Oleh: Muhammad Plato
Dalam sebuah podcast ditayangkan seorang narasumber perempuan penghafal Al Quran, tidak pakai hijab, mengemukakan pendapatnya ketika membahas ayat tentang perang. Menurut pendapat beliau, ayat perang yang terdapat dalam Al Quran sudah kadaluarsa. Salah satu ayat perang yang dibahas adalah ayat di bawah ini:
"Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang) maka pancunglah batang leher mereka. Sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka maka tawanlah mereka dan sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berhenti. Demikianlah, apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji sebahagian kamu dengan sebahagian yang lain. Dan orang-orang yang gugur pada jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka." (Muhammad, 47:4).
Ayat di atas selalu dinarasikan kepada Islam sebagai "agama perang". Untuk memahami ayat ini perlu kajian dari berbagai sisi. Apakah benar Islam agama perang? Jika kita kaji sejarah Nabi Muhammad, pertama kali perang yang dialami Nabi Muhammad yaitu Perang Badar, dan yang kedua Perang Uhud.
Berdasarkan tinjauan sejarah, dua perang yang dialami Nabi Muhammad yaitu Perang Badar dan Perang Uhud, jumlah pasukannya tidak seimbang dan jomplang sekali. Di dalam Al Quran dikabarkan peperangan ini memang terjadi tidak seimbang. Jika kita hermenitik ke masa itu, dapat dibayangkan betapa tertekannya situasi saat itu. Saat situasi seperti itu, tidak ada pilihan kecuali membela diri untuk hidup atau mati. Saat situasi inilah perang dibutuhkan.
"Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin itu untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang sabar) di antaramu, mereka dapat mengalahkan seribu daripada orang-orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti." (Al Anfaal, 8:65).
Ayat ini menjadi saksi bahwa Nabi Muhammad dan pengikutnya sedikit mendapat agresi dan mengancam eksistensinya. Sangat tidak mungkin, jika Nabi Muhammad membawa Islam dengan misi perang. Faktanya, peperangan terjadi dalam situasi tidak seimbang.
Ayat-ayat yang menjelaskan perang di dalam Al Quran tetap relevan dalam kondisi tertekan dan terancam. Artinya, bangsa apapun, dalam kondisi terjajah, terusir dari kampung halaman, mereka punya hak untuk membela diri. Jadi peperangan dalam Islam berlaku dalam konteks membela diri.
Sebagai bukti sejarah Islam bukan agama perang, ketika Islam masuk ke Indonesia, tidak dikabarkan dalam sejarah Indonesia pasukan Islam menyerbu Indonesia. Sekarang Indonesia menjadi negara demokrasi terbesar di dunia dengan mayoritas penduduknya beragama Islam. Semua penganut agama di Indonesia dijamin oleh konstitusi melaksanakan haknya.
Dalam catatan sejarah, tidak ada satu bangsa pun yang tidak mengalami peperangan. Bahkan dalam konteks negara modern seperti sekarang mereka terlibat perang, hingga sekarang kita saksikan. Namun demikian, jika kita pahami secara komprehensip tentang ajaran Islam tanpa ada bias, Islam sangat menganjurkan perdamaian. Dibuktikan dengan sikap Nabi Muhammad pada saat menguasai Mekah. Nabi Muhammad membebaskan seluruh penduduk Mekah dan menjamin semuanya hidup damai. Fakta ini sebenarnya sudah mematahkan semua tuduhan.
Islam bukanlah agama perang. Belajarnya dari sejarah Nabi Muhammad jika ingin memahami ajaran agama Islam. Nabi Muhammad adalah sebaik-baiknya teladan untuk manusia, karena Nabi Muhammad memberi contoh secara nyata bagaimana cara umat manusia bertahan hidup di muka bumi. Nabi Muhammad mencontohkan bagaimana manusia berjuang dari nol, menghadapi pengkhianatan, bullying, agresi, ancaman pembunuhan, lalu berakhir dengan kesuksesan dan membawa perdamaian untuk seluruh umat manusia.
Sementara diberitakan kisah-kisah Nabi terdahulu dikabarkan berakhir dengan pengingkaran dan pembunuhan oleh umatnya yang ingkar. Jika orang memahami kisah Nabi Muhammad tanpa bias, mereka bisa menemukan fakta-fakta prilaku agung yang bisa jadi contoh teladan bagi seluruh umat manusia.***