OLEH: MUHAMMAD PLATO
Pada
prinsipnya wanita menginginkan kesetiaan dari satu laki-laki, dan naluri kaum
laki-laki adalah mengawini lebih dari satu wanita. Perbedaan tabiat ini sudah
dikabarkan di dalam Al-Qur’an.
Dan jika kamu takut tidak akan
dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu
mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga
atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu
adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (An Nisaa,4:3)
Perbedaan
tabiat ini menimbulkan konflik antara laki-laki dengan kaum wanita. Suka atau
tidak, kaum laki-laki punya naluri untuk mengawini lebih dari satu wanita.
Masalahnya adalah ada laki-laki yang memiliki kemampuan dan ada yang tidak.
Banyak
faktor yang mendorong kemampuan laki-laki untuk mengawini wanita lebih dari
satu. Keberanian laki-laki salah satunya diukur dari kemampuan finansial untuk
membiayai hidup wanita yang dikawininya lebih dari satu. Kemampuan finansial
menjadi salah satu alat ukur yang kasat mata dari laki-laki adil ketika
mengawini wanita lebih dari satu. Kemampuan lainnya adalah kemampuan laki-laki
mengajarkan pasangannya dalam memahami ketentuan Allah yang tertulis dalam
kitab suci.
Kuatnya
tabiat kaum wanita untuk memiliki satu laki-laki, menjadi sebab Allah memberi
ganjaran syurga bagi kaum wanita yang mampu melampauinya. Allah memandang, kaum
wanita yang rela pasangannya mengawini wanita lain, dia telah memiliki
kepasrahan total kepada ketetapan Allah swt.
Allah
mengetahui, dia telah berkorban dengan jiwanya, dan inilah pengorbanan terbesar
kaum wanita sehingga Allah menilai mereka layak mendapat balasan syurga. Setelah
wanita dapat jaminan syurga langsung dari Allah, lalu manusia mana lagi yang
lebih tinggi kedudukannya?
Untuk
itu wanita yang mampu menerima poligami sebagai ketetapan Allah, dan tidak
punya prasangka buruk terhadap ketetapan Allah, dia punya kedudukan tinggi, dan
terhormat dihadapan Allah. Wanita tersebut dinilai tidak punya ketergantungan
kepada makhluk (laki-laki), seperti Korun tergantung pada hartanya. Wanita yang
rela dipoligami, dia telah berhasil menundukkan hawa nafsunya yang cenderung tergantung
pada makhluk (laki-laki), ini artinya dia telah selamat dari sifat syirik.
Kondisi
saat ini justru terbalik, kaum wanita yang berstatus dipoligami dianggap
sebagai wanita kelas dua dan tidak terhormat. Ini terjadi akibat persepsi dan
budaya masyarakat yang tidak memahami ajaran agama dan tidak menghargai
ketentuan Allah.
Pemberitaan
terhadap pasangan setia terhadap satu perempuan dianggap cinta sejati. Kemudian
didramatisir melalui film cinta muda mudi yang penuh romantisme dan erotisme, sehingga
persepsi ini menyebar ke seluruh dunia menjadi satu-satunya pola pikir yang dianggap
benar. Sementara berita tentang
tentramnya kehidupan kaum perempuan yang hidup dalam dunia poligami dianggap berita mengada-ngada dan
tidak pantas diberitakan.
Benar!
Jalan menuju syurga bagi kaum wanita bukan satu-satunya melalui poligami. Jalan
surga bagi kaum wanita yang lainnya adalah dengan menjadi istri yang taat dan
berbakti pada suami. Namun kembali masalahnya, jika wanita tidak mengizinkan
suami berkemmpuan yang hendak menikahi wanita lebih dari satu adalah tidak
masuk pada kategori wanita taat pada suami, lalu bagaimana mau masuk surga?
Wanita
yang tidak menerima dan berprasangka buruk terhadap ajaran poligami sama dengan
berprasangka buruk pada Allah. Wanita itu masih terikat pada nalurinya bukan
terikat pada aturan Allah. Secara akidah kondisi wanita ini telah menyimpang
karena memiliki keterikatan kepada selain Allah. Akibatnya prilaku-prilaku
wanita seperti ini menjadi destruktif, dan lebih memilih melakukan jalan yang
dibenci Allah yaitu perceraian.
Wanita-wanita
yang memiliki kecurigaan kepada suami bahwa nikahnya adalah karena keinginan syahwat
belaka adalah prasangka buruk. Sementara prasangka buruk adalah dosa. Prasangka
terlahir karena melihat fakta negatif dari poligami, sementara fakta positif poligami
seperti sengaja ditutupi.
Di
sinilah kita harus waspada, ada perang ideologi yang sengaja ditampilkan untuk
mendeskreditkan dan merendahkan salah satu ajaran agama. Sementara dewasa ini
dengan perkembangan teknologi informasi, telah terungkap dalam kitab suci
berbagai agama, bahwa ajaran poligami terdapat dalam setiap ajaran agama.
Ketakutan
kaum wanita jika pasangannya menikah lagi, mencerminkan sikap perempuan yang
bakhil (kikir) alias tidak mau berbagi jiwa dan harta dengan sesama. Kaum
wanita benar-benar tersandra dengan ayat poligami. Kecuali bagi kaum wanita
yang bisa memahami hakikat dan hikmah mengapa Allah menjelaskan aturan poligami
bagi kaum laki-laki.
Untuk
itu puncak spiritualitas, ketakwaan dan keimanan kepada Allah kaum wanita
terletak pada penerimaan, kepasrahan, dan kewajaran, mereka terhadap ajaran
poligami. Sesungguhnya Allah telah menetapkan takdirnya, maka taat dan tunduk
pada ketentuan Allah lah yang akan membawa selamat semua umat manusia baik
wanita maupun laki-laki.
Faktor
terberat syarat poligami bagi kaum laki-laki adalah ada ajaran Allah yang tidak
boleh menganiaya kaum perempuan yang sudah taat kepada suami. Wujud keadilan
dalam kepemimpinan adalah tidak ada yang teraniaya. Sementara Allah benci
kepada orang-orang yang berlaku aniaya. Wallahu ‘alam.
(Penulis
Master Trainer Logika Tuhan)