Friday, February 24, 2017

MENCINTAI KARENA TUHAN


“Kembalikan aku dari perasan ini. Cinta itu seperti pedang”, demikian curhatan seorang gadis di media sosial, maklum anak-anak zaman sekarang. Entah apa yang ada di benak gadis itu, kita hanya bisa baca statusnya. 

Memahami arti kata cinta, belum pernah ada kata sepakat. Semua hanya bisa merasa tapi tidak pernah bisa jujur mengungkapkan artinya. Untuk itulah banyak para pencari cinta yang dusta.

Tuhan mengajarkan cara mencintai dengan tulus kepada kita, sebagaimana Tuhan mencintai makhluk-makhluknya. Inilah ajaran cinta sejati dari Tuhan. Cinta yang diharapkan dimiliki manusia seperti mengacu pada hadis. “Paling kuat tali hubungan keimanan ialah cinta karena Allah dan benci karena Allah”. (HR. Ath-Thabrani).

Dan cinta yang tidak diharapkan pada manusia seperti dijelaskan pula dalam hadis. “Cintamu kepada sesuatu menjadikan kamu buta dan tuli”. (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Lalu bagaimana prakteknya jika kita mau mencintai karena Allah? Cinta karena Allah definisinya adalah mencintai berdasarkan apa-apa yang diperintahkan oleh Tuhan. Apa-apa yang diperintahkan oleh Tuhan sumbernya kitab suci. Dari kitab suci, ada beberapa kriteria yang dapat dijadikan ciri mencintai karena Allah sebagai berikut;

1.      Mencintai tidak Bermaksud Memiliki
Cinta bisa menimbulkan konflik terbuka. Konflik terbuka, terjadi karena cinta didasari niat ingin memiliki. Pada prinsipnya semua yang ada di dunia ini adalah titipan.

Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi”. (Al Baqarah, 2:255).

Mencintai dengan niat memiliki sesungguhnya telah melanggar ketentuan bahwa semua yang ada di langit dan bumi adalah milik Allah. Maka siapa yang mencintai dengan niat memiliki, akan tersiksa dengan rasa cintanya sendiri.

Doa yang tepat ketika minta jodoh adalah “ya Tuhan titipkanlah kepada kami pasangan hidup yang menyenangkan hati”. Doa ini membangun kesadaran bahwa apa yang ada di dekat kita adalah titipan yang suatu saat akan diambil kembali.

2.      Mencintai itu Memberi
“Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas”. (Al Baqarah, 2:212). Cinta atas nama Tuhan adalah memberi tanpa batas. Pada prinsipnya Nabi Muhammad saw menjelaskan bahwa “Tangan yang di atas (pemberi) lebih baik daripada tangan yang di bawah (penerima)”. (HR. Bukhari)

Sudah sering kita liat bahwa para pemuda mendatangi pemudi dengan membawa pemberian. Itulah sifat dari cinta, mendorong orang untuk memberi.
Namun demikian pemberian dari para pemuda ke para pemudi yang belum menikah, bisa dijamin bahwa sebagian besar pemberian itu tidak ikhlas. Mengapa demikian? Karena pemberian itu berharap balasan dari sesama manusia. Maka dari itu setiap pemberian harus jelas akadnya, jangan sampai menjadi hutang yang tidak dapat dibalas, dan menjadi bibit perpecahan.
  
3.      Mencintai itu Berani Berkorban
Berkorban bukan hanya ajaran ritual tahunan dalam ajaran agama. Berkorban adalah prinsip hidup yang ditetapkan oleh Tuhan sebagai bukti tidak ada kecintaan kepada selain Tuhan. “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah”. (Q.S, Al Kautsar, 108:2).

Mencintai karena Tuhan, adalah keberanian berkorban sebagaimana diperintahkan oleh Tuhan, yaitu berkorban demi kebajikan. Berkorban demi menafkahi istri dan anak, berkorban demi kesejahteraan orang tua, berkorban demi orang-orang miskin, berkorban dengan kemaslahatan masyarakat. Mencintai tanpa berani berkorban dalam kebajikan, adalah cinta palsu.   

4.      Mencintai itu Menerima Takdir Tuhan
Cinta itu menerima segala kejadian sebagai takdir Tuhan. Menerima segala kejadian sebagai bagian dari yang terbaik dari Tuhan. Cinta itu tidak pernah mengeluh, dan menyalahkan orang lain. Itulah kriteria orang-orang yang memiliki cinta karena Tuhan.

Jika kita mencintai istri/suami karena Tuhan, maka cirinya adalah tidak ada keluhan, dan tidak ada yang salah pada istri/suami kita. Istri/suami kita adalah yang terbaik dari Tuhan. Itulah ukuran jika kita ingin dikatakan mencintai karena Tuhan.

5.      Mencintai itu berserah diri kepada Tuhan
Inilah kunci dari semua kecintaan atas nama Tuhan. Cinta adalah berserah diri kepada ketentuan Tuhan. “dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan…(QS. Anniisa, 4:25).

Totalitas mencintai karena Tuhan adalah berserah diri pada ketentuan Tuhan, atas segala kejadian yang terjadi pada diri. Pikirannya tidak terbebani rasa takut, dan khawatir. Mereka yang mencintai sesuatu karena Tuhan, hidupnya tanpa beban. Jiwa, emosinya stabil, tidak lagi terpengaruh oleh keadaan, situasi, kondisi, iklim, cauca, gelap, terang, bencana, kemiskinan, dan manusia.

Segala keputusan tentang hidupnya diserahkan kepada Tuhan. Kerja kerasnya, ilmunya, keterampilannya, keahliannya, profesinya, kelimpahan harta, kedudukan tinggi, bukan sebab keberhasilan dari usaha dan kerja kerasnya, semuanya diserahkan terjadi karena ada kehendak Tuhan.

Itulah lima kriteria, jika Anda mau mencintai karena Allah. Bohong, jika ada yang mengatakan, “saya mencintai perempuan itu karena Tuhan, tapi punya niat memilikinya dan takut dimiliki orang lain, maka ucapannya adalah bohong”.

Bohong, jika ada orang bilang saya mencintai anak-anak yatim, dan ibu bapak karena Allah,  tetapi tidak mau memberi nafkah kepada mereka. Bohong, jika ada orang bilang saya mencintai Nabi Muhammad saw, tetapi tidak mau berkorban dalam menengakkan kebajikan.

Bohong, jika ada orang bilang saya tidak mencintai jabatan saya, tetapi jika jabatannya dicopot berprasangka buruk kepada orang dan Tuhan. Bohong jika orang bilang saya tidak mencintai harta kekayaan, tetapi ketika hartanya habis terbakar dia stres, dan putus asa.

Demikianlah beberapa kriteri mencintai karena Allah, yang bisa saya sampaikan semoga jadi pengetahuan bermanfaat, dan bisa dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Salam sukses dengan logika Tuhan. Wallahu ‘alam.

(Master Trainer @logika_Tuhan).

Sunday, February 5, 2017

OBAT PENYAKIT MALAS


OLEH:
MUHAMMAD PLATO

Setiap orang melakukan sesuatu berdasarkan apa yang dipahaminya. Apa yang dipahami seseorang  berawal dari pengertian suatu konsep yang dimilikinya. Semangat atau malas seseorang melaksanakan shalat berangkat dari pemahaman. Mereka yang malas rata-rata memiliki pemahaman terbatas tentang shalat.

Survey kecil-kecilan di sekolah menengah atas, dari satu kelas yang rata-rata jumlah siswanya 30 orang, siswa yang melaksanakan shalat lima waktu hanya enam orang. Ketika survey secara acak di kelas lain dengan tingkat dan waktu berbeda, ternyata siswa yang melaksanakan shalat lima waktu full time masih tetap dikisaran enam orang.

Jika beberapa kelas yang telah di survey dijadikan sample, maka dari 18 kelas dengan jumlah seluruh siswa 546 orang, yang melakukan shalat lima waktu di sekolah tersebut hanya di kisaran dua persen (2%) atau kurang lebih 109 orang. Kesimpulan sementara sebagian besar siswa siswi di sekoah tersebut berpenyakit malas shalat. Pantas saja Tuhan bertanya kepada manusia sampai 31 kali, nikmat dari Tuhan mana lagi yang kamu dustakan?

Kepada beberapa siswa yang rajin shalat, dilakukan wawancara mengenai alasan mereka melaksanakan shalat, rata-rata alasan mereka melaksanakan shalat adalah karena shalat dipahami sebagai kewajiban tanpa argumen. Ketika dipaksa diminta pemahaman lain tentang shalat hampir semua terdiam (bingung/ngahuleng). Artinya otak mereka sedang mencari-cari file tentang pengertian shalat. Hal ini menandakan bahwa siswa-siswi kita yang beragama Islam miskin sekali pengetahuannya tentang shalat.

Untuk memotivasi siswa-siswa supaya rajin shalat saya selalu berangkat dari pengajaran pengertian-pengertian shalat bersumber pada Al-Qur’an yang operasional dan mudah dipahami. Definisi shalat dibangun dengan menghubungkan konsep-konsep kata kerja operasional yang terdapat dalam Al-qur’an, yang beriringan dengan konsep shalat dalam satu ayat.



Berangkat dari pemahaman pengertian-pengertian shalat tersebut, diharapkan siswa-siswi akan punya tujuan dalam shalat, sehingga shalat menjadi punya fungsi dan makna bagi pribadi mereka. Untuk itulah sangat penting bagi kita untuk memahami pengertian-pengertian shalat yang dibangun dari konsep-konsep yang ada dalam Al-Qur’an.

SHALAT UNTUK MENGINGAT ALLAH

Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. (Thaahaa, 20:14).

Dalam ayat di atas, Allah swt sangat jelas memberikan pengertian bahwa shalat adalah kegiatan ritual yang bertujuan untuk mengingat Allah.

SHALAT UNTUK MINTA TOLONG

Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, (Al Baqarah; 2:45).

Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (Al Baqarah; 2:153).

Keterangan dari ayat ini cukup jelas bahwa minta tolong dengan shalat adalah perintah langsung dari Allah swt. Dengan demikian, kita punya pengertian lain dari shalat adalah kegiatan ritual dalam agama Islam yang tujuannya meminta tolong kepada Allah swt.

Rasulullah mencontohkan shalat dengan tujuan minta tolong kepada Allah swt pada saat akan berangsungnya perang Badar. Pada malam menjelang perang, Nabi Muhammad swt melakukan shalat malam, memohon, mengiba, meminta tolong agar kaum muslimin diberi kemanangan dalam perang.

SHALAT MEMOHON REZEKI

Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kami lah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa. (Thaahaa, 20:132).

Keterangan di atas memberi pengertian berikutnya tentang shalat. Bagi mereka yang merasa ingin dicukupkan rezeki, shalat adalah ritual keagamaan yang memiliki tujuan untuk meminta rezeki kepada Allah swt. Pada prakteknya, ada shalat dhuha, shalat hajat, shalat tahajud yang di sunnahkan sebagai shalat minta rezeki. Pada dasarnya hampir semua shalat bisa bertujuan meminta rezeki kepada Allah swt.

SHALAT UNTUK BERSYUKUR

Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. (Ibrahim, 14:37).

Pengertian shalat berdasarkan keterangan di atas, adalah ritual untuk menunjukkan kepada Tuhan sebagai tindakan rasa syukur atas segala limpahan rezeki yang telah diterima. Shalat dengan pengertian semacam ini dilakukan oleh Nabi Muhammad saw.

SHALAT UNTUK BERTOBAT

Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum pembicaraan dengan Rasul? Maka jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah telah memberi tobat kepadamu maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al Mujaadilah, 58:13)

Secara khusus, Nabi Muhammad saw. telah mengajarkan kepada kita untuk melaksanakan shalat tobat, sebagai bentuk permohonan ampun kepada Tuhan atas dosa-dosa yang telah dilakukan.

SHALAT UNTUK MENYEMBAH TUHAN

Katakanlah: "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan". Dan (katakanlah): "Luruskanlah muka (diri) mu di setiap shalat dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah) kamu akan kembali kepada-Nya)". (Al A’Raaf, 7:29).

Shalat menurut pengertian keterangan di atas adalah sebagai ketaatan dengan ikhlas dan semata-mata hanya untuk menyembah Tuhan. Shalat dalam pengertian ini tidak ada tujuan lain kecuali hanya menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya yang ditaati dan tempatnya kembali.

Dari beberapa pemahaman di atas, niat atau tujuan shalat sebenarnya sangat tergantung pada kondisi. Jika sedang merasa bahagia, shalat bisa berarti sebagai wujud rasa syukur. Jika terjerumus ke dalam kenistaan, maka shalat menjadi pertobatan dan mohon ampun kepada Tuhan. Setelah menemukan nikmatnya hidup di jalan Tuhan, maka shalat bisa jadi sebagai bentuk ketaatan dan ketundukkan kepada Tuhan saja.

Dari beberapa ayat di atas perintah langsung dan jelas dari Tuhan tentang shalat adalah untuk mengingat dan meminta tolong kepada Allah swt. Konsep ini sering saya gunakan untuk menjelaskan arti shalat kepada siswa-siswi agar mereka punya tujuan spesifik dalam shalat.

Manusia mana yang tidak punya kesulitan hidup di muka bumi ini? Karena setiap manusia akan selalu bertemu dengan kesulitan, maka manusia mana yang tidak butuh pertolongan? Maka dari itu, bagi saya yang sudah berumur hampir setengah baya, selalu membutuhkan pertolongan, dan Tuhanlah satu-satu penolong setia. Dengan demikian shalat menjadi kebutuhan yang tidak lepas dari kehidupan setiap muslim. Demikianlah Rasulullah memberikan contoh teladan kepada kita semua.

Kesabaran, dan ketekunan ketika minta tolong kepada Allah adalah kunci agar kita benar-benar merasakan dengan sadar ditolong oleh Allah swt. Maka dari itu, apa pun keinginan, harapan, cita-cita, tujuan hidup, wujudkanlah dengan mendirikan shalat.

Melalui pemahaman luas, shalat kita akan lebih bermakna dan bersemangat, karena setiap shalat ada harapan dan cita-cita yang akan terwujud karena kita selalu bergantung kepada Allah swt setiap shalat. Sementara Allah telah menjamin, barang siapa berdoa kepada Ku, maka Aku akan mengabulkan doanya. Semua mimpi, cita-cita, harapan, akan terwujud karena Allah lah satu-satunya penolong segala kesulitan manusia.

Kawan-kawan, siswa-siswi, bukan karena wajib kita shalat, tetapi karena kita butuh pertolongan Allah setiap saat. Oleh karena butuh, maka jadilah! shalat hukumnya wajib. (Toto Suharya). Wallahu alam.
(Follow @logika_Tuhan).