Saturday, November 16, 2019

PENYEBAB KESESATAN

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Sesungguhnya kami menurunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur'an) untuk manusia dengan membawa kebenaran; siapa yang mendapat petunjuk, maka (petunjuk itu) untuk dirinya sendiri, dan siapa yang sesat maka sesungguhnya dia semata-mata sesat buat (kerugian) dirinya sendiri dan kamu sekali-kali bukanlah orang yang bertanggung jawab terhadap mereka. (Az Zumar, 39:41).

Jika ada yang menyampaikan kebenaran dari dalam Al-Qur’an maka akan ada banyak orang memperhatikan. Mengingatkan agar hati-hati supaya tidak tersesat dan menyesatkan. Jika kita sadari, perhatian, peringatan, kritikan kepada orang-orang yang mengajarkan Al-Qur’an, itulah wujud bimbingan Tuhan terhadap para pengkaji Al-Qur’an. Untuk itu kita harus hati-hati karena ada beberapa sebab pada diri kita yang bisa menimbulkan kesesatan dan menyesatkan, sekalipun kita memahami dan mempelajari Al-Qur’an.

Pertama; menurut Buya Syakur, Al-Qur’an adalah argumen, bukan hanya sekedar dokumen. Mereka yang menganggap Al-Qur’an sebatas dokumen cenderung tidak bisa berargumen, dan tidak bisa membuka diri terhadap argumen pemahaman orang lain. Sifat tertutup, tidak mau menerima atau membuka diri, menghargai terhadap pemahaman orang lain adalah bibit dari kesesatan. Sifat tertutup terhadap pemahaman atau pendapat orang lain, adalah tanda-tanda seseorang sedang menjadi thagut bagi dirinya sendiri. Ali Bin Abi Thalib mengatakan bahwa yang harus dikhawatirkan bukanlah pendapat orang lain, tetapi pendapat kita sendiri.

Kedua, kesesatan terjadi tidak memahami dan mendalami inti dari ajaran Al-Qur’an. Kesesatan terjadi karena memahami ayat Al-Qur’an secara parsial. Sedangkan Al-Qur’an adalah keterkaitan, ayat dengan ayat saling menjelaskan dan saling menguatkan. Setiap orang yang mencoba memahami logika Al-Qur’an, dirinya akan cenderung menjadi manusia inklusif, cinta damai, dan menghargai perbedaan dan kemanusiaan. Jiwa-jiwanya menjadi tenang dan selalu menjadi kebaikan bagi seluruh alam.

Ketika seseorang memutuskan menerima atau tidak pengaruh dari luar, keputusan itu mutlak adalah keputusan pribadinya. (Muhammad Plato)
Ketiga, kesesatan terjadi jika sudah ada sikap merasa benar (sombong). Setan telah menjadi sesat karena menganggap pendapatnya benar tentang penciptaan Adam dibandingkan dengan dirinya. Merasa benar adalah awal dari menutup diri terhadap kebenaran, dengan menutup diri terhadap pendapat atau masukkan dari orang lain.

Keempat, kesesatan terjadi jika seseorang tidak mau menggunakan akalnya untuk memahami ayat-ayat Allah. Akal adalah karunia Allah kepada manusia. Jika manusia menggunakan akalnya maka itulah wujud syukur manusia kepada Allah. Sebaliknya bagi siapa yang menolak menggunakan akalnya untuk memahami ayat-ayat Allah dan untuk lebih mengenal Allah tuhannya, maka mereka termasuk orang-orang yang tidak bersyukur kepada pemberian Allah.

Bagi manusia-manusia yang menggunakan akalnya untuk memahami ayat-ayat Allah guna menjaga hatinya tetap bersih, dialah berada di atas petunjuk Allah. Sumber kesesatan ada dalam diri masing-masing. Setiap orang menerima pengajaran dari Allah. Barang siapa mendapat petunjuk, dia mendapat petunjuk untuk dirinya sendiri, barang siapa sesat dia sesat untuk dirinya sendiri.

Manusia dan seluruh makhluk ciptaan Tuhan di muka bumi ini, tidak bertanggung jawab atas petunjuk atau kesesatan seseorang. Petunjuk dan kesesatan semata-mata tanggung jawab Allah. Menyalahkan orang lain sebagai penyebab kesesatan adalah kesesatan. Sekalipun manusia dan seluruh makhluk memberi pengaruh kepada diri seseorang, ketika seseorang memutuskan menerima atau tidak pengaruh tersebut, keputusan itu mutlak adalah keputusan pribadinya di atas takdir Allah. Wallahu’alam.

(Penulis Head Master Trainer).

ILMU BERDISKUSI


OLEH: MUHAMMAD PLATO

Sering kita saksikan di media informasi, orang-orang berdiskusi sampai saling menyudutkan dan merendahkan. Sampai ada yang hendak adu jotos, padahal acara debat atau diskusi disaksikan oleh jutaan masyarakat. Sering juga kita saksikan para peserta diskusi atau debat sampai emosional hingga memperlihatkan nada marah.

Diskusi semacam ini tidak akan terjadi. Sahabat-sahabat sekalian dalam berdiskusi kita harus paham dan disadari bahwa para peserta diskusi bukan pemilik kebenaran. Inilah ilmu diskusi dasar yang harus dimiliki setiap orang. Harus disepakati oleh semua peserta diskusi bahwa pemilik kebenaran adalah Allah. Jangan sedikitpun para peserta diskusi mengklaim bahwa saya pemilik kebenaran. Jika para peserta diskusi sudah mengklaim sebagai pemilik kebenaran maka diskusi tidak akan berjalan dengan sehat karena diskusi tersebut sudah diilhami dengan kesesatan.

Selanjutnya peserta diskusi harus dibekali dengan pengetahuan yang cukup tentang objek yang akan didiskusikan. Untuk itu bagi televisi-televisi yang akan mengundang peserta diskusi harus dari orang-orang yang dinilai memiliki cukup  pengetahuan pada objek yang akan didiskusikan.

Pada saat diskusi berlangsung, harus dipahami diskusi tidak sedang mencari siapa yang benar, tetapi sedang bertukar informasi, bertukar argumentasi, dengan menggunakan pemahaman logika sebab akibat atau rasionalitas. Kekuatan argument jika pendapat kita didukung oleh fakta-fakta yang benar, dan memiliki pandangan dari berbagai sudut pandang untuk membuktikan bahwa pendapatnya didukung oleh argumen-argumen berdasar pada fakta yang benar untuk memberi keyakinan kepada lawan diskusi bahwa pendapat kita didukung fakta-fakta yang benar. Kualitas pendapat sangat tergantung pada kualitas fakta yang dijadikan argumen.


DISKUSI BUKAN URUSAN HATI, TAPI URUSAN LOGIKA, DISKUSI ADU ARGUMEN TASI BUKAN ADU SENTIMEN. (MUHAMMAD PLATO)
Permasalahan sering muncul ketika kedua pendapat sama-sama kuat diyakini bersumber dari data yang benar. Jika ini terjadi, tidak perlu berdebat sampai saling menyudutkan dan menjatuhkan, tetapi kita harus mengembalikan kebenaran itu milik Allah, dan harus saling menghormati dan mengembalikan pendapat mana yang akan dipilih kepada yang lebih berhak dalam mengambil keputusan. Para pengambil keputusan adalah para pemimpin yang kita sepakati berdasarkan hasil pemilihan merujuk kepada aturan atau undang-undang. Para pemimpin di negara kita adalah para pemimpin yang ada di lembaga-lembaga negara.   

Untuk itu, debat-debat di televisi harus diarahkan terlebih dahulu oleh pembawa acara bahwa diskusi ini tidak bertujuan mengetahui siapa yang benar, tetapi sedang mengelaborasi sebuah permasalahan sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan. Berdasarkan pertimbangan itu, sebaik-baiknya keputusan harus diambil berdasar pertimbangan untuk kemaslahatan bagi banyak orang, dan dilakukan oleh para pengembilan keputusan yang berhak.

Saya tegaskan kembali, berdiskusi tidak sedang mencari siapa pemilik kebenaran, tetapi sedang bertukar argumentasi untuk saling mencerdaskan dan menyepakati persamaan persepsi tentang suatu objek yang didiskusikan. Pemilik kebenaran sudah jelas yaitu Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Siapa yang mengklaim pendapatnya benar, dia salah karena sudah merampas milik Allah. Diskusi murni wilayah otak, dan yang bermain adalah logika, dengan pola pikir sebab akibat. Mengadu logika adalah mengadu argumen dan saling serang dalam diskusi adalah saling mengeluarkan argumen berdasar fakta. Tidak boleh berargumen dengan membuka keburukan (aib), menyerang fisik, marah, atau dengan berita bohong. Keterlibatan emosi dalam diskusi hanya sebatas penyemangat untuk mengemukakan seluruh argumen untuk memberi penjelasan, pencerahan, inspirasi kepada semua orang, dengan tetap berpatokan bawah pemilik kebenaran hanyalah Allah.

Diskusi akan berakhir ketika peserta diskusi kehabisan fakta-fakta argumen yang benar. Akhir diskusi tidak memberi kesimpulan siapa yang menang dan kalah, karena penilaian akan kembali kepada pendapat masing-masing setelah mengikuti jalannya diskusi.

Peringatan dari Allah, berdiskusilah tentang hal-hal yang fakta, bisa dilihat dan diraba. Jangan berdiskusi tentang sesuatu yang ghaib karena pengetahuannya mutlak milik Allah. Berdiskusi tentang yang gaib hanya sebatas terkaan belaka, sebagaimana diskusi Nabi Muhammad saw tentang jumlah penghuni gua kahfi di masa lalu yang gaib. Allah memberi peringatan;
“…Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka (hal gaib), kecuali pertengkaran lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorang pun di antara mereka.” (Al Kahfi, 22:18). Walllahu ‘alam.

(Penulis Head Master Trainer)  

RINDU BERAT PADA ALLAH

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Pernahkah Anda merasa rindu? Jika Ya, apa yang dirasakan pada saat Anda rindu? Maka perasaan rindu itu akan sulit diutarakan dengan kata-kata, karena tidak akan pernah ada kata-kata yang mampu melukiskannya. Untuk itulah dibutuhkan pemikiran, sebab melalui pemikiran kita bisa mendefinisikan dan memahami rasa rindu. Jika Anda orang beriman, sejauhmana kualitas rindu Anda kepada Allah?

Baiklah kita simak apa definisi rindu dari kitab suci Al-Qur’an. Sebelum mengaji Al-Qur’an kita lihat dulu fakta di lapangan. Apa yang ada dalam pikiran ketika hati merasa rindu? Pikiran biasanya mengingat objek yang dirindukan. Pikiran akan mengungkap data yang ada di long term memory. Bentuk wajah, tubuh, kejadian, melalui imajinasi objek-objek yang dirindukan ditampilkan senyata mungkin. Berdasarkan fakta itu, saya definisikan rindu adalah ingat sesuatu. Ketika ingat sesuatu, objeknya bisa manusia, tempat, benda, binatang, hewan, Tuhan, apapun, maka kita memasuki wilayah rindu.

MEREKA YANG RINDU BERAT SEKALI KEPADA ALLAH, YAITU  MEREKA YANG INGIN SEGERA KEMBALI BERSATU DENGAN ALLAH (MUHAMMAD PLATO)
Kualitas rasa rindu jika kita jelaskan melalui nalar (pikiran) memiliki beberapa tingkatan. Sehingga jika kita merasa rindu, rasa itu bisa dikategorikan sebagai rindu ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Beberapa kualitas rindu akan saya jelaskan dengan merujuk kepada kitab suci Al-Qur’an. Di dalam Al-Qur’an ada perintah agar manusia rindu Allah, yaitu dengan mengingat-ingat Allah.  

RINDU RINGAN (INGAT)

Rindu ringan terjadi jika kita ingat Allah. Jika kita ingat Allah itu tanda, kita memasuki rindu level satu kualitasnya ringan. Pada rindu level satu, Allah hanya kita ingat selewat di dalam pikiran. Rindu Allah dengan mengingat Allah diperintahkan oleh Allah di dalam Al-Qur’an;

 “wanadkuroka katsiron” “dan banyak mengingat Engkau”. (Thahaa, 20:34). “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (Al Jumu’ah, 62:10).

RINDU SEDANG (INGIN BERTEMU/MELIHAT)

Pada tahap selanjutnya, kualitas rindu akan meningkat dalam bentuk menampilkan wujud dalam imajinasi. Sebagaimana kita lakukan ketika kita ingat seseorang, kualitas rindu akan meningkat dengan menampilkan imajinasi wajah yang kita rindukan. Rindu ini sudah memasuki level dua. Rindu level dua sebagaimana Nabi Ibarahim ketika sedang dalam proses pencarian Tuhan. Orang-orang yang rindu sedang, pada dasarnya akan mencari tampilan yang dirindukannya.

Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku" Tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam". Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat". Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar", maka tatkala matahari itu telah terbenam, dia berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. (Al An’aam, 6:76-78).

Perjalanan hidup seseorang akan mengalami masa-masa rindu sedang dimana mereka tidak bisa bertemu, namun berusaha menghadirkan wajah-wajah yang dirindukannya dalam bentuk imajinasi. Berimanjinasi menjadi obat rindu bagi orang-orang yang merasa rindu di level dua. Derajat kerinduan seseorang sudah termasuk tinggi, jika kerinduaannya disertai dengan imajinasi bisa melihat wajah Allah kelak di akhirat nanti.

(yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. (Al Baqarah, 2;46).

RINDU BERAT (INGIN DEKAT)

Level rindu selanjutnya adalah ketika kita ingin dekat dengan benda, orang, yang kita cintai. Demikian juga rindu berat pada level tiga kepada Allah terjadi jika kita ingat Allah dan ingin selalu dekat bersama Nya. Inilah level rindu seseorang yang sudah mampu merasakan kehidupan surga di akhirat, jiwa-jiwa mereka tenang dan tunduk kepada Allah.

Mereka itulah orang yang didekatkan (kepada Allah). Berada dalam surga kenikmatan. (Al Waqi’ah, 56:12).

RINDU SANGAT BERAT (INGIN KEMBALI BERSATU)

Level rindu selanjutnya adalah ketika kita ingat, bukan hanya ingin dekat tetapi ingin bersatu menjadi bagian dari orang yang kita rindukan. Inilah kualitas rindu tertinggi manusia kepada Allah yaitu ketika ruh ingin kembali bersatu menjadi bagian dari Tuhan. Level rindu ini dimiliki oleh orang-orang yang sudah melepaskan kehidupan dunia, memahami siapa jati diri sesungguhnya. Kehidupannya hanya untuk kepentingan umat, dan kebutuhan pribadinya hanya ingin bersatu kembali bersama Tuhannya.  

Maka Maha Suci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nya lah kamu dikembalikan. (Yasin, 36:83).

(Penulis Head Master Trainer)

Sunday, November 10, 2019

PASSIVE INCOME

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Sahabat sekalian, pernah terpikir tidak untuk hidup dengan passive income? Saya juga berpikir begitu, ingin rasanya hidup dengan kondisi keuangan passive income. Jika saya pada posisi itu, saya berimajinasi, akan saya dunakan uang yang saya miliki untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial yang ada di masyarakat. Ketika ada orang yang sedang bangun masjid, tak perlu ngencleng di pinggir jalan. Saya akan panggil panitia pembangunan masjid dan ditanya berapa dana yang dibutuhkan. Saya akan segera penuhi sampai selesai. Ketika ada anak jalanan, saya tanya apakah mereka mau hidup layak? Lalu saya siapkan sekolah dan pekerjaan untuk mereka. Ketika ada orang-orang sulit cari pekerjaan, saya ajak mereka untuk mengembangkan bisnis bersama-sama. Bahagia rasanya jika hidup ini bisa menyelesaikan masalah-masalah kehidupan masyarakat.

Namun bagaimana caranya supaya hidup ini bisa ada pada posisi passive income? Alternatif pertama; kita harus memulai bisnis dan mengembangkan bisnis hingga beromset miliaran. Kita harus berani mengawali bisnis-bisnis dari hal kecil. Rumus memulai bisnis adalah kunfayakun! Artinya kerjakan, action, dan berproseslah dari satu, dua, tiga, dst. Ketika kita memulai bisnis sekalipun kecil, kita harus melakukannya. Tanpa melakukan kita tidak akan pernah punya kesempatan sukses. Ternyata, sudah beberapa tahun mencoba bisnis, saya belum menemukan bisnis yang bisa mememberi dan menambah penghasilan sampai passive income.

BEKERJA ADALAH MELAKSANAKAN PERINTAH TUHAN, UNTUK MELAYANI, MEMENUHI KEBUTUHAN ORANG LAIN. (MUHAMMAD PLATO) 

Namun saya tidak pernah putus asa untuk bisnis, karena niat bisnis saya yang utama bukan cari untung dulu, tapi cari rugi alias cari pengalaman, percobaan, atau ilmu bisnis. Dan tujuan bisnis paling dasar sekali adalah membantu orang. Alhamdullillah, sampai sekarang beberapa bisnis sudah memberi keuntungan dalam bentuk membuka lapangan pekerjaan, sekalipun saya tidak dapat untung material sepeser pun setiap bulan. Setiap bulan bisnis saya secara material rugi, tetapi karena niatnya bantu orang, setiap bulan saya keluarkan uang dari kantong sendiri yang penting bisnis tetap jalan dan orang tetap punya pekerjaan. Saya serahkan urusan rezeki kepada Tuhan.

Alternatif kedua, agar bisa sampai pada posisi passive income adalah dengan menyederhanakan hidup dan total berserah diri kepada Tuhan.  Setelah saya amati ternyata hidup ini hanya apa yang kita makan dan pakai setiap hari. Baju tidak lebih dari tujuh potong sesuai jumlah hari, dan makanan tidak lebih dari tiga piring yang kita makan sehari. Baju yang numpuk di lemari tidak bisa saya pakai semua, karena setiap hari pakai baju kerja yang sudah dijadwal pemakaiannya dan baju bebas ketika libur. Banyak baju yang tidak bisa saya pakai. Baju yang tidak bisa saya pakai adalah passive income yang bisa saya dermakan untuk bantu orang. Makanan pun tidak lebih dari tiga piring sehari, dan bisa saya penuhi dengan sedikit nasi, ikan, dan sayuran dengan harga 2000 satu ikat yang bisa digunakan beberapa kali makan.

Saya berkesimpulan kondisi passive income yang mungkin disa dialami oleh setiap orang adalah dengan menyederhanakan hidup, dengan memilih waktu makan ketika lapar, membeli pakaian ketika butuh, membeli kendaraan berdasarkan fungsinya dan meminimalisir aksesoris hidup. Hindari utang dengan cara riba, dan berutang hanya untuk investasi.

Untuk mendukung hidup sederhana bisa dibangun pola pikir total surrender, menyerahkan segala urusan rezeki kepada yang mengurus semua makhluk yaitu Tuhan. Tota surrender adalah bekerja dengan niat membantu kesulitan orang, disiplin, full power, dan membiarkan urusan rezeki dijamin Tuhan yang punya ketentuan pasti. Passive income adalah suatu keadaan ketika pada posisi, wamaa umiruu illaa liya’budulloha mushlisiina lahuddin. “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (Al Bayyin, 98:5). Orang-orang yang berkarakter passive income adalah mereka yang dalam segala kondisi tetap shalat (teguh berkeyakinan dan berharap pada Tuhan), dan zakat (tetap komitmen untuk membantu sesama).

Pada posisi “kemurniaan ketaatan”, seseorang sudah mencapai derajat merasakan rezeki banyak tetapi kebutuhan material untuk pribadi harmpir tidak ada. Artinya, posisi passive income seseorang akan terjadi jika seseorang berhasil menekan seminimal mungkin kebutuhan pribadi.  Aktivitas sehari-harinya menjadi aktivitas kemurnian ketaatan kepada Tuhan, pada posisi ini rezeki orang akan diangkat dan dijamin oleh Allah kehidupannya hingga sempurna rezekinya di dunia dan akhirat. Wallahu’alam.

(Penulis Head Master Trainer)

Saturday, November 9, 2019

MENGUBAH DUNIA DARI SEKOLAH

OLEH: Muhammad Plato

Belajar sukses dari negeri Barat berbeda dengan negeri Mekah. Jika belajar dari Barat hidup kita harus disiplin ke kantor, jika belajar dari Arab kita harus disiplin shalat. Belajar dari Barat hidup kita mengejar-ngejar dunia, dan akhirat tertinggal. Belajar dari Mekah kita mengejar-ngejar akhirat, dunia mengikuti.

Penduduk Mekah semuanya bekerja, karena mereka tidak mau disuruh-suruh orang. Dari pada mereka hidup meminta-minta, pilihan mereka lebih baik jadi pengembala ternak. Dan seorang pengembala ternak pun, iman dan takwanya kepada Tuhan jangan di tanya. Begitu informasi dari vlog kang Yana Mulyana dari Arab (Mekah).

Ketika saya diberi kesempatan umroh tahun 2015, di Madinah dan Mekkah, saya menyaksikan sendiri bagaimana irama jutaan orang bergerak masuk dan keluar masjid, seperti gelombang di pantai yang tidak pernah berhenti. Setiap menjelang shalat gelombang orang bergerak memasuki masjid, dan setelah selesai terlihat lagi gelombang orang keluar masjid. Menjelang shalat berikutnya, gelombang jutaan orang bergerak lagi masuk masjid, dan setelah selesai bergelombang keluar lagi. Masya Allah inilah gerakan gelombang kehidupan yang digerakkan karena kehendak Allah. Gerakan itu tidak akan berhenti kecuali kiamat terjadi.

JIKA SELURUH WARGA SEKOLAH MENJAGA DISIPLIN SHALAT, MAKA DIBUKA BERKAH REZEKI DARI LANGIT DAN BUMI (MUHAMMAD PLATO)
Barakallah, sesungguhnya belajar dari Mekah dan Madinah, mengelola dan mensejahterakan negeri pondasi dasarnya bukan dengan menyediakan lapangan pekerjaan atau memberi makan masyarakat, tetapi menanamkan iman dan takwa seluruh masyarakat. Menanamkan iman dan takwa kepada masyarakat adalah dengan melatih disiplin kepada seluruh masyarakat untuk menjaga iman dan takwanya dengan disiplin shalat.

Gelombang jutaan orang masuk dan keluar masjid setiap jadwal shalat, harus terjadi di setiap negeri muslim, jika ingin rezeki seluruh masyarakat dijamin oleh Allah. Kesejahteraan Mekah dan Madinah adalah bukti dari ayat-ayat Allah yang menjamin penduduk negeri jika beriman dan bertakwa.

"Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (Al A’raaf, 7:96).

Mari renungi, tafakuri ayat ini. Bacalah dengan akal, gunakan logika sebab akibat yang biasa kita lakukan ketika merasa lapar kita makan, dan ketika haus kita minum. Allah menjelaskan, JIKA BERIMAN DAN BERTAKWA, MAKA DIBUKA BERKAH REZEKI DARI LANGIT DAN BUMI. Ukuran beriman dan bertakwa setiap warga negara bagi umat Islam adalah terlihat disiplin shalat berjamaah di masjid dalam situasi kerja. Budaya disiplin shalat harus diprogram menjadi agenda baku bagi seluruh pekerja, pelajar, dimana pun berada dalam situasi apapun. Inilah target setiap pemimpin jika hendak mensejahterakan warga negaranya. Target ini adalah pekerjaan berat harus mengerahkan seluruh kekuatan baik jiwa maupun raga.

Alangkah berkahnya sebuah lembaga pendidikan jika bisa menjadikan waktu-waktu shalat sebagai patokan dalam penegakkan disiplin. Kuncinya harus ada keberanian pemimpin, dan bermufakat bahwa JIKA SELURUH WARGA SEKOLAH ATAU KAMPUS BERIMAN DAN BERTAKWA, MAKA BERKAH ILMU DARI LANGIT DAN BUMI AKAN DIBUKA. Satu tahun setengah menegakkan shalat baru mencapai 31 persen disiplin. Setan sangat paham, jika kunci kesejahteraan ini dipahami oleh umat manusia, maka setan akan jadi makhluk paling hina karena akan selalu gagal menjerumuskan manusia.

Ayat mana lagi yang harus dijelaskan? Jika saja semua orang dengan mudah beriman dan bertakwa atas apa yang dikabarkan dalam Al-Qur’an, maka tidak ada lagi alasan untuk tidak berjihad mewujudkannya. JIka kita tidak bisa mengubah dunia, ubahlah negeri sendiri. Jika tidak bisa mengubah negeri sendiri, ubahlah lembaga pendidikan kita kuasai. Jika lembaga pendidikan tidak bisa dikuasai, ubahlah dari keluarga. Jika dari keluarga tidak bisa diubah, maka untuk mengubah dunia ini ubahlah diri kita sendiri.

Mengubah dunia harus dimulai dari pendidikan. Sekolah adalah lembaga pendidikan tempat mengubah diri-diri manusia. Mengubah diri-diri manusia dari dunia pendidikan adalah dengan menciptakan gelombang manusia keluar masuk masjid mengikuti setiap suara adzan berkumandang. Dengan penuh keyakinan gelombang ini harus diciptakan sampai melihat fakta dengan yakin bahwa Tuhan membuka pintu rezeki dari langit dan bumi, jika seluruh warga sekolah beriman dan bertakwa. Wallahu’alam.   

(Penulis Master Trainer)

Sunday, November 3, 2019

PENDIDIKAN UNTUK MANUSIA SEMPURNA

OLEH: MUHAMMAD PLATO

“jika anda mengatakan bahwa tak ada manusia sempurna, maka dipastikan belum membaca kitab suci Al-Qur’an”. (Muhammad Plato). Perkataan ini pasti berdasarkan pada penglihatan, pengalaman, bukan keterangan dari Al-Qur’an dengan melihat proses penciptaan Adam. “Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan) Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.” (Al Hijr, 15:29). Penjelasan tentang ayat ini berkaitan dengan Hadis, “sesungguhnya, Allah menciptakan Adam sesuai dengan citra-Nya”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Keterangan di dalam Al-Qur’an, setiap manusia (Adam) diciptakan dengan ruh Tuhan. Berarti di dalam diri manusia sesungguhnya ada ruh Tuhan, untuk itu potensi-potensi ketuhanan ada dalam diri manusia. Berdasar keterangan ini, Sulaiman al-Kumayi Direktur Studi Islam dan Perdamaian, menggagas ide 99Q (kecerdasan 99) yang diilhami dari 99 nama Allah yang mulia. Jika di dalam Al-Qur’an Allah telah mengajarkan nama-nama maka hal ini menjelaskan bahwa manusia sudah memiliki bekal pengetahuan sebelum mereka lahir ke dunia. (Amin, 2008, hlm. 24).

Manusia adalah makhluk dengan multitalenta. Jika ahli-ahli pendidikan mengatakan tidak ada manusia bodoh, pernyataan ini bisa dikatakan 1000 persen benar. Perkataan ini berdalil, atau didukung oleh keterangan dari Al-Qur’an. Dijelaskan dalam proses penciptaan manusia, sudah ditiupkan ruh Allah (segala potensi) ke dalam diri manusia. Menurut Sulaiman dengan potensi ilahiah yang diberikan Tuhan, sebenarnya manusia memiliki segala kemampuan. (Amin, 2008, hlm 24).

INVESTASI CERDAS ADALAH INVESTASI UNTUK DUNIA DAN AKHIRAT (MUHAMMAD PLATO)
Adapun hal-hal yang membuat manusia tidak bisa memunculkan segala potensi yang ada pada dirinya dikarenakan oleh faktor lingkungan. Lingkungan yang memengaruhinya dimulai sejak dalam proses di dalam kandungan. Apa yang dimakan, dilakukan, dilihat, didengar, dipikirkan, dan dirasakan, oleh ibunya itulah pengaruh lingkungan. Setelah dilhahirkan pola asuh orang tua, dan apa yang dilakukan oleh anak itu sendiri adalah bagian dari lingkungan yang memengaruhinya.

Lingkungan akan memberi pengaruh kepada manusia sejak di dalam kandungan sampai dia hidup setelah dilahirkan. “maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya”, (Asy Syams, 91:8). Kefasikan (pengaruh buruk) dibentuk oleh lingkungan-lingkungan buruk, dan ketakwaan (kebaikan) dibentuk oleh lingkungan yang baik. Manusia beruntung adalah mereka yang bisa menjaga dirinya dari pengaruh buruk, dan menjaganya dengan memelihara lingkungannya tetap baik. “sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”. (Asy Syams, 91:9-10).

Manusia diciptakan dengan sempurna, namun setelah penciptaannya yang sempurna, Allah memberi kemampuan akal kepada manusia yang bisa menerima, memilih, menemukan, dan memberi kemampuan untuk memutuskan apakah menerima hal-hal yang buruk yang mengotorinya atau menyucikannya.   

“Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan.” (Huud, 11:15). Manusia akan diberi kehidupan dunia dengan sempurna jika dia mengerjakan keinginannya dengan sempurna.  Demikian juga pada hari akhir, manusia akan mendapat pekerjaannya dengan sempurna tanpa dirugikan. “Bagaimanakah nanti apabila mereka Kami kumpulkan di hari (kiamat) yang tidak ada keraguan tentang adanya. Dan disempurnakan kepada tiap-tiap diri balasan apa yang diusahakannya sedang mereka tidak dianiaya (dirugikan)”. (Ali Imran, 3:25).

Kehidupan dunia adalah lingkungan yang berpotensi memengaruhi kehidupan manusia. Hendaknya manusia menyempurnakan usahanya dalam menjaga akhlaknya tetap baik sebagaimana Allah berikan petunjukkanya kepada Nabi-Nabi yang membimbing setiap umat. Wahyu Allah yang disampaikan kepada Rasulullah adalah petunjuk bagi manusia agar bisa menjaga lingkungannya (pikiran, perasaan, prilaku) tetap baik. Nabi Muhammad saw memerintah untuk meniru akhlak Allah. “takhallaqu bi Akhlak Allah. (Amin, 2008, hlm. 23).

Berdasarkan keterangan ayat-ayat di atas, kita tidak menapikan usaha-usaha para pemikir pendidikan terdahulu bahwa untuk menjaga dan memelihara potensi-potensi yang ada dalam diri manusia diperlukan sebuah proses pendidikan. Namun, dada dasarnya usaha sadar pendidikan adalah menjaga atau memengaruhi ruh-ruh manusia yang sempurna dari lingkungan-lingkungan yang dapat mengilhaminya keburukan.

Usaha pendidikan ini tidak dapat lepas dari bantuan petunjuk dari Allah dengan diturunkannya para Nabi dan Rasul yang diberi wahyu. Ketika para Nabi dan Rasul sudah meninggalkan dunia, maka manusia membutuhkan ajaran-ajaran Tuhan dari wahyu-wahyu yang masih ada sekarang yang pernah diturunkan kepada Rasul Allah.

Ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh manusia dari hasil pemikiran dan pengamatan alam berfungsi menjelaskan petunjuk-petunjuk dari Allah secara rasional dengan mengacu kepada wahyu Allah. Melepaskan keterkaitan pengetahuan wahyu dalam mengembangkan ilmu pengetahuan adalah ketidaksempurnaan para  filsuf, atau ilmuwan dalam menjaga lingkungan hidup manusia agar tetap baik.

Memasuki awal abad 21 ini, dibutuhkan paradigma ilmu baru, yaitu paradigma yang mengembalikan kajian ilmu kepada keterpaduan (integrasi). Menurut teori strukturalisme bahwa setiap unsur hanya bisa dipahami melalui keterkaitan antar unsur. (Kuntowidjoyo, 2006, hlm. 32). Unsur keterkaitan ini sangat ditekankan di dalam Islam. Konsep keterkaitan ini dijelaskan di dalam surat Al Ma’un, disebutkan termasuk mendustakan agama jika orang-orang shalat tidak memiliki kepedulian kepada anak-anak yatim dan fakir miskin. (Kuntowidjoyo, 2006, hlm. 32-33).

Konsep-konsep pendidikan perlu ditinjau ulang. Teori-teori pendidikan yang dikembangkan oleh para pemikir sekuler perlu ditinjau ulang, dengan melihat keterkaitannya dengan konsep-konsep pendidikan yang dikehendaki dalam kitab suci. Al-Qur’an bisa menjadi salah satu rujukan untuk mengkritisi kembali konsep-konsep pendidikan melalui pendekatan integrasi.

Pendidikan yang integralistik tidak merendahkan teori-teori yang telah dikembangkan oleh pemikir sekuler. Ilmu pendidikan integralistik mengembalikan kembali paradigma ilmu kepada wahyu sebagai sumber pengembangan konsep, dan mencari keterpaduan dengan konsep-konsep pendidikan yang telah dikembangkan oleh ahli-ahli pendidikan sekuler. Dalam pandangan pendidikan integralistik, tidak menafikan atau merendahkan ilmu-ilmu yang telah dikembangkan hanya memverifikasi kebenaran ilmu menurut pandangan integralistik.

Sekularisme tidak lagi sesuai dengan jiwa zaman. Dediferensiasi (rujuk kembali) adalah kehendak zaman yang mengalami perubahan akibat perkembangan teknologi informasi. Dunia barat dan timur tidak lagi terpisah oleh batas-batas negara. Teknologi informasi telah menyatukan dunia dalam satu kawasan yaitu bumi manusia. Pergaulan manusia tidak lagi dibatasi oleh suku, ras, agama, dan bangsa. Setiap manusia bisa berkomunikasi, saling bertukar pikiran, jual beli dengan manusia di belahan bumi manapun dengan bantuan teknologi informasi. Manusia ditakdirkan untuk saling tolong menolong untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, tanpa melihat latar belakangnya.

Musuh bersama saat ini adalah manusia-manusia yang tidak mau hidup damai dalam satu bumi, yaitu manusia-manusia yang membawa pengaruh-pengaruh negatif pada ruh manusia yang sempurna. Perang pada pengaruh-pengeruah negatif pada ruh manusia yang sempurna bukan hanya tanggung jawab kelompok-kelompok tertentu, tetapi menjadi tanggung jawab manusia yang mengingikan kehidupan terbaik di dunia dan kehidupan terbaik di akhirat. Semua manusia yang mengakui adanya Tuhan atau tidak, menginginkan kehidupan terbaik di dunia.

Tujuan-tujuan pendidikan menurut pandangan integralistik tidak lagi bersifat parsial tetapi untuk kesejahteraan umat manusia. Manusia-manusia integralistik adalah manusia yang berkeyakinan kepada Tuhan dan punya komitmen tinggi pada kemanusiaan. Sekalipun dia beragama menurut keyakinan masing-masing, tetapi misinya adalah membawa kesejahteraan untuk seluruh penghuni alam. “Dan tiadalah Kami mengutus kamu (manusia), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.  (Al Anbiya, 21:107). Inilah gambaran manusia integralistik, yaitu manusia sempurna yang ruhnya selalu terjaga dari pengaruh-pengaruh lingkungan (pemikiran, perasaan) negatif yang selalu mementingkan diri dan kelompoknya. Agama tidak akan menjadi sekat-sekat yang menghalangi manusia untuk berbuat baik pada sesama, jika benar-benar memahami petunjuk dari Tuhannya. Wallahu ‘alam.

(Head Master Trainer)