Friday, April 23, 2021

AL-QUR’AN BICARA EMANSIPASI WANITA

 OLEH: MUHAMMAD PLATO

Apakah kepemimpinan wanita menjadi pertanda bahwa di Indonesia telah terjadi emansipasi wanita? Apakah tampilnya pemimpin wanita dalam kepemimpinan sebagai kabar baik? Saya tidak akan mempermasalahkan kepemimpinan wanita dalam dunia politik dan aspek kehidupan lain, tetapi wanita dan laki-Laki memiliki perbedaan itu fakta.

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (An Nisaa, 4:34).

Ayat di atas menjadi kontroversi dan mengajak semua orang berpikir bagaimana menerapkan emansipasi wanita dalam kehidupan nyata. Ayat ini mengajak dan melahirkan banyak tafsir dan penafsir. Siapa yang berhak menafsir ayat ini? Semua orang yang memiliki kemampuan intelektual tinggi. Para lulusan sarjana dan pasca sarjana, dari berbagai bidang ilmu berhak menafsir dengan perbendaharaan pengetahuan yang dimilikinya. Allah tidak pernah membatasi siapa yang berhak memahami Al-Qur’an dan siapa yang tidak berhak. Al-Qur’an adalah berkah untuk manusia dan siapapun berhak untuk berhubungan langsung dengan Al-Qur’an sesuai dengan kapasitas intelektualnya.

Kiai Hendi Noor seorang sarjana Fisika yang rajin mengikuti kajian Al-Qur’an dari youtube, memiliki penafsiran yang dipahaminya sendiri. Konsep “arijalu” yang ditafsirkan sebagai kata laki-laki tidak dipahami secara lahiriah. Arijalu dalam kontek batiniah adalah ruh yang suci yang ditiupkan Allah ke dalam jasad manusia. Laki-laki dan wanita memiliki ruh yang harus jadi pemimpin dalam kehidupan dunia. Kelak yang akan di adili di akhirat laki-laki maupun perempuan adalah ruh. Sedangkan kata “nisaa” tidak dipahami sebagai wanita dalam arti gender, melainkan jasad.

Selanjutnya Kiai Hendi Noor menyimpulkan bahwa bukan laki-laki atau perempuannya yang harus memimpin tetapi baik laki-laki maupun perempuan harus dipimpin oleh Ruhaninya “jallu” bukan oleh naluri yang sudah dipengaruhi jasadnya “nisaa”.

Dalam kontek penafsiran di atas, Kiai Hendi Noor tidak mempermasalahkan jika ada seorang wanita menjadi pemimpin, karena di dalam diri wanita itu sendiri sesungguhnya ada ruh yang harus jadi pemimpin ketika wanita itu menjadi pemimpin. Tafsir kiai Hendi Noor masuk kategori lapis dua dengan tingkat abstraksi tinggi.

Dengan hadirnya penfasiran seperti Kiai Hendi Noor, apakah penafsiran bahwa laki-laki secara fisik ditakdirkan sebagai pemimpin salah? Faktanya secara statistik saat ini, pemimpin pemimpin negara lebih banyak dipegang oleh laki-laki. Secara kodrat fisik laki-laki lebih memungkinkan untuk jadi pemimpin. Berdasarkan struktur otak, laki-laki yang lebih dominan gunakan logika lebih memungkinkan untuk jadi pemimpin. Laki-laki selama hidupnya tidak ada masa-masa kritis dimana emosi tidak stabil, berbeda dengan wanita yang memiliki masa emosi tidak stabil karena datang bulan.

Secara fisik wanita pun memiliki tugas untuk hamil untuk menjaga eksistensi manusia. Untuk itu wanita dibatasi geraknya selama sembilan bulan mengandung. Setelah itu ada fase menyusui sampai usia anak dua tahun. Melihat kondisi fisik seperti ini, ada layaknya bahwa kata “arijalu” ditafsirkan dengan laki-laki dan “nisaa” adalah wanita. Realitasnya para Nabi yang diutus dikabarkan di dalam kitab suci Al-Qur’an sebagai laki-laki.

Lalu tafsir mana yang akan digunakan? Kedua-duanya bersumber pada Al-Qur’an. Tidak perlu ada perselisihan tafsir mana yang benar, karena kebenaran mutlak milik Allah. Perseisihan, pertikaian, sudah jelas sebabnya karena masing-masing sudah jadi tuhan-tuhan selain Allah.

Perbedaan pendapat adalah realitas hidup dari Tuhan, tujuannya agar manusia tidak saling mengklaim kebenaran dan harus saling memberi kesempatan untuk mengekspresikan pemikirannya. Tujuan dari kehidupan adalah kondisi damai yang saling menghargai perbedaan dengan rujukan pola pikir Al-Qur’an. Budaya atau kebiasaan masyarakat tidak serta merta dapat disalahkan karena tafsir-tafsir Al-Qur’an bisa hidup dalam budaya masyarakat. Manusia hidup dalam lautan takdir Tuhan, dan Al-Qur’an akan membenarkan mana yang harus manusia terus lakukan atau hentikan.

Laki-laki jadi pemimpin memiliki dasar pemikiran dari Al-Qur’an, dan wanita menjadi pemimpin dilandasi pemikiran dari Al-Qur’an. Pemikiran mana yang mau dilakukan, takdir Tuhan yang akan menentukan. Al-Qur’an diturunkan untuk memudahkan tidak untuk menyulitkan manusia. Wallahu’alam.

Sunday, April 18, 2021

AGAMA ILMU BERPIKIR

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Agama pada era disrupsi ini sering jadi perbincangan, bahkan perbincangannya kontra produktif, seolah-olah agama menjadi faktor penghambat perubahan dan persatuan bangsa. Pandangan ini sangat tendensius bukan datang dari kaum intelektual kelompok manapun, pandangan ini datang dari mereka yang pikirannya sangat dipengaruhi oleh kepentingan pribadi dan golongan untuk suatu kepentingan.

Jika manusia terdiri dari ruh dan jasad, maka ruh adalah inti dari manusia. Berpikir adalah bagian dari aktivitas yang dilakukan ruh. Pengetahuan adalah makanan ruh yang akan diolah dengan aktivitas berpikir dan menghasilkan kesimpulan demi kesimpulan sebagai dasar manusia dalam bertindak, berprilaku dan berkepribadian.

Agama berkaitan dengan kecerdasan intelektual seseorang. Keberagamaan seseorang akan berbanding lurus dengan kecerdasan intelektualnya. Edward Said tidak membedakan peran alim ulama dengan para intelektual, mereka sama-sama memiliki tugas menyebarkan ajaran-ajaran damai dan kebaikan dari Tuhan atau pewaris para Nabi.

Nabi Muhammad saw dalam hadis menjelaskan bahwa tujuan dari agama adalah memperbaiki akhak (kepribadian atau karakter) seseorang. Pembentukkan akhlak dalam ilmu pendidikan meliputi tiga ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Untuk itu agama dalam kacamata pendidikan adalah ilmu yang bertujuan membentuk pola pikir, perasaan, dan prilaku yang sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah. Ritual dan kepribadian yang ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari adalah kegiatan psikomotor sebagai pengikat pikiran dan perasaan.

Pembentuk perasaan dan psikomotor adalah kegiatan pola pikir yang ada di wilayah kognitif.  Berpikir adalah pekerjaan ruh sebagai inti dari kehidupan manusia. Ruh adalah daya berpikir kreatif yang ditiupkan langsung oleh Tuhan sebagai bagian unsur inti dalam diri manusia. Mahmud Thoha (1994) mengatakan bahwa ruh adalah daya entrepreneurship yang dimiliki oleh setiap manusia.  Pendidikan berkaitan erat dengan usaha sadar untuk menjadikan ruh manusia berpikir sehat sesuai dengan apa yang diajarkan oleh para Nabi kepada umat manusia.

Perbedaan pola pikir terletak pada sumber pengetahuan, dominasi, dan egoisme. Perbedaan pengetahuan membuat perbedaan persepsi. Dominisasi dan propaganda, membangun persepsi publik hingga jadi pola pikir bersama. Egoisme membangun persepsi berdasar pada kepentingan-kepentingan pribadi atau golongan. Sumber pengetahuan agama dari kitab suci Al-Qur’an  membebaskan manusia dari keterikatan manusia pada alam, dominasi tradisi nenek moyang, dan sifat-sifat berlebihan mementingkan diri sendiri yang dilakukan manusia.

Nabi Muhammad saw pertama kali berdakwah di Mekkah adalah mengajarkan berpikir Tauhid yaitu mengesakan Allah sebagai dzat yang tidak berwujud dan tidak dapat dipersamakan dengan manusia. Cara berpikir seperti ini membutuhkan kecerdasan nalar dengan sumber pengetahuan dari Al-Qur’an. Sebagaimana Allah jelaskan di dalam Al-Qur’an orang-orang beriman melaksanakan shalat dan berbuat baik pada sesama sesungguhnya mereka yang memiiki pikiran sehat.

“Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.” (Ali Imran, 3:7)

Al-Qur’an adalah sumber pengetahuan sebagai pijakan berpikir. Berpikir kepada selain sumber dari Al-Qur’an seperti berpijak pada batu mengambang. Diihatnya batu tetapi ketika dipijak akan tenggelam. Sumber pengetahuan dan berpikir adalah permasalahan manusia dalam berpikir. Manusia-manusia yang tidak mengenal Tuhan bukan karena tidak berpikir, tetapi bermasalah di sumber pengetahuan.

Hanya agama yang membawa sumber pengetahuan yang otentik yang layak dijadikan agama. Ajaran agama yang membawa kabar pengetahuan dari karangan manusia adalah penyebab kekacauan dalam berpikir. Manusia-manusia yang berpikir pada sumber dari Al-Qur’an tidak akan mengklaim kebenaran tetapi hanya menyampaikan kebenaran. Bagi orang-orang yang berpikir bersumber pada Al-Qur’an perbedaan akan jadi kenyataan yang tidak saling membahayakan. Kehidupan akan jadi harmoni dan menyejukkan hati. Hati damai hadir dari pikiran sehat yang dipandu dari pengetahuan agama yaitu Al-Qur’an. Wallahu’alam. 

Tuesday, April 13, 2021

HATI-HATI PADA ORANG YANG KAMU BANTU

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Hati-hati pada orang yang kamu bantu! Nasihat ini mengajak kita untuk berpikir. Pesan ini mengandung arti kehati-hatian tinggi bagi orang-orang beriman. Orang-orang yang kita bantu, menurut pemikiran kita semestinya mereka menjadi orang yang berprilaku baik pada kita. Apa jadinya jika orang-orang yang kita bantu mengkhianati kita sendiri? Pada saat orang-orang yang kita bantu berkhiatan, berprilaku buruk pada kita, di sinilah kehati-hatian kita untuk menyikapinya.

Pesan hati-hati pada yang yang kita bantu, mengandung pesan bersumber pada ayat Al-Qur’an. Perasaan sakit, kecewa, kesal, benci, dendam, mudah tumbuh pada diri seseorang ketika orang yang diberi bantuan berkhianat.  Pengkhiatan seseorang adalah pupuk penumbuh subur penyakit-penyakit hati. Pada saat ini emosi harus terkendali agar sikap atau reaksi terhadap pengkhiatan tidak menjadi keburukan sikap yang lebih buruk.

Kasus yang sering terjadi ketika pengkhianatan terjadi, emosi sering tidak terkendali dan membabi buta. Hal yang harus hati-hati untuk tidak dilakukan adalah mengungkap semua kebaikan yang telah diberikan kepada mereka yang mengkhinati. Mengungkap semua kebaikan yang pernah diberikan akan mengubah niat ikhlas seseorang dalam berbuat baik. Kebaikan yang pernah dilakukannya akan berubah menjadi kebaikan yang mengharuskan seseorang untuk membalas kebaikan.

Sebuah pemberian yang diiming-imingi dengan harapan seseorang untuk membalas kebaikan yang dilakukannya adalah bukan pekerjaan baik.  Ukuran kebaikan adalah ketika kebaikan yang dilakukan hanya diharapkan kepada Allah, ketika berharap kepada manusia maka tidak ada kebaikan karena kiblatnya atau tauhidnya kepada manusia.

Orang yang mengungkit kebaikan yang dilakukannya kepada orang lain adalah alamat kebangkrutan bagi orang tersebut. Allah peringatkan kondisi orang seperti ini dalam sebuah perumpamaan.

“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena ria kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (Al Baqarah, 2:264).

Secara psikologis manusia yang menerima pembalasan buruk dari orang yang pernah dibantunya akan membangkitkan seluruh sifat buruk yang dimilikinya. Sifat buruk tersebut adalah ketika mengungkap seluruh bantuan kebaikan yang pernah dilakukannya dengan sumpah serapah, kata-kata menyakitkan hingga melukai orang-orang yang menerimanya. Ketika ini terjadi maka terungkap, tujuannya berbuat baik ternyata bukan karena Allah tetapi karena ingin dibalas kebaikan oleh orang orang yang dibantunya. Hingga pada kondisi ini kiblat manusia bukan lagi kepada Allah tetapi kepada manusia. Maka orang-orang itulah yang dikategrikan orang-orang ria yaitu orang yang berkibat kepada manusia dalam berbuat baik. Tidak ada sedikitpun kebaikan bagi mereka yang mengungkap kebaikannya karena ingin dihargai dihormati oleh orang yang pernah dibantunya. Kebaikannya akan hilang seperti tanah di atas batus licin yang ditimpa hujan lebat.

Penjelasan lain, orang-orang yang mengungkap seluruh kebaikan yang dilakukannya kepada orang lain dengan menyakiti, prilakunya bertentangan dengan apa yang diperintahkan Allah. “Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan. Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (Al Baqarah, 2:263). Kualitas manusia terbaik adalah mereka yang berkata tetap baik, dan pemberi maaf sekalipun kebaikan mereka dibalas keburukan oleh manusia yang dibantunya.

Allah mengajari kepada manusia untuk berakhlak seperti Allah, yaitu pemberi maaf dan penyantun. Sekalipun tidak seluruh manusia bersyukur kepada Allah atas rezeki yang diberikan-Nya, Allah masih tetap menyantuni dan membuka pintu maaf kepada semua manusia.  Umat Islam yang membaca Al-Qur’an sebagai kitab suci ilmu pengetahuan dari Allah, selayaknya memahami dan menghayati ayat-ayat Allah sampai bisa tampil menjadi manusia-manusia unggul dengan menjadi pribadi-pribadi agung seperti pribadi Rasullullah SAW. Berhati-hatilah pada orang yang kamu bantu! wallahu’alam.

Sunday, April 11, 2021

AGAMA ILMU DUNIA

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Pendapat mainstream dari sudut pandang sekuler ilmu alam dan sosial dianggap ilmu tentang dunia, dan ilmu agama dianggap ilmu akhirat. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, paradigma berpikir sekuler terus mendominasi pola pikir umat manusia termasuk pemikiran kelompok-kelompok umat beragama. Dengan susah payah para kelompok religius menncoba memasukkan pola pikir keberagamaannya agar cocok dengan paradigma sekuler. Kelompok pemikir ini mencoba mendamaikan agama dengan pemikiran sekuler, sekalipun cara berpikirnya berbelit-belit dan susah dimengerti oleh orang.

Ketika seorang filsuf ditanya bagaimana hubungan antara agama dengan nation building? Agama dianggap tidak bisa dijadikan sebagai faktor pembentuk pola pikir kebangsaan. Katanya, agama adalah urusan pribadi antara manusia dengan Tuhannya, bersifat personal dan tidak bisa dijadikan sebagai dasar berpikir dalam kenegaraan. Ini pola pikir berisiko sebenarnya, karena dengan paradigma seperti ini ketika manusia bernegara maka seluruh warga negara refleksi otaknya tidak berTuhan. Otaknya berisi Tuhan ketika melakukan ritual ibadah. Di luar ritual ibadah Tuhannya kembali hilang dari ingatan. 

Cara pandang sekuler sebenarnya bisa diterapkan dalam bernegara, namun terlalu berbelit-belit cara berpikirnya. Sulit menjelaskannya, apalagi kepada orang-orang awam yang tidak suka belajar berpikir. Daripada memaksakan cara berpikir yang rumit untuk dipahami, sebagai manusia yang pasti dalam otaknya ada Tuhan, seharusnya mengambil cara-cara berpikir yang bersumber kepada ajaran agamanya.  Ajaran agama harus benar-benar berdasar dari kitab suci yang orisinalitasnya dapat dipertanggungjawabkan masih bersumber dari Tuhan. Sangat tidak logis jika manusia menjadikan kitab suci sebagai sumber keberagamaan sementara di dalam kitab suci tersebut ada pemikiran-pemikiran manusia. Jadi ketika umat beragama berkiblat pada kitab suci sementara di dalamnya ada pemikiran-pemikiran manusia maka dia tidak sedang berkiblat pada pola pikir Tuhan tapi pada pola pikir manusia.


Al-Qur’an menawarkan cara berpikir yang mudah dipahami dan dapat dijadikan panduan dalam kehidupan sehari-hari dala berbangsa dan bernegara. Lalu seorang filsuf berbicara, Al-Qur’an tidak bisa dijadikan langsung sebagai car akita berpikir dalam hidup bernegara. Filsuf ini sedang menjadi Tuhan, karena dia mengeluarkan kata larangan bagi seseorang untuk berpikir bersumber langsung kepada kitab suci Al-Qur’an padahal mereka sendiri yang mengusung kata kebebasan berpikir.

Agama adalah ilmu dunia plus akhirat. Dunia tidak dapat dipisah-pisah karena Tuhan menciptakan alam dalam sistem ketersalinghubungan. Benda-benda tidak berdiri sendiri-sendiri, semua benda memiliki eksistensi jika saling berhubungan.  

Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman? (Al Anbiyaa’, 21:30)

Inilah cara berpikir yang diajarkan Allah dalam Al-Qur’an langit dan bumi tidak terpisah. Artinya memahami kehidupan dunia ini tidak bisa dipahami secara terpisah-pisah. Keterpaduan adalah cara berpikir yang diajarkan Allah dalam Al-Qur’an. Prakteknya adalah segala tindakan manusia secara nyata dikendalikan pikiran yang harus bersumber pada petunjuk sebagaimana Allah perintahkan.

dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur'an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. (Al Baqarah, 2:4)

inilah ilmu dunia yang diajarkan Allah, bahwa bagi manusia-manusia yang beriman kepada Tuhan mereka harus punya pemikiran bahwa hidup dunia akan terus berkesinambungan sampai pada kehidupan akhirat. Kehidupan dunia tidak terputus karena kematian. Tindakan-tindakan manusia di dunia akan mengalami kematian namun pikiran-pikiran akan terus berlangsung sampai akhirat. Untuk itulah yang diadili dikahirat adalah prilaku-prilaku pikiran manusia. Maka dari itu, Rasulullah saw menjelaskan bahwa semua manusia akan diadili berdasarkan niat-niatnya dalam arti pikiran-pikirannya. Semua manusia bertindak berdasarkan apa yang dipikirkannya.

Paradigma pemisahan ilmu umum dan ilmu agama adalah paradigma manusia. Buya Syakur berpendapat Nabi Muhammad saw ketika memerintahkan pada umat untuk mencari ilmu, tidak ada spesifik ilmu apa yang harus dipeajari. Pada saat itu para sahabat belajar ilmu dari Yunani, Parsi, China, karena pada saat itu memang adanya ilmu-ilmu tersebut. Jadi pemisahan ilmu agama dan umum hanya paradigma saja atas dugaan manusia yang tidak berdasar pada pengetahuan dari Al-Qur’an.

“Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka". (Al Baqarah, 2:201).

Begitulah panduan cara berparadigma berpikir sebagaimana Allah ajarkan kepada manusia. Maka dari itu agama yang sumbernya dari Al-Qur’an adalah ilmu dunia. Ilmu yang dapat memandu manusia agar bisa hidup sejahtera di dunia karena diakhirat orang-orang masuk neraka gegara tidak becus hidup di dunia. Wallahu’alam.

Monday, April 5, 2021

RASISME, BODY SHAMING, HARAM

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Perbedaan ras, warna kulit, bentuk tubuh, adalah takdir Allah yang tidak bisa diubah. Sekalipun manusia berbeda-beda bentuk rupa dan warna kulit, Allah mengatakan semua manusia sudah diciptakan dengan bentuk rupa terbaik.

“sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (At Tiin, 95;04)

Sekalipun pandangan manusia menemukan berupa-rupa wujud manusia, sesungguhnya manusia harus mengikuti pandangan Allah bahwa sesungguhnya manusia sudah diciptakan Allah dengan bentuk yang sebaik baiknya. Inilah pandangan yang mengikuti apa yang Allah kabarkan dalam ayat-ayat Nya.

Atas dasar itu, tidak ada alasan bagi manusia merasa lebih baik karena meihat bentuk. Tidak ada alasan bagi manusia merasa lebih baik karena melihat ras. Tidak ada alasan bagi manusia merasa superior karena keturunan. Juga tidak ada alasan merasa lebih indah karena melihat warna kulit, dan tidak ada alasan merasa lebih sempurna karena melihat bentuk rambut. Dalam ciptaan Allah pada seluruh tubuh manusia tidak ada yang buruk. Sesungguhnya pandangan manusia selalu tertipu oleh rupa dan bentuk, kecuali orang-orang yang berakal sehat.

Allah menentukan ukuran kemuliaan manusia bukan dari bentuk, ras, suku, atau keturunan. Allah adil mengukur kemulian manusia dari sesuatu yang semua manusia bisa melakukannya tanpa biaya, tanpa otot, dan aksesosris benda. Allah melihat kemuliaan manusia dari bagaimana manusia mengasihi kepada manusia lain, terutama kepada kedua orang tua, kepada tetangga, kerabat, orang-orang miskin, yatim piatu, tanpa memandang ras, suku, keturunan dan agama. Kemuliaan manusia dalam pandangan Tuhan adalah manusia yang paling baik karakternya dalam menjalin silaturahmi, dan komunikasi dengan sesama manusia.

Dalam kisah hidup Nabi Muhammad saw, Beliau mengajarkan agama kepada masyarakat Arab dengan kelemah lembutan. Kekerasan dalam menyebarkan agama yang dituduhkan kepada Nabi Muhammad saw, sangat tidak beralasan jika melihat perang demi perang yang dihadapi oleh Nabi Muhammad saw jumlahnya selalu tidak seimbang, antar 1 berbanding 10.

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Al Hujurat, 49:13).

Ayat di atas adalah argument dari Allah bahwa kemuliaan manusia bukan dari jabatan, rupa, keturunan, rasa, keilmuan, harta kekayaan, atau popularitas. Orang yang mulia dihadapan Allah bisa jadi dari orang berkedudukan, punya kekayaan, berketurunan bangsawan, cacat, tidak punya harta, tidak punya jabatan, pekerja rendah dan bukan dari golongan berilmu. Semua manusia memungkinkan menjadi manusia mulia dihadapan Allah dengan ukuran yang telah Allah tetapkan.

Oleh karena itu, sikap rasisme, merendahkan orang karena meihat bentuk, warna kulit, teknologi, pekerjaan dan kekayaan, adalah perbuatan haram karena sangat menentang kondrat yang Allah tetapkan yaitu semua manusia telah Allah ciptakan dengan bentuk sebaik-baiknya. Untuk itu Allah memerintahkan kepada manusia untuk berlaku lemah lembut, saling mengenal dan bersahabat untuk menjaga kehidupan damai.

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (An Nisaa, 04:01).

Inilah ayat ayat pedoman hidup untuk manusia agar manusia hidup sejahtera di dunia dan akhirat. Bagi siapa yang taat kepada Allah, sesungguhnya Allah lah yang akan menjaga kesejahteraan hidupnya. Wallahu’alam.

Sunday, April 4, 2021

RAHASIA KETAMPANAN NABI YUSUF

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Setiap orang pasti terjebak karena selalu membayangkan bahwa ketampanan Nabi Yusuf dilihat dari wajahnya. Untuk itu tidak semua orang bisa tampan seperti Nabi Yusuf. Padahal ketampanan Nabi Yusuf yang hakiki bukan dari wajahnya tetapi dari kepribadiannya. Maka dari itu, semua orang bisa setampan Nabi Yusuf dengan meneladani kepribadian-kepribadian yang dimiliki oleh Nabi Yusuf.

Jika keutamaan Nabi Yusuf dari ketampanan, maka tidak semua orang tampan menarik hati para wanita. Maka dari itu, wanita-wanita baik hanya tertarik pada ketampanan akhlak dari para kaum lelaki. Seperti Khadijah tertarik pada Nabi Muhammad saw bukan karena ketampanan fisiknya sekaipun Nabi Muhammad tampan, namun karena ketampanan akhaknya yaitu kejujurannya.

Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: "Marilah ke sini." Yusuf berkata: "Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik." Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung. (yusuf, 12:23)

Ketampanan Nabi Yusuf yang dapat dimiiki oleh kita adalah kemampuan membalas kebaikan orang lain dengan kebaikan sebagai mana Allah mengajarkan. Nabi Yusuf menolak ajakan mesum karena ingat kebaikan demi kebaikan yang telah dilakukan oleh majikannya.

Yusuf berkata: “Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan. (12:47). Ketampanan Nabi Yusuf adalah kemampuannya dalam mengelola investasi modal, aset, bahan pokok, miik negara untuk mempersiapkan kesejahteraan masyarakat di masa mendatang.

Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (12:53). Ketampanan Nabi yusuf terletak pada kemampuannya mengendalikan nafsu yang cenderung pada perbuatan buruk. Kemampuan Nabi Yusuf mengendalikan Nafsunya hingga Beliau tidak tergoda oleh bujuk rayu wanita.

Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan." (12:55). Selanjutnya, ketampanan Nabi Yusuf teretak pada kepandaian dalam mengelola uang negara untuk kepentingan rakyatnya. Beliau pandai dalam mengadministrasikan, dan mengatur pengeluaran serta pemasukan dengan jelas.

Dan tatkala Yusuf menyiapkan untuk mereka bahan makanannya, ia berkata: "Bawalah kepadaku saudaramu yang seayah dengan kamu (Bunyamin), tidakkah kamu melihat bahwa aku menyempurnakan sukatan dan aku adalah sebaik-baik penerima tamu? (12:59). Ketampanan Nabi Yusuf, Beliau mampu berbuat amanah, memberikan hak bantuan kepada rakyatnya tanpa melihat bagaimana rakyat memperlakukan baik atau buruk terhadap dirinya.

Mereka berkata: "Apakah kamu ini benar-benar Yusuf?" Yusuf menjawab: "Akulah Yusuf dan ini saudaraku. Sesungguhnya Allah telah melimpahkan karunia-Nya kepada kami". Sesungguhnya barang siapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik". (12;90). Ketampanan Nabi Yusuf adalah kesabaran dan ketakwaannya kepada Allah dalam menghadapi cobaan demi cobaan yang dialaminya.

Dia (Yusuf) berkata: "Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu), dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang." (12:92). Terakhir, ketampanan Nabi Yusuf adalah ketika membalas keburukan dengan kabaikan sekalipun dia berkemampuan menghukum orang yang mencelakainya. Yusuf tidak memiliki dendam dan membebaskan serta memaafkan kesalahan orang lain dengan balasan yang lebih baik. Wallahu’aam.