Oleh: Muhammad Plato
“Saya berpikir bahwa otak kiri
adalah otak yang mengelola dan mengendalikan kebutuhan dan perasaan
senang maupun tidak senang. Singkatnya, kegiatan emosional yang dianggap berada
pada fungsi otak kanan ada pada otak kiri. Seseorang baik bukan karena hatinya yang
baik, tetapi karena ia memiliki emosi atau perasaan yang baik. Sesungguhnya
saat melakukan kebaikan dengan memberikan pertolongan kepada orang yang sedang
kebingungan, pada dasarnya ada keinginan agar perasaan sendiri juga merasa
baik”. Kutipan ini bukan pendapat saya tapi pendapat Dr. Shigeo Haruyama (22:
1999) dari bukunya berjudul Keajaiban
Otak Kanan.
Menurut Haruyama, hampir semua
kebaikan orang timbul dari wilayah perhitungan kebutuhan akan suka atau tidak
suka senang atau tidak senang. Saya sepakat dengan pendapat Haruyama, dan saya
tambahkan hampir semua kebaikan orang timbul dari perhitungan untung dan rugi.
Jika perhitungannya seperti di
atas maka, saya sangat setuju dengan Haruyama, bahwa fungsi kontrol emosi
sebenarnya ada di otak kiri. Tugas otak kiri adalah menghitung untung atau
rugi. Hasil perhitungan tersebut akan melahirkan efek emosi senang atau tidak
senang, suka atau tidak suka.
Kata Haruyama, manusia berlevel
tinggi jumlahnya sedikit. Contoh manusia berlevel tinggi adalah mereka yang
membalas keburukan dengan kebaikan, atau mereka yang mau menolong orang lain
padahal dirinya sedang membutuhkan pertolongan.
Manusia berlevel tinggi adalah
mereka yang menggunakan otak kanan. Kata Haruyama (1999:73), kebijaksanaan
manusia terakumulasi di otak kanan, otak kanan banyak mengetahui bahwa
kegagalan dalam ujian masuk di masa lalu akan menjadi suatu awal manusia yang
baru. Oleh karena itu sekalipun gagal di ujian masuk tidak akan membuat kita
menyerah (down). Dengan mengaktifkan otak kanan, maka kita akan mendapatkan
kebijaksanaan yang demikian. Singkatnya, menurut Haruyama, gagal jika dibaca
dengan otak kanan bukan sumber keburukan tapi kebaikan, karena menurut otak
kanan kegagalan adalah faktor penyebab keberhasilan. Dengan logika semacam itu,
orang akan tetap berpikir positif sekalipun gagal.
Baiklah, logika di atas sudah
sering saya jelaskan dalam logika Tuhan yang saya kembangkan. Saya akan menjelaskan bagaimana cara kerja
otak agar anda bisa mendapatkan kebijaksanaan "otak kanan" seperti yang dikatakan
Haruyama. Pertama harus saya kemukakan bahwa buka otak kanan yang punya kebijaksanaan, tetapi di dalam otak kanan tersimpan pengetahuan purba. Sumber pengetahuan di otak
kanan disimpan oleh Tuhan, dan diwahyukan secara nyata kepada Nabi Utusan-Nya. Berlogika itu fungsi otak kiri. Yang membedakan cara berlogika manusia bukan terletak pada aktivasi otak kanan atau kiri, tetapi sumber pengetahuannya. Logika kebijaksanaan seperti yang dikatakan Haruyama, sumber pengetahuannya saya temukan dalam kitab suci Al-Qur’an. Pengetahuan dalam kitab suci Al-Qur'an adalah pengetahuan purba yang disimpan dalam otak kanan manusia.
Tanpa menyebutkan sumber pengetahuannya, Haruyama menjelaskan, manusia berlevel tinggi adalah mereka yang membalas
keburukan dengan kebaikan. Manusia
berlevel tinggi bersumber dari logika yang dimilikinya. Kepemilikan logika tergantung kepada pengetahuan yang dimilikinya. Berikut saya
kemukakan sumber pengetahuan logika kebijaksanaan dari kitab suci Al-Qur’an:
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri
dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri,”... (Al
Israa:7).
Jika pengetahuan di atas kita
jadikan patokan berlogika (otak kiri), maka akan muncul pemahaman logis bahwa penyebab
keburukan dan kebaikan adalah diri kita sendiri. Berdasarkan patokan logika di
atas, jika membalas keburukan orang lain dengan keburukan, maka sama
dengan sedang mengundang keburukan untuk diri kita. Patokan logikanya adalah jika
orang lain berbuat buruk pada kita, keburukan itu akan kembali pada
pelakuknya. Agar tetap baik kita harus membalas keburukan orang lain
dengan kebaikan, dengan demikian kebaikanlah yang akan kita terima.
Inilah logika berpikir bijaksana yang dikatakan Haruyama. Mereka yang berlogika semacam ini
oleh Haruyama dianggap sebagai manusia level tinggi. Dengan demikian, Nabi Muhammad saw adalah
manusia level tinggi yang berpikir dengan logika dari Tuhan.
Pengetahuannya ada di otak kanan,
tapi logikanya ada di otak kiri. Pengetahuannya ada di otak kanan tapi yang
menghitung untuk ruginya adalah otak kiri. Agama tidak mengharamkan logika,
karena logika adalah alat untuk memahami. Pengetahuan yang melimpah dalam kitab
suci tidak akan bisa dipahami tanpa logika.
Emosi kita tergantung pada
pengetahuan dan perhitungan untung rugi, senang dan tidak senang. Sudah saatnya
kita kembangkan pengetahuan otak kanan yang akan melahirkan logika-logika
bijaksana yang melahirkan manusia level tinggi.