Showing posts with label teologi. Show all posts
Showing posts with label teologi. Show all posts

Sunday, March 13, 2022

MINYAK GORENG PUN JADI TUHAN

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Dunia tidak habis-habisnya menyajikan kisah dengan fenomena beda-beda. Di suatu negara terjadi fenomena kerumuman, desak-desakkan dan antrian panjang untuk sekedar mendapat dua bungkus minyak goreng. Di belahan dunia lain, terjadi perang akibat konflik antar dua negara karena berbeda tujuan dan latarbelakang. Dua fenomena ini terjadi setelah dunia dilanda oleh penyakit aneh covid-19. Penyakit ini baru diketahui setelah melalui tes, jika tidak di tes maka penyakit itu akan menjadi penyakit alamiah yang harus diobati. Berbagai isu yang tidak pernah pasti mengatakan penyakit ini dibuat secara sengaja dengan tujuan-tujuan duniawi.

Faktanya selama dua tahun virus Covid-19 telah menjadi tuhan sebagian besar orang. Prilaku manusia di seluruh dunia, ditentukan grafik penyebaran virus Covid-19. Keluar rumah dan keluar rumah, berkerumun dan tidak boleh berkerumun, kapan sekolah tatap muka dan kapan berlajar online, menunggu pergerakkan virus Covid-19. Orang yang sangat ketergantungan pada selain Tuhan, setiap kejadian akan berubah jadi kekhawatiran. Inilah sebenarnya pelajaran bahwa tidak boleh ada sesuatu tempat bergantung selain Allah. Setiap fenomena kehidupan memiliki makna pelajaran tentang apa yang diyakini manusia.

Selanjutnya, perang terbuka, kerumunan dan antri minyak goreng adalah dua fenomena yang sebabnya sama, yaitu manusia telah dikendalikan oleh tuhan-tuhan selain Allah. Kemana manusia bergantung, maka kesanalah manusia bertuhan. Ketergantungan manusia kepada sesuatu, menjadi sebab prilaku manusia dikendalikan oleh apa yang dijadikannya tempat bergantung. Kerumunan, antrian panjang, desak-desakkan untuk mendapat dua kantong minyak goreng adalah pemandangan mengerikan. Fenomena antrian dan desak-desakan berebut dua bungkus minyak goreng menjadi tanda bahwa minyak goreng telah menjadi pengendali prilaku manusia. Atas dasar apa manusia bertindak kesanalah dia bertuhan.

Fenomena kerumunan dan antrian mendapatkan minyak goreng adalah tanda ketika manusia bertuhan kepada selain Tuhan, maka tuhan-tuhan yang menjadi pengendali manusia itu menyebabkan prilaku-prilaku destruktif yang akan membawa kebinasaan umat manusia. “Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, tuhan apapun yang lain. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nya lah segala penentuan, dan hanya kepada-Nya lah kamu dikembalikan (Al Qashshas, 28:88). Prilaku-prilaku manusia yang telah bergantung pada selain Tuhan, mereka akan sangat cenderung pada prilaku destruktif dan agresif, mereka sangat bernafsu perang. Sebaliknya prilaku destruktif manusia yang tergantung pada selain Tuhan mereka lemah, energinya dialirkan untuk berebut, berdesak-desakkan, antri dari subuh hanya urusan isi perut. Prilakunya dikendalikan oleh hanya sekedar minyak goreng, tempe, beras, semuanya urusan perut.

Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu” (Al Ikhlash, 112:2). Sangat tidak mungkin jika manusia bergantung pada Tuhan, minyak goreng menjadi pengendali prilaku manusia.  Ciri dari manusia-manusia bergantung pada Tuhan adalah sabar. Prilaku sabar bukan pekerjaan pasif. Makna sabar seperti Erich Fromm menjelaskan harapan bermakna dinamis. Sabar berkaitan dengan makna  kreatif (syukur). Dikala minyak goreng langka bagi orang-orang yang bergantung pada Tuhan, sikap pertama adalah sabar selanjutnya kreatif mencari alternatif untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Kelangkaan minyak goreng sifatnya sementara, mencari alternatif selain minyak goreng adalah pelajaran dari sebuah kajadian agar manusia tidak ketergantungan pada sebuah benda.

Fenomana apa yang dilakukan manusia ketika minyak goreng langka, bukan hanya fenomena sosial. Apa yang dilakukan manusia, tidak lepas dari apa yang isi memori otak manusia. Ketika dalam memori otak manusia, minyak goreng satu-satunya alternatif untuk bertahan hidup, maka kelangkaan minyak goreng akan diproses oleh otak menjadi kecemasan, kegelisahaan, ketakutan, lalu otak memerintahkan untuk mencari aman dengan berburu minyak goreng. Maka jadilah minyak goreng sebagai pengendali prilaku karena manusia sudah menjadi sangat ketergantungan pada selain Tuhan. wallahu’alam.

Sunday, January 23, 2022

AKAL DAN HATI ADALAH BERHALA

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Puncak dari keimanan seseorang adalah keyakinan haqul yakin, yaitu keyakinan yang tidak ada ada pertanyaan dari akal, dan tidak ada lagi keraguan hati. Rupanya keimanan akan terus mengalami pasang surut mengikuti pembenaran dari akal dan ketetapan dari hati. Keimanan yang kita bangun, demikian juga keyakinan tidak lepas dari berfungsinya akal dan hati.

Sehabis subuh, sambil berdzikir melakukan refleksi diri. Teringat pada isi buku Abdu Kadir Jailani, dia mengatakan, “akal dan nafsu kita adalah berhala”. Berhala ini bisa menghalangi kita untuk taat kepada Tuhan. Bisa juga berhala ini menjadi kendaraan kita untuk menjadi manusia pengabdi kepada Tuhan. Akal dan nafsu hanya sebatas alat, tergantung pada pengetahuan dan lingkungan mana yang banyak memengaruhinya.

Kebanyakan Muslim, kadang kurang pengetahuan tentang kitab suci dan sunnah Rasulnya. Kekurangan pengetahuan menyebabkan segala sesuatu pengetahuan tentang agamanya di serahkan kepada seseorang yang belum tentu pengetahuannya banyak tentang kitab suci dan hadist. Akibat kekurangan pengetahuan, akal dan hatinya diserahkan kepada seseorang untuk dikendalikan mengikuti apa kata orang itu tanpa ada pikiran kritis dari akal, dan tanpa ada lagi keraguan dari hati. Sementara kualitas orang yang diserahi akal dan nafsu hati itu tidak dijamin menjadi orang yang selalu benar.

Membangkitkan pertanyaan di akal atau menghadirkan keraguan dalam hati, bukan untuk mempertanayakan adanya Tuhan, tetapi mempertanyakan tentang isi pikiran akal kita, dan keimanan yang ada dalam hati kita, apakah sudah benar-benar memiliki keimanan kepada Tuhan yang satu-satunya wajib diimani? Atau selama ini kita telah beriman karena dilandasi bukan keimanan pada Allah tetapi dilandasi karena madzab, aliran, kelompok, kepentingan, kecintaan pada manusia, dan lain-lain.

Ternyata berhala itu ada dalam akal dan hati kita sendiri. Hakikat berhala bukan gunung, laut, pohon, patung, atau  teknologi. Semua yang kita lakukan diputuskan oleh akal dan didorong oleh hati. Dua berhala ini sangat bertanggung jawab atas apa-apa yang kita lakukan di dunia. Dua berhala inilah yang kelak akan diadili Tuhan di hari perhitungan.

Dua berhala ini harus kita kendalikan dengan memperbanyak pengetahuan-pengetahuan tentang kebajikan yang bersumber pada kitab suci, dan hadits, dikombinasikan dengan pengetahuan-pengetahuan rasional empiris. Kebenaran kitab suci jangan dibatasi dengan kebenaran rasional akhirat belaka, tetapi kitab suci membawa kebenaran-kebenaran rasional empiris. Kebenaran-kebenaran sains yang bersumber pada kebenaran rasional empiris dibutuhkan untuk meningkatkan keimanan. Kebenaran-kebenaran rasional akhirat adalah kabar baik yang tetap akan membangun harapan manusia tidak akan pernah pudar dan selalu optimis.

Dua kebenaran yaitu kebenaran rasional empiris dan rasional akhirat harus berpijak pada pengetahuan yang kita yakini sumbernya dari Tuhan. Kitab suci, hadits harus kita elaborasi untuk memadukan rasional empiris dan rasionl akhirat dapat memandu cara pandang pikiran dan perasaan kita dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang timbul dalam kehidupan di dunia.

Akal dan hati itu berhala yang bisa membawa kehidupan manusia pada kesesatan. Akal dan hati yang melekat pada tubuh adalah pengendali seluruh kehidupan kita. Jadi sesat dan tidaknya manusia bukan bersumber pada luar diri manusia, tetapi bersumber pada manusia itu sendiri. Tugas manusia agar selalu berada di dalam lingkaran kebaikan maka menciptakan lingkungan yang baik untuk dirinya dengan memperbanyak bacaan-bacaan yang baik, kitab suci, hadits, ilmu pengetahuan, dan membuat kelompok-kelompok yang cinta pada kebaikan, yaitu ulama, kiyai, filsuf, guru, budayawan, relawan, dll. Kelompok ini dibentuk bukan untuk membuat kekuatan politik atau persaingan, tetapi membangun hubungan baik dengan orang-orang yang punya keberanian untuk mengingatkan diri kita jika kita melakukan kesalahan.

Akal dan hati adalah berhala yang kita waspadai, bukan berarti harus kita benci dan hindari, tetapi harus kita rawat keduanya agar bisa jadi kendaraan kita menuju kehidupan terbaik dikehidupan akhirat.  Merawat akal dan hati adalah dengan memberi input pengetahuan-pengetahuan yang baik tentang kebajikan yang pondasinya bersumber pada kitab suci, hadits, dan kebenaran-kebenaran rasional empiris, agar seluruh tindakan yang kita dilakukan selalu berada di jalan Tuhan. Namun selama kita hidup tidak akan pernah ada kata akhir dalam pencarian, kecuali setelah kematian. Jadi selama kita hidup tidak akan ada kemutlakkan 100 persen, harus dibukakan peluang untuk melakukan perubahan mungkin 5 persen, 10 persen, bahkan mungkin sampai 30 persen. Dengan demikian akal dan hati kita akan selalu terjaga dari sifat-siat setan yang memberhalakan dirinya seperti Tuhan. wallahu’alam.   

Sunday, December 5, 2021

ALLAH ITU GUE BANGET

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Diskusi dengan seorang ahli pendidikan Dudung Nurullah Koswara (DNK) menjadi inspirasi tuisan ini. Beliau melontarkan kaimat singkat namun perlu pemahaman mendalam, “Allah itu gue banget”. Kalimat ini mengandung makna sangat mendalam sekalipun disampaikan dalam bahasa anak millennial. Bahasa ini jika dirunut dari para pemikir muslim terdahulu, akan menuju pada satu imam besar yang menjelaskan tentang kisah cinta makluk kepada Tuhannya. Manusia bebas mengekpresikan rasa cintanya kepada Tuhan dengan kemampuan bahasa masing-masing. Demikian juga, Sujiwo Tejo mengambarkan Tuhannya sebagai  “Tuhan Yang Maha Asyik”. Sujiwo Tejo menggambarkan Tuhan sebagai Yang Maha Ngangenin dan selalu membuat orang senang.

Orang-orang yang sudah merasa dekat dengan Tuhannya akan mengekspresikan yang dicintainya dengan bahasa-bahasa tafsirnya sendiri. Seperti Nabi Muhammad SAW memanggil istrinya siti Aisyah dengan “yang bermuka merah”. Itulah manusia, bebas merefresentasikan kecintaannya dengan ekspresi hatinya. Bagi para motivator, Allah adalah motivator, bagi pemikir Allah adalah inspirator.

Terlepas dari persepsi orang tentang Allah, esensinya adalah manusia bebas mendekati Allah dengan kemampuan bahasa dan berbagai cara untuk tetap menjaga kedekatannya dengan Allah. Namun demikian, apapun persepsi orang, keyakinan yang harus tetap dijaga adalah Allah tetap Esa, Allah tidak sama dengan makhluk, dan Allah tidak beranak, ibu dan bapak. Adapun ekspresi cintanya pada Allah tergantung pada manusia bagaimana cara mendekatinya.

Berlogika Tuhan bukan memakhukkan Tuhan, tetapi hanya sebatas refresentasi manusia agar pikiran selalu dekat dengan Tuhan. Allah mengabarkan bahwa orang-orang yang selalu merasa dekat dengan Tuhan adalah mereka yang akan diberi kesejahteraan dunia dan akhirat. Wahyu Al-Qur’an adalah anugerah Tuhan untuk manusia, logika-logika yang terkandung di dalamnya adalah panduaan agar manusia merasa selalu dekat dan dibimbing oleh Tuhan.

“Allah itu gue banget”, menurut penulis adalah ekpresi seorang DNK bagaimana beliau begitu kenal dengan siapa Tuhannya. “Allah itu gue banget” mengekpresikan bahwa DNK sangat sering berkomunikasi dengan Tuhan. Kedekatannya dengan Tuhan, DNK mengidolalakan Tuhan sehingga DNK ingin menjadi seperti sifat-sifat seperti yang dimiliki Tuhan dan berakhlak seperti Tuhan. Sekaipun sebagai manusia DNK tidak bisa menyamai Tuhan, tetapi keinginannya hanya bisa diungkapkan dengan ekpresi bahasa dengan pilihan kata khusus dan spesial, “Allah itu gue banget”.

Untuk itu tidak ada yang mematasi seseorang untuk berhubungan dan berkomunikasi dengan Tuhan Yang Esa. Manusia bebas mengekpresikan bagaimana cintanya kepada Tuhan, namun jika sudah cinta sama Tuhan, jangan coba-coba menduakan cinta kepada Tuhan, karena Syeh Abdul Qadir Jailani mengatakan, “Tuhan Maha Cemburu”. Jadi rayulah Tuhan dengan kata-kata paling menyenangkan yaitu, “Ya Tuhan hanya engkaulah satu-satuhnya Tuhan yang aku cintai, maka cintailah Aku dengan segenap hati Mu”. Semoga Allah ridha dan berkata, “jika cinta mu seluas lautan, maka cinta Ku pada Mu seluas langit dan bumi”.

“Allah itu maha asyik, Allah itu gue banget, Allah itu pencemburu, dan Allah Maha Pemilik Logika”, adalah ekpresi-ekpresi penuh rasa cinta manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa. Allah pasti membalas setiap cinta manusia dengan berlipat ganda. Amin. Walahu’alam. 

Saturday, October 16, 2021

METODE BERAGAMA

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Saya amati ada dua metode beragama yang ada di masyarakat. Metode pertama adalah metode langsung (direct). Pada metode ini seseorang bisa langsung berhubungan dengan Allah, tanpa perantara. Kedua, metode tidak tidak langsung (indirect). Pada metode ini seseorang untuk bisa berhubungan dengan Allah harus melalui perantara. Kedua metode ini perangkatnya sama yaitu otak, akal, dan penalaran.

Metode beragama secara langsung (direct), jika seseorang ingin berkomunikasi dengan Tuhannya bisa langsung mengakses sumber ajarannya yaitu kitab suci. Melalui kemampuan akalnya dan keilmuan yang dimilikinya, seseorang bisa membaca, memahami, mempraktekkan, menganalisis, mensintesis,  menemukan nilai etika dan moral yang terkandung dalam kitab suci yang diyakininya.

Metode langsung memosisikan bahwa manusia adalah makhluk sempurna, diberi alat yaitu otak, kapasitas akal dan penalaran. Metode langsung dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kapasitas dan keberanian untuk memahami kitab suci dengan kemampuan akalnya. Metode langsung dilakukan oleh orang-orang yang mengakui bahwa antara Allah dan dirinya tidak ada batas. Akal yang dimiliki manusia adalah anugerah dari Allah yang lebih dari cukup untuk bisa memahami ayat-ayat Allah sekemampuannya, karena manusia dipandang Allah bukan dari kapasitas keilmuannya tetapi ketakwaan akalnya kepada Allah.

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Al Hujuurat, 49:13).

Pada dasarnya, ilmu hanya membantu pemahaman seseorang tentang hakikat Allah dan ciptaannya. Hasil dari kepemilikan ilmu adalah keimanan dan ketaatan kepada Allah. Allah tidak mengukur berapa kapasitas keilmuan seseorang, tetapi Allah memuliakan berdasar keimanan dan ketaatannya. Allah tidak membedakan orang berdasarkan lulusan sekolah dasar dan perguruan tinggi, tetapi sejauhmana keimanan dan ketakwaan seseorang.

Dalam metode beragama tidak langsung (indirect); seseorang untuk berkomunikasi dengan Allah, tidak bisa langsung tetapi memerlukan bantuan dari orang-orang yang dianggap lebih paham dalam memahami ayat-ayat Allah. Untuk itu dibutuhkan guru pembimbing dalam memahaminya. Ketergantungan pada guru-guru pembimbingnya sangat erat, sehingga akalnya diposisikan terikat oleh apa yang telah dijelaskan oleh guru-gurunya. Dalam hal ini seperti penganut ajaran Nasrani yang sangat terikat kepada pemahaman para pendetanya. Tidak ada yang berhak memahami kitab suci kecuali para pendetanya.

Mereka yang beragama tidak langsung, akalnya tidak memiliki kebebasan dan memosisikan akalnya tidak pantas untuk memahami ayat-ayat Allah secara langsung. Akalnya dianggap memiliki keterbatasan dan rendah di banding dengan gurunya. Ketaatan pada gurunya terdahulu dianggap sebagai satu-satunya cara memahami agama.  

Dua metode ini masing-masing memiliki kelemahan. Kelemahahan dari dua metode beragama ini adalah egoisme, sikap berlebihan yang melampaui batas kewenangan bahwa Allah sebagai pemilik kebenaran. Kedua metode ini sama-sama akan terjebak pada egoisme individu atau kelompok, akibatnya akan terjadi saling klaim kebenaran dan menimbulkan perpecahan. Sikap egosime akan melampaui batas kewenangan dengan saling klaim sebagai pemilik kebenaran. Risikonya, secara berlebihan kelompok yang beragama secara langsung akan bergeser men-Tuhan-kan dirinya, dan kelompok yang tidak langsung akan men-Tuhan-kan guru-gurunya.

Dari dua metode ini tidak ada yang lebih diunggulkan, pemahaman yang harus dipahami bersama adalah sebagai umat beragama tidak pantas untuk mengambil hak Allah sebagai pemilik kebenaran. Sebagaimana para Nabi diutus ke bumi hanya untuk menyampaikan kebenaran dari Allah. Kebenaran-kebenaran dari Allah disampaikan kepada manusia untuk membimbing mereka agar bisa  hidup damai dan sejahtera di dunia dan akhirat.

Pada akhirnya manusia dengan kapasitas akalnya secara langsung atau tidak langsung akan mengambil pilihan berdasarkan keputusan dirinya masing-masing dan kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan pengadilan Allah. “orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, bagi mereka pahala yang tidak putus-putusnya.” (Al Insyiqaaq, 84:25). Dihadapan Allah tidak ada yang lebih mulia kedudukannya kecuali yang beriman dan bertakwa. Wallahu’alam. 

Wednesday, October 13, 2021

LEBIH BAIK JADI TANAH

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Akal itu berpikir, dan setiap akal memiliki pola berpikir sesuai dengan pengetahuan dan kebiasaanya yang dia lakukan. Pengetahuan yang sering dioleh oleh akal manusia akan menentukan arah pola pikir manusia itu sendiri. Jika manusia ini selalu mengolah pengetahuan berdasar pengalaman dan pendapat orang saja, maka dapat dipastikan dia sedang berpikir menggunakan pendekatan materialistik.

Ciri dari pola pikir orang beriman adalah selalu ada konsep akhirat di dalam pikirannya. Akhirat sebagai dunia yang hidup setelah kematian diyakini menjadi tempat kehidupan sebagai akibat dari kehidupan dunia. Kabar tentang dunia akhirat adalah kabar dari masa depan, yang dikabarkan oleh Allah swt kepada manusia.


“Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikit pun dan kamu tidak dibalasi, kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan.” (Yasin, 36:54).

Dari masa depan Allah mengabarkan kepada kita bahwa di dunia akhirat kelak bukan mulut yang akan berkata dan memberi kesaksian, tetapi  tangan dan kaki kita. Di akhirat tangan akan berkata dan kaki akan bersaksi atas apa yang telah kita kerjakan di dunia sekarang. Maka, kehidupan yang kita terima di akhirat adalah akibat dari apa yang kita lakukan di dunia sekarang.

“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” (Yasin, 36:65).

Orang-orang yang mendustakan adanya Tuhan, menganggap negeri akhirat sebagai dongengan orang-orang terdahulu. Mereka tidak yakin aka nada kehidupan setelah kematian, karena keyakinan mereka harus berdasar pada penglhatan dan pengalaman semata.

“yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, ia berkata: "Itu adalah dongengan orang-orang yang dahulu". (Al Mutaffifiin, 83:13).

Allah kembali mengabarkan bahwa di masa depan akan ada orang berkata, “alangkah baiknya jika aku menjadi tanah”. Perkataan ini adalah pealajara bagi kita yang hidup di masa lalu sekarang. Kabar ini dijelaskan di dalam Al-Qur’an:

Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu  siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang kafir berkata: "Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah". (An Naba’, 78:40).

Mengapa orang-orang kafir berkeinginan menjadi tanah? Tanah itu tidak mengemban tugas seperti manusia, tetapi tanah banyak berjasa untuk kehidupan manusia. Manusi diciptakan dari tanah, hidup di atas tanah, makan dari tanah, kembali ke tanah. Pada hari perhitungan tanah bebas dari segala tuntutan, karena selama hidupnya tanah telah melaksanakan seluruh perintah Allah. Tanah tidak terikat perjanjian dengan Allah sebagai pengembagan amanah sebagaimana diemban manusia. Maka kelak di akhirat alangkah bahagianya jadi tanah yang bebas dari segala tuntutan. Walahu’alam.

Wednesday, August 25, 2021

SURAT AL JIN

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Surat Al Jin berisi tentang kisah ajaran ketauhidan yang di bawa Nabi Muhammad SAW. Jin adalah makhluk ghaib yang bisa membelok keimanan seseorang. Jin bisa membisikkan hati dan pikiran sehingga pandangan manusia berdasarkan pandangannya seperti melihat kebaikan. Jin bersama dengan orang yang mendua dan mentigakan Tuhan, padahal Allah telah menetapkan dirinya Tunggal.

“dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak (pula) beranak.” (Al Jin, 72:3).

Dijelaskan dalam surat Al Jin, orang-orang kurang akal bersekutu dengan Jin untuk menentang keesaan Allah. Mereka menghina Allah dengan melampaui batas. Mereka yang menghina Allah telah bersekutu dengan jin.

“Dan bahwasanya: orang yang kurang akal daripada kami dahulu selalu mengatakan (perkataan) yang melampaui batas terhadap Allah, (Al Jin, 72:4).


Allah sudah menetapkan ada dua jalan yang akan ditempuh manusia yaitu jalan kiri dan kanan. Jalan kanan adalah jalan mendaki yang ditempuh orang-orang shaleh. Orang-orang yang shaleh adalah mereka yang taat kepada Allah dan Rasulnya. Sebagaimana di dalam surat Al Jin dijelaskan:

Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang shaleh dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda. (Al Jin, 72:11)

Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang taat dan ada (pula) orang-orang yang menyimpang dari kebenaran. Barang siapa yang taat, maka mereka itu benar-benar telah memilih jalan yang lurus. (Al Jin, 72:14).

Sesungguhnya tempat-tempat ibadah adalah tempat menyembah Allah, tidak ada yang disembah selain Allah. Tidak ada orang-orang yang wajib di sembah di tempat-tempat ibadah kecuali Allah. Orang-orang yang membuat tempat ibadah sebagai tempat menyembah manusia dan selain Allah, maka sesungguhnya mereka telah bersekutu dengan Jin.

Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah. Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (mengerjakan ibadah), hampir saja jin-jin itu desak mendesak mengerumuninya. Katakanlah: "Sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhanku dan aku tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya". (Al Jin, 72:18-20).

Di dalam surat Al Jin, Nabi Muhammad sudah menetapkan bahwa masjid atau tempat ibadah adalah tempat menyembah Allah Yang Esa. Jin-jin memengaruhi untuk membelokkan hati, pikiran, pandangan, pendengaran, untuk menyembah orang atau selain Allah. Namun Nabi Muhammad SAW sebagaimana di wahyukan Allah tetap mengatakan, aku hanya menyembah Allah dan tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah.

Jadi berdasarkan keterangan surat Al Jin, hidup manusia ada dua jalan. Mereka ada yang mengabil jalan lurus ada yang mengabil jalan sesat. Orang-orang yang mengambil jalan sesat adalah mereka yang menyekutukan Allah. Mereka menjadikan manusia sebagai sesembahannya dengan menyebut tuhan anak, tuhan ibu, dan tuhan bapak. Di dalam tempat-tempat ibadah orang sesat, mereka menjadikan patung-patung manusia sebagai sesembahannya.

Jadi mereka yang bersekutu dengan Jin adalah mereka yang menyembah kepada selain Allah dan mereka menjadikan manusia sebagai sesembahannya. Jadi sebenarnya, bagi orang-orang yang berakal sehat, surat Al Jin ini menjelaskan orang-orang yang sesat karena bersekutu dengan Jin. Jadi dalam surat Al Jin, dikabarkan Nabi Muhammad SAW mendapat godaan dari jin-jin, namun Nabi Muhammad tetap bersikukuh berpegang pada wahyu Allah, bahwa “aku hanya menyembah Allah Tuhanku dan aku tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan Nya.”  

Inti dari surat Al Jin adalah menegakan ajaran ketauhidan, dan manusia harus berhati-hati pada Jin karena jin bisa menyesatkan ketauhidan manusia. Selain itu, ajaran agama yang benar adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan. Jika ada manusia-manusia menjadikan masjid, tempat-tempat ibadah sebagai tempat menyembah selain Allah, maka orang-orang itu tidak sedang berada dijalan lurus, mereka tersesat bersama jin-jin yang menyesatkannya. Jadi siapa yang bersekutu dengan jin? Jawab dengan akal sehat. Wallahu’alam.

Sunday, December 13, 2020

AMAL YANG TIDAK TERLIHAT

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Manusia tidak bisa melihat amal baik manusia lain yang sesungguhnya. Tim penilai amal manusia adalah Malaikat yang telah ditugasi Allah. Malaikat mencatat kebaikan ketika amal baik masih ada dalam niat, dan mencatat amal buruk ketika sudah dilakukan.

Mengapa manusia tidak bisa 100 persen menilai amal manusia lain? Pada dasarnya amal manusia terbagi menjadi dua yaitu amal terlihat dan tidak terlihat.

Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Lahir dan Yang Batin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al Hadiid, 57:3).

Atas dasar itulah prasangka yang harus kita miliki adalah prasangka baik. Jika kita selalu berprasangka baik maka malaikat selalu mencatat kebaikan untuk kita. Sekali lagi manusia tidak bisa menilai sepenuhnya pribadi seseorang karena ada amal-amal yang tidak terlihat yaitu amal batin atau amal laku diluar penglihatan manusia.

Kita sering terjebak oleh penglihatan mata. Mengukur atau menilai pribadi seseorang berdasarkan penglihatan dan pendengaran. Sementara padangan mata dan pendengaran sangat terbatas. Untuk itu Al-Qur’an adalah petunjuk dari Allah agar manusia terjaga dari keburukan prilaku akibat keterbatasan penglihatan mata dan pendengaran.

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Albaqarah, 2:216).  

Bisa jadi kita melihat prilaku-prilaku buruk tentang seseorang, tetapi sesungguhnya orang tersebut memiliki prilaku baik yang tidak terlihat oleh pandangan mata kita, yaitu prilaku batin maupun prilaku di luar penglihatan dan pendengaran kita. Mungkin kita melihat prilaku seseorang buruk tetapi rezekinya lebih baik dari kita. Bisa jadi kita melihat dan mendengar prilaku seseorang buruk, tetapi dia terpilih menjadi pemimpin umat. Itulah tanda bahwa penglihatan dan pendengaran kita terbatas. Padahal Allah memberi rezeki dan kedudukan pada seseorang pasti dengan kebaikan-kebaikan yang dilakukannya.

Prilaku mendasar yang cenderung manusia miliki adalah prasangka buruk. Manusia adalah makhluk pencari makna dibalik setiap kejadian. Kita selalu terjebak memberi prasangka buruk terhadap segala kejadian. Normalnya manusia selalu memberi prasangka baik yang terukur baik berdasarkan perasaannya akibat dari pengetahuan yang dilihat dan didengarnya. Juga memberi prasangka buruk terhadap kejadian atas dasar perasaan akibat makna dari sebuah kejadian yang dilihat dan didengarnya.

Allah mengajarkan bahwa setiap prasangka memiliki dua kemungkinan yaitu benar dan salah. Sebagian besar prasangka manusia adalah tidak benar. Untuk itu Allah membimbing perasaan dan pikiran kita untuk selalu berprasangka baik agar manusia terhindar dari prilaku-prilaku buruk. Ketika kita berprasangka baik Allah mencatat dan membimbing kita dijalan baik, sebaliknya ketika kita berprasangka buruk, kita telah ada pada resiko untuk berprilaku buruk.

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. (Al Hujuraat, 49:12).

Apa yang diketahui manusia lebih sedikit dari yang diketahuinya. Bumi yang ukurannya tidak setitik belum dapat diketahui seluruh sudutnya, apalagi dengan alam semesta yang terdiri dari tujuh lapis langit dan tujuh matahari. Untuk itu kita tidak bisa menilai prilaku seseorang yang hanya kita lihat pada saat kita melihatnya. Banyak prilaku-prilaku seseorang yang luput dari penglihatan kita apalagi dengan prilaku batin-batin seseorang.

Prangsangka yang dibimbing Allah adalah setiap prilaku buruk dan baik yang kita lihat pada seseorang adalah kebaikan dari Allah kepada seseorang. Keburukan adalah pengingat agar manusia selalu berbuat baik, bagi pelaku keburukan maupun bagi yang melihatnya. Berprasangka baik sesungguhnya amal baik yang harus selalu diupayakan setiap manusia, sebab prasangka adalah pangkal dari prilaku baik maupun buruk.

Demikian sebuah pelajaran untuk kita agar selalu berprasangka baik, karena amal-amal baik seseorang ada yang tidak terlihat. Demikian juga kita harus berpasangka baik pada setiap kejadian karena kita tidak tahu kebaikan apa yang akan terjadi dibalik kejadian itu. Amannya agar prilaku kita dijaga selalu baik, Allah memerintahkan banyak-banyaklah berprasangka baik dan berlindunglah kepada Allah agar selalu terlindung dari segala hal yang buruk. Prasangka adalah amal tak terlihat, kecil tapi bisa membawa seluruh kehidupan menjadi baik. Wallahu’alam.