Wednesday, September 28, 2016

DOSA BATHIN PENGHAMBAT REJEKI


Fenomena ini mungkin terjadi pada diri Anda. Pada saat semua perintah Allah, ibadah kasat mata telah dilaksanakan, tetapi Anda tidak merasakan kedamaian, kesejahteraan, dan selalu dihinggapi kehampaan bathin, cita-cita, keinginan, sulit terwujud, inilah pertanyaan untuk Anda. “Apakah Anda sudah terbebas dari dosa bathin?

Kiai H. Fahmi Basya, dalam sebuah seminar di Cianjur, hari Jumat, 23 September 2016, mengemukakan bahwa dosa manusia terbagi dua, yaitu dosa nyata dan tersembunyi (bathin = bahasa Arab dalam Al-Qur’an Al-An’aam, 6:120). Berikut beberapa dalil yang menyatakan bahwa dosa terbagi menjadi dua.

“Dan tinggalkanlah dosa yang nampak dan yang tersembunyi (bathin). (Al An’aam, 6:120)

“dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi,” (Al AN’aam, 6:120).

Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak atau pun yang tersembunyi,” (Al A’raaf, 7:33)

Dengan demikian, saya akan gambarkan bahwa perbuatan dosa terbagi menjadi dua. Berikut saya gambarkan dalam bentuk bagan.

KATEGORI PERBUATAN DOSA
NYATA (DHAHIR)
TERSEMBUNYI (BATHIN)
JUDI, KORUPSI
JINAH
MEMBUNUH
MABUK
PERGI KE DUKUN
FASIK
PERKATAAN PALSU (Al Hajj, 22:30)
PRASANGKA (Al Hujuraat, 49:12)

Berdasarkan informasi dari Al-Qur’an, dosa bathin meliputi wilayah perkataan dan prasangka. Perkataan dan prasangka termasuk pekerjaan yang kebenarannya tidak dapat diketahui kasat mata. Perkataan dan prasangka keduanya adalah produk pikiran, hati.

Perkataan palsu adalah perkataan yang tidak mengandung kebenaran. Kiai Fahmi Basya melarang keras nonton film atau sinetron. Film dan sinetron kebanyakan dibuat berdasarkan skenario fiktif dan perkataan di dalamnya mengandung banyak kepalsuan. Mengupat, gosip, termasuk pada kategori perkataan palsu, karena tidak dijamin kebenarannya.

Prasangka adalah produk pikiran berupa pendapat, keputusan,  kesimpulan yang dikemukakan terburu-buru tanpa data yang kuat dan akurat. Prasangka buruk yang tidak terasa sering kita lakukan adalah kepada sesama manusia, hewan, alam, setan, dan Tuhan.

Kita sering buru-buru membunuh ular, kecoa, tikus, padahal kita tidak tahu apakah ular, kecoa, dan tikus, itu akan mencelakakan kita atau tidak. Kita juga sering berprasangka buruk karena melihat orang dari cara berpakaiannya.

Demikian juga kita selalu berprasangka buruk kepada Alam. Ketika banjir bandang, tsunami, gunung meletus, menyebabkan banyak derita dan kematian, kita berprasangka bahwa banjir, tsunami, gunung meletus, adalah penyebab derita dan kematian banyak orang. Mencela ketika hujan turun, memaki ketika cuaca panas, menghujat ketika ada angin dan udara dingin. 
 
Maka inilah jenis-jenis dosa-dosa tersembunyi yang sering dilakukan banyak orang. Dosa ini tersembunyi karena tidak disadari sebagai perbuatan salah, dia berada di wilayah pikiran. Berikut adalah jenis dosa tersembunyi yang paling sering dilakukan.

DOSA TERSEMBUYI
KETERANGAN
MEMBUNUH BINATANG KECIL
TANPA SEBAB YG BENAR. MEMELIHARA BINATANG DALAM SANGKAR.
dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". (6:151)
NONTON FILM, SINETRON, GOSIP
Jangan menikmati Rafats (hasrat), Fusuq (fasiq), Jidal (berbantahan/bertengkar). (2,197)
Jangan menikmati perkatan palsu ( 22:30)
MENYALAHKAN ORANG LAIN
Sesungguhnya orang-orang yang mengerjakan dosa, kelak akan diberi pembalasan (pada hari kiamat), disebabkan apa yang mereka telah kerjakan. (6:120)
PUTUS ASA, PESIMIS
jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. (12:87).
MENGELUH
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah. (90:4)
KETERGANTUNGAN KEPADA SELAIN ALLAH
janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, (6:151).
BERPRASANGKA BURUK
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa (49:12)

Dosa tersembunyi yang tidak terasa dan sering dilakukan adalah menyekutukan dan berprasangka buruk kepada Allah. Tanpa terasa kita sering mengucapkan ucapan-ucapan palsu yang isinya menyekutukan Tuhan.

Misalnya, meyakini sebab suatu kejadian adalah kejadian lain, dan tidak ada kaitan dengan Tuhan. Meyakini keberhasilan hidup yang diraih diperoleh dari ilmu yang dimiliki, kerja keras, dan usaha yang dikelolanya tanpa sebab Tuhan. Ketergantungan kepada manusia seperti kepada orang tua, guru, kiyai, ulama, dukun, dokter, pejabat, melupakan dan mengesampingkanTuhan. 
 
Dosa-dosa bathin di atas, sangat dekat sekali dengan kita, karena merupakan bagian dari pola pikir dan kata-kata yang sering keluar dari mulut tanpa pikiran sadar. Dosa bathin walaupun tidak kasat mata karena ukurannya sebesar debu berterbangan, harus hati-hati. Sekalipun dosa bathin kecil sebesar debu namun jika menentang ketentuan dan menyekutukan Tuhan, perbuatan ini termasuk dosa besar.

Untuk itu marilah kita lebih hati-hati dalam berpikir, berucap dan berpilaku, karena bisa jadi apa yang kita pikirkan, ucapkan, sepertinya tanpa dosa, padahal jika kita gali keterangan dari Al-Qur’an ternyata termasuk dosa besar. Marilah kita sama-sama bersihkan dosa bathin kita, hindari prasangka buruk, dan perkataan palsu. Semoga cepat sukses! Wallahu ‘alam.

(Muhammad Plato, @logika_Tuhan)

Saturday, September 24, 2016

MENYALAKAN NALURI UNGGUL

oleh: Muhammad Plato

Selain murid-murid, para guru wajib membaca buku berjudul“Rahasia DNA”. Buku ini mengangkat informasi hasil penelitian Kazuo Murakami (2015) tentang DNA. Hasil penelitiannya menyimpulkan jika DNA diibaratkan kitab suci, gen adalah ayat-ayat dan genom adalah huruf-huruf yang terdapat di dalamnya.

Kazuo Murakami memberi penjelasan bahwa kecerdasan manusia ditetapkan oleh gen/naluri, tetapi pengembangannya ditentukan oleh pembelajaran, pengalaman, dan usaha. Pengaruh lingkungan yang bersifat pembelajaran sangatlah kuat. Sekalipun naluri unggul dimiliki, jika tidak ada fasilitas untuk mengembangkannya atau malas, maka naluri unggul itu akan tetap tidur.

Hal menarik dari hasil penelitian Murakami adalah tentang pentingnya menyalakan GEN (NALURI) BERPIKIR OPTIMIS. Menurut Murakami, agar tetap berpikir optimis, jangan memasukkan keraguan atau kecurigaan ke dalam pikiran. Teruslah bertindak dengan pikiran sederhana tak peduli disebut bodoh atau tidak tahu adat. Orang yang berpikir positif tidak memberikan waktu pada dirinya untuk berpikir apakah negatif atau positif yang penting adalah “melakukan”. Berpikir optimis adalah gen/naluri unggul yang harus dijaga agar tetap menyala.


Gen atau naluri berpikir optimis ternyata menjadi perintah Allah swt dalam kitab suci. “...jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir". (yusuf:87). 

“Ibrahim berkata: "Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang-orang yang sesat". (Al Hijr: 56).

Berputus asa (pesimis) sama dengan penyakit yang mematikan gen/naluri berpikir optimis dan akan berdampak buruk pada kehidupan. Dari hasil riset, tingginya angka bunuh diri di Jepang, disumbang oleh oleh pola pikir pesimis. Fakta ini jadi pemahaman rasional mengapa Allah melarang manusia berputus asa dan menggolongkan orang-orang putus asa sebagai perbuatan sesat. 

Selain gen/naluri berpikir optimis menurut Murakami, SIKAP DAN CARA HIDUP MEMENTINGKAN ORANG LAIN adalah cara hidup paling baik untuk dipelihara karena dapat menyalakan gen/naluri unggul. Ditegaskan oleh Murakami, “cara paling efektif lain untuk menyalakan gen/naluri unggul adalah dengan berpikir berguna bagi orang lain”. 

Orientasi hidup ingin selalu menolong orang lain dan melakukan sesuatu untuk orang lain, adalah keistimewaan bawaan lahir manusia yang ditetapkan dalam gen/naluri. Jadi secara alamiah manusia telah memiliki gen/naluri untuk melakukan kebaikan demi orang lain. 

Temuan Murakami dari hasil penelitian DNA, ternyata ada kaitan dengan ajaran agama Islam yang mengajarkan bahwa “orang-orang yang paling baik adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain, yaitu orang-orang yang selalu mementingkan kepentingan orang lain.

Sesungguhnya Allah Maha Tahu, ternyata apa-apa yang diperintahkan kepada manusia, bertujuan mengaktifkan gen/neluri unggul yang ada dalam diri manusia. “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan”. (At Thalaaq:7).

Dari hasil penelitiannya, Murakami memberi kesaksian, “orang yang punya pemikiran mendalam sangat paham bahwa dengan mengusahakan kepentingan orang lain, keuntungan lebih besar akan kita dapatkan. Hidup bermanfaat bagi orang lain adalah ketentuan bagi orang-orang yang ingin hidup bahagia. Melakukan sesuatu demi orang lain atau demi masyarakat sama sekali bukanlah bekerja  “tanpa pamrih”, tetapi akan berbalas dengan kegembiraan pribadi, manfaat, arti hidup, dan kepuasan diri.” 

Jadi dari penjelasan di atas, kita ambil kesimpulan bahwa tugas guru dari masa ke masa adalah bekerja keras membentuk lingkungan pendidikan yang dapat menyalakan GEN/NALURI OPTIMIS DAN MEMENTINGKAN KEPENTINGAN ORANG LAIN. Faktor lingkungan yang paling dominan untuk menyalakan gen/naluri unggul para murid adalah guru. Di tangan para guru cerdaslah, generasi unggul yang selalu optimis dan bermanfaat bagi sesama akan terus dilahirkan. Wallahu ‘alam. 
Muhammad Plato, @logika_Tuhan.

Sunday, September 18, 2016

SUDAH IKHLAS KAH ANDA?


Ketika mendapat kesempatan berceramah singkat dalam majelis subuh, saya kemukakan pendapat tentang alaternatif pengertian kata iklhas. Saya artikan kata ikhlas dengan merujuk kepada surat Al-Ikhlas. Terutama pada ayat yang mengatakan, “Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu”. (Al-Ikhlas, 112:2). Saya rujuk dari tafsir Kemenag, ayat ini diartikan bahwa Tuhan tempat satu-satunya memohon dan meminta. Isi kandungan surat Al-Ikhlas, saya jadikan rujukan untuk menjelaskan pengertian kata Ikhlas.

Lalu saya jelaskan dalam ceramah, jika orang-orang ikhlas adalah orang-orang yang memohon dan meminta segala sesuatu hanya kepada Tuhan, maka ikhlas artinya adalah hanya berharap kepada Tuhan. Jadi, orang-orang ikhlas adalah mereka yang hanya berharap segala sesuatu kepada Tuhan. Inilah inti ketauhidan manusia kepada Tuhan.

Dalam kesempatan lain, saya mendengar ceramah subuh di tempat yang sama. Isi ceramahnya menjelaskan bahwa “arti Ikhlas bukan berharap. Ikhlas itu tidak berharap balasan, kecuali hanya ridha Allah”. Menurut pendapat saya, definisi ini rancu, tidak ajeg. Definisi ini sudah sering kita dengar bertahun-tahun tanpa ada yang berani melakukan koreksi.

PARA ULAMA SEJARAH / SEMOGA KITA SELALU BERHARAP PADA ALLAH.
Saya berpikir, jika ikhlas itu tidak berharap, berarti ridha Tuhan pun tidak diharapkan. Padahal ridha Tuhan adalah salah satu harapan orang ikhlas. Jika tidak ada harapan, sulit dipahami bagaimana manusia mau melakukan peribadatan. Hidup ini ada tujuan, dan tujuan itu adalah harapan.

Hal lain yang perlu dipahami, dalam dakwah ada etika tidak boleh menyalahkan atau menyudutkan pendapat orang lain. Dakwah hanya menyampaikan pandangan, pendapat, dalil, dari hasil  pemikiran, penelitian, tanpa tujuan menyalahkan pendapat orang lain. Dakwah hanya mendeskripsikan sebuah argumentasi. Masalah penilaian benar atau salah diserahkan pada keputusan pribadi masing-masing. Tidak ada hak manusia mengambil kebenaran atas keputusan pribadi, kecuali mendapat pengakuan dari masyarakat berdasar ketentuan dari Tuhan.

Jika dalam dakwah menyesatkan dan menyalahkan pendapat orang lain, dakwah itu sama dengan memecah belah umat. Pendakwah tidak boleh memonopoli kebenaran, karena kebenaran hanya milik Tuhan. Mencemooh, menyalahkan, merendahkan kelompok lain adalah hal terlarang. Dalilnya adalah setiap kebaikan dan keburukan akan kembali pada pelakunya.

Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri, (Al-Isra, 17:7)

Dakwah dengan mencemooh atau menyalahkan kelompok lain, sama dengan mencela diri sendiri. Dakwah adalah mengajari umat untuk memiliki alternatif pemahaman tentang agama. Dakwah adalah memberi pilihan pemahaman kepada umat agar mereka bisa menyelesaikan setiap masalah tanpa harus keluar dari perintah Tuhan.

Kembali pada masalah Ikhlas, saya coba telusuri kata Ikhlas dari Al-Qur’an. Berikut saya temukan beberapa kata dalam Al-Qur’an yang diterjemahkan Ikhlas. Muhlisin = mengikhlaskan ketaatan. (Al Baqarah:139).  Mimman Aslama = orang-orang ikhlas berserah diri. (An Nisaa:125). Hunafaa a lillahi = dengan ikhlas kepada Allah.

Jika dikaitkan dengan surat Al-Ikhlas, makna Ikhlas dapat kita simpulkan berkaitan dengan ketaatan, berserah diri, ketergantungan, dan tidak mempersekutukan Allah. Maka kunci ikhlas adalah menjadikan Allah tempat segalanya. Maka makna ikhlas itu bisa TAAT, BERSERAH DIRI, TERGANTUNG (BERHARAP), TIDAK MEMPERSEKUTUKAN, Allah swt.

Dalam hal ini, saya memilih kata “TERGANTUNG/BERHARAP” untuk memahami arti Ikhlas. Hal yang sering berbeda pendapat tentang ikhlas adalah ada tidaknya harapan. Sebenarnya jika kita pikirkan semua pekerjaan yang kita lakukan atas nama Tuhan punya harapan, karena Tuhan selalu menjanjikan balasan atas pekerjaan yang kita lakukan. Adapun harapan manusia kepada Tuhan, saya bagi tiga kategori. 

IKHLAS
HARAPAN DUNIAWI

ALLAH SWT
JODOH / ANAK
RUMAH / TANAH
SEHAT
PERUSAHAAN
MOBIL
PEKERJAAN
GAJI BESAR
JABATAN
KEDUDUKAN
HARAPAN  DUNIA AKHIRAT
ILMU
HARAPAN AKHIRAT

SYURGA
RIDHA
DEKAT
AMPUNAN
MAAF
KASIH
PERTOLONGAN

Dari tiga harapan di atas, kita kategorikan; Pertama, ikhlas berharap dunia kepada Allah. Kedua, ikhlas berharap dunia dan akhirat kepada Allah. Ketiga, ikhlas berharap akhirat kepada Allah.

Ikhlas yang diajarkan para ulama kepada kita sejak kecil adalah ikhlas berharap akhirat. Sehingga dalam kenyataannya, jika kita melakukan sesuatu dengan ikhlas, maka sama dengan tidak ada balasan, karena berharap akhirat tidak akan ada wujud benda yang kita dapatkan di dunia.

Atas dasar itu, para ulama terdahulu mengajarkan kepada kita bahwa ikhlas yang sesungguhnya adalah tidak berharap apa-apa, artinya  tidak berharap balasan dalam wujud sesuatu di dunia, karena semuanya diharapkan untuk kehidupan akhirat nanti yang kekal.

Ikhlas yang diajarkan para ulama terdahulu, termasuk ikhlasnya golongan para Nabi, wali, imam besar dan ulama besar. Ikhlas tingkat golongan ma’rifat yang sudah memahami benar bahwa kehidupan nyata itu bukan di dunia tapi di akhirat.

Untuk menuju ke tingkat  ikhlas tertinggi, saya menawarkan kepada kawan-kawan untuk belajar secara bertahap dari ikhlas tingkat dasar. Mulai dari berharap sesuatu yang bersifat duniawi kepada Allah, beranjak pada golongan tengah berharap dunia dan akhirat dari Allah, dan pada akhirnya bertahta pada tingkat yang hanya berharap akhirat untuk kembali kepada Allah, yang tidak membutuhkan materi. Inilah ikhlas Nabi Muhammad saw yang pada akhir hanyatnya tidak meninggalkan harta sebiji kurma pun. Ya Allah jadikan kami pewaris para Nabi. Amin.

Dengan demikian, tidak ada perbedaan antara ulama terdahulu dengan sekarang dalam hal makna ikhlas. Hanya saja ulama terdahulu mengajarkan ikhlas langsung pada tingkat tinggi, ilmunya tidak terjangkau oleh umat yang nyatanya kurang  berminat dalam hal membaca. Sehingga keikhlasan umat saat ini menjadi rapuh karena tergoda dunia. Wallahu ‘alam.

(Muhammad Plato, Follow @logika_Tuhan)