Oleh: Muhammad Plato
Teroris, bisa jadi pelakunya dia sendiri, bisa jadi ada dalang yang memainkan dibelakangnya. Teror bisa menimbulkan rasa takut berlebihan atau phobia bagi masyarakat. Manusia-manusia yang dihinggapi rasa takut berlebihan tidak bisa berpikir rasional. Inilah kondisi psikologis yang diharapkan oleh para pemanfaat teror.
Wujud rasa takut manusia kepada Tuhan diaplikasikan dengan cara memutuskan segala perkara dengan mengingat dan mempertimbangkan segala pengetahuan yang diberikan Tuhan kepada manusia di dalam kitab suci.
(Muhammad
Plato, Folow @logika_Tuhan).
Rasa takut adalah
fitrah atau naluri yang ditakdirkan Tuhan kepada setiap manusia. Fitrah itu
dapat kita ketahui, sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur’an.
“Dan
sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang sabar”. (Al Baqarah:155).
Rasa takut bisa
dikatakan adalah pengendali prilaku manusia. Setiap tindakan manusia dihambat dan
didorong oleh rasa takut. Rasa takut kadang bisa jadi penghambat, kadang bisa
jadi pendorong seseorang untuk berbuat.
Rasa takut adalah
penggerak untuk berbuat. Rasa takut tidak bersifat negatif juga tidak
bersifat positif. Rasa takut bersifat netral, sangat tergantung pada persepsi
manusia dalam menggunakannya.
Rasa takut dapat diolah
menjadi alat pengendali manusia. Teror, intimidasi, ancaman, sanksi, adalah
cara mengolah rasa takut manusia. Mengolah rasa takut telah dilakukan manusia
diberbagai belahan dunia untuk mengendalikan manusia. Sering kita saksikan para
penguasa menggunakan teror dan intimidasi untuk mempertahankan kekuasaannya.
Teroris, bisa jadi pelakunya dia sendiri, bisa jadi ada dalang yang memainkan dibelakangnya. Teror bisa menimbulkan rasa takut berlebihan atau phobia bagi masyarakat. Manusia-manusia yang dihinggapi rasa takut berlebihan tidak bisa berpikir rasional. Inilah kondisi psikologis yang diharapkan oleh para pemanfaat teror.
Islamphobia yang
melanda masyarakat Barat adalah kondisi psikologis yang diharapkan para
pengendali. Sekalipun masyarakat Barat terkenal rasional dan objektif, namun
dalam kondisi phobia, kemampuan berpikir rasionalnya tidak akan berfungsi
dengan baik. Dalam kondisi phobia kesimpulan-kesimpulan yang dihasilkan akan
cenderung negatif. Kesimpulan negatif akan menghasilkan kecenderungan sikap dan
prilaku reaktif negatif. Sikap dan prilaku reaktif kurang mempertimbangkan
rasionalitas. Prilaku reaktif yang negatif dihasilkan dari pola pikir kaca mata
kuda, yang melihat sesuatu dari sudut pandang umum (opini) negatif (stereotif).
Prilaku manusia bisa
dikendalikan dengan memanfaatkan rasa takut yang dimilikinya. Memanfaatkan rasa
takut dilakukan juga oleh Iblis. Diberitakan dalam Al-Qur’an, Iblis berjanji akan
menyesatkan manusia. Sebagai makhluk tidak terlihat, Iblis menyesatkan manusia
dengan melakukan teror. Iblis membangun imajinasi manusia dengan
persepsi-persepsi buruk dan menakutkan, dengan membisikkan pengetahuan yang
akan menciptakan rasa takut berlebihan.
Dalam kasus terorisme,
bukan kejadian demi kejadian terornya yang berbahaya tapi imajinasi dan rasa takut
terhadap teror yang sedang diciptakan. Ketika suasana menakutkan sudah tercipta
dan seolah meneror setiap saat maka dengan mudah manusia atau masyarakat
dikendalikan. Untuk menjaga agar suasana takut tetap ada, diciptakan
kejadian-kejadian luar biasa yang bisa diklaim sebagai aksi teror. Agar masuk
akal bahwa pelaku teror itu ada, maka diciptakan kelompok yang mengklaim baik
langsung maupun tidak langsung sebagai pelaku teror. Inilah teori bagaimana
mengendalikan masyarakat dengan memanfaatkan rasa takut.
Saat ini rasa takut
manusia sedang diaduk-aduk, mengarah pada takut yang tidak nyata yaitu teror.
Saling curiga, saling menyesatkan, berburuk sangka, adalah ciri dari masyarakat
yang sedang dikendalikan oleh rasa takut terhadap teror.
Tidak ada yang bisa
membebaskan rasa takut kecuali Tuhan. Cara membebaskan manusia dari rasa takut,
Tuhan memerintahkan agar manusia hanya takut kepada Tuhan. Ketika Tuhan
ditakuti maka logikanya akan berbeda dengan manusia. Manusia semakin takut kepada Tuhan, maka Tuhan akan mencintai dan melindungi manusia.
Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia,
(tetapi) takutlah kepada-Ku. (Almaidah:44)
Wujud rasa takut manusia kepada Tuhan diaplikasikan dengan cara memutuskan segala perkara dengan mengingat dan mempertimbangkan segala pengetahuan yang diberikan Tuhan kepada manusia di dalam kitab suci.
Di dalam kitab suci Al-Qur’an, Tuhan merekam secara empiris bagaimana
orang-orang yang lebih takut kepada Tuhan, mendapat perlindungan dan kecukupan rezeki
dari Tuhan.
Dan
ingatlah (hai para muhajirin) ketika kamu masih berjumlah sedikit, lagi
tertindas di muka bumi (Mekah), kamu takut orang-orang (Mekah) akan menculik
kamu, maka Allah memberi kamu tempat menetap (Madinah) dan dijadikan-Nya kamu
kuat dengan pertolongan-Nya dan diberi-Nya kamu rezeki dari yang baik-baik agar
kamu bersyukur. (Al Anfaal:26)
Konklusinya,
orang-orang yang menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya dzat yang ditakuti akan
terbebas dari rasa takut, karena Tuhan akan memenuhi segala hajat hidupnya.
Mengapa orang-orang yang takut pada Tuhan akan terbebas dari rasa takut? Ketakutan
terhadap Tuhan akan melahirkan ketaatan, kedekatan, ketundukkan kepada Tuhan.
Ketaatan, kedekatan, dan ketundukkan pada ketetapan Tuhan akan berbalas perlindungan,
dan pemenuhan terhadap segala kebutuhan hidup.
Inilah penjelasan
rasional, mengapa manusia dianjurkan untuk hanya takut pada Tuhan? Karena Tuhan
maha kuasa atas segala yang dikehendaki manusia, maka dari itu Tuhan adalah
pembebas dari segala rasa takut. Wallahu ‘alam.