Kawan-kawan,
dalam ajaran Islam ada anjuran membaca shalawat kepada Nabi Muhammad saw. Inti
shalawat adalah doa kesejahteraan untuk Nabi Muhammad saw dan Nabi Ibrahim as. Kalimat
shalawat itu sendiri diajarkan oleh Nabi Muhammad saw. Dalam
hal ini, saya ingin memberi sedikit pemikiran mengapa Nabi Ibrahim as masuk
pada Nabi yang selalu mendapatkan doa dari umat Islam ketika bershalawat kepada
Nabi Muhammad saw.
Mengapa
Nabi Ibrahim? Tidak Nabi Adam, Musa, Nuh, atau Luth? Saya coba bantu
kawan-kawan memahaminya dengan kemampuan berpikir yang saya miliki.
Kawan-kawan, kalau pemikiran saya ini salah, itu kesalahan saya, dan kalau benar itu
dari Tuhan. Tapi ada keterangan hadis, kalau saya salah, masih dapat satu
pahala, kalau benar dapat dua pahala. Jadi berpendapat adalah pekerjaan yang
terbebas dari dosa karena salah dan benar tetap mendapat pahala. Yang berdosa
itu, jika sudah tahu pemikirannya salah, ehh...malah ngotot pengen tetep bener.
Jadi ngotot pengen bener itulah yang narsis alias dosa. Jadi jangan takut mikir
ya.
Kembali
ke Nabi Ibrahim as, jika kita amati dalam kitab suci, Nabi Ibrahim as, berbeda
dengan Nabi-Nabi terdahulu lainnya. Nabi Ibrahim as, adalah Nabi yang
menganjurkan keesaan (ketauhidan) kepada Tuhan dengan menggunakan logika.
Sebagai contoh bisa kita amati dalam kutipan kitab suci Al-Qur’an di bawah ini;
Apakah kamu tidak memperhatikan
orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah
memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim
mengatakan: "Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan," orang
itu berkata: "Saya dapat menghidupkan dan mematikan". Ibrahim
berkata: "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah
dia dari barat," lalu heran terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim. (Al Baqarah:258).
Dari
keterangan di atas ada dua pendekatan logika yang bisa kita amati, yaitu logika Tuhan dan Logika
materialis. Dalam perdebatan itu, Nabi Ibrahim as adalah orang yang menggunakan
logika Tuhan, artinya dalam pandangan Nabi Ibrahim, Tuhan-lah sebagai penyebab
dari segala sebab kemungkinan. Tuhan menjangkau yang ghaib dan nyata (empiris,
materialis). Sedangkan lawan debatnya, menggunakan kemampuan akalnya yang
terbatas pada logika materialis.
Logika
Tuhan yang digunakan Nabi Ibrahim as tidak memiliki keterbatasan, sedangkan
logika materialis dibatasi oleh dimensi ruang dan waktu. Untuk itulah Nabi
Ibrahim as dengan mudah mematahkan penganut logika materialis hingga terdiam dan
keheranan, atau kesulitan untuk mengimbanginya.
Namun,
Nabi Ibrahim as pun tidak mau terjebak dengan logika Tuhan yang memungkinkan
segala yang tidak mungkin dan akan menggiringnya kepada ajaran mistis (mitos).
Nabi Ibrahim as menguji logika Tuhan dalam kebenaran-kebenaran empiris. Sebab,
Tuhan yang tidak terbatas ruang dan waktu, kebenarannya harus terbukti juga secara
empiris. Pengujian logika Tuhan dengan logika empiris itu diberitakan dalam
kitab suci Al-Qur’an;
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim
berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku bagaimana Engkau menghidupkan
orang mati". Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu?". Ibrahim
menjawab: "Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap
(dengan imanku)". Allah berfirman: "(Kalau demikian) ambillah empat
ekor burung, lalu cingcanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman): "Lalu
letakkan di atas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu,
kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera".
Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (al Baqarah:260)
Setelah
memiliki keyakinan teguh bahwa Tuhan menyangkut kebenaran ghaib dan nyata (empiris), Nabi
Ibrahim as. menyadarkan para penyembah berhala dengan mengajak berlogika.
Maka Ibrahim membuat berhala-berhala
itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung
yang lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya. Mereka berkata:
"Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami,
sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang dzalim". (Al Anbiyaa’: 58-59).
Mereka bertanya: "Apakah kamu,
yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?"
Ibrahim menjawab: "Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya,
maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara". (Al
Anbiyaa’:62-63)
kemudian kepala mereka jadi
tertunduk (lalu berkata): "Sesungguhnya kamu (hai Ibrahim) telah
mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara". (Al
Anbiyaa’:65)
Dari
perdebatan logis di atas, Nabi Ibrahim as telah berhasil menyadarkan para
penyembah berhala dengan kesadarannya sendiri mengakui bahwa yang disembahnya tidak dapat berbuat apa-apa sekalipun
hanya bicara.
Namun,
karena sifat ngotot dan narsisme para penyembah berhala, tidak mau mengakui
kesalahan logika berpikirnya, lantas mereka membakar hidup-hidup Nabi Ibrahim as.
Dan Tuhan memerintahkan api, “dinginlah”. Hanya
orang-orang yang memahami logika Tuhan-lah yang bisa memahami bahwa api bisa
dingin. Dan kebenaran logika Tuhan menyangkut kebenaran yang ghaib dan nyata.
Itulah ajaran logika Tuhan yang diajarkan Nabi Ibrahim as.
Kesimpulannya,
mengapa Nabi Ibrahim menjadi salah satu Nabi yang mendapatkan shalawat setelah
Nabi Muhammad saw. Pendapat penulis, Nabi Ibrahim adalah imam para Nabi dalam
berlogika. Dia adalah Nabi yang berhasil mempertahankan dan membebaskan manusia
dari penyembahan terhadap berhala-berhala selain Tuhan dan menumbangkan
cerita-cerita mistis atau mitos-mitos tentang Tuhan. Nabi Ibrahim adalah ahli
logika yang berhasil meyakinkan para penganut agama sampai pada derajat haqul
yakin. Cara-cara yang dilakukan Nabi Ibrahim as, kemudian dilanjutkan oleh Nabi
Muhammad saw. Maka di dalam kitab suci Al-Qur’an Allah berfirman;
Sesungguhnya orang yang paling
dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini
(Muhammad), serta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah
Pelindung semua orang-orang yang beriman. (Ali Imran:68)
Dapat
dipahamilah mengapa Nabi Muhammad saw, menganjurkan umatnya bershalawat selain
kepada dirinya juga kepada Nabi Ibrahim as. Pesannya agar umat Islam belajar
meng-Esa-kan Tuhan dengan logikanya seperti cara-cara yang dilakukan Nabi
Ibrahim as. agar keimanannya kepada Tuhan terbebas dari berhala, ceita-cerita mistis (mitos) yang hanya berdasarkan pada prasangka, dan kerap menyekutukan
Tuhan.