Saturday, July 27, 2024

TIDAK ADA TEMAN BAGI PELAKU KEJAHATAN KEMANUSIAAN

Oleh: Muhammad Plato 

Tidak ada lagi teman bagi siapa saja pelaku kejahatan. Dunia akan mengutuk kepada siapa saja yang secara terang-terangan melakukan kejahatan kemanusiaan. Isra3l sedang berada dalam tekanan penduduk dunia atas kajahatan kemanusiaan yang dilakukannya. 

Tidak akan ada lagi tempat berlindung bagi Isra3l. Kemana saja mereka pergi penduduk dunia akan mengenali mereka dan mereka tidak memiliki lagi teman setia. Teman-teman setia mereka akan pergi meninggalkan Isra3l dan berkata, "saya berlepas tangan dari apa yang kalian perbuat".

Pada awalnya Isra3l percaya, dia bisa menguasai Palestina, dengan kekuatan senjata dan benteng-benteng pertahanan yang mereka miliki, namun tidak disangka-sangka kekuatan militer, senjata, benteng, tidak bisa melindungi mereka. Berita ini telah dikabarkan di dalam Al Quran.

"...Kamu tiada menyangka, bahwa mereka akan keluar dan mereka pun yakin, bahwa benteng-benteng mereka akan dapat mempertahankan mereka dari Allah; maka Allah mendatangkan kepada mereka dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Dan Allah mencampakkan ketakutan ke dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang yang beriman. Maka ambillah untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan. (Al Hasyr, 59:2).

Sekarang tidak ada lagi teman bagi negara pelaku kejahatan kemanusiaan. Sekitar 30.000 korban kejahatan kemanusiaan dari Palestina adalah saksi begitu berbahayanya Isra3l bagi kemannusiaan. Tidak ada lagi teman bagi pelaku kejahatan kemanusiaan.

Seorang muslim ditakdirkan Allah untuk menjadi penjaga perdamaian. Seorang muslim harus berlaku adil kepada siapa saja yang menginginkan hidup damai. Sesungguhnya Allah menyukai keadilan dan perdamaian.

"Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil." (Al Mumtahanah, 60:8).

Allah melarang orang-orang Islam menjadi teman bagi siapa saja yang jelas-jelas melakukan kejahatan kemanusiaan dan mengusir orang-orang dari kampung halamannya. Dan siapa yang melakukannya maka mereka termasuk orang dzalim. 

Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim. (Al Mumtahanah, 60:9).

Siapakah orang dzalim itu? Mereka yang melakukan sesuatu tapi tidak diperintahkan Allah. Mereka yang melanggar ketentuan-ketentuan dari Allah. Mereka tergolong pada orang-orang fasik dan kafir. Tidak akan ada pertolongan bagi mereka. Tidak ada petunjuk bagi mereka. (Baca: Al Baqarah, 2:59, 254; Ali Imran, 3:192; An Nisaa, 4:168).***

Sunday, July 7, 2024

MEMAHAMI AL QURAN DARI KOSA KATA

Oleh: Muhammad Plato

Allah mengabarkan bahwa Al Quran diturunkan dalam bahasa arab. Pertanyaannya mengapa Al Quran diturunkan dalam bahasa Arab? Mari kita cari tahun jawabannya mengapa Al Quran diturunkan dalam bahasa Arab?

Bahasa Arab termasuk bahasa yang memiliki kosa kata sangat banyak. Satu kata dalam bahasa Arab bisa memiliki arti lebih dari satu makna. Para peneliti mengabarkan dalam satu kosa kata bahasa Arab, padanan katanya bisa mencapai 1500 makna. 

Belajar memahami Al Quran, bisa dilakukan dengan memahami kata demi kata. Contoh kata yang bisa kita ungkap dalam Al Quran adalah kata "Qalam". Kata kalam oleh kebanyakan ulama diterjemahkan dengan makna pena. 

"Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalamDia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya." (Al 'Alaq, 96:4-5). 

Ketika kalam diterjemahkan sebagai pena, dalam bentuk fisik pena adalah alat tulis. Jadi, pemahaman terhadap kata kalam ini perlu diperdalam lagi. Pada ayat 5 dijelaskan kalam berkaitan dengan pengetahuan. Ketika otak berpikir, yang diproses adalah pengetahuan.

Mengingat bahasa Arab memiliki banyak padanan kata, kita bisa telusuri penjelasan-penjelasan kata kalam merujuk pada Al Quran, dan penjelasan para ahli bahasa Arab. 

Fahmi Basya dalam bukunya "Bumi ini Al Quran" menafsirkan kata kalam dengan makna logika. Beliau mengatakan ketika Allah mengajari manusia, dicontohkan dalam peristiwa pembunuhan Habil oleh Kabil. 

Allah mengajari Kabil dengan mendatangkan burung yang sedang menguburkan mayat. Kabil lalu meniru burung cara menguburkan mayat. Proses Kabil meniru burung menguburkan mayat merupakan proses berpikir. Keputusan Kabil meniru burung merupakan keputusan dengan menggunakan kalam. 

Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Kabil) bagaimana dia seharusnya menguburkan mayit saudaranya. Berkata Kabil: "Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayit saudaraku ini?" Karena itu jadilah dia seorang di antara orang-orang yang menyesal. (Al Maa'idah, 5:31).

"Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis, berkat nikmat Tuhanmu kamu (Muhammad) sekali-kali bukan orang gila." (Al Qalam, 68:1-2).

Dalam ayat ini, kalam berkaitan dengan menulis dan pikiran. Orang yang tidak gila ditandai dengan pikiran yang sehat. Nabi Muhammad pada saat itu, oleh orang-orang kafir Mekah dianggap gila karena wahyu Al Quran yang dibawanya, dan Allah menurunkan wahyu bahwa Nabi Muhammad tidak gila. 

Diduga kuat bahwa kalam adalah kemampuan berpikir yang dianugerahkan Allah kepada manusia. Pada faktanya, ketika manusia menuliskan sesuatu dengan pena dipastikan menuliskan hasil pemikiran. Kemampuan berpikir merupakan fungsi otak atau akal manusia. 

Berpikir logis menggunakan logika sebab akibat merupakan bagian dari kemampuan dasar akal manusia. Selanjutnya berkembang tentang ilmu berpikir, diantaranya berpikir silogis, kritis, kreatif, analogis, dan sintesis.

Dari kemampuan berpikir manusia berkembanglah berbagai ilmu pengetahuan disusun dalam bentuk buku-buku karya tulis manusia. Pada hakikatnya, berbagai ilmu pengetahuan adalah karya tulis produk dari kalam sebagai kemampuan berpikir yang dianugerahkan Allah pada manusia.*** 

TETAPLAH BERENCANA BAIK

Oleh: Muhammad Plato

Orang-orang beriman selalu merencanakan baik. Jangan merasa takut dengan rencana-rencana jahat orang karena setiap rencana akan kembali pada perencananya. Orang beriman selalu percaya pada rencana-rencana baik dari Allah. Rencana-rencana baik selalu bersama rencana Allah.

"Dan merekapun merencanakan makar dengan sungguh-sungguh dan Kami merencanakan makar (pula), sedang mereka tidak menyadari." (An Naml, 27:50).

"Dan Aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat teguh. (Al A'raaf, 7:183). 

Kualitas iman seseorang dijelaskan di dalam Al Quran. Mereka beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, tanpa ragu, berjihad dengan harta dan jiwanya dijalan Allah. Konsep jihad bukan selalu perang. Membantu orang-orang miskin, anak yatim, membantu orang kelaparan dan terkena bencana, harus dilakukan dengan jihad. Membantu orang membebaskan dari perbudakan, genosida, harus dengan jihad. 

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar." (Al Hujurat, 49:15).

Islam adalah ajaran yang selalu membawa rencana-rencana baik untuk kehidupan manusia. Fitnah-fitnah yang mendeskreditkan ajaran Islam, datang dari orang-orang yang punya rencana buruk dalam hati dan pikirannya. 

Beda orang beriman dengan orang kafir kepada Allah, terletak di hati dan pikirannya. Orang beriman hati dan pikirannya selalu merencanakan baik. Orang kafir hati dan pikirannya selalu merencanakan buruk untuk orang lain. 

Ancaman terbesar bagi orang beriman bukan kelaparan, penderitaan, atau kematian, tapi keragu-raguan keimanan kepada Allah. Orang beriman mendapat ujian demi ujian untuk melatih mereka tetap berpegang teguh beriman kepada Allah dalam segala kondisi.

Untuk orang beriman harus selalu mendapat kabar gembira dari Allah dengan membaca berita-berita gembira dari Al Quran. Inilah berita gembira yang diberitakan Allah dari Al Quran untuk orang beriman.

"Kami lah Pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. (Fushshilat, 41:31).

Bagi orang beriman cukuplah Allah sebagai pelindung dan penolong. Sesungguhnya berita dari Al Quran mengandung kebenaran-kebenaran nyata.***

SEMUA MANUSIA ISLAM

Oleh: Muhammad Plato

Jika kita pikirkan semua manusia terlahir islam (tunduk). Sebenarnya sejak dalam kandungan hingga lahir manusia dalam keadaan tunduk. Tunduk dalam arti tidak bisa menentukan takdir hidupnya. Manusia sejak dalam kandungan hingga terlahir dia tidak mengetahui takdir-takdir hidup yang akan dialaminya. Inilah salah satu makna bahwa manusia sejak lahir sudah islam. 

Beberapa argumen yang memperkuat bahwa semua manusia sudah islam bisa kita temukan di dalam Al Quran. Allah menegur orang yang sudah mengaku diri beriman, dan menyarankan untuk mengatakan kami telah tunduk (islam).

Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah (kepada mereka): "Kamu belum beriman, tetapi katakanlah: "Kami telah tunduk", karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tiada akan mengurangi sedikit pun (pahala) amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (Al Hujurat, 49:14).

Kita ketahui, para ilmuwan tidak layak dikatakan sebagai pencipta, tetapi sebagai penemu. Ilmuwan tidak menciptakan apapun kecuali dia menemukan dan mengolah apa yang telah Allah ciptakan. Air, tanah, batu, tumbuhanm gunung, gas, atom, molekul, elektron, gelombang, semuanya sudah ada. Semua manusia tunduk dan memanfaatkan pada apa yang telah Allah ciptakan.

Kemampuan manusia memanfaatkan benda-benda yang sudah ada juga bukan karena kekuatan manusia. Manusia yang dilengkapi dengan organ otak, mata, telinga, jantung, tangan, kaki, semua sudah ada dan hanya menggunakannya. 

Temuan-temuan yang dilakukan para ilmuwan, hanya melakukan sintesa terhadap benda-benda yang sudah ada. Seperti ketika kita membuat rumah, tidak ada satupun material yang dibuat manusia. Bahan-bahan material rumah hanya mensintesakan bahan-bahan material yang ada menjadi berbagai bentuk dan material sebagai akibat dari sintesa benda-benda yang sudah ada.

Dalam pandangan Allah, tidak ada satu orang pun manusia yang berjasa pada orang lain. Semua kesenangan yang diterima oleh manusia, bahkan manusia yang merasa berjasa pada orang lain, semuanya mendapat ksenenangan atas jasa Allah.

Mereka merasa telah berjasa (memberi nikmat) kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah: "Janganlah kamu merasa telah berjasa kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah Dialah yang berjasa melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar". (Al Hujurat, 49:17).

Manusia hidup dalam batasan-batasan sehingga manusia pada dasarnya islam. Namun, akibat temuan-temuan teknologi yang dihasilkan, manusia kadang melampuai batas, merasa berjasa sebagai pencipta, merasa paling tahu. Seperti Fir'aun yang diberi kekuasaan, pada akhirnya merasa menjadi Tuhan. Gejala psikologi ini bisa terjadi pada para ilmuwan yang merasa telah menjadi pencipta.

Para ilmuwan, kadang merasa diri telah berjasa untuk kehidupan manusia. Merasa berjasa adalah awal gejala psikologi menyeret manusia bergeser hingga melampaui batas, merasa menjadi Tuhan. Allah mengingatkan dalam Al Quran, jangan merasa berjasa tapi katakanlah saya tunduk pada segala yang telah Allah ciptakan. 

Sebenanrya semua manusia seperti "orang-orang Arab Badui". Gambaran orang Arab Badui artinya hakikat semua manusia adalah bodoh, fanatik pada pengetahuan dan kebiasaan yang dimiliki, merasa diri benar, merasa berjasa, merasa sebagai pencipta, dan kadang merasa diri menjadi Tuhan. 

Hakikat sebenarnya, semua manusia pada level tingkatan manapun mereka adalah orang-orang islam, tunduk pada segala ketentuan yang telah Allah ciptakan. Untuk itulah semua manusia islam.*** 

Friday, June 21, 2024

ISLAM, IMAN, PENDIDIKAN

Oleh: Muhammad Plato

Orang-orang beriman punya kualitas lebih tinggi dari orang-orang Islam. Perbedaan ini dijelaskan di dalam Al Quran. Mari kita lihat, apa perbedaannya?

Orang-orang Islam belum tentu berkualitas, karena kualitas orang Islam diukur dari keimanannya. Pantas jika kita saksikan, prilaku-prilaku paradok terjadi di negara dengan penduduk beragama Islam. Sebuah bangsa belum tentu berkualitas jika hanya sekedar tercatat dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) beragama Islam.

Jepang bukan negara dengan penduduk beragama Islam, tapi masalah prilaku tertib, disiplin, sehat, bersih, dan hemat, mereka jagonya. Indonesia mayoritas penduduknya beragama Islam, tapi masalah ketertiban, sopan-santun, prilaku sehat, mereka nomor satu dari belakang.

Masalah di Indonesia bukan karena agama Islamnya, tetapi karena kualitas keimanannya. Status beragama Islam tidak serta merta kualitas hidup seseorang menjadi baik, karena kualitas keberagamaan seseorang tergantung pada keimannya pada Tuhan. 

Lalu apa bedanya orang Islam dan orang beriman? Kita coba buka penjelasannya dari Al Quran. Sumber ajaran agama Islam otentik dan primer adalah Al Quran. 

"Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah (kepada mereka): "Kamu belum beriman, tetapi katakanlah: "Kami telah Islam", karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tiada akan mengurangi sedikit pun (pahala) amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (Al Hujurat, 49:14)". 

Tingkatan orang Islam terbagi dua. Pertama beragama Islam. Ketika orang menyatakan diri memeluk Islam, status mereka tercatat sebagai pemeluk Islam. Selama orang tersebut mengakui dirinya beragama Islam, tercatat di KTP, dia akan diperlakukan sebagai orang Islam. Menyatakan diri memeluk Islam baru sebatas status keberagamaan. 

Kedua, masalah keimanan tidak bisa melekat menjadi status seseorang. Keimanan sesuatu yang sifatnya dinamis, tidak seperti status agama Islam di KTP. Keimanan seseorang selama hidup akan terus mengalami ujian. Ketika menghadapi ujian, keimanan akan mengalami masa naik dan turun. Untuk itulah Allah menegur orang yang mengatakan dirinya telah beriman. 

Kualitas orang-orang Islam dilihat dari keimanan. Konteks keimanan seseorang bisa naik atau turun berkaitan dengan pendidikan. Untuk itu, fungsi pendidikan bagi orang Islam adalah meningkatkan tingkat keimanan kepada Tuhan, dengan membaca (iqra)untuk menguak berbagai rahasia langit dan bumi.

Memeluk agama Islam, seperti memasuki sebuah lembaga pendidikan. Sebagaimana di lembaga pendidikan, orang beragama Islam harus meningkatkan keimanannya tahun demi tahun. Upaya untuk meningkatkan keimanan adalah membaca berbagai riset, survey, fenomena, dan refleksi diri.

Pada akhirnya kualitas keimanan orang Islam dilihat dari perbuatannya. Orang-orang Islam berkualitas tinggi tidak dilihat dari panjang jenggot, pakaian gamis, dan besar gulungan sorban, tapi dilihat dari prilaku-prilaku baik sehari-hari sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.

Jika diantara orang Islam terjadi perdebatan tentang pengertian islam dan iman, maka segera akhiri dengan memperlihatkan perbuatan-perbuatan baik yang telah dan akan terus dilakukan sebagai wujud ketaatan kepada Allah.***





Saturday, June 15, 2024

MEMBACA PSIKOLOGI ORANG ISRAEL

Oleh: Muhammad Plato

Orang Israel selalu menarasikan dirinya sebagai umat pilihan Tuhan. Pengakuan ini sebenarnya telah menimbulkan ego kelompok, suku, atau bangsa bagi orang-orang Israel. Pemahaman sepihak ini dinarasikan oleh orang Israel melalui berbagai cara diantaranya media informasi, sains dan teknologi.

Setiap manusia diberi kelebihan dan kekurangan orang Tuhan. Terlepas dari orang Israel semua keturunan dan bangsa memilikinya. Secara spesifik, Bani Israel di dalam Al Quran dijelaskan memiliki kelebihan dari umat lain. 

"Hai Bani Israel, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan (ingatlah pula) bahwasanya Aku telah melebihkan kamu atas segala umat". (Al Baqarah, 2:47).

Secara fakta, orang-orang Israel memiliki kelebihan dalam hal intelektual. Budaya di keluarga orang Israel mereka sangat menhargai kecerdasan intelektual. Mereka bisa mengembangkan sains dan teknologi. Mereka bermanfaat bagi kehidupan manusia. 

Tradisi menjaga generasi cerdas intelektual terpelihara dalam tradisi keluarga orang Israel. Bayi-bayi sejak dalam kandungan, mulai dari makanan, minuman, kebiasaan, sudah disiapkan sebagai generasi cerdas secara intelektual. Fakta ini menunjukkan secara empiris bahwa Allah menyimpan kecerdasan intelektual pada orang Israel.

Namun di sisi lain, tentang prilaku orang Israel diceritakan di dalam Al Quran, mereka memiliki kelemahan di karakter. Gambaran secara psikologi orang Israel dijelaskan pula di dalam Al Quran.

Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israel (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling. (Al Baqarah, 2:83).

Secara psikologis, kecerdasan intelektual mendorong sifat-sifat manusia ke arah destruktif. Kemampuan intelektual yang dimiliki manusia dapat menjadi pemicu sifat-sifat buruk. Pemisahan sains dan teknologi dengan etika, moral agama, menimbulkan sikap ego tinggi. 

Sesungguhnya Kami telah mengambil perjanjian dari Bani Israel, dan telah Kami utus kepada mereka rasul-rasul. Tetapi setiap datang seorang rasul kepada mereka dengan membawa apa yang tidak diingini oleh hawa nafsu mereka, (maka) sebagian dari rasul-rasul itu mereka dustakan dan sebagian yang lain mereka bunuh. (Al Maa'idah, 5:70).

Karakter buruk dilekatkan pada golongan Israel. Hanya sebagian kecil dari orang-orang Israel yang tetap menepati janjinya. Sunatullah manusia, di sisi lain ditinggikan dan di lain hal memiliki kekurangan. Kisah Bani Israel diberitakan dalam Al Quran sebagai pelajaran bagi manusia yang mau berpikir.

Kisah hidup orang Israel merupakan sepenggal kisah yang dapat ditiru seluruh umat manusia dalam meningkatkan kecerdasan intelektual. Namun perlu diingat, kepemilikan kecerdasan intelektual harus dibarengi dengan kepemilikan kecerdasan emosi dan spiritual.

Rasa kemanusiaan, sikap adil, saling menghargai dan menghormati antar manusia, cinta lingkungan, menjadi kecerdasan wajib dimiliki manusia. Allah menciptakan manusia setara, sama-sama punya hak-hak asasi yang melekat pada setiap diri manusia.***




PALESTINA PEMENANG PERANG

Oleh: Muhammad Plato

Perang terbuka antara Palestina dan Israel terjadi sejak tanggal Oktober 2023. Sekarang kurang lebih sudah berlangsung 9 bulan. Pasukan jihad Palestina dengan persejataan rakitan ternyata mampu bertahan melawan  persenjataan canggih pasukan Israel. 

Jatuh korban perang banyak dari pihak Palestina. Korban perang dari Palestina bukan tentara tapi warga sipil terdiri dari bayi, anak-anak, orang tua, ibu-ibu, dan ibu hamil. Setiap hari korban-korban warga sipil dari Palestina berjatuhan. 

Dukungan masyarakat internasional mengalir untuk Palestina. Mayoritas negara-negara di dunia melalui PBB mengakui kemerdekaan Palestina, kecuali Amerika Serikat. Kemenangan ada di pihak Palestina. Amerika Serikat dan Israel mulai terdesak dan enggal mengakui kekalahan.

Secara fisik Palestina telah kehilangan harta dan nyawa akibat perang, namun secara moral rakyat Palestina telah menjadi tanda bahwa kebenaran tidak akan kalah oleh kebatilan. Rakyat dunia telah disadarkan oleh rakyat Palestina.

Rakyat Palestina telah membantu dunia menemukan kebenaran dari Allah siapa manusia-manusia terkutuk di muka bumi ini. Rakyat Palestina telah membuktikan sebuah kebenaran Al Quran, orang-orang tidak beriman kepada Allah jika berperang tidak akan meraih kemenangan. Sunatullah, keburukan tidak akan mengalahkan kebenaran.

"Dan sekiranya orang-orang kafir itu memerangi kamu pastilah mereka berbalik melarikan diri ke belakang (kalah) kemudian mereka tiada memperoleh pelindung dan tidak (pula) penolong. Sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunatullah itu." (Al Fath, 48:22-23).

Ketetapan yang tidak berubah dari dulu hingga sekarang adalah keburukan tidak akan pernah menang melawan kebaikan. Bagi orang-orang beriman kepada Allah tidak ada kekalahan di dunia. Mati di medan perang dengan keimanan kepada Allah adalah kemenangan. 

Bagi orang beriman kekalahan dan kemenangan bukan perkara mati atau hidup. Kemenangan perang bagi orang beriman di medan perang adalah mati syahid atau hidup. Orang-orang beriman selama hidup tidak akan berhenti berperang membela kebenaran.

Secara psikologis, orang-orang beriman kepada Allah yang esa, semakin sulit hidup mereka hadapi, semangat berperang mereka tidak akan pernah berhenti. Semakin sulit situasi mereka hadapi, keimanan semakin tinggi. Cara pandang masyarakat beriman pada kehidupan, ketika menghadapi kesulitan ekstrim cara pandang mereka berubah menjadi dominan kepada kehidupan sejahtera di akhirat. 

Faktor psikologi di atas telah menjadi sebab rakyat Palestina tumbuh menjadi manusia-manusia kuat dan takkan terkalahkan. Seiring dengan waktu, simpati masyarakat dunia mulai mengalir untuk rakyat Palestina. Lambat tapi pasti, pergeseran penguasa dunia akan terjadi. 

Raja-raja durhaka akan digantikan dengan raja-raja bijaksana. Ketika raja-raja bijaksana menjadi penguasa dunia, kedamaian dunia akan benar-benar tercipta. Damai adalah anugerah terbesar dari Allah. Raja-raja bijaksana tidak membalas keburukan dengan keburukan. Raja-raja bijaksana menjadi hari kememangan sebagai hari pengampunan. Itulah contoh teladandari Rasulullah SAW. ketika membebaskan Mekah.

Sunday, June 9, 2024

TUHANNYA ORANG ATHEIS

Oleh: Muhammad Plato

Ciri orang beriman adalah percaya pada kehidupan akhirat. Bagi orang atheis yang sudah sangat tergantung pada kebenaran empiris dan perasaan, mereka menganggap akhirat sebagai dongeng nenek moyang. 

Mengapa orang atheis tidak percaya akhirat, jawabannya sederhana karena orang atheis Tuhannya adalah dirinya sendiri. Orang atheis bukan tidak mengetahui adanya Tuhan, tapi dia mengingkari adanya Tuhan. 

Ada beberapa sebab mengapa orang menjadi atheis. Faktor pertama yang membuat orang atheis adalah lingkungan keluarga. Orang Islam di Indonesia kebanyakan memeluk agama Islam karena lingkungan keluarganya sudah beragama Islam.

Lingkungan keluarga yang taat beragama kecenderungan membentuk keyakinan seseorang pada Tuhan kuat. Sebaliknya lingkungan keluarga yang kurang taat pada Tuhan, cenderung keyakinan orang lemah.

 

Faktor kedua penyebab orang atheis adalah lingkungan pendidikan. Lingkungan pendidikan sekuler cenderung membahas masalah-masalah ilmu sosial dan alam tanpa ada kaitan dengan ketuhanan. 

Pendidikan sekuler membangun pola pikir material karena sumber pengetahuan yang dibangun dari kebenaran-kebenaran berdasar pengamatan. Pola pikir sekuler membangun mindset seseorang menjadi material. Kebenaran-kebenaran yang dibangun harus selalu bisa dibuktikan secara materi.

Pengertian rasional menurut pola pikir sekuler adalah dapat dibuktikan secara materi. Pola pikir ini mengikis kepercayaan seseorang kepada Tuhan. Hal inilah yang menyebabkan lahirnya tuhan-tuhan secara material.

Faktor ketiga penyebab orang atheis adalah budaya. Manusia adalah makhluk sosial. Kebanyakan orang mengikuti pola pikir berdasarkan tren di masyarakat. Perkembangan sains, teknologi, yang dilembagakan melalui pendidikan berperan membangun pola pikir material.

Faktor keempat, penngajaran agama cenderung mengajarkan hal-hal ritual, ghaib, tanpa korelasi dengan kehidupan dunia. Pandangan keagamaan cenderung mengasingkan diri dari kehidupan dunia. Narasi beragama kurang mengomunikasikan hubungan kausalitas berkelanjutan, antara kehidupan dunia dan akhirat. 

Keempat faktor di atas sedikitnya telah membangun pola pikir seseorang menjadi skeptis dan pesimis terhadap kehidupan akhirat. Keyakinan pada kehidupan akhirat sebenarnya membawa dampak positif pada kehidupan manusia.

Keyakinan pada kehidupan akhirat sebenarnya membangun etika dan moral masyarakat ketika hidup di dunia. Keyakinan pada akhirat dapat mengendalikan prilaku seseorang menjadi orang baik, karena prilaku di dunia menjadi sebab kehidupan baik di akhirat.

Keyakinan pada kehidupan akhirat dapat membangun harapan seseorang tetap ada. Ketika seseorang merasa putus asa karena gagal di dunia material, keberhasilan bisa tetap di raih di akhirat karena akhirat tidak membutuhkan materi. 

Keyakinan pada akhirat bisa memberi kekuatan kepada seseorang untuk bertahan hidup dalam kondisi sulit. Ujung dari hidup bukan kematian di dunia material, tetapi kehidupan di akhirat yang non material. 

Tidak semua orang bisa sukses di dunia karena pandangan sukses di dunia lebih pada material. Semua orang bisa sukses di akhirat karena sukses di akhirat hanya butuh prilaku baik selama di dunia. 

Tuhannya orang atheis adalah dirinya sendiri, karena pola pikirnya terlalu material. Untuk itu manusia butuh pengajaran agama yang mengajarkan secara holistik kehidupan dunia dan akhirat tidak terpisahkan. 

Lingkungan keluarga, pendidikan, budaya masyarakat, dan sistem pengajaran agama, perlu perubahan. Agama dan ilmu tidak terpisahkan, keduanya harus saling sinergi untuk membangun kehidupan manusia sejahtera di dunia dan akhirat. 

Narasi-narasi besar harus membawa pesan peran agama dan ilmu yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Etika, nilai, dan moralitas, harus dibangun dengan kesadaran pada kehidupan akhirat sebagai akhir tujuan hidup manusia kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa.***

Saturday, June 1, 2024

AGAMA MEMBEBASKAN MANUSIA DARI MANUSIA

Oleh: Muhammad Plato

Agama membebaskan manusia dari manusia. "kemerdekaan adalah ketika kita ikhlas dijajah Tuhan". Makna dari pernyataan ini mengandung pesan bahwa agama mengandung ajaran supaya manusia tunduk dan patuh hanya kepada Tuhan saja. 

Banyak fenomena di muka bumi ini, manusia tunduk dan patuh manusia. Pada hakikatnya manusia adalah makhluk dengan dua sifat yaitu fujur dan takwa. Fujur adalah sifat-sifat manusia yang lebih mengutamakan egonya, sedangkan takwa adalah sifat-sifat manusia yang tunduk dan patuh pada Tuhannya. 

Sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang selalu mengajak manusia selalu berharap pada Tuhan, kemudian berbuat baik, dan berserah diri pada Tuhan. "Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang shaleh dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?" (Fushshilat, 41:33).

Jika manusia tunduk pada Tuhan, manusia diperintah Tuhan untuk pandai "iqra". "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan," (Al 'Alaq, 96:1).  Iqra dalam arti membaca, meneliti, memverifikasi, pada setiap fenomena yang terjadi. Manusia harus selalu skeptis kepada semua manusia, karena tidak semua manusia mengajak patuh pada Tuhan. Selain itu manusia memiliki kelemahan dengan sifat fujur yang melekat pada dirinya.

Allah mengabarkan di dalam Al Quran, manusia-manusia yang mengaku diri sebagan tuhan ditenggelamkan. Allah mengabarkan manusia-manusia yang dikendalikan sifat fujurnya dibinasakan. Manusia-manusia yang berhasil mempertahankan eksistensinya di dunia dikabarkan adalah mereka yang tetap beriman kepada Tuhan.

Nabi Muhammad di dalam hadis sahih mengatakan bahwa perang terbesar manusia bukan melawan manusia lainnya, tetapi perang melawan sifat-sifat fujur yang ada dalam dirinya. Ajaran agama yang benar adalah membimbing manusia supaya menjadi pemenang melawan sifat-sifat fujur yang ada dalam dirinya. 

Salah satu sifat fujur yang ada pada diri manusia adalah merasa dirinya sebagai Tuhan. Manusia punya sifat ingin dihormati, dihargai, dihormati, dengan melakukan penjajahan, perbudakan, genosida, hegemoni, monopoli, demi kepentingan pribadinya.

Allah memerintahkan pada manusia yang tunduk dan patuh pada Allah untuk saling menghormati antar sesama manusia. "Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim." (Al Hujuraat, 49:11).

Pesan dari Allah di dalam Al Quran, manusia yang mengolok-olok, menghina, merendahkan, manusia lain, sebenarnya mereka mengolok-ngolok dirinya sendiri. Ini pesan yang sangat esensial untuk dipahami dan diyakini dari Tuhan untuk semua manusia.  

Manusia-manusia terbaik, mereka selalu membawa pesan dari Tuhan untuk hidup damai, sejahtera, di dunia dan akhirat. Manusia adalah makhluk yang diberi amanah oleh Tuhan, untuk menyampaikan pesan-pesan dari Tuhan merujuk kepada sumber-sumber yang benar yaitu kitab suci yang diturunkan pada para nabi. 

Manusia-manusia yang mengembangkan logika, pola pikir, ucapan, dan tindakannya berdasar petunjuk Tuhan, dialah orang yang akan selalu menjaga kehidupan damai dan sejahtera di muka bumi untuk mencapai kedamaian dan kesejahteraan hidupnya di akhirat.***




SIAPAKAH ORANG JUJUR

Oleh: Muhammad Plato

Menimbang, mengingat begitu banyaknya praktek-praktek ketidakjujuran di negeri ini, memutuskan secara operasional kita harus memahami kembali makna kejujuran. Tanpa pemahaman operasional, tidak mungkin suatu  nilai dapat kita laksanakan dengan baik (Hasan, 1996).

Nilai kejujuran sangat penting untuk kita tanamkan sedini mungkin. “Kejujuran adalah sikap menunjukkan adanya kecocokkan antara perkataan dan perbuatan. Ciri orang jujur ditandai dengan selalu berkata berterus terang”. Begitulah makna kejujuran yang ditulis dalam salah satu buku teks pelajaran PKn SD.

Berangkat dari pengertian di atas, selama ini ada pemahaman kurang pas dalam memahami kejujuran. Kita cenderung mengartikan kejujuran sebagai “perkataan terus terang“. Konsep ini tidak salah, namun telah menggiring makna esensi kejujuran menjadi “perkataan” bukan “perbuatan”.

Indikator kejujuran berkata terus terang  dinilai kurang tepat sebab dalam situasi tertentu ada aturan, orang boleh tidak terus terang. Misalnya, tidak boleh terus terang jika perkataan bisa mengancam nyawa seseorang atau menjadi sebab konflik. Dalam hal menjaga perasaan seseorang, kita tidak boleh mengatakan kekurangan fisik dan keburukan seseorang, walaupun pada faktanya demikian.

Secara psikologis, orang yang memahami “berkata terus terang” sebagai indikator kejujuran, pribadinya bisa kurang produktif”. Kejujuran menjadi fokus hanya sebatas perkataan bukan pada perbuatan. Kejujuran dalam arti berterus terang, sulit diajarkan di dunia pendidikan. 

Hemat penulis, jujur dipahami sebagai “prilaku” bukan perkataan. Dalam kamus bahasa Indonesia salah satu pengertian yang cocok untuk konsep jujur adalah "berprilaku tidak curang". Jadi, jujur artinya kemampuan seseorang untuk berprilaku baik, sesuai nilai, moral dan norma, yang berlaku di masyarakat. 

Pemahaman konsep kejujuran sebagai perbuatan taat aturan harus lebih dikedepankan. Korupsi adalah prilaku tidak jujur, karena masuk pada kategori prilaku curang, yaitu perbuatan yang tidak sesuai dengan nilai, moral, dan norma yang berlaku di masyarakat baik tertulis maupun tidak tertulis.

Dengan demikian, kejujuran menjadi sesuatu yang mungkin untuk diukur dan dilakukan oleh setiap orang, kapan saja dan di mana saja. Ini berarti, setiap orang akan bersikap preventif, saling mengontrol, mana kala ada orang tidak jujur karena perbuatannya tidak sesuai aturan. 

Menanamkan pemahaman konsep kejujuran sebagai perilaku sejak dini, bisa mendidik seseorang menjadi kritis, cerdas dan dinamis. Dengan pemahaman ini, sebelum bertindak setiap orang akan berpikir nilai dan norma apa yang akan jadi landasaan setiap tindakannya.

Maka dari itu, “jujur adalah berprilaku sesuai dengan nilai, moral, dan norma yang berlaku di masyarakat”. Dengan memahami kejujuran sebagai perbuatan, secara alamiah masyarakat dapat berpartisifasi dan melakukan fungsi kontrol terhadap dirinya. Dalam kehidupan sehari-hari, setiap anggota masyarakat akan terus mendapat ujian kejujuran, dengan ukuran sesuaikah perbuatannya dengan nilai, moral, dan norma, yang berlaku di masyarakat atau tidak? Siapa yang jujur dan siapa yang tidak jujur bisa dilihat dari perbuatannya bukan dari kata-katanya.

Memahami nilai kejujuran sebagai perbuatan, etikanya dapat kita temukan  dalam sebuah ayat Al-Qur’an berikut, “amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan” (Ash-Shaff:3). 

Artinya, perbuatan baik harus menjadi dasar setiap kata-kata yang akan kita keluarkan. Perbuatan adalah hal yang paling utama bukan perkataan, karena perbuatan harus menjadi dasar dari setiap perkataan yang kita ucapkan. 

Secara psikologis kemungkinan besar orang tidak akan berterus terang (bohong) jika perbuatan sehari-harinya menyimpang dari aturan. Jadi, penyebab seseorang berkata bohong adalah karena perbuatan-perbuatannya yang melanggar aturan dan tidak ingin diketahui orang. 

Maka, Allah memerintahkan untuk berbuat baik. Berbuat baik diukur dari nilai, moral dan norma yang berlaku di masyarakat baik tertulis maupun tidak tertulis. Setelah itu berkatalah sesuai dengan apa yang telah kamu kerjakan. 

Berbuat baik lebih penting dari pada berkata terus terang. Bangsa ini akan berubah kalau orang-orang di dalamnya banyak berbuat kebaikan, bukan banyak berkata baik. Inilah prinsip sesungguhnya yang harus dipegang jika mau jadi orang jujur.  Jika setiap orang sudah biasa taat aturan, kemungkinan besar setiap perkataannya jujur karena sesuai dengan yang telah dia kerjakan. Potensi ketidakjujuran itu sebabnya adalah perbuatan melanggar aturan. Inilah menurut saya, logika kejujuran dari Tuhan. Wallahu'alam.***

Sunday, May 19, 2024

MEMBACA KARAKTER PENYEBAB KEJATUHAN AMERIKA SERIKAT

Oleh: Muhammad Plato

Sebuah bangsa mengalami kejatuhan bukan karena serangan dari luar. Amerika Serikat seperti kerajaan Mesir yang dulu tidak terkalahkan. Kekuasaan Amerika Serikat sudah tidak terkalahkan. Amerika Serikat menjadi pengendali dunia dan bebas melakukan tindakan apa saja sekalipun dunia menentang keras.

 Genosida kepada penduduk Palestina dilakukan oleh Amerika Serikat dan sekutunya terang-terangan. Amerika Serikat dan sekutunya telah melampau batas. Melakukan kerusakan di muka bumi dan sudah tidak menghargai hak-hak kemanusia. Kejadian ini seperti pernah terjadi di masa Fir'aun di Mesir. Fir'aun memerintah seluruh bayi laki-laki dibunuh karena takut kehilangan kekuasaan. Kini kekejeman Fir'aun terjadi, dilakukan oleh Amerika Serikat dan sekutunya. 

Prediksi dari Al Quran, Amerika Serikat akan mengalami kajatuhan. Tanda-tanda kejatuhan Amerika Serikat dan sekutunya ditandai dengan kebijakan-kebijakannya yang menentang kehendak Tuhan. Hal ini persis seperti apa yang terjadi pada kisah Fir'aun.

Amerika Serikat dalam Revolusi Mental

Ciri-ciri karakter kejatuhan Amerika Serikat dan sekutunya berumber pada apa yang meraka lakukan. Alat ukur kejatuhan Amerika Serikat dan sekutunya berdasarkan keterangan Al Quran, "Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyaknya generasi-generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, padahal (generasi itu), telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu, dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain." (Al An'aam, 6:6).

Amerika Serikat berkali-kali memveto usulan gencatan senjata di Palestina. Amerika Serikat sudah tidak melihat nyawa manusia sesuatu yang harus dihargai. Inilah kisah Fir'aun yang berulang dan kita saksikan sekarang. 

Karakter kedua, terlihat pada prilaku Amerika Serikat dan sekutunya yang melakukan pelecehan terhadap ajaran agama. Amerika Serikat membiarkan warganya melakukan pembakaran kitab suci Al Quran dan melecehkan Nabi Muhammad. Karakter ini dilakukan oleh umat-umat terdahulu yang telah dibinasakan. "Dan tiada seorang nabi pun datang kepada mereka melainkan mereka selalu memperolok-olokkannya." (Zukhruf, 43:7).

Karatker ketiga, genosida di terhadap penduduk Palestina. Korban perang di Palestina bukan tentara, tetapi warga sipil khusunya anak-anak. Kejadian ini persis seperti kebijakan Fir'aun yang bertekad menghabisi seluruh bayi-bayi yang lahir untuk menghindari munculnya penentang kekuasaannya. "Dan (ingatlah) ketika Kami selamatkan kamu dari (Fir'aun) dan pengikut-pengikutnya; mereka menimpakan kepadamu siksaan yang seberat-beratnya, mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan. Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Tuhanmu". (Al Baqarah, 2:49).

Kejatuhan Amerika Serikat bukan pemberontakan dari warga masyarakatnya, tetapi karena kekejaman demi kekejaman yang dilakukan oleh para pemegang kekuasaan. Kejatuhan Amerika Serikat ditandai dengan gerakan masyarakat intelektual yang melihat ketidakadilan. Nabi Musa di zaman Fir'aun tidak memimpin pemberontakkan, tetapi sebagai gerakan intektual yang membawa revolusi mental. 

Gerakan revolusi mental di Amerika Serikat ditandai dengan munculnya gerakan-gerakan anti kekerasan di kampus-kampus. Inilah tanda kejatuhan Amerika Serikat ditandai dengan munculnya gerakan yang dilakukan Nabi Musa untuk membebaskan rakyat dari penguasa yang dzalim. 

Gerakan ini tidak akan sampai terjadi pemberontakan terbuka, tetapi menjadi gerakan revolusi mental yang terus menjalar ke seluruh dunia. Amerika Serikat akan berlaku kejam kepada rakyatnya sendiri, sekejam mereka terhadap rakyat Palestina. Penguasa-penguasa di Amerika Serikat akan bersifat refresif terhadap pemikiran-pemikiran kritis rakyatnya sendiri. 

Kekejaman demi kekejaman akan dilakukan penguasa Amerika Serikat pada rakyatnya sendiri. Amerika Serikat menjadi negara dengan kekuasaan absolut seperti kerajaan Fir'aun. Para penguasanya bertindak melampaui batas-batas kemanusiaan yang kejam dan menjadi penentang kekuasaan Tuhan. Pada puncaknya, kekuasaan Amerika Serikat akan tenggelam digantikan dengan generasi baru yang membawa kembali misi-misi kemanusiaan dan keyakinan pada Tuhan Yang Maha Esa. Wallahu'alam. 


Saturday, May 4, 2024

DALIL TIGA RASIONALITAS MANUSIA

Oleh: Muhamad Plato

Apakah yang dimaksud rasional? Ketika saya pulang kerja di malam hari, di langit ada cahaya bergerak dan menghilang. Saya tidak merasa takut karena sebelumnya saya sudah tahu. Cahaya di langit yang bergerak cepat lalu menghilang adalah meteor. Meteor adalah benda langit yang jatuh ke bumi, lalu bergesekan dengan atmosfir hingga menimbulkan cahaya. 

Sekalipun saya tidak secara pasti bagaimana cara benda langit bergesekan dengan atmosfir, saya anggap kejadian itu sebagai kejadian rasional, karena saya bisa menjelaskan alasannya. Kejadian yang tidak saya ketahui sebabnya, untuk sementara saya katakan tidak rasional atau tidak masuk akal.

Kesimpualan saya, sesuatu dikatakan rasional atau tidak rasional berdasarkan pada pengetahuan yang dimiliki. Memori otak manusia menyimpan berjuta-juta pengetahuan. Pengetahuan yang sering digunakan tergantung sesering argumen apa yang menjadi dasar kelakuan kita setiap hari.

Pengetahuan terbagi menjadi dua, ada pengetahuan yang membawa keyakinan pada Tuhan yang esa, dan ada pengetahuan yang membawa keyakinan pada selain Tuhan yang esa. Seharusnya pengetahuan yang kita gunakan sebagai argumen, pengetahuan yang mengandung keyakinan kepada Tuhan yang esa.

Makna, 'Bacalah atas nama Tuhanmu Yang menciptakan" (Al Alaq, 96:1), artinya setiap pengetahuan yang kita gunakan harus mengandung keyakinan pada keesaan Tuhan. Sehingga seluruh puncak seluruh bacaan kita adalah menguatkan ketundukkan kita kepada Tuhan yang maha esa. 

Dengan demikian rasionalitas manusia sangat tergantung pada sumber pengetahuan yang digunakan. Hemat penulis, rasionalitas yang dipahami seseorang bergantung pada sumber pengetahuan yang digunakan. Pengetahuan yang masuk ke otak di dapat melalui indera. Penglihatan, pendengaran, raba, dan rasa, mengirimkan pengetahuan ke otak. 

Keempat informasi yang dikirim ke otak dan diolah menjadi pemikiran rasional. Rasionalitas seseorang sangat tergantung pada pengetahuan mana yang sering digunakan otak. Pengetahuan digunakan otak sebagai argumen. Jenis pengetahuan yang digunakan sebagai argumen akan menjadi ciri rasionalitas seseorang. 

Secara garis besar sumber pengetahuan yang masuk ke otak bersumber pada tiga jenis, pengetahuan alam, intuitif, dan wahyu. Pengetahuan dari alam diperoleh melalui panca indera dari fenomena alam. Pengetahuan intutif diperoleh seseorang dari hasil olah pikir dan rasa. Pengetahuan wahyu diperoleh dari Tuhan yang diturunkan kepada para nabi dan menjadi dokumen kitab suci.

Tiga sumber pengetahuan rasional berkaitan dengan tiga surat di dalam Al Quran. Pertama, "Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa" (Al Ikhlas, 112:1). Allah memberi petunjuk pada manusia dengan menganugerhkan pengetahuan melalui wahyu kepada utusan. Pengetahuan dari para utusan terdokumentasikan dalam kitab suci. 

Kedua, "Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai Falaq" (Al Falaq, 113, 1). Ayat ini memberi tanda ada pengetahuan yang bisa diakses dari alam. Pengetahuan dari alam menghasilkan rasional yang bisa membahayakan manusia. Kebenaran-kebenaran diukur dari pembuktian di alam secara material. 

Ketiga, "Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia." (An Naas, 114, 1). Allah memberi tanda juga bahwa ada pengetahuan yang didapat melalui hasil pemikiran manusia. Kebenaran-kebenaran rasional diukur dari pengetahuan yang diusahakan melalui hasil dari kemampuan akal. 

Tiga rasional bercampur aduk ada dalam pola rasionalitas manusia. Rasionalitas setiap manusia memiliki kecenderungan tergantung dominasi pengetahuan yang sering digunakannya sehari-hari. Sebagian besar manusia, kencenderungan menggunakan rasionalitas bersumber pada pengetahuan alam. Hal ini berkaitan dengan fakta bahwa kehidupan manusia sangat terikat dengan ruang. Rasional pada kelompok besar ini menggunakan pembenaran berdasarkan pembuktian yang dapat dilihat.  

Sebagian kecil, manusia menggunakan rasionalitas berdasarkan optimalisasi hasil pemikiran. Kelompok ini sering kita kenal dari kaum intelektual yang memanfaatkan kemampuan akalnya untuk memahami berbagai fenomena kehidupan.

Dan sebagian kecil lagi, manusia menggunakan sumber dari Tuhan, sebagai pedoman dalam membaca, memahami, segala sesuatu dalam kehidupan. Kelompok ini menggunakan kitab suci sebagai cara pandang dalam mengembangkan rasionalitasnya. 

Sudut pandang pemikiran terbagi menjadi dua yaitu holistis dan sekularis. Sudut pandang holistis memandang dunia sebagai suatu sistem saling berhubugan. Keberadaan suatu objek tidak bermakna rasional tanpa hubungan dengan ojek lainnya. Pandangan rasional holistis menjadi sudut pandang ketuhanan, karena Tuhan berfirman sebagai pencipta dan pemelihara alam.

Pemikiran rasionalis holistis tidak manapikan pengetahuan dari alam dan pemikiran manusia. Pemikiran rasional holistis menjadikan kehidupan alam semesta dipahami sebagai sistem saling berhubungan dan ketergantungan. 

Dalam pandangan rasional holistis; Tuhan, manusia, dan alam, menjadi sebuah sistem kehidupan tak terpisahkan. Menjaga perdamaian dan kesejahteraan menjadi misi para utusan Tuhan. Rasionalitas yang yang mengandalkan pemahaman pada kemampuan akal manusia adalah keterbatasan. Rasionalitas yang cenderung mengikuti kehendak alam adalah keterbatasan. Maka, rasionalitas yang dilandasi keberserahan diri pada kekuasaan Tuhan adalah kecerdasan tanpa batas untuk menggali kedamaian dan kesejahteraan manusia dan alam.***  


Friday, April 12, 2024

ADA MANUSIA BERJALAN DENGAN EMPAT KAKI?

Oleh: Muhammad Plato

Al Quran mengabarkan ada tiga makhluk diciptakan dari air. Secara fisik makhluk itu ada yang berjalan dengan perut, dua kaki, dan empat kaki. 

Jika kita kaitkan dengan dunia fisik, makhluk yang berjalan dengan perut sejanis binatang melata, makhluk yang berjalan dengan dua kaki, ada berbagai jenis binatang berjalan dengan dua kaki termasuk manusia, dan makhluk yang berjalan dengan empat kaki yaitu sapi, kerbau, unta, dll. 

"Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki, sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (An Nuur, 24:45).

Secara fisik, ayat itu berbicara tentang bagaimana Allah menciptakan beraneka ragam fisik makhluk. Kenyataannya terdapat makhluk-makhluk dengan ciri-ciri fisik tersebut. Untuk memahami ayat ini tidak cukup sampai pemahaman fisik, ada dimensi lain yang bisa digali agar mendapat inspirasi lebih dalam lagi. 

Jika kita gunakan fungsi otak, makhluk-makhluk yang dijelaskan oleh Allah bukan hanya menggambarkan secara fisik, tetapi menggambarkan bagaimana makhluk tersebut hidup dengan fungsi otaknya. 

Penelitian mutakhir menemukan bukti hubungan antara otak dan prilaku manusia (Pasiak, 2012, Suyadi, 2020). Artinnya, ketika manusia berjalan dengan perut, dua kaki, dan empat kaki, sudah pasti otaknya berfungsi.

Berdasar neurosains, dari informasi Al Quran di atas, Allah memberi kabar tentang makhluk-makhluk yang bertahan hidup dengan kapasitas fungsi otaknya masing-masing. Otak sering dikaitkan dengan akal manusia. 

Menurut Ibu Sina, (Suyadi, 2020), akal memiliki empat elemen, yaitu akal aktif, akal aktual, akal potensial, dan akal empirik. Akal aktif berkaitan dengan keberadaan Tuhan. Akal aktual berkaitan dengan perasaan (emosi), akal potensial berkaitan dengan motorik, dan akal empiris berkaitan dengan keberaadaan otak secara material.

Berdasarkan ilmu neurosains terbaru, anatomi otak terbagi menjadi empat yaitu otak besar, batang otak, otak kecil, dan sistem limbik (Suyadi, 2020). Otak besar berfungsi sebagai otak berpikir, batang otak sebagai pengendali gerak reflek, otak kecil berfungsi sebagai pengedali otot, melunakkan emosi, mempertajam memori, dan sistem limbik mengendalikan emosi dan spiritual.

Berdasara empat anatomi otak di atas, Allah mengabarkan ada makhluk yang hidupnya dengan menggunakan batang otak. Makhluk yang hidupnya menggunakan batang otak, tidak lain hidupnya hanya menggunakan fungsi gerak reflek, bergerak hanya sekedar mencari makan.

Selanjutnya mahluk yang berjalan dengan dua kaki, mereka menggunakan dua belahan otak yaitu otak besar dan batang otak. Mahluk ini menggunakan otak besarya untuk berpikir, menganalisis, menginterpretasi, menciptakan teknologi, dengan tujuan mengikuti fungsi batang otaknya yaitu untuk memenuhi kebutuhan naluri bertahan hidup seperti makan, minum, seks, dan foya-foya.

Selanjutnya makhluk yang berjalan dengan empat kaki, dia memuungsikan empat belahan otaknya. Dia menggunakan otak besarnya untuk berpikir untuk membangun kebiasan-kebiasaan hidup yang bermanfaat, meningkatkan perbendaharaan ilmu pengetahuan, mengendalikan emosi, dan mengenal siapa Tuhannya. 

Gambaran makhluk berjalan dengan perut, dua kaki, dan empat kaki, adalah gambaran kehidupan manusia. Ada yang hidup dengan otak perut, dimana hidup seperti binatang yang hanya mencari makan. Ada yang hidup menggunakan otak besar dan batang otak, dia hidup mengembangkan berbagai sains dan teknologi, hanya untuk memenuhi kebutuhan perut. 

Ada juga yang hidup memungsikan empat fungsi otaknya. Mereka mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi bukan untuk memenuhi kehidupan dirinya semata, tetapi untuk memenuhi kebutuhan hidup orang lain, sebagaimana Tuhan perintahkan. Hidup mereka bukan hanya mengikuti naluri di otak perut, tapi mengikuti petunjuk dari Tuhan.***