Monday, June 30, 2014

LOGIKA KAMPANYE!

Oleh: Muhammad Plato

Kampanye hitam sama dengan fitnah, karena prakteknya membuka keburukan orang lain tanpa bukti-bukti yang dapat dipertanggungjawabkan. Normatifnya, pelaku kampanye hitam sangat tidak mungkin dilakukan oleh kalangan umat beragama. Paling mungkin, pelaku kampanye hitam dilakukan oleh pengikut Machiavelli, yang membolehkan merebut kekuasaan, dengan cara-cara kotor.

Selain kampanye hitam, ada pengamat politik yang membolehkan kampanye negatif. Kampanye negatif adalah membuka keburukan seseorang dengan bukti-bukti yang dapat dipertanggung jawabkan. Katanya, kampanye semacam ini diperbolehkan karena dapat membuka wawasan masyarakat tentang kredibilitas kandidat yang akan maju menjadi calon pemimpin.

Namun jika dikaji dari norma-norma kehidupan agama, kampanye hitam maupun kampanye negatif sama-sama dilarang. Bernegara tidak ada bedanya dengan beragama. Dalam ajaran agama ada larangan membuka aib orang di muka umum (kampanye negatif), apalagi memfitnah (kampanye hitam). Para pelakunya dikategorikan pendosa besar dan diancam dengan api neraka.

Mengenang sejarah 1400 tahun lalu, kampanye hitam bukan hanya dilakukan di masa sekarang, pada zaman perjuangan Nabi Muhammad saw menegakkan ajaran Islam, kampanye hitam telah terjadi. Agama bagi pembesar Mekkah adalah sumber kedudukan, kekuasaan, dan sumber pendapatan. Untuk itu, perjuangan Nabi Muhammad saw dianggap mengancam kepentingan-kepentingan politik para pembesar Mekkah.

Upaya-upaya menghambat perkembangan agama Islam, dilakukan penguasa-penguasa Mekkah dengan berbagai macam cara, salah satunya dengan kampanye hitam. Kampanye hitam dilakukan dengan melakukan propaganda bahwa Nabi Muhammad saw bukan utusan Tuhan, tetapi digambarkan sebagai orang yang haus dengan kekuasaan, pemberontak ajaran nenek moyang, pembohong besar, orang sakit jiwa, dan tukang sihir.

Kampanye hitam terhadap Nabi Muhammad saw dan pengikutnya tercatat dalam Al-Qur’an, “mereka berkata: ‘Hai yang menerima wahyu, sesungguhnya engkau adalah gila!’” (QS. Al-Hijr:6). Dalam surat lain dikabarkan, “...Orang itu (Muhammad saw) adalah tukang sihir dan pendusta”. (QS. Shaad:4).

Tak putus dirundung malang, kampanye hitam terhadap Nabi Muhammad saw terus berlanjut sampai sekarang. Kampanye hitam dilakukan dengan menampilkan gambar kartun Nabi Muhammad saw sebagai seorang teroris. Lebih keji lagi secara terang-terangan kampanye hitam dimuat dalam sebuah film, Nabi Muhammad saw di gambarkan sebagai seorang yang punya kelainan seks. Naudzubillah...

Beruntung, sebuah pelajaran besar telah dicontohkan Nabi Muhammad saw, kepada umat manusia, khususnya umat Islam. Beliau mengajarkan cara-cara agung dalam menghadapi berbagai jenis keburukan. Dalam catatan sejarah (hadis shahih), digambarkan bahwa Nabi Muhammad saw tidak membalas keburukan dengan keburukan, melainkan dengan kebaikan.

Mengapa Nabi Muhammad saw mencontohkan membalas keburukan dengan kebaikan? Bagi Nabi Muhammad saw tidak ada kebaikan yang dibangun di atas keburukan. Logikanya sudah jelas tertuang dalam Al-Qur’an, “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri,...” (QS. Al-Israa:7).  Keburukan dan kebaikan tidak datang dari luar, tetapi datang dari dalam diri kita sendiri. Membalas keburukan orang lain sama dengan sengaja memasukkkan diri pada lingkaran keburukan.

Perintah-Nya sangat tegas, dijelaskan dalam Al-Qur’an, “Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia”. (QS. Fushilat:34).

Segala bentuk kampanye hitam tidak berpotensi merendahkan, kecuali bagi pelakunya sendiri. Maka jika ingin tetap menjadi orang baik, kandidat yang baik, partai yang baik, jurkam yang baik, kepastiannya adalah kampanye hitam jangan dibalas dengan kampanye hitam.

Kata Haruyama (2012), penulis buku Keajaiban Otak Kanan, mereka yang bisa tetap baik sekalipun lawan bersikap buruk, tergolong manusia tingkat tinggi (high level). Nabi Muhammad saw dan para calon pemimpin adalah manusia-manusia high level.

Berlomba-lombalah dalam kebaikan, dengan menampilkan kebaikan-kebaikan yang pernah dilakukan, atau kebaikan-kebaikan yang akan dilakukan. Jangan terjebak oleh pikiran-pikiran setan yang menyesatkan.  Pada saat orang lain berbuat jahat, inginnya kita membalas dengan kejahatan yang lebih jahat. Pada saat orang berencana jahat, inginnya kita merencanakan kejatahan yang lebih jahat.

Bersabarlah dalam kebaikan sebab kepastian-Nya , “...Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri...” (QS. Faathir:43). Logikanya keburukan yang kita terima disebabkan oleh keburukan diri kita sendiri. Maka tidak ada alasan untuk berkampanye negatif, atau kampanye hitam. Mari berkampanye positif, dengan menyebarluaskan kebaikan-kebaikan para calon pemimpin kita, agar bangsa kita masuk dalam lingkaran Tuhan bukan lingkaran setan. Wallahu ‘alam.

salam sukses dengan logika Tuhan. Follow me @logika_Tuhan

Thursday, June 19, 2014

KEPEMIMPINAN GOLDEN LOGIC



Dalam evaluasinya tim seleksi calon kepala sekolah mengemukakan, “rata-rata para calon kepala sekolah hanya mengungkapkan teori-teori kepemimpinan. Jika hanya teori kepemimpinan yang diungkapkan, semua orang bisa melakukannya karena tinggal mengutif dari buku sumber. Sementara yang diharapkan berupa implementasi kepemimpinan efektif, pengalaman-pengalaman nyata, dan rencana-rencana perubahan di sekolah tidak terungkap. Akhirnya, kondisi ini menyulitkan bagi tim seleksi dalam mengambil keputusan”.

Menanggapi hasil evaluasi di atas, penulis ingin sedikit berbagi tentang kepemimpinan sekolah. Apa yang diceritakan  penulis bukan hanya teori tetapi bagian dari best practice (pengalaman terbaik) selama memimpin sekolah.

Model kepemimpinan ini dikembangkan menggunakan nilai-nilai ajaran agama. Agama mengandung logika. Logika dalam agama berbeda dengan logika ilmu alam. Maka model kepemimpinan ini saya sebut sebagai kepemimpinan golden logic.

Kepemimpinan golden logic pada intinya memimpin dengan logika Tuhan (logika yang dikembangkan dari petunjuk wahyu suci Al-Qur’an). Logika Tuhan menjadi panduan dalam setiap langkah kepemimpinan. Keunggulan memimpin dengan logika Tuhan, dalam kondisi sempit maupun lapang, seorang pemimpin akan tetap punya optimisme.

Logika Tuhan mengajarkan, setiap keberhasilan harus selalu dilakukan dengan menerima dan kreatif memanfaatkan apa yang telah kita miliki secara optimal. Kedua, berani berkorban, karena setiap pengorbanan akan membawa keberhasilan besar. Ketiga, komunikatif menjalin hubungan silaturahmi, karena melalui silaturahmi akan terjadi pelipatgandaan keberhasilan. Keempat, berkomitmen menjalankan seluruh rencana demi rencana dengan penuh kesabaran, karena pekerjaan yang dilakukan dengan penuh kesabaran akan menghasilkan keberuntungan dua kali lipat. Kelima, teguh pendirian untuk mencapai tujuan dengan tawakal, karena ketawakalan akan menghasilkan kesuksesan yang tidak disangka-sangka.   

Pada prakteknya, kepemimpinan golden logic menjadi sebuah langkah managemen yang dilaksanakan melalui 4S1T yaitu Syukur, Sedekah, Silaturahmi, Sabar, dan Tawakal. Dalam model managemen, kelima konsep di atas, bukan dilihat sebagai ajaran moral melainkan langkah-langkah strategis dan efektif dalam menjalankan kepemimpinan.      

Langkah SYUKUR (Planning), adalah langkah perencanaan program dengan melihat potensi-potensi, peluang-peluang, yang bisa dioptimalkan untuk peningkatan mutu sekolah. Langkah selanjutnya SEDEKAH (Budgeting).  Sedekah di aplikasikan dalam kegiatan pengalokasian anggaran secara efektif dan efisien terhadap program-program yang akan dilaksanakan. Setelah sedekah, optimalisasi kepemimpinan dilakukan dengan SILATURAHMI (Organizing). Silaturahmi dilakukan dengan cara menyusun struktur organisasi, melakukan pembagian tugas, membangun komunikasi efektif dengan semua pihak, dan menjajaki kerjasama-kerjasama dengan pihak terkait untuk meningkatkan keberhasilan program.

Langkah ke empat adalah SABAR (Actuating). Melaksanakan program yang telah direncanakan secara berkesinambungan. Melakukan pengawasan dengan teliti, dan membuat catatan kegiatan dan melaporkannya secara periodik. Langkah terakhir adalah TAWAKAL (Evaluating), membuat laporan akhir seluruh program sebagai bahan evaluasi.  Kegiatan evaluasi meliputi kendala-kendala apa yang dihadapi selama pelaksanaan program, dan ketercapaian tujuan program yang digambarkan dalam bentuk presentase, grafik, atau bagan.

Dengan model kepemimpinan golden logic, alhamdulillah selama memimpin tidak pernah merasa gagal, pesimis, atau putus asa. Sedikit demi sedikit namun pasti, kerja tim diakui oleh berbagai stake holder pendidikan, bahwa kualitas pendidikan di sekolah yang saya pimpin mengalami peningkatan. Beberapa kejuaraan dan penghargaan kami dapatkan, antara lain Juara dua sekolah sehat, Juara satu atletik, mendapat penghargaan bidang managemen sebagai 10 besar sekolah terbaik nasional dari lembaga swadaya masyarakat nasional Tre Uno, dan ditunjuk oleh dinas pendidikan sebagai sekolah induk untuk mengembangkan sekolah kelas jauh. Juara satu kepala sekolah berprestasi tingkat kabupaten, dan juara tiga  kepala sekolah berprestasi tingkat provinsi Jawa Barat.

Salam sukses dengan logika Tuhan. Follow me @logika_Tuhan

Sunday, June 8, 2014

CARA AKTIVASI OTAK KANAN

Oleh: Muhammad Plato

Jika kita membandingkan antara otak kanan dan otak kiri, diperkirakan potensi kekuatan yang dimiliki oleh otak kanan 100.000 kali lipat dari kekuatan yang dimiliki otak kanan. Sekarang ini pentingnya pendidikan berbasis otak kanan disuarakan secara jelas, kursus-kursus yang bertujuan mengembangkan kemampuan bayi-bayi pun berkembang pesat karena untuk melatih otak kanan tidak diperlukan hal khusus. (Haruyama:2014)

Haruyama seorang penulis buku “Keajabiban Otak Kanan”, memberi kesaksian bahwa dengan memfokuskan pada otak kanan, hidup lebih sehat dan menyenangkan. Haruyama punya pendapat berbeda dengan teori-teori sebelumnya, Beliau berpendapat bahwa otak kiri adalah otak yang mengelola dan mengendalikan kebutuhan dan perasaan senang maupun tidak senang. Singkatnya, kegiatan emosional yang tadinya dianggap fungsi otak kanan, Haruyama berpendapat ada di otak kiri.

Saya setuju dengan pendapat Haruyama. Sikap baik atau buruk seseorang ditentukan oleh pengetahuan yang dimilikinya. Coba saja anda pikirkan, pada saat kita akan mengambil keputusan, sekecil apapun keputusan tergantung pada pengetahun yang kita miliki. Pengetahun yang ada dalam kepala, akan diolah oleh otak kiri dengan berpikir sebab atau akibat.

Contoh, jika anda ditipu orang. Pengetahuan yang lazim dimiliki oleh setiap orang adalah rugi. Pengetahun jika kena tipu rugi, pengetahuan itu bersumber dari alam (empiris). Logika empiris berlaku sebab akibat instan. Saat itu terjadi, saat itu pula akibatnya diterima. Rata-rata orang terjebak dengan logika isntan dari pengetahuan empiris.

Jika di tipu pengetahuannya rugi, maka emosi yang akan muncul adalah negatif. Marah, kesal, ingin menghukum si penipu, dan tindakan pun bisa brutal. Menyiksa, membakar, dan menganiaya si pelaku.

Sebaliknya ada pengetahuan lain, “jika ditipu justru kita untung”. Pengetahuan ini di dapat bukan dari logika alam (empiris). Pengetahuan ini di dapat dari logika non empiris, bersumber dari pengetahuan yang sudah ada dalam otak milyaran tahun yang lalu. Secara ilmiah Haruyama mengatakan bahwa pengetahuan ini terdapat dalam otak kanan. Dalam struktur pembagian otak, bagian otak yang menyimpan informasi milyaran tahun yang lalu, terdapat pada bagian otak reptil. Haruyama menyebutnya otak nenek moyang. Pengetahun ini sering disebut oleh kebanyakan orang sebagai pengetahuan instingtif. Pengetahuan instingtif yang sudah ada sejak milyaran tahun lalu, tersimpan dalam gen manusia.

Kebanyakan orang berpendapat tindakan-tindakan instingtif bukan digerakkan oleh logika. Padahal, tindakan instingtif itu bersumber dari pengetahuan yang tersimpan dalam gen, dan yang memberi pertimbangan spesifik sampai menjadi tindakan adalah otak kiri. Maka dari itu tindakan instingtif pada hakikatnya adalah tindakan logis yang sumber pengetahuannya dimiliki manusia dari non empiris.  

Saya punya pandangan, jika pengetahuan empiris sumbernya dari logika alam, maka logika non empiris bersumber dari pengetahuan yang tersimpan di dalam otak milyaran tahun lalu. Pengetahuan yang tersimpan dalam otak milyaran tahun lalu, sumbernya bisa kita gali dari kitab-kitab suci yang pernah diturunkan kepada para Nabi dari berbagai agama yang pernah ada.

Sehubungan dengan turunnya kitab suci kepada para Nabi dengan masa sekarang cukup panjang, yang jadi permasalahan adalah sulit membedakan antara kitab suci yang otentik wahyu Tuhan, atau rekayasa tangan manusia. Semua kitab suci yang dimiliki oleh kaum beragama saat ini, dianggap sebagai wahyu otentik, ketika ditanya apa bukti keotentikannya tidak pernah ada kata sepakat.

Jarak yang paling dekat antara kita dengan turunnya wahyu kepada seorang Nabi adalah kitab suci Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Jarak antara wahyu dengan kita, hanya 1400 tahun. Dibanding dengan kitab-kitab suci agama lain, kitab suci agama Islam merupakan kitab terbaru yang masih bisa digali keotentikannya, mengingat jaraknya belum begitu lama. Bukti-bukti sejarah turunnya Al-Qur’an, proses penyusunan, secara historis masih bisa kita gali dan tidak begitu sulit dibanding menggali sejarah turunnya kitab-kitab suci agama terdahulu.

Dalam hal ini, saya tidak mengajak anda berdebat tentang keyakinan, tetapi mendudukkan wahyu sebagai sumber pengetahuan. Secara historis, kitab suci Al-Qur’an masih bisa diteliti keotentikannya karena sumber-sumber sejarahnya masih banyak tersebar di permukaan bumi. Berdasarkan pendekatan historis, kitab suci Al-Qur’an otentisitas isinya masih bisa diandalkan di banding dengan kitab-kitab suci agama lain.

Dari pengetahun kitab suci Al-Qur’an, diketahui bahwa penciptaan alam semesta berdasarkan hukum-hukum yang tidak pernah mengalami perubahan dari dulu hingga sekarang.  “...sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunatullah itu”. (Al Fath:23).

Di dalam Al-Qur’an juga dijelaskan bahwa Allah telah mengajarkan kepada Adam nama-nama. Menurut Prof. M. Amin Aziz, penulis buku The Power Of Alfatihah, penjelasan Al-qur’an di atas mengandung arti Allah telah menyimpan di dalam diri manusia pengetahuan tentang sesuatu. Jika dikaitkan dengan pendapat Haruyama, maka benar adanya bahwa di dalam otak manusia khususnya dalam otak reptil (otak nenek moyang) sudah tersimpan pengetahuan yang usianya milyaran tahun yang lalu, yaitu sejak awal penciptaan Adam.

Untuk menggali pengetahuan yang ada dalam otak reptil (otak nenek moyang), Kitab suci Al-Qur’an yang dianggap paling otentik sebagai wahyu Tuhan, dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan, untuk mengembangkan logika-logika kanan yang sedikit berbeda dengan logika-logika kiri dari alam. Seluruh pengetahuan yang terdapat dalam kitab suci bersumber dari Tuhan, adalah keterangan dari Tuhan tentang pengetahuan-pengetahuan yang telah tersimpan dalam otak kanan manusia secara generatif. Tanpa bantuan wahyu manusia tidak dapat mengoptimalkan pengetahuan yang telah dimilikinya.

Kembali kepada contoh permasalahan, “kenapa ditipu akibatnya bisa menguntungkan?” Melalui bantuan pengetahuan dari wahyu, “setiap barang yang lepas dari tangan akan datang kembali dengan sendirinya”.  Bentuk lepasnya barang dari tangan ada yang disengaja (sedekah), ada yang tidak sengaja (hilang), ada yang dipaksa (dirampok), ada yang dirayu (tertipu). Bagaimanapun lepasnya barang dari tangan, semuanya masuk pada ketentuan bahwa barang yang lepas dari tangan akan kembali, bahkan berlipat-lipat.

Jika pengetahuan wahyu (otak kanan) di atas, menjadi pertimbangan dalam berlogika, maka emosi yang dihasilkan adalah ketenangan, harapan, dan keberuntungan. Sependapat dengan Haruyama, emosi seseorang berada di wilayah otak kiri dengan melakukan perhitungan untuk rugi. Hal yang mempengaruhi emosi seseorang adalah olahan pengetahuan yang dimilikinya bukan otaknya.

Haruyama berpendapat semua kebaikan orang, timbul dari wilayah perhitungan kebutuhan akan suka atau tidak suka, senang atau tidak senang. Jika seorang tidak dihargai atau bersikap kontra terhadap orang lain, maka orang itu menjadi tidak baik. Adapun juga meskipun sangat jarang, orang yang meskipun merasa dendam kepada temannya ataupun tidak dihargai, dia masih menunjukkan sikap baik. Orang tersebut termasuk ke dalam jenis orang yang berada di tingkat tinggi (high level).

Oleh karena itu, saya berkesimpulan ketika kita berlogika, dan sumber pengetahuannya dari wahyu (Al-Qur’an), maka kita sedang mengaktifkan otak kanan. Sistem kinerja kedua belah otak tidak saling mengunggulkan, tetapi keduanya otak kiri dan otak kanan saling tukar informasi dan bekerja sama. Belakangan ini, orang-orang kebanyakan fokus pada pengetahuan yang dihasilkan otak kiri, sedangkan pengetahuan yang telah lama dimiliki otak kanan dianggap tidak berguna atau dianggap takhayul (mitos).

Sumber pengetahuan sesungguhnya ada di otak kanan, tetapi untuk mencari kebenaran agar mendapatkan keyakinan, kita butuh kerja sama dengan otak kiri, dengan mencari informasi dari alam untuk mencari kebenaran, keyakinan tentang pengetahuan-pengetahuan yang telah dimiliki oleh otak kanan ribuan tahun yang lalu.

Menggali informasi dari wahyu, bekerjasama dengan pengetahuan otak kiri, sama dengan mengaktifkan kembali otak kanan yang kurang berfungsi, untuk melahirkan manusia-manusia tingkat tinggi seperti para Nabi. Walllahu ‘alam.

Salam sukses dengan logika Tuhan. Follow me @logika_Tuhan.