Tuesday, April 13, 2021

HATI-HATI PADA ORANG YANG KAMU BANTU

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Hati-hati pada orang yang kamu bantu! Nasihat ini mengajak kita untuk berpikir. Pesan ini mengandung arti kehati-hatian tinggi bagi orang-orang beriman. Orang-orang yang kita bantu, menurut pemikiran kita semestinya mereka menjadi orang yang berprilaku baik pada kita. Apa jadinya jika orang-orang yang kita bantu mengkhianati kita sendiri? Pada saat orang-orang yang kita bantu berkhiatan, berprilaku buruk pada kita, di sinilah kehati-hatian kita untuk menyikapinya.

Pesan hati-hati pada yang yang kita bantu, mengandung pesan bersumber pada ayat Al-Qur’an. Perasaan sakit, kecewa, kesal, benci, dendam, mudah tumbuh pada diri seseorang ketika orang yang diberi bantuan berkhianat.  Pengkhiatan seseorang adalah pupuk penumbuh subur penyakit-penyakit hati. Pada saat ini emosi harus terkendali agar sikap atau reaksi terhadap pengkhiatan tidak menjadi keburukan sikap yang lebih buruk.

Kasus yang sering terjadi ketika pengkhianatan terjadi, emosi sering tidak terkendali dan membabi buta. Hal yang harus hati-hati untuk tidak dilakukan adalah mengungkap semua kebaikan yang telah diberikan kepada mereka yang mengkhinati. Mengungkap semua kebaikan yang pernah diberikan akan mengubah niat ikhlas seseorang dalam berbuat baik. Kebaikan yang pernah dilakukannya akan berubah menjadi kebaikan yang mengharuskan seseorang untuk membalas kebaikan.

Sebuah pemberian yang diiming-imingi dengan harapan seseorang untuk membalas kebaikan yang dilakukannya adalah bukan pekerjaan baik.  Ukuran kebaikan adalah ketika kebaikan yang dilakukan hanya diharapkan kepada Allah, ketika berharap kepada manusia maka tidak ada kebaikan karena kiblatnya atau tauhidnya kepada manusia.

Orang yang mengungkit kebaikan yang dilakukannya kepada orang lain adalah alamat kebangkrutan bagi orang tersebut. Allah peringatkan kondisi orang seperti ini dalam sebuah perumpamaan.

“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena ria kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (Al Baqarah, 2:264).

Secara psikologis manusia yang menerima pembalasan buruk dari orang yang pernah dibantunya akan membangkitkan seluruh sifat buruk yang dimilikinya. Sifat buruk tersebut adalah ketika mengungkap seluruh bantuan kebaikan yang pernah dilakukannya dengan sumpah serapah, kata-kata menyakitkan hingga melukai orang-orang yang menerimanya. Ketika ini terjadi maka terungkap, tujuannya berbuat baik ternyata bukan karena Allah tetapi karena ingin dibalas kebaikan oleh orang orang yang dibantunya. Hingga pada kondisi ini kiblat manusia bukan lagi kepada Allah tetapi kepada manusia. Maka orang-orang itulah yang dikategrikan orang-orang ria yaitu orang yang berkibat kepada manusia dalam berbuat baik. Tidak ada sedikitpun kebaikan bagi mereka yang mengungkap kebaikannya karena ingin dihargai dihormati oleh orang yang pernah dibantunya. Kebaikannya akan hilang seperti tanah di atas batus licin yang ditimpa hujan lebat.

Penjelasan lain, orang-orang yang mengungkap seluruh kebaikan yang dilakukannya kepada orang lain dengan menyakiti, prilakunya bertentangan dengan apa yang diperintahkan Allah. “Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan. Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (Al Baqarah, 2:263). Kualitas manusia terbaik adalah mereka yang berkata tetap baik, dan pemberi maaf sekalipun kebaikan mereka dibalas keburukan oleh manusia yang dibantunya.

Allah mengajari kepada manusia untuk berakhlak seperti Allah, yaitu pemberi maaf dan penyantun. Sekalipun tidak seluruh manusia bersyukur kepada Allah atas rezeki yang diberikan-Nya, Allah masih tetap menyantuni dan membuka pintu maaf kepada semua manusia.  Umat Islam yang membaca Al-Qur’an sebagai kitab suci ilmu pengetahuan dari Allah, selayaknya memahami dan menghayati ayat-ayat Allah sampai bisa tampil menjadi manusia-manusia unggul dengan menjadi pribadi-pribadi agung seperti pribadi Rasullullah SAW. Berhati-hatilah pada orang yang kamu bantu! wallahu’alam.

No comments:

Post a Comment