Saturday, July 28, 2018

PUNCAK SPIRITUAL KAUM PEREMPUAN


OLEH: MUHAMMAD PLATO

Pada prinsipnya wanita menginginkan kesetiaan dari satu laki-laki, dan naluri kaum laki-laki adalah mengawini lebih dari satu wanita. Perbedaan tabiat ini sudah dikabarkan di dalam Al-Qur’an. 

Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (An Nisaa,4:3)

Perbedaan tabiat ini menimbulkan konflik antara laki-laki dengan kaum wanita. Suka atau tidak, kaum laki-laki punya naluri untuk mengawini lebih dari satu wanita. Masalahnya adalah ada laki-laki yang memiliki kemampuan dan ada yang tidak.

Banyak faktor yang mendorong kemampuan laki-laki untuk mengawini wanita lebih dari satu. Keberanian laki-laki salah satunya diukur dari kemampuan finansial untuk membiayai hidup wanita yang dikawininya lebih dari satu. Kemampuan finansial menjadi salah satu alat ukur yang kasat mata dari laki-laki adil ketika mengawini wanita lebih dari satu. Kemampuan lainnya adalah kemampuan laki-laki mengajarkan pasangannya dalam memahami ketentuan Allah yang tertulis dalam kitab suci.

Kuatnya tabiat kaum wanita untuk memiliki satu laki-laki, menjadi sebab Allah memberi ganjaran syurga bagi kaum wanita yang mampu melampauinya. Allah memandang, kaum wanita yang rela pasangannya mengawini wanita lain, dia telah memiliki kepasrahan total kepada ketetapan Allah swt.

Allah mengetahui, dia telah berkorban dengan jiwanya, dan inilah pengorbanan terbesar kaum wanita sehingga Allah menilai mereka layak mendapat balasan syurga. Setelah wanita dapat jaminan syurga langsung dari Allah, lalu manusia mana lagi yang lebih tinggi kedudukannya?

Untuk itu wanita yang mampu menerima poligami sebagai ketetapan Allah, dan tidak punya prasangka buruk terhadap ketetapan Allah, dia punya kedudukan tinggi, dan terhormat dihadapan Allah. Wanita tersebut dinilai tidak punya ketergantungan kepada makhluk (laki-laki), seperti Korun tergantung pada hartanya. Wanita yang rela dipoligami, dia telah berhasil menundukkan hawa nafsunya yang cenderung tergantung pada makhluk (laki-laki), ini artinya dia telah selamat dari sifat syirik.

Kondisi saat ini justru terbalik, kaum wanita yang berstatus dipoligami dianggap sebagai wanita kelas dua dan tidak terhormat. Ini terjadi akibat persepsi dan budaya masyarakat yang tidak memahami ajaran agama dan tidak menghargai ketentuan Allah.

Pemberitaan terhadap pasangan setia terhadap satu perempuan dianggap cinta sejati. Kemudian didramatisir melalui film cinta muda mudi yang penuh romantisme dan erotisme, sehingga persepsi ini menyebar ke seluruh dunia menjadi satu-satunya pola pikir yang dianggap  benar. Sementara berita tentang tentramnya kehidupan kaum perempuan yang hidup dalam dunia  poligami dianggap berita mengada-ngada dan tidak pantas diberitakan.

Benar! Jalan menuju syurga bagi kaum wanita bukan satu-satunya melalui poligami. Jalan surga bagi kaum wanita yang lainnya adalah dengan menjadi istri yang taat dan berbakti pada suami. Namun kembali masalahnya, jika wanita tidak mengizinkan suami berkemmpuan yang hendak menikahi wanita lebih dari satu adalah tidak masuk pada kategori wanita taat pada suami, lalu bagaimana mau masuk surga?

Wanita yang tidak menerima dan berprasangka buruk terhadap ajaran poligami sama dengan berprasangka buruk pada Allah. Wanita itu masih terikat pada nalurinya bukan terikat pada aturan Allah. Secara akidah kondisi wanita ini telah menyimpang karena memiliki keterikatan kepada selain Allah. Akibatnya prilaku-prilaku wanita seperti ini menjadi destruktif, dan lebih memilih melakukan jalan yang dibenci Allah yaitu perceraian.

Wanita-wanita yang memiliki kecurigaan kepada suami bahwa nikahnya adalah karena keinginan syahwat belaka adalah prasangka buruk. Sementara prasangka buruk adalah dosa. Prasangka terlahir karena melihat fakta negatif dari poligami, sementara fakta positif poligami seperti sengaja ditutupi.

Di sinilah kita harus waspada, ada perang ideologi yang sengaja ditampilkan untuk mendeskreditkan dan merendahkan salah satu ajaran agama. Sementara dewasa ini dengan perkembangan teknologi informasi, telah terungkap dalam kitab suci berbagai agama, bahwa ajaran poligami terdapat dalam setiap ajaran agama.

Ketakutan kaum wanita jika pasangannya menikah lagi, mencerminkan sikap perempuan yang bakhil (kikir) alias tidak mau berbagi jiwa dan harta dengan sesama. Kaum wanita benar-benar tersandra dengan ayat poligami. Kecuali bagi kaum wanita yang bisa memahami hakikat dan hikmah mengapa Allah menjelaskan aturan poligami bagi kaum laki-laki.

Untuk itu puncak spiritualitas, ketakwaan dan keimanan kepada Allah kaum wanita terletak pada penerimaan, kepasrahan, dan kewajaran, mereka terhadap ajaran poligami. Sesungguhnya Allah telah menetapkan takdirnya, maka taat dan tunduk pada ketentuan Allah lah yang akan membawa selamat semua umat manusia baik wanita maupun laki-laki.

Faktor terberat syarat poligami bagi kaum laki-laki adalah ada ajaran Allah yang tidak boleh menganiaya kaum perempuan yang sudah taat kepada suami. Wujud keadilan dalam kepemimpinan adalah tidak ada yang teraniaya. Sementara Allah benci kepada orang-orang yang berlaku aniaya. Wallahu ‘alam.

(Penulis Master Trainer Logika Tuhan)

Sunday, July 22, 2018

MENGOSONGKAN PIKIRAN

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Sadar… sadar… pikirannya jangan kosong!!! Kata-kata itu saya dengar berpuluh-puluh tahun tanpa mengerti maksudnya. Itupun saya ucap ulang kepada anak-anak di sekolah jika ada yang kemasukkan roh halus. Padahal saya sendiri tidak tahu maksud dari pikiran kosong itu bagaimana.

Ada juga kalimat seperti ini, coba pikirannya kosongkan, jangan mikir macam-macam. Kalimat ini sering dikemukakan oleh para ahli terapi. Mengosongkan pikiran akan membantu percepatan penyembuhan. Jika pasien tidak mengerti bagaimana mengosongkan pikiran, hal ini akan mempersulit penyembuhan sakit si pasien.

Jika kosong diartikan sebagai tidak ada yang dipikirkan, mana mungkin ada orang otaknya kosong tidak ada yang dipikirkan. Semakin tidak jelas lagi bagaimana mengartikan pikiran kosong dan mengosongkan pikiran.

Ustad Yana sebagai ahli terapi segala penyakit, dengan kemampuan visualisasi yang dia miliki, sedikit memberi pencerahan tentang arti pikiran kosong dan mengosongkan pikiran. Menurut Beliau, pikiran kosong adalah kondisi pikiran yang sedang memikirkan sesuatu yang tidak perlu dipikirkan. Objek pikirannya sia-sia, dan cenderung negatif. Misalnya memikirkan seseorang yang sudah meninggal, seolah-olah orang tersebut masih hidup, sehingga merasa terus kehilangan.

Mengosongkan pikiran artinya ingat Tuhan Yang Esa.
Memikirkan orang yang sudah mati karena merasa kehialangan adalah sia-sia, karena dia tidak akan hidup lagi. Berpikir karena menyesali, dan tidak menerima  kejadian musibah yang telah terjadi, adalah sia-sia karena kejadian yang telah terjadi tidak akan bisa diulangi .

Jadi pikiran kosong bukan tidak berpikir apa-apa, tetapi berpikir tentang sesuatu yang tidak perlu dipikirkan dan sia-sia. Salah satu aktivitas berpikir sia-sia lainnya adalah memikirkan hal-hal ghaib selain Tuhan Yang Esa, yang sering diwujudkan dan dikenal dengan hantu-hantu gentayangan. Jika sesuatu yang tidak perlu dipikirkan tetap dipikirkan maka apa yang dipikirkannya sia-sia. Kondisi ini akan mengundang sakit kejiwaan dan berdampak pada fisik.

Bila seseorang memikirkan hal yang sia-sia, orang itu dianggap pikirannya kosong. Pikirannya jadi negatif, energinya terkuras, syaraf melemah, dan akan berpengaruh terhadap menurunnya kekebalan tubuh. Menurut Ustad Yana, orang-orang seperti ini mudah terserang penyakit.

Sedangkan mengosongkan pikiran adalah memusatkan fikiran pada yang berkehendak dalam hidup ini yaitu Allah swt. Mengosongkan pikiran bisa juga berarti fokus berpikir menyerahkan diri secara total kepada Allah swt.

Kunci memahami dari mengosongkan pikiran adalah memahami arti kosong. Dari penglihatan kasat mata kosong diartikan sebagai tidak ada, sesungguhnya kosong adalah isi.

Memahami arti kosong adalah isi, bisa kita pahami dari penjelasan Prof. Fahmi Basya bahwa kata basamalah memiliki nomor nol dalam surat-surat selain alfatihah. Ini artinya kata basmalah adalah nol. Jika kata basmalah adalah nol, maka kata basmalah adalah rahmat dan rahimnya Tuhan. Rahmat dan rahimnya Tuhan tidak terhitung nilainya.

Jika kita kaitkan dengan surah Al-baqarah, 2:261, menjelaskan bahwa satu sedekah akan bercabang tujuh, dan setiap cabang berbuah 100. Maka ada rumus matematika Al-Qur’an yang bisa menjelaskan bahwa kosong bukan tidak ada, tetapi isinya banyak. Rumus tersebut adalah 1-1= 700 jadi 0=700.

Untuk memahami bagaimana mengosongkan pikiran, kita bisa memahami arti sadar. Orang-orang yang pikirannya kosong sering bertindak tidak sadar. Makna sadar menurut David R. Hawkins adalah kesadaran akan adanya Tuhan. Orang-orang yang memiliki kesadaran akan adanya Tuhan tampil dengan damai, dan hanya bisa dilakukan oleh 1 dari 10 juta orang.

Jika kesadaran dikaitkan dengan kesadaran akan adanya Tuhan, maka mengosongkan pikiran artinya mengembalikan kesadaran dengan menghadirkan Tuhan dalam pikiran. Sedangkan pikiran kosong artinya hilangnya Tuhan dalam pikiran.

Saya setuju dengan Ustad Yana, bahwa kesehatan permanen akan orang dapatkan jika dalam hidupnya selalu mengosongkan pikiran dalam arti selalu ingat (dzikir) dan bergantung memohon pertolongan kepada Tuhan saja. Wallahu ‘alam.

(Penulis Master Trainer Logika Tuhan).

Saturday, July 21, 2018

MENGAJARI ANAK-ANAK CINTA

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Ada di mana kualitas Anda? Hasil penelitian David R Hawkins akan membantu anda menentukan siapakah anda. Tidak bermaksud merendahakan tapi hanya memberikan gambaran bahwa manusia-manusia berkalibrasi tinggi menduduki sebagai kecil manusia.

Hanya 0,4% populasi dunia yang hidup dengan kekuatan energi kalibrasi di atas angka 500 atau lebih. Manusia di level 500 itu adalah mereka yang hidup dengan cinta. Bukan cinta seperti yang dipahami manusia biasa. Manusia biasa mengekspresikan cinta karena ketertarikan fisik, posesif (ingin memiliki), ingin mengendalikan, ketergantungan, dorongan seks (erotisme), dan dan kebaruan (ingin memiliki hal-hal baru). Misalnya istri baru, dan mobil baru.

Cinta bersyarat seperti kondisi di atas akan mengalami kondisi yang fluktuatif. Cintanya turun naik sesuai dengan keadaan yang dialaminya. Dalam kondisi stres dan kecewa kualitas cintanya bisa menurun sampai pada level membenci. Manusia seperti ini masih hidup di level prilaku binatang, hidup di medan energi di bawah 200.

Kesimpulan David R Hawkins sebagian besar manusia hidup berada di medan energi di bawah 200. Mereka yang hidup di bawah medan energi 200 itu memiliki ciri kultural hidup sangat primitif. Pola pikir dan aktivitas hidupnya hanya sebatas memenuhi kebutuhan makan, mencari bahan bakar, dan tempat tinggal. Ketergantungan total terhadap lingkungan sekitar. Inilah peradaban hewani sama dengan pola hidup zaman batu.

CINTA ADALAH KEINGINAN UNTUK SELALU TERHUBUNG, MENDUKUNG, DAN MEMELIHARA ALAM BESERTA ISINYA
Manusia level zaman batu, cintnya bersyarat benda. Di dalam Al-Qur’an dijelaskan, “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia KECINTAAN kepada apa-apa yang diingini (HAWA), yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (Ali Imran, 3:14).

Menurut Hawkins, cinta pada manusia level 500 adalah cinta tidak bersyarat benda atau kondisi. Cinta ini tidak akan berubah, dan permanen. Cinta yang tidak berfluktuasi, cinta yang bersumber pada diri seseorang tanpa terpengaruh faktor eksternal apapun.  Mencintai adalah keinginan untuk terhubung (menjaga silaturahmi) dengan dunia diwujudkan dalam prilaku memaafkan, mengasuh, dan mendukung. Mencintai adalah kafasitas mendukung orang lain untuk mencapai prestasi (kesejahteraan) tertinggi karena kemurnian niatnya.

Cinta berfokus pada kebaikan dalam kehidupan, dalam segala ekspresi dan ungkapannya selalu positif. Cinta mencairkan negatifitas dengan merekonstekstualisasi dibanding menyerang. Bagi orang-orang yang sudah diraksuki cinta sejati, semua kejadian akan diubah oleh pikirannya menjadi sudut pandang baik. Hanya sedikit orang (0,04% populasi dunia) yang bisa hidup dengan kualitas cinta sejenis ini.

Akhirnya mari kita beri kesimpulan tentang definisi cinta, agar kita bisa mengajari anak-anak. Cinta sejati adalah keinginan (HAWA) untuk selalu menjalin, menjaga, hubungan (silaturahmi) dengan alam dan manusia di dalamnya. Orang-orang yang dipenuhi rasa cinta, mewujudkan cintanya dalam prilaku selalu memaafkan segala kesalahan orang lain, dan memelihara (mendidik, mendukung) orang lain dan seluruh makhluk untuk bisa mencapai derajat kualitas kehidupan tertinggi.  

Inilah ekspresi dari derajat orang-orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya. Dan inilah kompetensi tertinggi yang harus dimiliki oleh para pendidik.   

Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun (memperbaiki) lagi Maha Penyayang (memelihara). (Ali Imran, 3:31)

Semoga Allah melimpahkan rasa cinta kepada kita semua. Cinta tanpa syarat, seperti cintanya Allah dan Rasul-Nya kepada seluruh alam. Demikian penjelasan saya. Wallahu ‘alam.

(Penulis Master Trainer Logika Tuhan).

Saturday, July 14, 2018

UKURAN MANUSIA DEWASA

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Ukuran manusia dewasa lazim diakui semua orang, dilihat dari umur. Kesepakatan ini dibakukan dalam undang-undang. Manusia dewasa menurut undang-undang RI adalah berusia 18 tahun. Oleh karena itu hati-hati, yang menikahi perempuan di bawah 18 tahun bisa dianggap melanggar undang-undang dengan sangkaan menikahi perempuan di bawah umur.

Namun faktanya kategori orang dewasa tidak bisa diukur dari umur belaka. Ukuran dewasa harus dilihat dari unsur lain yang lebih substantif. Melihat kedewasaan dari aspek umur hanya bersifat kuantitatif.

Kedewasaan bisa juga dilihat dari aspek fisik, ditandai dengan perubahan bentuk tubuh dan perubahan orientasi seks dan hormon. Ukuran kedewasaan ini juga masih dalam kategori kuantitatif.


Sebaliknya ada ukuran kedewasaan yang bersifat kualitatif. Ukuran ini mengarah kepada substansi berupa sikap atau akhlak manusia. Secara kualitatif ukuran kedewasaan sangat tergantung pada perbendaharaan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan adalah prasyarat kedewasaan seseorang, semakin banyak ilmu yang dimiliki maka semakin besar kemungkinan orang bersikap dewasa. Dalilnya di dalam Al-Qur’an adalah;

Dan tatkala dia cukup dewasa, Kami berikan kepadanya hikmah dan ilmu. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (Yusuf, 12:22)

Ilmu pengetahuan adalah faktor penentu seseorang dalam berprilaku. Orang-orang yang melakukan kekerasan dia melakukannya dengan kadar pengetahuan yang dimilikinya. Di dalam otak orang-orang yang melakukan kekerasan, dia tidak menemukan cara-cara damai dalam menyelesaikan masalah hidupnya. Sekalipun ada yang memberi tahu, dia tidak memiliki pengalaman dan keyakinan bahwa dengan cara-cara damai masalahnya dapat diselesaikan.

Ilmu pengetahuan yang dapat mendewasakan seseorang harus bersumber pada yang benar. Sumber ilmu pengetahuan yang dijamin benar, membawa kedamaian adalah kitab suci Al-Qur’an.

Fakta secara substansi, kedewasaan seseorang terlihat saat menyikapi segala kejadian. Sikap-sikap orang dewasa dalam menyikapi segala kejadian diatur dalam kitab suci Al-Qur’an. Aturan itu bersifat baku oleh karena itu menjadi alat ukur kedewasaan seseorang. Berikut adalah alat ukur paling dasar dari kedewasaan seseorang bersumber dari Al-Qur’an.

Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu MEREKA TELAH CERDAS (pandai memelihara harta), maka SERAHKANLAH KEPADA MEREKA HARTA-HARTANYA. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) SEBELUM MEREKA DEWASA. (An Nisaa, 4:6)

Bedasarkan konsep-konsep yang ada dalam Al-Qur’an di atas, secara kasat mata kedewasaan seseorang dapat dilihat dari kecerdasannya. Bila kita hubungkan dengan Surat Yusuf ayat 22, dapat disimpulkan bahwa orang-orang cerdas adalah mereka yang diberi hikmah (kemampuan mencipta) dan ilmu.

Surat An Nisaa ayat 6, menjelaskan lebih lanjut bahwa orang-orang dewasa yang telah diberi hikmah dan ilmu adalah mereka yang pandai mengelola harta. Mereka yang pandai mengelola harta adalah yang mampu membelanjakan hartanya di jalan Tuhan, yaitu yang menyisihkan sebagian hartanya untuk kepentingan umum, anak-anak yatim, fakir miskin, orang tua jompo dan sebagainya.

Menurut Al-Qur’an kecerdasan paling mendasar yang bisa dilihat dan menjadi ukuran bahwa orang itu sudah dewasa adalah mereka yang bisa mendonasikan sebagian hartanya untuk kepentingan orang lain (sedekah). Konsep sedekah itu kemudian diimplementasikan dalam berbagai aktivitas kehidupan, yaitu dalam dagang, politik, sosial, dan budaya.   

Dengan demikian kita bisa melihat siapa orang-orang dewasa dan siapa anak-anak. Bukan dilihat dari umurnya tetapi dilihat dari cara-cara mengelola harta yang dimilikinya, dan caranya menyikapi segala kejadian.

Ciri sikap yang paling menonjol dari orang dewasa, dijelaskan dalam Al-Qur’an, “Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, (Fushshilat, 41:34). Lihatlah dengan mata kepala sendiri, mereka orang-orang dewasa menolak kejahatan dengan kebaikan.

Berdasarkan hasil riset David R. Hawkins level orang-orang dewasa ada di level power. Orang-orang di level ini memancarkan energi dari rentang 200 menuju damai sejahtera 1000. Lebih lanjut akan saya jelaskan di artikel berikutnya. Demikian saya sampaikan untuk semata mendapat keridhaan Allah swt.

(Penulis Master Trainer Logika Tuhan)