Monday, January 23, 2023

Tuhan Ku Imajinatif

Oleh: Muhammad Plato

Allah Yang Gahib adalah Tuhan yang imanjinatif. Allah ada dalam persepsi manusia. Hanya Tuhan yang imajinatif yang bisa memenuhi segala hajat hidup manusia. Allah yang ghaib adalah Tuhan yang akan memberkahi otak manusia menjadi kreatif. Allah Yang Ghaib akan memberkahi otak tidak kehabisan akal untuk menyelesaikan segala permasalahan hidup manusia. 

Allah ada dalam imajinasi manusia yang tidak terimajinasikan. Allah ghaib adalah Allah yang tidak bisa disamakan, dirupakan, pada benda. Allah ada dalam imajinasi yang tak terimajinasikan. Allah yang tidak terimajinasikan adalah Tuhan yang maha kreatif yang tidak akan habis-habisnya memberi inspriasi pada manusia. 

Allah yang ada dalam imajinasi tidak membutuhkan benda-benda untuk mendekatinya. Allah yang ada dalam imajinasi membuat manusia hidup sederhana, dan banyak manfaat bagi manusia lain. Manusia sederhana adalah yang merasa cukup apa yang dipakai dan dimakan. Kesederhanaan akan menumbuhkan kelimpahan dan menjadi berkah bagi banyak orang karena tetap ada dalam kesederhanaan. 

Allah Tuhan ku yang ada dalam imajinasi, tidak pernah berhenti memberi inspirasi. Ketika sakit, dalam imajinasi Allah jadi penyembuh, ketika sedih Allah menjadi penghibur, ketika salah Allah menjadi penyemangat, ketika berbuat dosa Allah jadi pengampun, ketika kekurangan Allah jadi pemberi. Allah yang ada dalam imajinasi membuat manusia kreatif dan berpikir tumbuh. 

Doa orang miskin, "Ya Allah berilah aku banyak kebutuhan,
agar imajinasi ku selalu sibuk ingin dekat dengan Mu".

Allah Tuhan ku yang ada dalam imajinasi punya 99 nama. Dia bisa membantu ku dalam segala kondisi dengan kemampuannya berubah-ubah nama yang imajinatif. Allah Tuhan ku akan selalu imajinatif, karena ketika Tuhan berubah wujud jadi materi, aku gagal mempertahankan Tuhan ku yang imajinatif. 

Allah Tuhan ku yang imajinatif, membuatkan tidak pernah kehabisan gagasan. Allah yang imajinatif mengajari berpikir fleksibel. Doa-doa ku dalam imajinasi ingin dekat Allah, menjadi kekasih, yang selalu di sayang dan dicintai-Nya. Ketika jatuh cinta, dalam imajinasi ku Allah datang menjadi kekasih.

Allah dalam imajinasi ku, Allah bisa datang kapan saja saat dibutuhkan. Dalam imajinasi ku, aku berdoa ya Allah berilah aku banyak kebutuhan, agar imajinasi ku selalu sibuk dekat dengan Mu.    

SEJARAH MANUSIA TERPELAJAR

Oleh: Muhammad Plato

Dikisahkan dalam Al Quran, manusia diciptakan sebagai pemimpin, dan Allah memerintahkan malaikat dan iblis taat pada pemimpin. Malaikat dan iblis adalah dua sifat pembentuk ruh manusia. Sebagaimana Allah jelaskan bahwa di dalam ruh manusia ada dua sifat, yaitu fujur dan taqwa. Fujur adalah sifat sombong, dan taqwa adalah ketundukkan pada perintah Allah. 

"dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya" (Asy Syams, 91:10). 

Para pemimpin adalah pemegang kekuasaan, dan kepada para penguasa mereka harus tunduk. Ilmu Allah telah diberikan kepada pemimpin. Para pemimpin diberi pengetahuan yang tampak dan yang tersembunyi. 

Pendidikan adalah upaya Adam menghidup sifat-sifat malaikat yang terpelajar

"Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir." (Al Baqarah, 2:34). 

Manusia tercipta dari tiga unsur yaitu Adam, Malaikat, dan Iblis. Adam adalah makhluk pembelajaran, diajari ilmu oleh Allah, dan diberi kedudukan sehingga malaikat dan iblis harus tunduk pada Adam. Kesempurnaan Adam karena punya dua sifat yaitu iblis yang mendorong hawa nafsu hingga terjadi pertumpahan darah, dan malaikat yang berilmu maka selalu taat pada Allah.  

Pertumpahan darah terjadi setiap hari dalam jiwa manusia. Pertumpahan darah dalam jiwa manusia terjadi antara iblis dan malaikat. Iblis senantiasa sombong, merasa diri lebih baik dari orang lain, dan merasa punya kekuasaan. Malaikat senantiasa lemah lembut, sabar, berserah diri tunduk dan patuh pada perintah Tuhan. 

Para pemimpin adalah Adam yang bisa mengendalikan iblis. Para pemimpin adalah Adam yang cenderung memiliki sifat-sifat malaikat yang selalu tunduk pada perintah Allah. Kekuatan ilmu para pemimpin adalah kemampuan mengendalikan hawa nafsu yang merusak, dan lebih cenderung pada ketundukkan pada Tuhan. 

Kepemimpinan akan tegak selama Adam menjaga kecedenderungan sifat-sifat malaikat ada dalam dirinya. Kepemimpinan akan dicabut ketika Adam cenderung pada sifat-sifat sombong, malas, merasa benar, otoriter, dan diskriminatif. 

Konflik yang terjadi dalam kehidupan manusia dalam bermasyarakat dan bernegara adalah refresentasi dari konflik yang terjadi dalam jiwa Adam. Pemimpin-pemimpin yang membawa damai adalah Adam yang bisa mengendalikan sifat-sifat iblis dengan menghidupkan sifat-sifat malaikat yang pembelajar.

Rasulullah mengatakan, "perang yang besar adalah perang melawan hawa nafsu". Perang ini tidak berkesudahan karena perang ini selalu ada dalam diri Adam. "Musuhmu yang paling berbahaya adalah hawa nafsu yang ada di antara lambungmu, anakmu yang keluar dari tulang rusukmu, istrimu yang kamu gauli, dan sesuatu yang kamu miliki (HR. Al Baihaqi).

Pendidikan adalah upaya sadar Adam untuk menghidupkan sifat-sifat malaikat yang terpelajar. Upaya pendidikan setiap saat adalah menghidupkan bakat pembelajar sepanjang hayat yang ada dalam jiwa Adam. Jiwa malaikat, ditandai dengan semangat pembelajar karena cinta ilmu pengetahuan, dan menghidupkan budaya membaca. Adam membutuhkan banyak pengetahuan untuk mengalahkan sifat-sfita iblis yang malas dan sombong. 

Saturday, January 21, 2023

LOGIKA ALAM DAN LOGIKA TUHAN

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Penjelasan kali ini, akan membantu para pembaca memahami perbedaan logika alam dengan logika Tuhan. Di lapangan banyak terjadi miskomunikasi, logika Tuhan disangkanya akan menjadikan manusia jadi Tuhan. Padahal pendapat itu hanya prasangka orang yang tidak memahami terminologi logika Tuhan. Logika Tuhan adalah produk pemikiran, sebuah karya intelektual dan ada penemunya. 

Oleh karena itu, orang tidak bisa memberi pandangan tentang logika Tuhan, tanpa mendengar penjelasan dari penemunya. Mereka yang menghakimi logika Tuhan tanpa mendengar penjelasan dari penemunya adalah perbuatan main hakim sendiri, yang akan berujung pada fitnah. 

Terminologi logika Tuhan adalah ilmu berpikir yang dilandasi oleh petunjuk dari Tuhan, yang bersumber dari Al Quran. Berbicara logika Tuhan, bukan hanya bicara kemampuan bernalar yang harus dimiliki, tetapi harus punya kemampuan menjelaskan dari mana sumber pemikiran dikembangkan. Berpikir dengan logika Tuhan, bisa jadi terdapat kesamaan dengan orang yang berpikir dari logika alam. 

Di dalam Al Quran dijelaskan, alam adalah Al Quran. "Dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kebesaran (Kami) kepada orang-orang yang mengetahui" (Al An'aam, 6:97). 

Belajar berlogika dari alam hasilnya bisa sama dengan belajar logika dari Al Quran yang tertulis dalam kertas. Namun demikian dari sudut pandang sejarah, belajar logika dari alam informasinya didapat dengan penafsiran manusia dalam membahasakan apa yang terjadi di alam benda. Informasi yang dihasilkan sangat mengandalkan imajinasi tingkat tinggi, karena alam tidak bisa bicara seperti komunikasi manusia dengan manusia. Untuk menguji kebenaran hasil pemikiran di alam membutuhkan metodologi cukup panjang dan harus diuji berulang-ulang.   

Alam bisa berkomunikasi dengan manusia melalui simbol- simbol dan bunyi. Orang yang belajar logika dari alam seperti manusia purba yang belajar bertahan hidup tanpa tulisan. Kemampuan manusia purba yang tidak kenal tulisan hanya dibesarkan dengan belajar dari alam mengalami keterlambatan dalam berpikir. 

Bahasa alam dapat dipahami jika orang konsentrasi dalam jangka waktu lama melakukan penelitian. Bahasa alam berdasarkan teori komunikasi cenderung bersifat high context, bisa dipahami dan dijelaskan oleh orang-orang yang memang ahli berpikir. Untuk memahami logika alam, mereka harus punya kemampuan dan kapasitas sebagai ilmuwan tertentu. Filsuf-filsuf hadir sebagai ahli logika dari alam. Hasil pemikiran-pemikiran para filsuf bisa jadi pola pikir yang dikehendaki oleh Tuhan, bisa jadi pemikiran mereka berlebihan sehingga tidak dikehendaki Tuhan.

Memahami logika Tuhan, keunggulannya adalah orang-orang diajak mengenal paragraf, kalimat, kata, dan tanda baca, yang teruji dan diyakini dikabarkan langsung kepada manusia utusan Tuhan melalui bahasa yang dipahami manusia. Memahami kitab suci dalam kalimat, informasi lebih cepat dicerna, dibanding dengan bahasa alam. Kitab suci dalam kalimat dan kata, mengandung bahasa low context dan high context.  

Terminologi logika Tuhan adalah berpikir dengan petunjuk Tuhan

Ada orang berpendapat bahwa semua kebaikan sudah pasti dari Tuhan, pendapat itu tidak salah, tetapi dia harus membuktikan apakah perkataan itu dari Tuhan atau hanya dari pengalaman. Jika pendapat itu diklaim dari Tuhan, maka orang tersebut harus mampu memberikan sumber rujukan spesifik pada kitab suci Al Quran. Perbedaan mendasar dari orang yang berlogika Tuhan dan alam terletak pada sumber logika yang dikembangkan. 

Apabila terjadi perbedaan sudut pandang, dalam logika Tuhan tidak ada klaim kebenaran dari sebuah pemikiran. Perbedaan pemikiran akan jadi khazanah ilmu yang akan terus diuji dalam dialog tak berkesudahan. Al Quran yang disampaikan dalam kalimat dan kata, manusia bisa lebih cepat menangkap pesan-pesan dari Tuhan, dan alam menjadi sarana untuk pembuktikan dari apa-apa yang dijelaskan oleh Tuhan. Wallahu'alam.

TUHAN MU DAN TUHAN KU SAMA

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Seorang guru agama di sekolah, berdiskusi lama tentang upaya meningkatkan pendidikan agama bagi para siswa. Disimpulkan bahwa pelajaran agama harus lebih banyak praktek dari pada teori. Praktek pelajaran agama yang harus banyak dilakukan adalah berbuat baik dalam kehidupan sehari-hari. 

Di akhir diskusi, guru agama bercerita bahwa sahabatnya yang non muslim suka berdiskusi. Ada pertanyaan terlontar dari temannya yang non muslim, "apakah Tuhan di agama mu dengan Tuhan di agama ku berbeda atau sama? Jawaban dari guru agama adalah "sama, jika berbeda maka Tuhan akan bertengkar". Tuhan akan berebut kekuasaan dan antar umat beragama akan terjadi konflik.

Mendengar diskusi guru agama dengan sahabatnya yang non muslim, penulis jadi ingat pada bunyi ayat Al Qur'an. "Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai `Arsy daripada apa yang mereka sifatkan" (Al Anbiyaa', 21:22).

Penyebab konflik adalah terjadinya perbedaan tuhan yang disembah manusia. Hadirnya tuhan-tuhan yang berbeda adalah akibat dari persepsi manusia. Untuk itulah manusia butuh Nabi pembawa risalah kebenaran. Manusia butuh kitab suci yang teruji kebenarannya sebagai petunjuk hidup. 

Ilmu tauhid atau ilmu mengesakan Tuhan adalah ilmu yang akan membawa perdamaain dan persatuan antar umat beragama dan seluruh umat manusia di dunia. Inilah kiranya terminologi ilmu tauhid yang membumi. Islam dikenal sebagai agama tauhid, agama yang menjaga manusia untuk mengesakan Tuhan. Maka dari itu, agama Islam sebenarnya agama yang membawa pesan-pesan damai dan sejahtera untuk umat manusia dengan mengajak manusia tidak membeda-bedakan Tuhan yang disembah. Tuhan esa yaitu Tuhan Yang Ghaib, yang tidak dapat menyerupai atau diserupai, tidak berbentuk dan tidak berwujud, tetapi ada. 

"Sesungguhnya ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku" (Al Anbiyaa', 21:92).

Terlalu berisiko bagi kita semua jika menganggap ada tuhan-tuhan yang berbeda yang kita sembah, karena kita akan dianggap menduakan Tuhan. Sementara Tuhan maha pencemburu, karena tidak ingin diduakan. Ketika ada manusia sedang memperbincangkan tentang perbedaan Tuhan yang disembah, maka dia sedang berdebat dengan pikiran dan dibawa oleh hawa nafsunya sendiri. Wallahu'alam. 

Monday, January 2, 2023

HUBUNGAN MENDENGAR DENGAN KEKAFIRAN

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Mendengar adalah kompetensi dasar yang dimiliki manusia-manusia berkualitas tinggi. Budaya mendengar dikenal sebagai budaya orang Jepang. Di Jepang, anak-anak mereka diajari mendengar sejak usia dini. Hasilnya hingga dewasa budaya mendengar terpelihara dengan baik di masyarakat Jepang.

Dari hasil penelitian, "komunikasi efektif, menjadi permasalahan orang Indonesia. Mereka masih awam terhadap budaya komunikasi efektif dan kurang keterampilan mendengar dalam berkomunikasi, sehingga mengakibatkan mereka lebih banyak “berpendapat untuk mengemukakan masalah” daripada “berpendapat untuk memecahkan masalah” (Sari, 2016).

Budaya mendengar dibutuhkan oleh masyarakat, karena budaya mendengar menjadi awal dari terbentuknya masyarakat berperadaban. Mendengar saat musyawarah, rapat, webinar, seminar, workshop, kuliah, adalah kompetensi penting dimiliki. Dalam ilmu komunikasi mendengar adalah bagian penting jika ingin terjalin komunikasi baik. Kesepahaman antar kelompok akan terjadi jika kedua kelompok mau saling mendengar. Kegiatan mendengar akan menuntut orang berpikir karena dengan mendengar informasi diserap dan disimpan dalam otak, kemudian diolah menjadi pemikiran. Orang-orang yang rajin mendengar otaknya dinamis dan kreatif. 

  

Jika kita telusuri dari penjelasan Al Quran, ternyata mendengar berkaitan dengan keimanan dan kekafiran. Mendengar adalah kompetensi manusia berkualitas tinggi. Manusia-manusia yang mau mendengar dikategorikan sebagai orang-orang beriman, dan manusia yang tidak mendengar dikategorikan sebagai manusia kafir (tertutup dari kebenaran).

Secara psikologis, otak bisa menerima informasi karena mendengar. Melalui pendengaran informasi bisa masuk ke dalam memori di otak. Informasi itu kemudian diproses dan tersimpan. Pendengaran adalah pintu masuknya pengetahuan ke otak. Menjadi pendengar yang baik, adalah tindakan positif karena otak akan banyak menginput pengetahuan. Semakin banyak input pengetahuan ke otak, maka semakin tinggi kualitas pemikiran seseorang. 

Budaya mendengar merupakan budaya manusia berkelas tinggi, yang digambarkan oleh Allah di dalam Al Quran sebagai orang-orang beriman. Manusia-manusia pendengar termasuk orang-orang yang berkualitas tinggi, karena meniru sifat Allah yaitu maha mendengar. Dunia pendidikan merupakan upaya terencana agar manusia memiliki sifat-sifat dasar sebagai pembentuk karakter unggul. Melatih para siswa untuk membiasakan mendengar adalah kompetensi dasar dalam membentuk manusia-manusia unggul. 

Orang-orang yang tidak mau mendengar dikategorikan sebagai manusia kelas rendah. Manusia kafir dikatergorikan sebagai manusia yang tidak punya kompetensi mendengar dengan baik. Sedangkan manusia bertakwa adalah mereka yang mau mendengar dan mau memikirkan informasi yang diprolehnya. 

Kadang sering kita saksikan, ketika kita menjadi pendengar diuji, berapa lama kita bisa menjadi pendengar? Kalau hanya bertahan lima menit saja untuk mendengar, betapa rendahnya kualitas dan kuantitas pengetahuan yang masuk ke dalam otak kita. Maka orang-orang yang tidak bisa bertahan lama untuk mendengar, otaknya akan kekurangan asupan pengetahuan. Orang yang tidak punya kompetensi mendengar, bukan seorang pembaca yang baik. Kualitas orang yang tidak punya kompetensi mendengar, dia akan terus mengalami penurunan kualitas mental dan bukan saja membahayakan dirinya sendiri tetapi membahayakan kehidupan orang lain. 

Tingginya budaya jujur, disiplin, teratur, dan kerja keras masyarakat Jepang, berbanding lurus dengan budaya mendengar yang dimiliki masyarakat Jepang. Karakter masyarakat berperadaban tinggi, memiliki kemampuan mendengar dalam waktu lama. Semakin lama kemampuan mendengar sebuah  masyarakat, semakin tinggi peradaban masyarakat tersebut. Demikian juga, semakin lama kemampuan mendengar seseorang, semakin tinggi kualitas intelektual seseorang.  

Dan perumpamaan orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu dan buta, maka mereka tidak mengerti. (Albaqarah, 2:171).

Kebiasaan sebagai pendengar yang efektif akan menghasilkan beberapa hal yang positif, antara lain: Pendengar yang baik akan disukai orang lain karena mereka dapat memuaskan kebutuhan dasar manusia untuk didengarkan. Kinerja atau prestasi kerja seseorang meningkat ketika pesan yang diterima tersebut dapat dimengerti dengan baik. Umpan balik (feedback) yang akurat dari bawahan (karyawan) akan berdampak positif pada prestasi kerjanya. (Sari, 2016).

Keterampilan mendengar jadi kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang konselor, pendidik, dan siswa. Konsoler dapat memanfaatkan kemampuan mendengarnya untuk meringankan stres yang dialami seseorang. Hasil riset menjelaskan orang-orang yang merasa stres mengalami penurunan tingkat stres karena curhatannya ada yang mendengarkan (Fitriana dan Rosyidi, 2021). 

Manajer dan karyawan akan terhindar dari munculnya kesalahpahaman dalam penyampaian suatu pesan. Pendengar yang baik akan dapat memisahkan mana fakta dan mana yang sekedar gosip. Pendengar yang baik memiliki kecenderungan membuka ide-ide baru dari pihak lain, sehingga hal ini mendorong berkembangnya kreativitas. Pendengar yang efektif juga akan dapat menghasilkan prestasi kerja yang baik dan peningkatan kepuasan kerja. Kepuasan kerja meningkat karena mereka tahu apa yang terjadi, kapan mereka mendengar, dan kapan mereka berpartisipasi di dalamnya, tumbuh dari komunikasi yang baik (Sari, 2016). 

Kualitas mendengar terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu mendengar isi, kritis, dan empatik. Mendengar isi artinya memahami apa yang disampaikan orang lain. Mendengar kritis artinya menyimak secara logis, menilai kualitas argumen, validitas, kesimpulan yang dihasilkan, dll. Mendengar empatik, artinya aktivitas memahami karena menghargai terlepas dari perbedaan sudut pandangnya. Orang-orang yang tidak punya kompetensi mendengar Allah sebut sebagai orang-orang yang tidak mengerti, bodoh, dungu, atau kafir. Jangan-jangan kita kafir hanya karena gagal untuk mendengar.***



Sunday, January 1, 2023

PERSEPSI AGAMA DARI KELAS BAWAH

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Agama tidak lepas dari cara manusia mempersepsinya. Salah satu persepsi terhadap agama selalu dilihat dari penampilan penganutnya. Penganut agama Islam sering dipersepsi sebagai agama orang miskin. Persepsi ini dibangun karena sebagian besar penganut agama Islam ada di negara-negara miskin. Padahal semua penganut agama dari kelas ekonomi miskin sampai dengan kelas ekonomi kaya, mereka akan menampilkan dirinya sebagaimana mereka berada di kelasnya. Manusia kodratnya sangat terikat dengan geografi dan budaya dimana mereka tinggal. Ajaran agama digunakan sebagai cara manusia bertahan hidup berdasarkan kondisi geografi, sosial, dan budaya di mana mereka berada. 

Masyarakat Afrika dengan kondisi geografi di tanah gurun, dengan kondisi ekonomi terbatas, mereka akan tampil sesuai dengan kondisi realitas mereka.  Orang Afganistan yang tinggal di tengah gurun, mereka tampil dengan kesederhanaan infrastruktur dan kesederhanaan gaya hidup. Apapun agama yang dianut sebuah masyarakat akan tampil dipengaruhi oleh kondisi geografi, sosial, dan ekonomi mereka. 

Sebaliknya masyarakat yang menganut agama Islam di Selandia Baru, Australia, Jerman, Amerika Serikat, dan negara-negara maju lainnya, mereka akan tampil dengan pola hidup tertib, teratur, bersih, dan disiplin sesuai dengan geografi, sosial, dan budaya dimana mereka tinggal. Agama menjadi pedoman bagaimana mereka harus tinggal dengan kondisi geografi, sosial, dan budaya di mana mereka berada.

Dengan kemajuan teknologi informasi, pengetahuan tentang kondisi geografi, ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat bisa kita saksikan dengan latar belakang agama berbeda-beda. Semua penganut agama mereka tampil sesuai dengan kondisi mereka masing-masing. Jadi cap penganut agama Islam cenderung miskin hanya sebatas persepsi manusia terhadap sekelompok penganut agama yang mereka saksikan secara kasat mata berada di daerah-daerah miskin. 

Persepsi agama Islam sebagai agama orang miskin adalah murni persepsi berdasar pandangan manusia berdasarkan fakta empiris. Hal ini disebabkan penganut agama Islam berada di daerah-daerah yang tergolong kondisi geografi, sosial, ekonomi dan budayanya miskin secara materi. Persepsi ini secara tidak sadar telah membentuk pola pikir mayoritas penganut agama Islam, persepsinya dibentuk dari sudut pandang orang-orang kalangan ekonomi lemah. Agama dipersepsi dari kalangan ekonomi lemah, lebih cenderung pada ilmu kebatinan, karena agama dijadikan alat untuk mempertahankan hidup dalam keterbatasan dan penderitaan hidup yang dialaminya. 

Sebaliknya jika agama Islam dipandang dari sudut orang-orang dengan kecukupan fasilitas hidup, mereka akan memandang agama sebagai cara mereka hidup bermanfaat bagi orang lain, disiplin, teratur, berpendidikan, dan berperadaban tinggi. Jadi, keberadaan agama bukan penghambat kemajuan, tapi agama sebagai alat bagi seseorang untuk survive dan beradaftasi dengan situasi dan kondisi di mana mereka tinggal. 

Persepsi seseorang sangat dipengaruhi oleh budaya dimana mereka tinggal. Penganut agama Islam di Arab, India, China, Israel, Indonesia, Singapura, Autralia, Amerika Serikat, Jepang, sescara sosiologis akan menampilkan budaya yang berbeda-beda. Orang Islam di Indonesia yang ada di ekonomi kelas atas, akan tampil dengan kelas ekonomi mereka sekalipun budaya-budayanya masih dipengaruhi oleh kebanyakan budaya masyarakat Indonesia yang dari kalangan ekonomi lemah. 

Sebaliknya, penganut agama Islam di Jepang, Selandia Baru, Amerika Serikat, mereka tampil menjadi orang-orang intelek dengan disiplin tinggi karena pengaruh dari geografi dan dimana mereka tinggal. Muslim di Jepang mereka hidup dengan jujur, tertib, teratur, dan bersih. Muslim Jepang tampil sebagaimana budaya-budaya orang Jepang yang jujur, disiplin, dan dengan kualitas intelektual tinggi. 

Namun jika kita kaji ajaran agama Islam dari sumber teks tertulis dari Al Quran sesungguhnya ajaran agama Islam sangat berkualitas tinggi. Karakter orang Islam sebagaimana digambarkan di dalam Al Quran adalah manusia-manusia berintelektual tinggi dan pembawa berkah bagi kehidupan dunia. Pemikiran-pemikiran yang dihasilkan oleh orang Islam jika berpedoman pada Al Quran, mereka dapat digolongkan manusia-manusia berkualitas tinggi, tanpa melihat geografi, sosial, ekonomi, dan budaya dimana mereka tinggal. 

Pandangan-pandangan orang Islam yang berpedoman pada Al Quran selalu mengandung kebenaran, meyakinkan, dan argumentatif. Pemaksaan, penjajahan, tidak dibenarkan di dalam ajaran Islam. Penganut agama Islam dituntut untuk memberi penjelasan, pengajaran, dengan pendekatan-pendekatan argumentatif bersumber pada Al Quran. 

"Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. Jika mereka berpaling, maka katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki Arasy yang agung" (At Taubah, 9:128-129). 

Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas. (Al Baqarah:212).

Orang-orang kafir adalah mereka yang menganggap ayat-ayat Al Quran sebagai cerita nenek moyang belaka. Sudah jelas bahwa pandangan-pandangan yang merendahkan agama Islam sebagai agama orang miskin, adalah pandangan dari kelas bawah yang menghina, tidak objektif, dan bersifat material. Wallaahu'alam.***