Wednesday, December 16, 2015

SUDAHKAH BERIMAN PADA TAKDIR?


Perhatikan dan dengarkan oborlan orang-orang sehari-hari. Banyak pernyataan-pernyataan yang dinilai tidak berdasarkan pada keimanan kepada Tuhan. Salah satu landasan keimanan yang paling banyak dilanggar oleh manusia adalah beriman kepada Takdir.

“Dan apa yang menimpa kamu pada hari bertemunya dua pasukan, maka (kekalahan) itu adalah dengan izin (takdir) Allah, dan agar Allah mengetahui siapa orang-orang yang beriman”. (Ali Imran:166)

Beriman kepada takdir artinya berkomitmen bahwa segala kejadian yang terjadi pada alam dan diri kita adalah kehendak Tuhan. Kalau menggunakan logika, beriman kepada takdir artinya percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini DISEBABKAN oleh kehendak Tuhan.

Kalau tidak setuju dengan pendapat saya, silahkan cari definisi lain. Setiap orang diberi kebebasan untuk memahami konsep berdasarkan pengetahuannya masing-masing. Tidak usah pakai marah dan berpikiran negatif.

Suatu hari perjalanan rombongan ke Bali digeser satu hari karena pesawat rusak tidak bisa dipaksakan terbang. Lalu penerbangan dilaihkan ke bandara lain, dengan jadwal terbang jam 16.00. Lalu seseorang dengan pengetahuan yang dimilikinya, mengusulkan untuk menggeser penerbangan ke jam 21 malam. Dengan alasan bahwa pada jam 16-18, termasuk penerbangan yang paling beresiko kecelakaan karena pada jam itu sedang terjadi pergantian cuaca. Banyak orang menghindari penerbangan jam 16.00 karena dapat beresiko kecelakaan dan bisa juga berakhir dengan kematian.

Kawan saya berpikir dengan logika material. Konstruksi logikanya sebagai berikut;
“Jangan terbang pakai pesawat jam 16.00 (akibat)”
“Jam tersebut sering terjadi kecelakaan, dan terjadi kematian (sebab)”.

Flight to Lombok

Jika pola berpikir material seperti di atas kita aplikasikan dalam kehidupan, maka akan terjadi kesalahan dalam bertindak. Dengan pola pikir di atas, kita akan kena resiko bertindak bukan atas dasar kehendak Tuhan, tapi karena fakta empiris seringnya terjadi kecelakaan di penerbangan jam 16.00. Secara akidah pola pikir ini telah menyimpang dari keimanan kepada takdir Tuhan.

Pola pikir material sebenarnya lucu. Jika penyebab kematian adalah kecelakaan pesawat jam 16.00, semestinya orang-orang menghindari penerbangan jam 16.00. Faktanya, jumlah penumpang pesawat tetap banyak, dan maskapai penerbangan semakin ketat mengatur jadwal penerbangan jam demi jam termasuk di jam 16.00.

Fakta ini menandakan bukti bahwa berpola pikir material seperti di atas tidak benar, karena menjadikan manusia tidak konsisten. Orang-orang seperti ini termasuk yang dibenci Tuhan, karena orang itu banyak bicara tetapi tidak sesuai dengan tindakannya.

Menurut pendapat saya, pola pikir yang benar jika kita ingin tetap beriman kepada takdir Tuhan, dan bejiwa tenang, berpikirnya harus langsung menjadikan Tuhan sebagai sebab. Jangan menjadikan ada sebab perantara antara kita dengan Tuhan.

Ketika Tuhan menjadi sebab, hidup akan lancar tidak akan ada hambatan-hambatan. Seandainya mau berangkat ke suatu tempat dan harus naik pesawat jam 16.00, tidak ada rasa takut kecelakan atau mati. Penyebab kematian adalah Tuhan, dan manusia tidak tahu dengan cara apakah manusia dimatikan Tuhan. 

Dalam setiap tindakan tugas kita hanya, "berhati-hatilah di jalan!". Berhati-hati di jalan artinya apa? Ketika diperjalanan ingatlah selalu kepada takdir Tuhan, agar jika kematian datang tercatat sebagai orang yang mati di jalan Tuhan.

Terbang jam berapapun dengan pesawat, kita selalu ada dalam takdir Tuhan. Kematian dan kecelakaan adalah kehendak Tuhan. Dengan demikian, tugas manusia itu sederhana, yaitu membaikkan segala urusan, agar meninggal dalam kebaikan di jalan Tuhan. Walahu 'alam.

No comments:

Post a Comment