tulisan ini, imanilah dalilnya bukan pendapatnya. Silahkan memilih mana yang lebih diyakini dan semoga Allah mengampuni kita semua. Semoga kita semua hidup rukun dan damai, hingga tercatat sebagai pribadi-pribadi muslim yang menjadi rahmat bagi seluruh alam. Wallahu ‘alam.

(Penulis Master Trainer Logika Tuhan).

Wednesday, December 25, 2019

DIALEKTIKA SEJARAH

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Hegel mengatakan untuk memahami realitas bisa digambarkan dengan ilustrasi dialektika yang terdiri dari tesis, antitesis, dan sintesis. Keberadaan seorang paman adalah tesis, dan keberadaan kemenakan menyiratkan antitesis. Tidak akan ada seorang paman tanpa keberadaan kemenakan. Namun demikian tidak ada kepuasan jawaban, apakah keberadaan kemenakan yang menyebakan keberadaan paman, atau sebaliknya. Atas dasar itu Hegel bergerak untuk memahami reallitas yang tidak mungkin memisahkan keberadaan paman, kemenakan, ayah, ibu, suami, istri dan seterusnya sampai kita temukan Idea Yang Mutlak (Absolute Idea). Hegel berkesimpulan bahwa tidak ada yang nyata-nyata benar kecuali mengenai Realitas sebagai keseluruhan (the whole). (Russell, 2016, hlm.954).

Dalam hal ini, Hegel bukan rujukan saya dalam berpikir, tetapi saya ingin menyampaikan bahwa Hegel orang yang membuktikan pola pikir yang ada dalam Al-Qur’an. Rujukan berpikir saya adalah Al-Qur’an. Pemikiran Hegel bagi saya adalah bukti kebenaran Al-Qur’an, bahwa manusia bisa menemukan kebenaran dengan berpikir. Hanya dusta yang jadi sebab manusia tidak bisa mengakui kebenaran. Hegel memberi kesimpulan bahwa “tidak ada yang bisa cukup benar untuk dikatakan mengenai benda-benda pisahan, dan pada faktanya hanya Keseluruhan yang nyata”. (Russell, 2016, hlm. 955).

Di dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa alam semesta diciptakan dalam keterpaduan yang kemudian dipisahkan. “Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu (The Whole), kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman? (QS. 21:30).

Hegel mengawali argumen logikanya dengan asumsi bahwa Yang Mutlak adalah Yang Berada Murni (Pure Being), untuk menunjukkan kualitas-Nya, Dia menciptakan nothing, (Yang Mutlak Yang Tidak Berada). Kita bergerak dari tesis, antitesis, ke sintesisnya; penyatuan antara Yang Berada dan Yang Tidak Berada adalah Yang-Menjadi (Becoming), dan dengan demikian kita mengatakan Yang Mutlak adalah Yang Menjadi. Oleh karena itu, mustahil tercapai kebenaran, kecuali melalui seluruh tahap dialektika. Dengan demikian kesadaran diri merupakan bentuk pengetahuan tertinggi. Tidak ada yang sepenuhnya salah, dan tidak ada yang bisa kita ketahui sepenuhnya benar. Bagi filsafat, “kebenaran adalah keseluruhan” dan tidak ada bagian yang sepenuhnya benar. (Russell, 2016, hlm. 955-956).

Banyak diberitakan di dalam Al-Qur’an bahwa seluruh makhluk yang diciptakan Tuhan akan kembali kepada Tuhan.  Kesimpulannya, segala sesuatu yang diciptakan Tuhan adalah benda, dia membutuhkan hubungan untuk dipahami, kecuali yang mencipta yaitu Tuhan. Pandangan sekular adalah pemikiran yang belum selesai dipahami, karena tidak sampai pada pemahaman kembali kepada Ide Yang Mutlak.

Maka Maha Suci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nya lah kamu dikembalikan. (QS. 36:83).

Tuhan Yang Esa (tesis) pertama kali menciptakan akal, kemudian diciptakan manusia dan manusia berbadan besar yaitu alam semesta sebagai repsentasi dari akal (antitesis), dan semua akan kembali kepada Tuhannya (sintesis). Bagi Hegel sistesis adalah Idea Yang Mutlak, bagi saya sisntesis adalah kembali kepada Tuhan Yang Esa. Ide Hegel seperti konsep wahdatul al wujud karya Ibn Arabi.

Dasar pemikiran tauhid alwujud bersumber pada sebuah hadis, “sesungguhnya Allah menciptakan Adam atas rupa-Nya (HR. Muslim). Manusia yang dalam rupa Tuhan tidak bisa bertindak kecuali searah dengan tindakan Tuhan.  Memahami manusia sebagai rupa Tuhan, dapat dipahami dengan memahami manusia sebagai bayangan Tuhan.

“tidakkah engkau melihat Tuhanmu, bagaimana ia menggerakkan bayangan dan andai ia berkehendak niscaya ia menjadikan bayangan itu tidak bergerak. (Al-Furqan, 25:45).

Manusia adalah bayangan Tuhan, satu kesatuan wujud tetapi memiliki perbedaan. Inilah dasar paradigma logika Hegel yang menganggap bahwa realitas adalah keseluruhan (the whole). Spekulasi saya, Hegel bisa jadi membaca karya-karya ilmuwan muslim terdahulu, selanjutnya mengembangkan pemikirannya sesuai dengan kondisi zaman dimana dia hidup saat itu.

Berdasarkan pengetahuan di atas, saya menemukan dialektika sejarah kehidupan manusia berdasarkan petunjuk Al-Qur’an. Berawal dari Tuhan Yang Esa yang maha wujud (tesis), menciptakan segala sesuatu ciptaannya yang tidak berwujud (antitesis), dan kembali kepada pemilik keseluruhan wujud yaitu Tuhan Yang Esa. Dialektika sejarah diawali Dari Yang Ada (tesis), menciptakan yang tiada, dunia fana beserta isinya (antitesis), dan semua kembali Pada Yang Ada (sintesis).

Dr. Leli Yulifar mengatakan bahwa hidup manusia ditentukan oleh sejarah. Beliau mengutif dari Al-Qur’an, “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lohmahfuz). (QS. 36:12).

Apa yang Dr. Leli Yulifar kemukakan sebetulnya telah membuka peluang untuk menjadikan kitab suci sebagai bahan rujukan dalam pengembangan paradigma berpikir para sarjana Pendidikan Sejarah. Sejarah memang menentukan nasib seseorang bahkan sebuah bangsa, sebagai mana dijelaskan di dalam Al-Qur’an.

Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya, …Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?" Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin, dan adalah kami membicarakan yang batil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya, dan adalah kami mendustakan hari pembalasan, hingga datang kepada kami kematian". (QS. 74:38, 42-47).

Informasi ini menjadi dasar pola berpikir seorang sarjana pendidikan sejarah. Apakah sebenarnya tujuan pelajaran sejarah diajarkan kepada anak-anak di sekolah? Apakah untuk mengenalkan fakta-fakta sejarah atau makna dibalik fakta sejarah? Sementara, Taufik Abdullah sebagai ahli sejarah mengatakan, cerita kejadian sejarah yang sesungguhnya adalah cerita kejadian sejarah yang tidak terungkap. Ini artinya fakta-fakta sejarah tidak menjadi dasar kebenaran tetapi sebagai dasar untuk pembenaran, dan pemilik kebenaran mutlak adalah Tuhan Yang Maha Esa.

Masa lalu adalah ghaib, masa sekarang ilusi dan masa depan adalah nyata. (Muhammad Plato)
Jika Tuhan mengabarkan bahwa segala tindakan prilaku manusia direkam jejaknya, dan kemudian diadili hingga setelah datang kematian, maka sejarah berfungsi menginformasikan kebenaran ini kepada manusia. Sejarah mengajarkan dialektika sejarah kehidupan manusia yaitu dari masa lalu (tesis), masa sekarang (antitesis), dan masa mendatang (sintesis). Masa lalu adalah kisah-kisah manusia di zaman dahulu, dan masa sekarang adalah kisah kehidupan yang dialami manusia saat ini semasa dia hidup, dan masa mendatang adalah kehidupan setelah kematian.

Konsep pemikiran diatas, memiliki kesamaan dengan konstruksi logika Hegel bahwa kehidupan diawali dari Pure Being (tesis), Nothing (antitesis), dan Becoming (sintesis). Absolute idea yang dikatakan Hegel bagi saya adalah pengetahuan tentang kehidupan manusia setelah kematian. Dunia yang benar-benar nyata tempat kehidupan manusia adalah dunia setelah kematian yaitu dunia yang dipahami sebagai the whole (keseluruhan) yang harus menjadi paradigma berpikir manusia sebelum menemui kematian.

Masa lalu diajarkan kepada manusia untuk membuktikan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang di dunia setelah kematian, kemudian menjadikannya pedoman hidup di masa masa sekarang. Pembuktikan itu berkaitan dengan dialektika sejarah yang membuktikan bahwa manusia akan mendapati kualitas hidupnya berdasarkan apa yang telah dikerjakannya di masa lalu. Gerak sejarah berawal dari masa lalu yang ghaib, dialami pada masa sekarang sebagai ilusi, dan menuju masa mendatang yang nyata. Masa lalu ghaib karena manusia tidak bisa mengulang kejadian masa lalu, masa sekarang ilusi karena manusia tidak bisa menemukan kebenaran mutlak, dan masa mendatang nyata karena manusia akan mengalaminya.

Dialektika sejarah mengikuti pada ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan Tuhan atau Absolute Idea sebagaimana dikemukakan oleh Hegel. Ketetapan Tuhan tersebut adalah sebagaimana dikisahkan Tuhan yang tertuang dalam kitab suci yaitu kebaikan akan mengakibatkan kebaikan dan keburukan akan mengakibatkan keburukan. Keberadaan Absolute Idea tidak terikat waktu. Sepakat dengan Hegel, “waktu adalah sekedar ilusi yang muncul karena ketidakmampuan manusia untuk melihat Keseluruhan”. (Russell, 2016, hlm. 957).

Kebenaran sejarah bagi para Sarjana Pendidikan terletak pada penemuan Absolute Idea sebagai kebenaran sejarah yang harus dijadikan pedoman hidup manusia. Dari sejarah manusia harus belajar kebijaksanaan dan menciptakan hidup damai, sejahtera, dibawah bimbingan Tuhan. Wallahu’alam.

(Penulis Head Master Trainer Logika Tuhan)

Saturday, December 21, 2019

MANUSIA PELAMPAU BATAS

Oleh: Muhammad Plato

“Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas,” (Al Alaq, 96:6). Jika Allah sudah mengatakan kata “sesungguhnya” kata ini menegaskan bahwa itulah fakta atau realitas manusia sebenarnya dan tidak ada manusia yang bisa lepas dari ketentuan ini. Maka manusia adalah makhluk yang punya sifat atau punya potensi melampaui batas terhadap apa yang telah ditetapkan Allah.

Dalam hal apa saja manusia selalu berpotensi melampaui batas. Di dalam Al-Qur’an sedikitnya ada empat konsep yang menjelaskan tentang manusia pelampau batas. Empat konsep tersebut dijelaskan dalam beberapa ayat Al-Qur’an sebagai berikut:

·  Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas (mu’tadin), karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Al Baqarah, 2:190).

MANUSIA PELAMPAU BATAS ITU MENDUSTAKAN ATURAN YANG TELAH DITETAPKAN TUHAN. (MUHAMMAD PLATO)
Berdasarkan keterangan ayat di atas, manusia melampaui batas dijelaskan dengan konsep “mu’tadin”. Manusia mu’tadin adalah mereka yang mendustakan aturan-aturan yang telah di tetapkan Allah. Prilaku mereka bertentangan dengan apa yang telah ditetapkan Allah. Sebagai contoh, membalas keburukan dengan keburukan yang lebih buruk, padahal Allah menetapkan membalas keburukan setimpal. Dilarang mendekati zina, mereka mendekati dan melakukan zina. Dilarang berjudi, mereka melakukan judi, dilarang mabuk, mereka mabuk-mabukkan. Dilarang memakan daging babi, mereka makan daging babi. Dilarang menghina, mereka melakukan penghinaan dsb.

·     Utusan-utusan itu berkata: "Kemalangan kamu itu adalah karena kamu sendiri. Apakah jika kamu diberi peringatan (kamu mengancam kami)? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas". (Yasin, 36:19).
                                  
Selanjutnya berdasarkan ayat di atas, manusia melampaui batas dijelaskan dalam konsep “musripun”. Manusia musripun jika kita analisis dari ayat-ayat sebelumnya, mereka adalah yang cenderung mengada-ngadakan dalam hal aturan atau syariat. Mereka menolak ajaran-ajaran yang telah diajarkan oleh para utusan Allah. Mereka menolak ajaran Rasul dan membuat ajaran-ajaran sendiri yang menurutnya benar. Mereka mengatakan bahwa ajaran-ajaran yang di bawa Rasulullah adalah sihir, ajaran orang mabuk, ajaran orang gila dan ajaran pembawa sial. Di zaman sekarang mereka mengatakan bahwa ajaran-ajaran yang dibawa Rasulullah adalah ajaran klenik, tidak rasional, tidak bisa dijangkau akal, ajaran radikal, dan harus dipisahkan dari ajaran kehidupan dunia. Kaum musripun, mereka juga mengada-ngadakan syariat dan mengkultuskan seolah-olah syariat itu datang dari Allah, padahal syariat yang jelas datang dari Allah tidak lain hanya datang dari rujukan Al-Qur’an dan Sunnah. Segala tafsiran adalah prasangka yang bisa kemungkinan benar atau salah, sehingga tidak bisa dimutlakkan sebagai kebenaran dari Tuhan.


·      Pergilah kepada Fir'aun; sesungguhnya ia telah melampaui batas". (Thaahaa, 20:24).

Berdasarkan ayat di atas, manusia melampaui batas berikutnya dijelaskan dalam konsep “togo”. Manusia togo adalah mereka yang menggunakan nafsunya, egonya, kekuasaannya, cenderung pada kehidupan dunia. Manusia-mausia ini adalah mereka yang menuhankan dirinya sebagaimana Fir’aun. Dengan egonya, kekuasannya mereka berlaku tidak adil, dalam setiap keputusan hidupnya sebagai individu maupun sebagai penguasa, mereka hanya mempertimbangkan keuntungan dunia, dan kelanggengan kekuasaannya. Keputusan-keputusannya selalu merugikan, menindas, dan membinasakan makhluk lain yang berpotensi mengurangi kesenangan hidupnya di dunia.

·    Dan bahwasanya: orang yang kurang akal daripada kami dahulu selalu mengatakan (perkataan) yang melampaui batas terhadap Allah, (Al Jin, :72:4).

Berdasarkan ayat atas, manusia melampaui batas dijelaskan dalam konsep “satoto”. Manusia satoto adalah mereka yang menjadikan jin sebagai sesembahannya. Manusia ini digolongkan sebagai manusia kurang akal, karena menuhankan yang ghaib selain Tuhan Yang Esa. Mereka meminta pertolongan atau petunjuk kepada jin dan mengada-ngadakan tentang Allah di luar apa yang telah Allah kabarkan di dalam kitab suci Al-Qur’an. Hidupnya menjadi bertentangan dengan kehendak Allah, sehingga hidupnya penuh dengan dosa dan kesalahan.

Petunjuk Allah Yang Maha Rahman kepada manusia adalah mengajarkan Al-Qur’an untuk menjaga keseimbangan. “(Tuhan) Yang Maha Pemurah, Yang telah mengajarkan Al Qur'an. Dia menciptakan manusia, Mengajarnya pandai berbicara. (Ar Rahman, 55:1-4).

Allah yang menciptakan manusia, maka Allah yang mengetahui bagaimana manusia harus hidup. Allah mengajarkannya kepada manusia dengan mengutus Rasul dan menurunkan Al-Qur’an.

Perintah Allah di dalam Al-Qur’an adalah janganlah melampaui batas. “Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu. (Ar Rahman, 55: 7-9).

Tugas manusia yang sudah diberi akal dan amanah sebagai khalifah adalah menjaga neraca keseimbangan, agar tidak cenderung pada keburukan. Semoga Allah membimbing kita semua. Wallahu’alam.

(Penulis Master Trainer Logika Tuhan)


Saturday, December 14, 2019

SETIAP TAFSIR PUNYA POTENSI SALAH


OLEH: MUHAMMAD PLATO

Setiap tafsir manusia tentang isi kandungan Al-Qur’an punya potensi salah tafsir, karena setiap penafsir yaitu manusia ditetapkan Tuhan punya potensi salah. Maka tidak boleh meyakini kebenaran tafsir melebihi kebenaran pemilik-Nya. Tidak boleh memutlakkan seorang penafsir sebagai satu-satunya rujukkan tafsir, karena pikiran Allah tidak mungkin dipahami oleh satu, dua, atau sekelompok orang penfasir.

Allah memberikan peluang kepada setiap umatnya untuk mendapatkan pelajaran dari Al-Qur’an sesuai dengan kemampuan yang telah diberikan kepada manusia. Kemampuan dasar manusia untuk mendapat pelajaran dari Al-Qur’an, Allah telah memberikan akal dan hati kepada setiap manusia.

(Al Qur'an) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. (Ali Imran, 3:138).

Setiap orang bisa langsung berhubungan dengan Al-Qur’an atau melalui penjelasan dari orang-orang ahli tafsir. Sifat gotong royong, musyarawarah, adalah perintah Allah dalam segala hal termasuk dalam mempeajari, memahami, dan menafsir Al-Qur’an.

Syarat bagi orang-orang yang mau mempelajari Al-Qur’an adalah takwa. Konsep takwa di sini adalah orang-orang yang berharap kebaikan dari Allah. Siapapun orangnya, yang datang untuk mempelajari Al-Qur’an dia akan mendapat kebaikan. Maka itulah sebabnya setiap orang muslim maupun non muslim yang bersentuhan mempelajari Al-Qur’an selalu mendapat kebaikan, dan non muslim lambat laun memeluk Islam.

Setiap manusia tidak boleh memutlakkan kebenaran tafsirnya terhadap Al-Qur’an. Bukan karena Al-Qur’an kebenarannya tidak mutlak, tetapi penafsiran manusianya yang tidak mutlak, karena manusia menduduki sebagai makhluk tempatnya salah dan benar. Siapapun manusianya yang mempelajari dan memahami Al-Qur’an, dia harus memposisikan diri bukan sebagai pemilik kebenaran, dan harus selalu mengingatkan orang-orang untuk memutlakkan Allah sebagai pemilik kebenaran.

Barang siapa memosisikan dirinya, kelompoknya, sebagai satu-satunya yang paling berhak manafsirkan Al-Qur’an, dia telah menghadirkan tuhan selain Allah. Barang siapa mengkultuskan seseorang, kelompok, sebagai satu satunya ahli tafsir Al-Qur’an, dia telah menduakan Tuhan. Maka kondisi yang menghadirkan tuhan-tuhan selain Allah, adalah kondisi yang akan melahirkan perpecahan dan kehancuran umat manusia.

"semua harus sujud kepada satu Tuhan sebagai pemilik kebenaran"
Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai `Arsy daripada apa yang mereka sifatkan. (Al Anbiyaa, 21:22).

Kelemahan umat Islam adalah ketika umatnya merasa imferior, merendahkan dirinya dihadapan manusia lain sebagai alasan tidak mau mempelajari, memahami, dan menelaah isi Al-Qur’an. Kolektif memori ini telah menjadi sebab bertebarannya mitos-mitos dalam mengamalkan ajaran agama, lahirnya tuhan-tuhan selain Allah dan menjadi sebab rendahnya kualitas pendidikan. Wallahu’alam.

(Penulis Master Trainer Logika Tuhan)

Tuesday, December 3, 2019

TIGA ILMU KEYAKINAN

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Di dalam Al-Quran minimalnya berdasarkan penelusuran penulis menemukan beberapa konsep yang berkaitan dengan keyakinan. Konsep konsep yang bisa kita pahami tentang keyakinan dijelaskan di dalam Al-Qur’an ada tiga.
  
·  Sesungguhnya (yang disebutkan ini) adalah suatu keyakinan yang benar. (Al Waq’ah, 56:95). Dan sesungguhnya Al Qur'an itu benar-benar kebenaran yang diyakini. (Al Haqqah, 69:51)
·  Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, (At Takaatsur, 102:5).
·  dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan `ainulyaqin, (At Takaatsur, 102:7).

Berdasarkan tiga konsep yakin yang kita temukan dari keterangan Al-Qur’an, kita dapat mengetahui tiga konsep yakin yaitu haqul yakin, ‘ilmal yaqin, dan ‘ainal yaqin. Tiga konsep yakin ini memiliki kreteria masing-masing. Untuk mengetahui kriteria ketiga konsep keyakinan di atas, kita harus teliti dari konsep-konsep yang berdekatan dengan ketiga konsep keyakinan tersebut.

Untuk menjelaskan ketiga konsep ketiga keyakinan di atas, kita kaji dulu konsep apa yang berdampingan dengan konsep yakin dalam ayat yang mengandung konsep yakin tersebut. Jika penjelasan konsep yakin tidak ditemukan dalam redaksi satu ayat, maka cari hubungan konsep di ayat berikut atau sebelumnya, jika belum ditemukan cari dari surat lain. Metode inilah yang penulis sebut dengan metode “hubungan konsep”. Berdasarkan penelitian terhadap ketiga konsep yakin di atas, penulis sajikan dalam tabel berikut:


NO
KONSEP YAKIN
HUBUNGAN KONSEP
KETERANGAN
1
Haqul Yaqin
Mengetahui kebenaran berdasarkan keterangan Al-Qur’an. (tanpa proses penelitian atau percobaan)
Penjelasan ayat sebelumnya, dan surat lain.
2
‘Ilmal Yaqin
Mengetahui kebenaran dengan Pengetahuan (metode Penelitian)
Penejelasan dalam redaksi satu ayat tersebut
3
‘Ainul yaqin
Mengetahuai kebenaran dengan Melihat (percobaan)
Penjelasan dalam redaksi datu ayat tersebut

Berdasarkan tabel di atas, kita sudah dapat menghubung-hubungkan konsep. Pertama, yaitu antara yakin dengan hari kiamat dan kehidupan akhirat tentang keberadaan surga dan negara, dan tentang wahyu kitab suci Al-Qur’an. Kedua, konsep yaqin berhubungan dengan pengetahuan. Konsep ini dijelaskan dalam redaksi satu ayat berarti hubungannya sangat erat sekali. Ketiga, konsep yakin berhubungan dengan penglihatan dijelaskan dalam redaksi satu ayat yang berarti hubungannya erat.

Hubungan-hubungan dua konsep ini, selanjutnya kita bisa melakukan penafsiran. Tafsiran paling dasar yaitu dengan membangun definisi tentang keyakinan. Selanjutnya kita bisa buat definisi keyakinan sebagai berikut:

Haqul yaqin adalah kepercayaan terhadap suatu kebenaran yang tidak memerlukan pembuktikan secara ilmiah (metode penelitian) ataupun berdasarkan pengalaman empiris (pengalaman langsung atau pengamatan berdasar penglihatan). Keyakinan ini murni dibentuk oleh penalaran yang sumber pengetahuannya dari kitab suci Al-Qur’an. Pengetahuan-pengetahuan yang di dapat dari Al-Qur’an tidak diragukan sudah mengadung kebenaran karena bersumber pada Pemilik Alam Semesta. Sebagai contoh, keyakinan pada seluruh isi Al-Qur’an sebagai wahyu Tuhan, di dalamnya termasuk kejadian hari kiamat, kehidupan akhirat, kita meyakininya berdasarkan nalar Al-Qur’an sehingga tidak perlu dan tidak mungkin membuktikan semua dan melihatnya sekarang.

Pada konsep haqul yaqin orang-orang meyakini kebenaran karena ketidaktahuan. Sekalipun di hari akhirat dijelaskan di dalam Al-Qur’an ada kehidupan surga dan neraka pada dasarnya manusia meyakini keberadaannya karena ketidaktahuan. Manusia hanya tahu kehidupan akhirat, surga, neraka, pengadilan akhirat, sebatas apa yang diberi tahu oleh Tuhan dalam kitab suci melalui para Rasul dan manusia tidak mungkin membuktikannya melalui metode ilmu pengetahuan  apalagi dengan penglihatan.

Sehubungan beberapa generasi manusia sudah diturunkan Nabi dan Rasul yang membawa kitab suci, pada saat ini masih ada manusia-manusia yang mengaku beriman kepada kitab suci namun dipertanyakan apakah itu benar kitab suci atau bukan. Maka pada tahap inilah manusia harus memiliki kemampuan berpikir untuk meneliti dan membuktikan terhadap bagian ayat-ayat kitab suci yang memungkinkan bisa diuji coba dan dilihat kebenarannya di alam semesta.

TIGA KONSEP KEYAKINAN YAITU HAQUL YAKIN, 'ILMAL YAKIN, DAN 'AINUL YAKIN
(MUHAMMAD PLATO)
Atas dasar Nabi dan Rasul sudah lama meninggal, maka pada tahap ini, manusia membutuhkan ilmu pengetahuan untuk menemukan kebenaran-kebenaran wahyu dari Tuhan. Para ilmuwan selain meneliti rahasia alam untuk mengembangkan teknologi, harus menemukan kebenaran-kebenaran dari pengetahuan-pengetahuan kitab suci, sebagai pembangun keyakinan. Artinya, tidak semua isi Al-Qur’an tidak bisa diteliti, ada keterangan-keterangan Al-Qur’an yang bisa diteliti kebenarannya dengan metodologi penelitian baik di kehidupan sosial maupun alam. Peluang ini Tuhan berikan kepada manusia untuk membantu manusia menemukan kebenaran dari Tuhannya setelah para Nabi dan Rasul meninggal. Metode penelitian pada dasarnya adalah metode berpikir yang dikembangkan manusia untuk menemukan kebenaran. Pada tahap ini, keyakinan manusia dibentuk dengan pengetahun-pengetahuan yang dibangunnya yang disebut ilmal yaqin. Produk dari penelitian adalah teori-teori tentang kebenaran.

Pada kriteria Ainul Yaqin, manusia untuk membangun keyakinannya membutuhkan bukti yang bisa dilihat atau dirasakan. Pada kriteria ini manusia bisa menemukan keyakinannya dengan melakukan percobaan, atau pengalaman langsung. Pengetahun Al-Qur’an mengandung kebenaran-kebenaran nyata yang bisa dilihat. Seperti diumpamakan oleh Allah di dalam Al-Qur’an Nabi Ibrahim membuktikan kebenaran Tuhan bisa menghidupkan dari kematian. Pesannya adalah Allah memberi petunjuk kepada manusia untuk melakukan percoban demi percobaan untuk membuktikan sebuah kebenaran yang mungkin terdapat dalam Al-Qur’an. Keyakinan ini bisa dibuktikan dengan percobaan-percobaan yang bisa menghasilkan berbagai teknologi di muka bumi ini. Semua teknologi yang berhasil dibangun manusia melalui percobaan pada dasarnya adalah kebenaran-kebenaran ayat-ayat Tuhan yang bisa dilihat kebenarannya. Perjalanan Isra mi’raj, satu malam bisa dibuktikan kebenarannya setelah ditemukannya teknologi pesawat terbang, pesawat luar angkasa, kecepatan melebihi cahaya dan sebagainya. Ainul yaqin adalah pembenaran berdasarkan pembuktian (penglihatan) melalui percobaan-percobaan dengan bantuan teknologi. Ainul yakin berkaitan dengan ilmu teknologi.

Pengetahuan-pengetahuan yang terdapat di dalam Al-Qur’an mengandung kebenaran nalar berdasar pengetahuan murni wahyu, rasional berdasar pemikiran di alam dan kehidupan sosial, serta kebenaran berdasarkan bukti melalui percobaan dan penemuan teknologi. Dengan demikian informasi Al-Qur’an meliputi penjelasan kehidupan yang tidak diketahui manusia di alam nyata, yang bisa diketahui dengan pemikiran manusia dan dapat dibuktikan dalam kehidupan di alam nyata melalui peralatan yang diciptakannya.

Mempelajari Al-Qur’an sebagai kitab kebenaran membutuhkan ketiga konsep keyakinan yang harus dikembangkan manusia untuk menjaga keyakinan kepada Tuhan berdasar pada tiga konsep keyakinan. Para ulama mempelajari ilmu keyakinan dari pengetahuan murni Al-Qur’an. Ilmuwan melalui berbagai metode kelimuan. Para teknokrat menemukan kebenaran melalui berbagai percobaan nyata dan penemuan teknologi. Hasil akhirnya adalah membangun keyakinan kepada Tuhan.

Dikarenakan penciptaan alam semesta ini bersumber dari satu kesatuan, saling berhubungan, saling ketergantungan, maka dalam menjaga keyakinan manusia kepada Tuhan, semua konsep keyakinan harus dikembangkan melalui keterkaitan antara ketiga konsep keyakinan di atas sebagai pembentuk dan peningkatan keyakinan kepada Tuhan. Pengetahuan di Al-Qur’an memiliki tiga dimensi yaitu transenden (beyond imagination), abstrak (imajinasi), dan konkrit (nyata). Al-Qur’an layaknya dijadikan sebagai sumber segala sumber pengetahuan. Tidak terbatas pada hal-hal transenden berbicara kehidupan yang tidak diketahui manusia (akhirat).      
              
(Penulis Master Trainer Logika Tuhan)

Saturday, November 16, 2019

PENYEBAB KESESATAN

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Sesungguhnya kami menurunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur'an) untuk manusia dengan membawa kebenaran; siapa yang mendapat petunjuk, maka (petunjuk itu) untuk dirinya sendiri, dan siapa yang sesat maka sesungguhnya dia semata-mata sesat buat (kerugian) dirinya sendiri dan kamu sekali-kali bukanlah orang yang bertanggung jawab terhadap mereka. (Az Zumar, 39:41).

Jika ada yang menyampaikan kebenaran dari dalam Al-Qur’an maka akan ada banyak orang memperhatikan. Mengingatkan agar hati-hati supaya tidak tersesat dan menyesatkan. Jika kita sadari, perhatian, peringatan, kritikan kepada orang-orang yang mengajarkan Al-Qur’an, itulah wujud bimbingan Tuhan terhadap para pengkaji Al-Qur’an. Untuk itu kita harus hati-hati karena ada beberapa sebab pada diri kita yang bisa menimbulkan kesesatan dan menyesatkan, sekalipun kita memahami dan mempelajari Al-Qur’an.

Pertama; menurut Buya Syakur, Al-Qur’an adalah argumen, bukan hanya sekedar dokumen. Mereka yang menganggap Al-Qur’an sebatas dokumen cenderung tidak bisa berargumen, dan tidak bisa membuka diri terhadap argumen pemahaman orang lain. Sifat tertutup, tidak mau menerima atau membuka diri, menghargai terhadap pemahaman orang lain adalah bibit dari kesesatan. Sifat tertutup terhadap pemahaman atau pendapat orang lain, adalah tanda-tanda seseorang sedang menjadi thagut bagi dirinya sendiri. Ali Bin Abi Thalib mengatakan bahwa yang harus dikhawatirkan bukanlah pendapat orang lain, tetapi pendapat kita sendiri.

Kedua, kesesatan terjadi tidak memahami dan mendalami inti dari ajaran Al-Qur’an. Kesesatan terjadi karena memahami ayat Al-Qur’an secara parsial. Sedangkan Al-Qur’an adalah keterkaitan, ayat dengan ayat saling menjelaskan dan saling menguatkan. Setiap orang yang mencoba memahami logika Al-Qur’an, dirinya akan cenderung menjadi manusia inklusif, cinta damai, dan menghargai perbedaan dan kemanusiaan. Jiwa-jiwanya menjadi tenang dan selalu menjadi kebaikan bagi seluruh alam.

Ketika seseorang memutuskan menerima atau tidak pengaruh dari luar, keputusan itu mutlak adalah keputusan pribadinya. (Muhammad Plato)
Ketiga, kesesatan terjadi jika sudah ada sikap merasa benar (sombong). Setan telah menjadi sesat karena menganggap pendapatnya benar tentang penciptaan Adam dibandingkan dengan dirinya. Merasa benar adalah awal dari menutup diri terhadap kebenaran, dengan menutup diri terhadap pendapat atau masukkan dari orang lain.

Keempat, kesesatan terjadi jika seseorang tidak mau menggunakan akalnya untuk memahami ayat-ayat Allah. Akal adalah karunia Allah kepada manusia. Jika manusia menggunakan akalnya maka itulah wujud syukur manusia kepada Allah. Sebaliknya bagi siapa yang menolak menggunakan akalnya untuk memahami ayat-ayat Allah dan untuk lebih mengenal Allah tuhannya, maka mereka termasuk orang-orang yang tidak bersyukur kepada pemberian Allah.

Bagi manusia-manusia yang menggunakan akalnya untuk memahami ayat-ayat Allah guna menjaga hatinya tetap bersih, dialah berada di atas petunjuk Allah. Sumber kesesatan ada dalam diri masing-masing. Setiap orang menerima pengajaran dari Allah. Barang siapa mendapat petunjuk, dia mendapat petunjuk untuk dirinya sendiri, barang siapa sesat dia sesat untuk dirinya sendiri.

Manusia dan seluruh makhluk ciptaan Tuhan di muka bumi ini, tidak bertanggung jawab atas petunjuk atau kesesatan seseorang. Petunjuk dan kesesatan semata-mata tanggung jawab Allah. Menyalahkan orang lain sebagai penyebab kesesatan adalah kesesatan. Sekalipun manusia dan seluruh makhluk memberi pengaruh kepada diri seseorang, ketika seseorang memutuskan menerima atau tidak pengaruh tersebut, keputusan itu mutlak adalah keputusan pribadinya di atas takdir Allah. Wallahu’alam.

(Penulis Head Master Trainer).

ILMU BERDISKUSI


OLEH: MUHAMMAD PLATO

Sering kita saksikan di media informasi, orang-orang berdiskusi sampai saling menyudutkan dan merendahkan. Sampai ada yang hendak adu jotos, padahal acara debat atau diskusi disaksikan oleh jutaan masyarakat. Sering juga kita saksikan para peserta diskusi atau debat sampai emosional hingga memperlihatkan nada marah.

Diskusi semacam ini tidak akan terjadi. Sahabat-sahabat sekalian dalam berdiskusi kita harus paham dan disadari bahwa para peserta diskusi bukan pemilik kebenaran. Inilah ilmu diskusi dasar yang harus dimiliki setiap orang. Harus disepakati oleh semua peserta diskusi bahwa pemilik kebenaran adalah Allah. Jangan sedikitpun para peserta diskusi mengklaim bahwa saya pemilik kebenaran. Jika para peserta diskusi sudah mengklaim sebagai pemilik kebenaran maka diskusi tidak akan berjalan dengan sehat karena diskusi tersebut sudah diilhami dengan kesesatan.

Selanjutnya peserta diskusi harus dibekali dengan pengetahuan yang cukup tentang objek yang akan didiskusikan. Untuk itu bagi televisi-televisi yang akan mengundang peserta diskusi harus dari orang-orang yang dinilai memiliki cukup  pengetahuan pada objek yang akan didiskusikan.

Pada saat diskusi berlangsung, harus dipahami diskusi tidak sedang mencari siapa yang benar, tetapi sedang bertukar informasi, bertukar argumentasi, dengan menggunakan pemahaman logika sebab akibat atau rasionalitas. Kekuatan argument jika pendapat kita didukung oleh fakta-fakta yang benar, dan memiliki pandangan dari berbagai sudut pandang untuk membuktikan bahwa pendapatnya didukung oleh argumen-argumen berdasar pada fakta yang benar untuk memberi keyakinan kepada lawan diskusi bahwa pendapat kita didukung fakta-fakta yang benar. Kualitas pendapat sangat tergantung pada kualitas fakta yang dijadikan argumen.


DISKUSI BUKAN URUSAN HATI, TAPI URUSAN LOGIKA, DISKUSI ADU ARGUMEN TASI BUKAN ADU SENTIMEN. (MUHAMMAD PLATO)
Permasalahan sering muncul ketika kedua pendapat sama-sama kuat diyakini bersumber dari data yang benar. Jika ini terjadi, tidak perlu berdebat sampai saling menyudutkan dan menjatuhkan, tetapi kita harus mengembalikan kebenaran itu milik Allah, dan harus saling menghormati dan mengembalikan pendapat mana yang akan dipilih kepada yang lebih berhak dalam mengambil keputusan. Para pengambil keputusan adalah para pemimpin yang kita sepakati berdasarkan hasil pemilihan merujuk kepada aturan atau undang-undang. Para pemimpin di negara kita adalah para pemimpin yang ada di lembaga-lembaga negara.   

Untuk itu, debat-debat di televisi harus diarahkan terlebih dahulu oleh pembawa acara bahwa diskusi ini tidak bertujuan mengetahui siapa yang benar, tetapi sedang mengelaborasi sebuah permasalahan sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan. Berdasarkan pertimbangan itu, sebaik-baiknya keputusan harus diambil berdasar pertimbangan untuk kemaslahatan bagi banyak orang, dan dilakukan oleh para pengembilan keputusan yang berhak.

Saya tegaskan kembali, berdiskusi tidak sedang mencari siapa pemilik kebenaran, tetapi sedang bertukar argumentasi untuk saling mencerdaskan dan menyepakati persamaan persepsi tentang suatu objek yang didiskusikan. Pemilik kebenaran sudah jelas yaitu Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Siapa yang mengklaim pendapatnya benar, dia salah karena sudah merampas milik Allah. Diskusi murni wilayah otak, dan yang bermain adalah logika, dengan pola pikir sebab akibat. Mengadu logika adalah mengadu argumen dan saling serang dalam diskusi adalah saling mengeluarkan argumen berdasar fakta. Tidak boleh berargumen dengan membuka keburukan (aib), menyerang fisik, marah, atau dengan berita bohong. Keterlibatan emosi dalam diskusi hanya sebatas penyemangat untuk mengemukakan seluruh argumen untuk memberi penjelasan, pencerahan, inspirasi kepada semua orang, dengan tetap berpatokan bawah pemilik kebenaran hanyalah Allah.

Diskusi akan berakhir ketika peserta diskusi kehabisan fakta-fakta argumen yang benar. Akhir diskusi tidak memberi kesimpulan siapa yang menang dan kalah, karena penilaian akan kembali kepada pendapat masing-masing setelah mengikuti jalannya diskusi.

Peringatan dari Allah, berdiskusilah tentang hal-hal yang fakta, bisa dilihat dan diraba. Jangan berdiskusi tentang sesuatu yang ghaib karena pengetahuannya mutlak milik Allah. Berdiskusi tentang yang gaib hanya sebatas terkaan belaka, sebagaimana diskusi Nabi Muhammad saw tentang jumlah penghuni gua kahfi di masa lalu yang gaib. Allah memberi peringatan;
“…Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka (hal gaib), kecuali pertengkaran lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorang pun di antara mereka.” (Al Kahfi, 22:18). Walllahu ‘alam.

(Penulis Head Master Trainer)  

RINDU BERAT PADA ALLAH

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Pernahkah Anda merasa rindu? Jika Ya, apa yang dirasakan pada saat Anda rindu? Maka perasaan rindu itu akan sulit diutarakan dengan kata-kata, karena tidak akan pernah ada kata-kata yang mampu melukiskannya. Untuk itulah dibutuhkan pemikiran, sebab melalui pemikiran kita bisa mendefinisikan dan memahami rasa rindu. Jika Anda orang beriman, sejauhmana kualitas rindu Anda kepada Allah?

Baiklah kita simak apa definisi rindu dari kitab suci Al-Qur’an. Sebelum mengaji Al-Qur’an kita lihat dulu fakta di lapangan. Apa yang ada dalam pikiran ketika hati merasa rindu? Pikiran biasanya mengingat objek yang dirindukan. Pikiran akan mengungkap data yang ada di long term memory. Bentuk wajah, tubuh, kejadian, melalui imajinasi objek-objek yang dirindukan ditampilkan senyata mungkin. Berdasarkan fakta itu, saya definisikan rindu adalah ingat sesuatu. Ketika ingat sesuatu, objeknya bisa manusia, tempat, benda, binatang, hewan, Tuhan, apapun, maka kita memasuki wilayah rindu.

MEREKA YANG RINDU BERAT SEKALI KEPADA ALLAH, YAITU  MEREKA YANG INGIN SEGERA KEMBALI BERSATU DENGAN ALLAH (MUHAMMAD PLATO)
Kualitas rasa rindu jika kita jelaskan melalui nalar (pikiran) memiliki beberapa tingkatan. Sehingga jika kita merasa rindu, rasa itu bisa dikategorikan sebagai rindu ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Beberapa kualitas rindu akan saya jelaskan dengan merujuk kepada kitab suci Al-Qur’an. Di dalam Al-Qur’an ada perintah agar manusia rindu Allah, yaitu dengan mengingat-ingat Allah.  

RINDU RINGAN (INGAT)

Rindu ringan terjadi jika kita ingat Allah. Jika kita ingat Allah itu tanda, kita memasuki rindu level satu kualitasnya ringan. Pada rindu level satu, Allah hanya kita ingat selewat di dalam pikiran. Rindu Allah dengan mengingat Allah diperintahkan oleh Allah di dalam Al-Qur’an;

 “wanadkuroka katsiron” “dan banyak mengingat Engkau”. (Thahaa, 20:34). “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (Al Jumu’ah, 62:10).

RINDU SEDANG (INGIN BERTEMU/MELIHAT)

Pada tahap selanjutnya, kualitas rindu akan meningkat dalam bentuk menampilkan wujud dalam imajinasi. Sebagaimana kita lakukan ketika kita ingat seseorang, kualitas rindu akan meningkat dengan menampilkan imajinasi wajah yang kita rindukan. Rindu ini sudah memasuki level dua. Rindu level dua sebagaimana Nabi Ibarahim ketika sedang dalam proses pencarian Tuhan. Orang-orang yang rindu sedang, pada dasarnya akan mencari tampilan yang dirindukannya.

Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku" Tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam". Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat". Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar", maka tatkala matahari itu telah terbenam, dia berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. (Al An’aam, 6:76-78).

Perjalanan hidup seseorang akan mengalami masa-masa rindu sedang dimana mereka tidak bisa bertemu, namun berusaha menghadirkan wajah-wajah yang dirindukannya dalam bentuk imajinasi. Berimanjinasi menjadi obat rindu bagi orang-orang yang merasa rindu di level dua. Derajat kerinduan seseorang sudah termasuk tinggi, jika kerinduaannya disertai dengan imajinasi bisa melihat wajah Allah kelak di akhirat nanti.

(yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. (Al Baqarah, 2;46).

RINDU BERAT (INGIN DEKAT)

Level rindu selanjutnya adalah ketika kita ingin dekat dengan benda, orang, yang kita cintai. Demikian juga rindu berat pada level tiga kepada Allah terjadi jika kita ingat Allah dan ingin selalu dekat bersama Nya. Inilah level rindu seseorang yang sudah mampu merasakan kehidupan surga di akhirat, jiwa-jiwa mereka tenang dan tunduk kepada Allah.

Mereka itulah orang yang didekatkan (kepada Allah). Berada dalam surga kenikmatan. (Al Waqi’ah, 56:12).

RINDU SANGAT BERAT (INGIN KEMBALI BERSATU)

Level rindu selanjutnya adalah ketika kita ingat, bukan hanya ingin dekat tetapi ingin bersatu menjadi bagian dari orang yang kita rindukan. Inilah kualitas rindu tertinggi manusia kepada Allah yaitu ketika ruh ingin kembali bersatu menjadi bagian dari Tuhan. Level rindu ini dimiliki oleh orang-orang yang sudah melepaskan kehidupan dunia, memahami siapa jati diri sesungguhnya. Kehidupannya hanya untuk kepentingan umat, dan kebutuhan pribadinya hanya ingin bersatu kembali bersama Tuhannya.  

Maka Maha Suci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nya lah kamu dikembalikan. (Yasin, 36:83).

(Penulis Head Master Trainer)