Sunday, December 26, 2021

TERUNGKAP PENYEBAB SUKSES KETUA YAYASAN PCI

Oleh: Muhammad Plato

Kisah perjalanan hidup Prof. Dadan Wildan Ketua Yayasan PCI bisa dibilang fenomenal. Takdir hidupnya memiliki keunikan. Alumni lulusan Pendidikan Sejarah UPI tahun 89, selesai tepat waktu, hanya menganggur enam bulan, langsung diangkat menjadi dosen Kopertis Wilayah IV. Setelah menjadi dosen tiga tahun, tahun 1993 melanjutkan kuliah S2, setelah lulus melanjutkan S3 dan pada Usia 34 tahun sudah menyandang gelar doktor. Uniknya lagi  setelah tiga tahun mendapat gelar doktor mendapat penghargaan guru besar. Dalam waktu 14 tahun menjadi dosen Beliau sudah menjadi Profesor dalam usia 37 tahun. Selanjutnya pada Usia 38 tahun bertugas menjadi staf khusus di kementerian. Karirnya terus bertahan, di rezim SBY dan Jokowi. Di organisasi masyarakat Beliau juga menjabat sebagai sekretaris umum dan penasehat Persis yang membuat darah spiritualnya mengalir deras.

Seperti takdir sejarah yang tidak bisa dihindari oleh setiap makhluk, karirnya seperti kilat, Dadan Wildan yang sekarang mendedikasikan dirinya menjadi Ketua Yayasan PCI, ternyata pernah mengalami kegagalan bahkan mungkin penderitaan. Pada saat pemilihan rektor di sebuah universitas swasta di Jawa Barat, Beliau terpilih dengan suara terbanyak sebagai rektor termuda se-Indonesia yaitu usia 34 tahun. Namun karena alasan usia terlalu muda pihak Yayasan tidak berkenan melantik beliau jadi rektor.

Darah spiritual yang sudah mengalir deras dalam jiwanya, tidak membuat kegagalan patah arang. Kegagalan disikapinya dengan ketaatan kepada Tuhan dengan melaksanakan ibadah haji. Lalu nasib yang dialaminya diadukan langsung kepada Tuhan dihadapan Ka’bah. Beliau berdoa, “ya Allah jika jabatan rektor tidak pantas untuk ku, maka berikanlah yang pantas”. Doa sederhana ini dijawab langsung oleh Allah, melalui sebuah mimpi, “sebuah mobil plat merah terparkir di Masjidil Haram”.  Merinding bulu kuduk mendengar cerita ini, Allah mendengar dan menjawab langsung keluhan hambanya. Tidak lama, sepulang haji dipanggil Menteri, Beliau diminta membantu tugas-tugas menteri, dan dalam waktu singkat langsung bekerja di staf khusus kementerian. Karir Beliau bertahan di dua rezim presiden dan empat menteri.

Di tengah karirnya yang cemerlang, beliau bercerita bahwa pada saat kuliah bukanlah tipe mahasiswa cerdas, karena pada saat kuliah pernah gagal matakuiah Sejarah Asia Timur sampai mengulang empat kali. Namun karena ketekunannya mata kuliah itu Beliau taklukkan hingga melahirkan sebuah buku tentang Sejarah Asia timur.   

Melihat takdir sukses yang dialaminya, Beliau layak di daulat sebagai Man of The Year, teladan manusia berkarakter di abad 21. Keberaniannya menghadapi kegagalan, dan caranya menyikapi kegagalan adalah kekuatan karakter entrepreneur yang dimiliki Dadan Wildan. Kesantunan, ketekunan dan kesabaran dalam menghadapi kegagalan telah menggerakkan aras Tuhan untuk menjaga kehormatannya sebagai manusia. Sebagai akademisi dan birokrat, kecerdasan spiritualnya tidak menjadi sirna. Kekuatan-kekuatan spiritual selalu melekat membangun visi, semangat dan tindakan-tindakan yang mengundang kecintaan Allah.  

Inilah kisah Indah hidup manusia yang telah dikisahkan di dalam Al-Qur’an. Manusia tidak boleh berhenti berusaha untuk mencari takdir-takdir terbaik dari Allah. “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia” (Ar ra’ad, 13:11).

Ayat di atas menakdirkan bahwa hidup manusia bergiliran antara keburukan dan kebaikan. Bagi Allah penolakkan manusia terhadap suatu takdir yang harus dijalani seseorang adalah wujud perlindungan Allah pada hambanya. Berserah diri pada takdir-takdir hidup dari Allah adalah realitas kekuatan pribadi  seseorang. Allah kemudian menegaskan takdir-Nya untuk manusia, “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (Alam Nasyrah, 94:5-8). Inilah takdir Allah, dan barang siapa berserah diri mengikuti skenario-Nya, maka di atas kehendak Allah segala bentuk tindak tanduknya. 

Dadan Wiladan bercerita bahwa sejak kuliah sudah sering menulis. Tulisan pertamanya dimuat di koran Pikiran Rakyat, berjudul Bandung Lautan Api, dan setiap bulan menulis di Suara Daerah PGRI. Sebagaimana tokoh-tokoh besar dunia, selalu menandai sukses karirnya dengan literasi tinggi. Inilah bagian dari takdir penyebab sukses yang dijalani ketua Yayasan PCI.

Berada dalam puncak karirnya, kini Beliau mendirikan sekolah dengan bangunan sangat modern. Menampilkan sekolah Islam dalam wajah modern. Tujuannya ingin mewariskan harta yang dimilikinya untuk dinikmati oleh orang banyak. Sekaligus ingin menjawab kebutuhan masyarakat yang ingin mendapatkan sekolah Islam dengan sentuhan modern. Kurikulumnya mendekatkan anak-anak dengan Al-Qur’an. Buku-buku digital dan pembelajaran lebih banyak berbasis audio visual. Sekolahnya hanya menerima lima kelas. “Sekolah kecil tapi punya cita-cita besar”, ucap Beliau. Pembelajaran full day dari jam 7 sampai jam 4 sore. Posisi sekolah sengaja di lingkungan pinggiran kota Bandung Selatan. Biaya sekolah termasuk murah untuk sekolah modern, hanya 750 ribu per bulan, dan biaya masuk 10-11 juta tiga tahun. Tujuan mendirikan sekolah bukan cari uang tapi cari untung berupa pahala. Sekolah didirikan dari dana pribadi dengan menjual aset yang ada. Cita-cita selanjutnya sangat mulia yaitu wafat khusnul khotimah. Beliau menegatakan, urusan dunianya sudah selesai dan sekarang hidupnya hanya tinggal menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat. Inilah bagian takdir hidup dari manusia utusan. Ketaatannya kepada Allah adalah penyebab semua kesuksesan ketua Yayasan PCI. Semoga menjadi pelajaran untuk dunia pendidikan. Wallahu’alam.

Sunday, December 19, 2021

LOGIKA SYEKH ABDUL QADIR AL-JAILANI

 OLEH: MUHAMMAD PLATO

Selain imam besar Al-Ghazali (w. 505 H.), salah satu tokoh terkenal berpengaruh dikalangan umat Islam adalah Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, lahir tahun 470 H/1077 dan wafat tahun 561 H/1166. Beliau dikenal sebagai tokoh pendidikan ruhani dan akhlak. Salah satu karya bukunya adalah Jawahir al-Fath al-rabbani. Ringkasan inti sari bukunya sudah dapat dinikmati, dalam karya terjemahan, sehingga sedikit-demi sedikit banyak orang bisa menikmati kecerdasan Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam mengelola ruhani dan akhlak. Kajian ini akan membuktikan bahwa siapapun orangnya, ketika megembangkan pola pikir dari Al-Qur’an akan memiliki persamaan-persamaan pola pikir. Untuk itu siapapun orangnya jika belajar dari pola pikir Al-Qur’an rasa persatuan dan hidup damainya akan muncul. Al-Qur’an jika kita kaji dari sudut pandang pola pikir, dapat dikatakan sebagai kitab pemersatu.

Orang-orang yang memahami pola berpikir Al-Qur’an maka pemikiran-pemikirannya akan bersentuhan dengan ayat-ayat Al-Qur’an. Kesimpulan saya, seluruh isi pola pikir yang ada dalam Al-Qur’an menjadikan manusia akan tetap menghambakan diri kepada satu Tuhan. Nasihat-nasihat Syeh Abdul Qadir Jailani tidak lepas dari pola pikir beliau yang bersumber pada Al-Qur’an sebagai induk pengetahuan.

Syekh berkata, “dalam keramaian engkau muslim tapi dalam kesendirian kau bukan muslim”. Nasihat ini ingin mengingatkan bahwa manusia sering terjebak kepada pandangan selain Tuhan. Pada saat dilihat orang penampilannya selalu baik, selalu berusaha tampil baik, tetapi pada saat sendirian, hanya Tuhan yang melihat prilaku baik dilupakan. Oleh karena itu kemusliman seseorang tidak dapat dilihat dalam keramaian tetapi justru pada saat kesendirian yaitu saat hanya Tuhan yang menyaksikan. Pada saat kesendirian sebenarnya ujian besar bagi manusia untuk membuktikan bahwa dirinya benar-benar baik karena selalu ingin dilihat baik oleh Tuhan, dan pada saat keramaian kebaikannya akan tetap berfokus pada penglihatan Tuhan. Berikut sumber pemikiran Syekh;

Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: "Kami telah beriman." Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: "Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok". (Al Baqarah, 2:14)

Selanjutnya Syekh berkata, “manusia paling pandai adalah yang taat pada Allah, sedangkan manusia paling bodoh adalah manusia yang maksiat kepada-Nya”. Saya pernah mengatakan, “secerdas-cerdasya orang Atheis dia bodoh, dan sebodoh-bodohnya orang beriman pada Tuhan Yang Esa, dia cerdas”. Dua pernyataan ini memiliki konsep pola pikir yang sama, bahwa manusia tanpa keyakinan pada Tuhan akan bertemu dengan Kesia-sian yang abadi, dan manusia dengan keyakinan pada Tuhan setidaknya dia akan mendapat balasan segala perbuahan baik yang pernah dilakukannya dari Tuhan. Orang-orang Atheis memilih dunia sebagai kehidupan terakhir, dan orang-orang beriman setelah dunia berakhir masih punya harapan hidup di dunia setelah kematian. Jadi orang-orang Atheis harapannya terbatas, dan orang-orang beriman harapannya tanpa batas. Orang Atheis memilih dunia yang fana, sementara orang beriman memilih dunia yang kekal. Sepertinya orang-orang beriman itu terlihat bodoh, tapi kebodohan sesungguhnya adalah mereka yang tidak percaya Tuhan. Berikut sumber pemikiran dari Syekh;

“Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman", mereka menjawab: "Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?" Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu.” (Al Baqarah, 2:13)

Kemudian Syekh memberi nasihat, “Kurangi kesenangan, perbanyak kesedihan, sebab, saat ini engkau benar-benar berada di negeri kesedihan dan negeri penahanan”. Logika ini dapat dipahami jika orang-orang punya keyakinan pada kehdiupan dunia dan akhirat. Dua dunia ini punya karakter berbeda. Bagi orang-orang yang taat kepada Tuhan, karakter dunia saat ini sifatnya banyak mengandung kesedihan, kesulitan, kepayahan, dan penderitaan. Dunia seperti penjara karena orang-orang beriman kemanapun pergi merasa dilihat oleh Tuhan. Orang orang beriman tidak memiliki kebebasan untuk berbuat jahat, sekalipun dari kejahatan yang hanya diniatkan. Kejahatan yang yang dilakukan orang-orang beriman akan jadi penyesalan seumur hidupnya. Maka orang-orang beriman akan terbiasa dengan kesedihan, kesulitan, dan hanya sedikit mencicipi kesenangan dunia. Namun demikian karena orang-orang beriman terbiasa dengan kesedihan dan kesulitan, maka pribadi-pribadi orang beriman akan tampil sebagai pribadi tangguh dan dapat diandalkan. Kesulitan dan kesedihan karena jadi kebiasaan maka seluruh hidupnya menjadi kesenangan karena harapannya dibangun bukan diatas kesenangan sesaat sekarang, tetapi ada kesenangan yang dijanjikan pasti didapatkan yaitu setelah kematian. Logika berpikir seperti ini, bersumber pada keterangan Al-Qur’an sebagai berikut;

“Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan.” (At Taubah, 9:82)

Nasehat Syekh selanjutnya, “Tidaklah ada suatu nikmat kecuali di sampingnya ada siksaan. Tidakah ada suatu kemudahan kecuali bersamanya ada kesulitan, tidak ada suatu kelapangan kecuali setelahnya ada kesempitan”. Saya pernah mengatakan bahwa kesulitan itu sebab dan kesuksesan itu akibat, maka tidak ada kesuksesan tanpa kesulitan. Kesimpulan saya adalah orang-orang sukses itu pasti mengaami kesulitan, kegagalan, dna penderitaan. Semakin besar kesulitan yang dihadapi seseorang maka akan semakin besar pula keberhasilan yang akan diperolehnya. Sumber pemikiran ini saya kembangkan dari ayat Al-Qur’an di bawah ini:

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (Alam Nasyrah, 94:5-6)

Artinya apa yang saya pikirkan ternyata memiliki kesamaan dengan pemikiran Syekh Abdul Qadir Jaillani.  Pertanyaanya mengapa demikian? Karena apa yang saya pikirkan sumbernya dari Al-Qur’an. Inilah kesimpulan saya, jika orang-orang benar-benar menggunakan Al-Qur’an sebagai sumber pemikiran dipastikan akan ada persamaan, sekalipun berbeda kita akan saling menghormati karena sumbernya sama. Sebagai sama-sama penafsir tidak akan merasa paling benar karena pemilik kebenaran adalah Allah semata. Puji syukur penulis panjatkan pada Allah swt.  dan merasa bahagia rasanya jika sudah satu pemikiran dengan ulama-ulama besar terdahulu. Wallahu’alam.  

Sunday, December 5, 2021

ALLAH ITU GUE BANGET

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Diskusi dengan seorang ahli pendidikan Dudung Nurullah Koswara (DNK) menjadi inspirasi tuisan ini. Beliau melontarkan kaimat singkat namun perlu pemahaman mendalam, “Allah itu gue banget”. Kalimat ini mengandung makna sangat mendalam sekalipun disampaikan dalam bahasa anak millennial. Bahasa ini jika dirunut dari para pemikir muslim terdahulu, akan menuju pada satu imam besar yang menjelaskan tentang kisah cinta makluk kepada Tuhannya. Manusia bebas mengekpresikan rasa cintanya kepada Tuhan dengan kemampuan bahasa masing-masing. Demikian juga, Sujiwo Tejo mengambarkan Tuhannya sebagai  “Tuhan Yang Maha Asyik”. Sujiwo Tejo menggambarkan Tuhan sebagai Yang Maha Ngangenin dan selalu membuat orang senang.

Orang-orang yang sudah merasa dekat dengan Tuhannya akan mengekspresikan yang dicintainya dengan bahasa-bahasa tafsirnya sendiri. Seperti Nabi Muhammad SAW memanggil istrinya siti Aisyah dengan “yang bermuka merah”. Itulah manusia, bebas merefresentasikan kecintaannya dengan ekspresi hatinya. Bagi para motivator, Allah adalah motivator, bagi pemikir Allah adalah inspirator.

Terlepas dari persepsi orang tentang Allah, esensinya adalah manusia bebas mendekati Allah dengan kemampuan bahasa dan berbagai cara untuk tetap menjaga kedekatannya dengan Allah. Namun demikian, apapun persepsi orang, keyakinan yang harus tetap dijaga adalah Allah tetap Esa, Allah tidak sama dengan makhluk, dan Allah tidak beranak, ibu dan bapak. Adapun ekspresi cintanya pada Allah tergantung pada manusia bagaimana cara mendekatinya.

Berlogika Tuhan bukan memakhukkan Tuhan, tetapi hanya sebatas refresentasi manusia agar pikiran selalu dekat dengan Tuhan. Allah mengabarkan bahwa orang-orang yang selalu merasa dekat dengan Tuhan adalah mereka yang akan diberi kesejahteraan dunia dan akhirat. Wahyu Al-Qur’an adalah anugerah Tuhan untuk manusia, logika-logika yang terkandung di dalamnya adalah panduaan agar manusia merasa selalu dekat dan dibimbing oleh Tuhan.

“Allah itu gue banget”, menurut penulis adalah ekpresi seorang DNK bagaimana beliau begitu kenal dengan siapa Tuhannya. “Allah itu gue banget” mengekpresikan bahwa DNK sangat sering berkomunikasi dengan Tuhan. Kedekatannya dengan Tuhan, DNK mengidolalakan Tuhan sehingga DNK ingin menjadi seperti sifat-sifat seperti yang dimiliki Tuhan dan berakhlak seperti Tuhan. Sekaipun sebagai manusia DNK tidak bisa menyamai Tuhan, tetapi keinginannya hanya bisa diungkapkan dengan ekpresi bahasa dengan pilihan kata khusus dan spesial, “Allah itu gue banget”.

Untuk itu tidak ada yang mematasi seseorang untuk berhubungan dan berkomunikasi dengan Tuhan Yang Esa. Manusia bebas mengekpresikan bagaimana cintanya kepada Tuhan, namun jika sudah cinta sama Tuhan, jangan coba-coba menduakan cinta kepada Tuhan, karena Syeh Abdul Qadir Jailani mengatakan, “Tuhan Maha Cemburu”. Jadi rayulah Tuhan dengan kata-kata paling menyenangkan yaitu, “Ya Tuhan hanya engkaulah satu-satuhnya Tuhan yang aku cintai, maka cintailah Aku dengan segenap hati Mu”. Semoga Allah ridha dan berkata, “jika cinta mu seluas lautan, maka cinta Ku pada Mu seluas langit dan bumi”.

“Allah itu maha asyik, Allah itu gue banget, Allah itu pencemburu, dan Allah Maha Pemilik Logika”, adalah ekpresi-ekpresi penuh rasa cinta manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa. Allah pasti membalas setiap cinta manusia dengan berlipat ganda. Amin. Walahu’alam. 

Saturday, December 4, 2021

PENJAJAHAN BERPIKIR

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Pepatah lama mengatakan, “lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikan”. Berdasarkan hasil penelitian tentang air berlaku juga pepatah, “lain sumur lain karakter dimiliki seseorang”. Pepatah ini memberi tanda kebenaran bahwa setiap individu atau masyrakat dipengaruhi oleh lingkungan di mana mereka tinggal. Untuk itu pola pikir masyarakat setiap daerah, suku, bangsa, akan berbeda, sekalipun pasti ada persamaan.

Pola pikir masyarakat Barat sudah pasti berbeda dengan pola pikir masyarakat Timur. Minimalnya ada beberapa pola pikir yang dimiliki masyarakat yaitu rasional materialis, mistis materialis, rasional religius dan mistis religius. Rasional materialis adalah pola-pola berpikir ilmiah yang dilandasi pada pengetahuan empiris. Pola pikir mistis materialis adalah pola pikir filosofis bersumber pada pengetahuan dari akal yang dilandasi oleh pengetahuan materialis. Rasional religius adalah pola pikir ilmiah bersumber pada fakta pengetahuan dari wahyu. Sedangkan mistis religius adalah pola pikir rasional bersumber pada akal yang dilandasi pengetahuan wahyu.

Budaya Timur sangat kental dengan pola pikir mistis yang bersumber pada fakta empiris dan mistis bersumber pada wahyu. Budaya Barat sangat kental dengan pola pikir rasional empiris dan mistis materialis. Pola pikir yang tidak dimiliki oleh Barat maupun Timur adalah rasionalis ilmiah bersumber pada wahyu. Artinya Barat maupun Timur mengabaikan pengetahuan wahyu sebagai sumber pengetahuan ilmiah. Akibatnya pola pikir Barat dan Timur sama-sama berkembang pada pola pikir materialis.

Dominasi pemikiran Barat telah mendorong budaya pola pikir materalis menjadi trend dunia dan mengakar. Pola pikir umat beragama tergeser mengikuti pola-pola pikir ilmuwan materialis. Beragama tidak lagi menginduk pada pengetahuan wahyu tetapi lebih mengikuti pendapat-pendapat para pemikir bidang agama. Hasil pemikir-pemikir kaum agama diikuti, dikutif, dirujuk, disertai emosi keyakinan dan sedikit menggunakan nalar. Umat beragama nasibnya seperti pada awal perkembangan masyarakat Barat, mereka terpecah-pecah menjadi negara-negara bangsa akibat perbedaan kiblat pada hasil pemikiran manusia.

Sebenarnya jika disadari penjajahan ke seluruh dunia diawali dengan penjajahan pola pikir. Penjajahan pola pikir dilakukan dengan kekuatan politik, ekonomi,  senjata perang, dan teknologi informasi. Penaklukkan-penaklukkan ternyata bukan sebatas penyerahan kekuasaan tetapi menjadi ketidakberdayaan dalam berpikir. Dalam kondisi ketidakberdayaan berpikir, mental-mental miskin terus diciptakan berabad-abad hingga terbentuk menjadi tradisi turun-temurun. Pemahaman agama ditarik ke pola pikir material yang berkiblat pada pemikiran manusia, dan wahyu hanya ditafsir dari sudut pandang mistis agar masyarakat beragama tidak menemukan kebenaran nyata dan terus terlihat miskin di dunia hingga akhirnya agama akan ditinggalkan pengikutnya.

Barat menggaungkan kebebasan berpikir sebagai alat untuk menggiring umat beragama keluar dari komunitasnya, dengan memasukkan metodologi berpikir ilmiah material ke dalam pikiran umat beragama. Cara beragama bukan lagi beriman pada kitab suci, tetapi menjadi panatik pada hasil pemikiran agama. Isi kitab suci sengaja, dikondisikan, hanya diperdebatkan untuk urusan transenden, yang kebenarannya tidak dapat dibuktikan di dunia, karena kebenarannya hanya akan diketahui di akhirat dihadapan Tuhan. Pada saat berdebat umat beragama seperti sedang membela agamanya, padahal mereka sedang diadu domba, untuk terus berdebat berebut kebenaran akhirat dengan mengadu kemampuan nalar di dunia. Hasilnya, kehidupan dunia tertinggal, umat beragama miskin dan terpecah belah.

Kemerdekaan berpikir harus dimulai dari menjadikan kitab suci sebagai induk pengetahuan, untuk dikembangkan sebagai sumber pola pikir, kajian ilmiah untuk menambah keyakinan kepada Tuhan. Keimanan harus tetap pada kitab suci, bukan pada hasil pemikirannya. Menjaga keimanan pada kitab suci akan tetap menghargai setiap pemikiran dan umat akan tetap terjaga dalam satu kesatuan. Saatnya melakukan refleksi dan terus memperbaiki kemampuan berpikir ilmiah bersumber pada kitab suci sebagai sumber dari segala sumber pengetahuan. Wallahu’alam.