Sunday, December 27, 2015

MENGAPA HARUS TAKUT ALLAH?

Oleh: Muhammad Plato



Rasa takut adalah fitrah atau naluri yang ditakdirkan Tuhan kepada setiap manusia. Fitrah itu dapat kita ketahui, sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur’an.

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”. (Al Baqarah:155).

Rasa takut bisa dikatakan adalah pengendali prilaku manusia. Setiap tindakan manusia dihambat dan didorong oleh rasa takut. Rasa takut kadang bisa jadi penghambat, kadang bisa jadi pendorong seseorang untuk berbuat.

Rasa takut adalah penggerak untuk berbuat. Rasa takut tidak bersifat negatif juga tidak bersifat positif. Rasa takut bersifat netral, sangat tergantung pada persepsi manusia dalam menggunakannya.

Rasa takut dapat diolah menjadi alat pengendali manusia. Teror, intimidasi, ancaman, sanksi, adalah cara mengolah rasa takut manusia. Mengolah rasa takut telah dilakukan manusia diberbagai belahan dunia untuk mengendalikan manusia. Sering kita saksikan para penguasa menggunakan teror dan intimidasi untuk mempertahankan kekuasaannya.


Teroris, bisa jadi pelakunya dia sendiri, bisa jadi ada dalang yang memainkan dibelakangnya. Teror bisa menimbulkan rasa takut berlebihan atau phobia bagi masyarakat. Manusia-manusia yang dihinggapi rasa takut berlebihan tidak bisa berpikir rasional. Inilah kondisi psikologis yang diharapkan oleh para pemanfaat teror.

Islamphobia yang melanda masyarakat Barat adalah kondisi psikologis yang diharapkan para pengendali. Sekalipun masyarakat Barat terkenal rasional dan objektif, namun dalam kondisi phobia, kemampuan berpikir rasionalnya tidak akan berfungsi dengan baik. Dalam kondisi phobia kesimpulan-kesimpulan yang dihasilkan akan cenderung negatif. Kesimpulan negatif akan menghasilkan kecenderungan sikap dan prilaku reaktif negatif. Sikap dan prilaku reaktif kurang mempertimbangkan rasionalitas. Prilaku reaktif yang negatif dihasilkan dari pola pikir kaca mata kuda, yang melihat sesuatu dari sudut pandang umum (opini) negatif (stereotif).

Prilaku manusia bisa dikendalikan dengan memanfaatkan rasa takut yang dimilikinya. Memanfaatkan rasa takut dilakukan juga oleh Iblis. Diberitakan dalam Al-Qur’an, Iblis berjanji akan menyesatkan manusia. Sebagai makhluk tidak terlihat, Iblis menyesatkan manusia dengan melakukan teror. Iblis membangun imajinasi manusia dengan persepsi-persepsi buruk dan menakutkan, dengan membisikkan pengetahuan yang akan menciptakan rasa takut berlebihan.

Dalam kasus terorisme, bukan kejadian demi kejadian terornya yang berbahaya tapi imajinasi dan rasa takut terhadap teror yang sedang diciptakan. Ketika suasana menakutkan sudah tercipta dan seolah meneror setiap saat maka dengan mudah manusia atau masyarakat dikendalikan. Untuk menjaga agar suasana takut tetap ada, diciptakan kejadian-kejadian luar biasa yang bisa diklaim sebagai aksi teror. Agar masuk akal bahwa pelaku teror itu ada, maka diciptakan kelompok yang mengklaim baik langsung maupun tidak langsung sebagai pelaku teror. Inilah teori bagaimana mengendalikan masyarakat dengan memanfaatkan rasa takut.

Saat ini rasa takut manusia sedang diaduk-aduk, mengarah pada takut yang tidak nyata yaitu teror. Saling curiga, saling menyesatkan, berburuk sangka, adalah ciri dari masyarakat yang sedang dikendalikan oleh rasa takut terhadap teror.

Tidak ada yang bisa membebaskan rasa takut kecuali Tuhan. Cara membebaskan manusia dari rasa takut, Tuhan memerintahkan agar manusia hanya takut kepada Tuhan. Ketika Tuhan ditakuti maka logikanya akan berbeda dengan manusia. Manusia semakin takut kepada Tuhan, maka Tuhan akan mencintai dan melindungi manusia.   

Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. (Almaidah:44)

Wujud rasa takut manusia kepada Tuhan diaplikasikan dengan cara memutuskan segala perkara dengan mengingat dan mempertimbangkan segala pengetahuan yang diberikan Tuhan kepada manusia di dalam kitab suci.

Di dalam kitab suci Al-Qur’an, Tuhan merekam secara empiris bagaimana orang-orang yang lebih takut kepada Tuhan, mendapat perlindungan dan kecukupan rezeki dari Tuhan.  

Dan ingatlah (hai para muhajirin) ketika kamu masih berjumlah sedikit, lagi tertindas di muka bumi (Mekah), kamu takut orang-orang (Mekah) akan menculik kamu, maka Allah memberi kamu tempat menetap (Madinah) dan dijadikan-Nya kamu kuat dengan pertolongan-Nya dan diberi-Nya kamu rezeki dari yang baik-baik agar kamu bersyukur. (Al Anfaal:26)

Konklusinya, orang-orang yang menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya dzat yang ditakuti akan terbebas dari rasa takut, karena Tuhan akan memenuhi segala hajat hidupnya. Mengapa orang-orang yang takut pada Tuhan akan terbebas dari rasa takut? Ketakutan terhadap Tuhan akan melahirkan ketaatan, kedekatan, ketundukkan kepada Tuhan. Ketaatan, kedekatan, dan ketundukkan pada ketetapan Tuhan akan berbalas perlindungan, dan pemenuhan terhadap segala kebutuhan hidup.

Inilah penjelasan rasional, mengapa manusia dianjurkan untuk hanya takut pada Tuhan? Karena Tuhan maha kuasa atas segala yang dikehendaki manusia, maka dari itu Tuhan adalah pembebas dari segala rasa takut. Wallahu ‘alam.

(Muhammad Plato, Folow @logika_Tuhan).

Wednesday, December 16, 2015

SUDAHKAH BERIMAN PADA TAKDIR?


Perhatikan dan dengarkan oborlan orang-orang sehari-hari. Banyak pernyataan-pernyataan yang dinilai tidak berdasarkan pada keimanan kepada Tuhan. Salah satu landasan keimanan yang paling banyak dilanggar oleh manusia adalah beriman kepada Takdir.

“Dan apa yang menimpa kamu pada hari bertemunya dua pasukan, maka (kekalahan) itu adalah dengan izin (takdir) Allah, dan agar Allah mengetahui siapa orang-orang yang beriman”. (Ali Imran:166)

Beriman kepada takdir artinya berkomitmen bahwa segala kejadian yang terjadi pada alam dan diri kita adalah kehendak Tuhan. Kalau menggunakan logika, beriman kepada takdir artinya percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini DISEBABKAN oleh kehendak Tuhan.

Kalau tidak setuju dengan pendapat saya, silahkan cari definisi lain. Setiap orang diberi kebebasan untuk memahami konsep berdasarkan pengetahuannya masing-masing. Tidak usah pakai marah dan berpikiran negatif.

Suatu hari perjalanan rombongan ke Bali digeser satu hari karena pesawat rusak tidak bisa dipaksakan terbang. Lalu penerbangan dilaihkan ke bandara lain, dengan jadwal terbang jam 16.00. Lalu seseorang dengan pengetahuan yang dimilikinya, mengusulkan untuk menggeser penerbangan ke jam 21 malam. Dengan alasan bahwa pada jam 16-18, termasuk penerbangan yang paling beresiko kecelakaan karena pada jam itu sedang terjadi pergantian cuaca. Banyak orang menghindari penerbangan jam 16.00 karena dapat beresiko kecelakaan dan bisa juga berakhir dengan kematian.

Kawan saya berpikir dengan logika material. Konstruksi logikanya sebagai berikut;
“Jangan terbang pakai pesawat jam 16.00 (akibat)”
“Jam tersebut sering terjadi kecelakaan, dan terjadi kematian (sebab)”.

Flight to Lombok

Jika pola berpikir material seperti di atas kita aplikasikan dalam kehidupan, maka akan terjadi kesalahan dalam bertindak. Dengan pola pikir di atas, kita akan kena resiko bertindak bukan atas dasar kehendak Tuhan, tapi karena fakta empiris seringnya terjadi kecelakaan di penerbangan jam 16.00. Secara akidah pola pikir ini telah menyimpang dari keimanan kepada takdir Tuhan.

Pola pikir material sebenarnya lucu. Jika penyebab kematian adalah kecelakaan pesawat jam 16.00, semestinya orang-orang menghindari penerbangan jam 16.00. Faktanya, jumlah penumpang pesawat tetap banyak, dan maskapai penerbangan semakin ketat mengatur jadwal penerbangan jam demi jam termasuk di jam 16.00.

Fakta ini menandakan bukti bahwa berpola pikir material seperti di atas tidak benar, karena menjadikan manusia tidak konsisten. Orang-orang seperti ini termasuk yang dibenci Tuhan, karena orang itu banyak bicara tetapi tidak sesuai dengan tindakannya.

Menurut pendapat saya, pola pikir yang benar jika kita ingin tetap beriman kepada takdir Tuhan, dan bejiwa tenang, berpikirnya harus langsung menjadikan Tuhan sebagai sebab. Jangan menjadikan ada sebab perantara antara kita dengan Tuhan.

Ketika Tuhan menjadi sebab, hidup akan lancar tidak akan ada hambatan-hambatan. Seandainya mau berangkat ke suatu tempat dan harus naik pesawat jam 16.00, tidak ada rasa takut kecelakan atau mati. Penyebab kematian adalah Tuhan, dan manusia tidak tahu dengan cara apakah manusia dimatikan Tuhan. 

Dalam setiap tindakan tugas kita hanya, "berhati-hatilah di jalan!". Berhati-hati di jalan artinya apa? Ketika diperjalanan ingatlah selalu kepada takdir Tuhan, agar jika kematian datang tercatat sebagai orang yang mati di jalan Tuhan.

Terbang jam berapapun dengan pesawat, kita selalu ada dalam takdir Tuhan. Kematian dan kecelakaan adalah kehendak Tuhan. Dengan demikian, tugas manusia itu sederhana, yaitu membaikkan segala urusan, agar meninggal dalam kebaikan di jalan Tuhan. Walahu 'alam.