OLEH:
MUHAMMAD PLATO
Jika semua beriman
kepada Tuhan Yang Esa, maka seharusnya seluruh manusia bersatu. Perbedaan
pendapat tentang kebenaran yang sama-sama di dapat dari kitabullah dan sunnah adalah
fitrah, perasaan bersatu (berjamaah) karena sama-sama menyembah Allah Yang Ahad
adalah visi dari adanya jamaah.
Maka dapat dipahami
akal, hadirnya tuhan-tuhan selain Allah pasti membuat manusia terpecah belah menjadi
aliran-aliran. Lahirnya aliran-aliran disebakan oleh nafsu-nafsu yang merasa
menjadi pemilik kebenaran. Aliran-aliran itu telah menjadi tuhan-tuhan yang
menyesatkan manusia.
Sekiranya ada di langit
dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa.
Maka Maha Suci Allah yang mempunyai `Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.
(Al Mukminun, 40:26)
Nabi Muhammad saw, para
sahabat, dan para imam, tidak pernah mengklaim kebenaran milik dirinya, tidak pula
menciptakan aliran. Mereka semua menyampaikan kebenaran milik Allah dengan
beriman kepada Al-Qur’an dan sunnah.
Apa dalilnya jika
aliran-aliran terbentuk karena hawa nafsu manusia? Buktinya kita temukan dalam
hadis, bahwa Islam terpecah menjadi 73 golongan, 72 di atas api neraka dan satu
di syurga.
“Rasulullah
SAW bangkit dan memberikan khutbah, dalam khutbahnya beliau berkata, 'Millah
ini akan terbagi ke dalam 73 golongan, seluruhnya akan masuk neraka, (hanya)
satu yang masuk surga, mereka itu Al-Jamaa’ah, Al-Jamaa’ah. Dan dari kalangan
umatku akan ada golongan yang mengikuti hawa nafsunya, seperti anjing mengikuti
tuannya, sampai hawa nafsunya itu tidak menyisakan anggota tubuh, daging, urat
nadi (pembuluh darah) maupun tulang kecuali semua mengikuti hawa nafsunya.” (HR.
Abu Daud).
Fenomena ini telah terjadi sekarang. Umat telah mengalami
disoreintasi keimanan dalam beragama. Keimanan mengalami disorientasi karena
taklid kepada pendapat manusia, bukan kembali
kepada kitabullah dan sunnah.
Kata Al Jamaa’ah terlalu beresiko jika di tafsir sebagai aliran,
karena akan terjebak pada semangat ego kelompok berlebihan yang merasa paling benar
dan yang lain salah. Jika Al Jamaa’ah di tafsir sebagai aliran, orang akan kembali
terjebak membela aliran.
Al Jamaa’ah adalah kelompok muslim yang memiliki ciri akhlak
selalu berkomitmen untuk tetap bersama-sama, menjaga kebersamaan, menebarkan
sikap damai, persaudaraan, tidak mencaci dan menyalahkan, serta menghindari perpecahan
sebagaimana diajarkan dalam kitabullah dan sunnah.
Dua orang lebih baik dari seorang dan tiga orang lebih baik dari dua
orang, dan empat orang lebih baik dari tiga orang. Tetaplah kamu dalam jamaah. Sesungguhnya Allah Azza
wajalla tidak akan mempersatukan umatku kecuali dalam petunjuk (hidayah) (HR.
Abu Dawud)
Setiap penceramah harus
sering-sering mengingatkan bahwa kebenaran milik Allah dan kesalahan adalah
milik manusia. Kata kunci ini harus diulang ulang karena di masyarakat sering
terdengar mereka beriman kepada ulama, kiyai, kelompok, atau aliran. Masyarakat
menjadikan ustad, ulama, kiyai, aliran, madzab sebagai rujukan atas kebenaran yang mereka
lakukan. Padahal rujukan dalam melakukan kebenaran sepeninggal Nabi Muhammad
saw adalah Al-Qur’an dan sunnah.
Penceramah harus
terbuka kepada masyarakat jika mengemukakan sebuah pendapat, dengan
mengeluarkan dalil setiap pendapat yang dikemukakannya. Sehingga masyarakat
akan beriman kepada kitabullah dan sunnahnya bukan kepada penceramah dan
alirannya.
Hal penting yang harus
diiformasikan kepada masyarakat adalah jika terjadi perbedaan pendapat dalam
hal kebenaran yang sumbernya dari kitabullah dan sunnah, maka pengadilannya
harus dikembalikan kepada sang pemilik kebenaran, Prateknya setiap orang harus
bersabar untuk menunggu pengadilan Allah di akhirat, sambil tetap berpikir dan
memperbaiki kualitas keilmuan dengan tetap menjaga kebersamaan, persaudaraan dan perdamaian.
Itulah Al jamaa’ah… Al
jamaa’ah…! Begitu pentingnya untuk berjamaah, Rasulullah bersabda, “Barangsiapa tidak menyukai sesuatu dari tindakan
penguasa maka hendaklah bersabar. Sesungguhnya orang yang meninggalkan
(membelot) jamaah walaupun hanya sejengkal maka wafatnya tergolong jahiliyah.
(HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam bulan suci
ramadhan 1439 hijriyah ini, kita perlu bertanya dan berpikir. Apakah selama ini
kita telah benar-benar membela Allah, atau mengikuti hawa nafsu kita dengan membela
aliran? Jika benar membela Allah seharusnya tidak menebar kebencian, tetap
berada dalam jamaah, menebar rasa persaudaraan, damai dan menjadi rahmat bagi seluruh
alam. Wallahu ‘alam.
(Penulis Master of Logika Tuhan)