Tuesday, May 29, 2018

MEMBELA ALLAH ATAU ALIRAN?

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Jika semua beriman kepada Tuhan Yang Esa, maka seharusnya seluruh manusia bersatu. Perbedaan pendapat tentang kebenaran yang sama-sama di dapat dari kitabullah dan sunnah adalah fitrah, perasaan bersatu (berjamaah) karena sama-sama menyembah Allah Yang Ahad adalah visi dari adanya jamaah.

Maka dapat dipahami akal, hadirnya tuhan-tuhan selain Allah pasti  membuat manusia terpecah belah menjadi aliran-aliran. Lahirnya aliran-aliran disebakan oleh nafsu-nafsu yang merasa menjadi pemilik kebenaran. Aliran-aliran itu telah menjadi tuhan-tuhan yang menyesatkan manusia.

Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai `Arsy daripada apa yang mereka sifatkan. (Al Mukminun, 40:26)

Nabi Muhammad saw, para sahabat, dan para imam, tidak pernah mengklaim kebenaran milik dirinya, tidak pula menciptakan aliran. Mereka semua menyampaikan kebenaran milik Allah dengan beriman kepada Al-Qur’an dan sunnah.

Apa dalilnya jika aliran-aliran terbentuk karena hawa nafsu manusia? Buktinya kita temukan dalam hadis, bahwa Islam terpecah menjadi 73 golongan, 72 di atas api neraka dan satu di syurga.

“Rasulullah SAW bangkit dan memberikan khutbah, dalam khutbahnya beliau berkata, 'Millah ini akan terbagi ke dalam 73 golongan, seluruhnya akan masuk neraka, (hanya) satu yang masuk surga, mereka itu Al-Jamaa’ah, Al-Jamaa’ah. Dan dari kalangan umatku akan ada golongan yang mengikuti hawa nafsunya, seperti anjing mengikuti tuannya, sampai hawa nafsunya itu tidak menyisakan anggota tubuh, daging, urat nadi (pembuluh darah) maupun tulang kecuali semua mengikuti hawa nafsunya.” (HR.  Abu Daud).

Fenomena ini telah terjadi sekarang. Umat telah mengalami disoreintasi keimanan dalam beragama. Keimanan mengalami disorientasi karena taklid kepada  pendapat manusia, bukan kembali kepada kitabullah dan sunnah.

Kata Al Jamaa’ah terlalu beresiko jika di tafsir sebagai aliran, karena akan terjebak pada semangat ego kelompok berlebihan yang merasa paling benar dan yang lain salah. Jika Al Jamaa’ah di tafsir sebagai aliran, orang akan kembali terjebak membela aliran.

Al Jamaa’ah adalah kelompok muslim yang memiliki ciri akhlak selalu berkomitmen untuk tetap bersama-sama, menjaga kebersamaan, menebarkan sikap damai, persaudaraan, tidak mencaci dan menyalahkan, serta menghindari perpecahan sebagaimana diajarkan dalam kitabullah dan sunnah.
Dua orang lebih baik dari seorang dan tiga orang lebih baik dari dua orang, dan empat orang lebih baik dari tiga orang. Tetaplah kamu dalam jamaah. Sesungguhnya Allah Azza wajalla tidak akan mempersatukan umatku kecuali dalam petunjuk (hidayah) (HR. Abu Dawud)
Setiap penceramah harus sering-sering mengingatkan bahwa kebenaran milik Allah dan kesalahan adalah milik manusia. Kata kunci ini harus diulang ulang karena di masyarakat sering terdengar mereka beriman kepada ulama, kiyai, kelompok, atau aliran. Masyarakat menjadikan ustad, ulama, kiyai, aliran, madzab  sebagai rujukan atas kebenaran yang mereka lakukan. Padahal rujukan dalam melakukan kebenaran sepeninggal Nabi Muhammad saw adalah Al-Qur’an dan sunnah.
Penceramah harus terbuka kepada masyarakat jika mengemukakan sebuah pendapat, dengan mengeluarkan dalil setiap pendapat yang dikemukakannya. Sehingga masyarakat akan beriman kepada kitabullah dan sunnahnya bukan kepada penceramah dan alirannya.

Hal penting yang harus diiformasikan kepada masyarakat adalah jika terjadi perbedaan pendapat dalam hal kebenaran yang sumbernya dari kitabullah dan sunnah, maka pengadilannya harus dikembalikan kepada sang pemilik kebenaran, Prateknya setiap orang harus bersabar untuk menunggu pengadilan Allah di akhirat, sambil tetap berpikir dan memperbaiki kualitas keilmuan dengan tetap menjaga  kebersamaan, persaudaraan dan perdamaian.

Itulah Al jamaa’ah… Al jamaa’ah…! Begitu pentingnya untuk berjamaah, Rasulullah bersabda, “Barangsiapa tidak menyukai sesuatu dari tindakan penguasa maka hendaklah bersabar. Sesungguhnya orang yang meninggalkan (membelot) jamaah walaupun hanya sejengkal maka wafatnya tergolong jahiliyah. (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam bulan suci ramadhan 1439 hijriyah ini, kita perlu bertanya dan berpikir. Apakah selama ini kita telah benar-benar membela Allah, atau mengikuti hawa nafsu kita dengan membela aliran? Jika benar membela Allah seharusnya tidak menebar kebencian, tetap berada dalam jamaah, menebar rasa persaudaraan, damai dan menjadi rahmat bagi seluruh alam. Wallahu ‘alam.

(Penulis Master of Logika Tuhan)

No comments:

Post a Comment