Showing posts with label power dan force. Show all posts
Showing posts with label power dan force. Show all posts

Sunday, June 19, 2022

SEBENARNYA PENDIDIKAN MELATIH DUA KEKUATAN PADA JIWA

Oleh: Muhammad Plato

Pendidikan adalah upaya sadar kita bersama untuk mengendalikan manusia menjadi manusia-manusia baik dan bermanfaat bagi manusia lain. Sederhananya pendidikan adalah mengelola dua potensi yang ada pada diri manusia. Dua potensi itu dikemukakan di dalam Al-Quran.

"dan jiwa (nafs) serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya" (Asy Syam, 91:7-10). 

Di dalam jiwa manusia ada dua potensi yang harus dikendalikan yang kefasikan dan ketakwaan. Allah memerintahkan pada manusia untuk bertakwa. Pengertian takwa secara umum adalah menghindari perbuatan-perbuatan buruk dan melaksanakan perbuatan-perbuatan baik.

Jika kita bandingkan, dua potensi ini dijelaskan oleh beberapa ilmuwan dalam berbagai macam rupa. Erich Fromm (1986) membagi dua kekuatan ini dengan konsep bhiopilia dan necrophilia. Bhiopilia adalah potensi yang bersifat pemelihara dan kasih sayang. Necrophilia adalah potensi-potensi yang bersifat merusak. 

Fritjop Capra (2002) menjelaskan dua kekuatan berdasarkan kajian kepercayaan China yaitu yin dan yang. Capra menjelaskan kekuatan yin dipersepsi sebagai sifat kooperatif, damai, dan yang sebagai sifat kompetitif, konflik. 

David R. Hawkins membagi dua kekuatan dengan power dan force.  Power dikaitkan dengan kekuatan lemah lembut, dan force dikaitkan dengan kekuatan keras, pemaksaan. Manusia untuk mencapai tujuan hidupnya mengguanakan dua kekuatan ini. Power meruapkan kekuatan dahsyat, dibandingkan dengan force. Peperangan adalah bentuk dari force, dan diplomasi, perundingan, adalah bentuk dari power.

Untuk menfasirkan apa itu dua potensi jiwa dalam diri manusia, kita bisa pakai pendekatan sistem yang dikembangkan oleh Capra. Pemahaman Capra dua kekuatan di dalam tubuh manusia bukan kekuatan baik atau buruk. Tapi sebagai dua kekuatan seperti positif negatif dalam arus listrik yang harus dikolaborasikan. Jadi dua kekuatan yang ada pada diri manusia, adalah energi gerak yang keseimbangannya harus dijaga. 

Sifat fujur orientasi duniawi dan sifat takwa orientasi akhirat, harus bergerak seimbang menjadi gerak kehidupan. Sebagaimana Allah menciptakan seluruh ciptaannya dengan takdir baik, maka keberadaan dua potensi yang ada pada diri manusia adalah potensi baik. Untuk itu pemaknaan hidup ini sangat tergantun pada persepsi kita. 

Pada dasar naluri manusia ada perasaan suka dan tidak suka, itu karena persespi dan keterikatan manusia pada dunia. Maka jika manusia bisa membebaskan diri dari keterikatan dunia, sikap suka dan tidak suka itu tidak akan ada. Sikap suka dan tidak suka tidak akan ada karena sudah punya persepsi semuanya berjalan untuk kebaikan. 

Maka totaliter pada kehendak Tuhanlah yang akan menyelamatkan hidup manusia. Pada faktanya hidup manusia ada pada sisi suka dan tidak suka, namun absolut yang tidak boleh ditinggalkan manusia adalah tetap bergantung pada Tuhan, memohon agar seluruh kehidupannya diberi kebahagiaan baik di kala sempit maupun lapang, dikala fujur maupun takwa, dan seterusnya.***

 


Saturday, July 21, 2018

MENGAJARI ANAK-ANAK CINTA

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Ada di mana kualitas Anda? Hasil penelitian David R Hawkins akan membantu anda menentukan siapakah anda. Tidak bermaksud merendahakan tapi hanya memberikan gambaran bahwa manusia-manusia berkalibrasi tinggi menduduki sebagai kecil manusia.

Hanya 0,4% populasi dunia yang hidup dengan kekuatan energi kalibrasi di atas angka 500 atau lebih. Manusia di level 500 itu adalah mereka yang hidup dengan cinta. Bukan cinta seperti yang dipahami manusia biasa. Manusia biasa mengekspresikan cinta karena ketertarikan fisik, posesif (ingin memiliki), ingin mengendalikan, ketergantungan, dorongan seks (erotisme), dan dan kebaruan (ingin memiliki hal-hal baru). Misalnya istri baru, dan mobil baru.

Cinta bersyarat seperti kondisi di atas akan mengalami kondisi yang fluktuatif. Cintanya turun naik sesuai dengan keadaan yang dialaminya. Dalam kondisi stres dan kecewa kualitas cintanya bisa menurun sampai pada level membenci. Manusia seperti ini masih hidup di level prilaku binatang, hidup di medan energi di bawah 200.

Kesimpulan David R Hawkins sebagian besar manusia hidup berada di medan energi di bawah 200. Mereka yang hidup di bawah medan energi 200 itu memiliki ciri kultural hidup sangat primitif. Pola pikir dan aktivitas hidupnya hanya sebatas memenuhi kebutuhan makan, mencari bahan bakar, dan tempat tinggal. Ketergantungan total terhadap lingkungan sekitar. Inilah peradaban hewani sama dengan pola hidup zaman batu.

CINTA ADALAH KEINGINAN UNTUK SELALU TERHUBUNG, MENDUKUNG, DAN MEMELIHARA ALAM BESERTA ISINYA
Manusia level zaman batu, cintnya bersyarat benda. Di dalam Al-Qur’an dijelaskan, “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia KECINTAAN kepada apa-apa yang diingini (HAWA), yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (Ali Imran, 3:14).

Menurut Hawkins, cinta pada manusia level 500 adalah cinta tidak bersyarat benda atau kondisi. Cinta ini tidak akan berubah, dan permanen. Cinta yang tidak berfluktuasi, cinta yang bersumber pada diri seseorang tanpa terpengaruh faktor eksternal apapun.  Mencintai adalah keinginan untuk terhubung (menjaga silaturahmi) dengan dunia diwujudkan dalam prilaku memaafkan, mengasuh, dan mendukung. Mencintai adalah kafasitas mendukung orang lain untuk mencapai prestasi (kesejahteraan) tertinggi karena kemurnian niatnya.

Cinta berfokus pada kebaikan dalam kehidupan, dalam segala ekspresi dan ungkapannya selalu positif. Cinta mencairkan negatifitas dengan merekonstekstualisasi dibanding menyerang. Bagi orang-orang yang sudah diraksuki cinta sejati, semua kejadian akan diubah oleh pikirannya menjadi sudut pandang baik. Hanya sedikit orang (0,04% populasi dunia) yang bisa hidup dengan kualitas cinta sejenis ini.

Akhirnya mari kita beri kesimpulan tentang definisi cinta, agar kita bisa mengajari anak-anak. Cinta sejati adalah keinginan (HAWA) untuk selalu menjalin, menjaga, hubungan (silaturahmi) dengan alam dan manusia di dalamnya. Orang-orang yang dipenuhi rasa cinta, mewujudkan cintanya dalam prilaku selalu memaafkan segala kesalahan orang lain, dan memelihara (mendidik, mendukung) orang lain dan seluruh makhluk untuk bisa mencapai derajat kualitas kehidupan tertinggi.  

Inilah ekspresi dari derajat orang-orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya. Dan inilah kompetensi tertinggi yang harus dimiliki oleh para pendidik.   

Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun (memperbaiki) lagi Maha Penyayang (memelihara). (Ali Imran, 3:31)

Semoga Allah melimpahkan rasa cinta kepada kita semua. Cinta tanpa syarat, seperti cintanya Allah dan Rasul-Nya kepada seluruh alam. Demikian penjelasan saya. Wallahu ‘alam.

(Penulis Master Trainer Logika Tuhan).