Saturday, October 16, 2021

METODE BERAGAMA

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Saya amati ada dua metode beragama yang ada di masyarakat. Metode pertama adalah metode langsung (direct). Pada metode ini seseorang bisa langsung berhubungan dengan Allah, tanpa perantara. Kedua, metode tidak tidak langsung (indirect). Pada metode ini seseorang untuk bisa berhubungan dengan Allah harus melalui perantara. Kedua metode ini perangkatnya sama yaitu otak, akal, dan penalaran.

Metode beragama secara langsung (direct), jika seseorang ingin berkomunikasi dengan Tuhannya bisa langsung mengakses sumber ajarannya yaitu kitab suci. Melalui kemampuan akalnya dan keilmuan yang dimilikinya, seseorang bisa membaca, memahami, mempraktekkan, menganalisis, mensintesis,  menemukan nilai etika dan moral yang terkandung dalam kitab suci yang diyakininya.

Metode langsung memosisikan bahwa manusia adalah makhluk sempurna, diberi alat yaitu otak, kapasitas akal dan penalaran. Metode langsung dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kapasitas dan keberanian untuk memahami kitab suci dengan kemampuan akalnya. Metode langsung dilakukan oleh orang-orang yang mengakui bahwa antara Allah dan dirinya tidak ada batas. Akal yang dimiliki manusia adalah anugerah dari Allah yang lebih dari cukup untuk bisa memahami ayat-ayat Allah sekemampuannya, karena manusia dipandang Allah bukan dari kapasitas keilmuannya tetapi ketakwaan akalnya kepada Allah.

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Al Hujuurat, 49:13).

Pada dasarnya, ilmu hanya membantu pemahaman seseorang tentang hakikat Allah dan ciptaannya. Hasil dari kepemilikan ilmu adalah keimanan dan ketaatan kepada Allah. Allah tidak mengukur berapa kapasitas keilmuan seseorang, tetapi Allah memuliakan berdasar keimanan dan ketaatannya. Allah tidak membedakan orang berdasarkan lulusan sekolah dasar dan perguruan tinggi, tetapi sejauhmana keimanan dan ketakwaan seseorang.

Dalam metode beragama tidak langsung (indirect); seseorang untuk berkomunikasi dengan Allah, tidak bisa langsung tetapi memerlukan bantuan dari orang-orang yang dianggap lebih paham dalam memahami ayat-ayat Allah. Untuk itu dibutuhkan guru pembimbing dalam memahaminya. Ketergantungan pada guru-guru pembimbingnya sangat erat, sehingga akalnya diposisikan terikat oleh apa yang telah dijelaskan oleh guru-gurunya. Dalam hal ini seperti penganut ajaran Nasrani yang sangat terikat kepada pemahaman para pendetanya. Tidak ada yang berhak memahami kitab suci kecuali para pendetanya.

Mereka yang beragama tidak langsung, akalnya tidak memiliki kebebasan dan memosisikan akalnya tidak pantas untuk memahami ayat-ayat Allah secara langsung. Akalnya dianggap memiliki keterbatasan dan rendah di banding dengan gurunya. Ketaatan pada gurunya terdahulu dianggap sebagai satu-satunya cara memahami agama.  

Dua metode ini masing-masing memiliki kelemahan. Kelemahahan dari dua metode beragama ini adalah egoisme, sikap berlebihan yang melampaui batas kewenangan bahwa Allah sebagai pemilik kebenaran. Kedua metode ini sama-sama akan terjebak pada egoisme individu atau kelompok, akibatnya akan terjadi saling klaim kebenaran dan menimbulkan perpecahan. Sikap egosime akan melampaui batas kewenangan dengan saling klaim sebagai pemilik kebenaran. Risikonya, secara berlebihan kelompok yang beragama secara langsung akan bergeser men-Tuhan-kan dirinya, dan kelompok yang tidak langsung akan men-Tuhan-kan guru-gurunya.

Dari dua metode ini tidak ada yang lebih diunggulkan, pemahaman yang harus dipahami bersama adalah sebagai umat beragama tidak pantas untuk mengambil hak Allah sebagai pemilik kebenaran. Sebagaimana para Nabi diutus ke bumi hanya untuk menyampaikan kebenaran dari Allah. Kebenaran-kebenaran dari Allah disampaikan kepada manusia untuk membimbing mereka agar bisa  hidup damai dan sejahtera di dunia dan akhirat.

Pada akhirnya manusia dengan kapasitas akalnya secara langsung atau tidak langsung akan mengambil pilihan berdasarkan keputusan dirinya masing-masing dan kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan pengadilan Allah. “orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, bagi mereka pahala yang tidak putus-putusnya.” (Al Insyiqaaq, 84:25). Dihadapan Allah tidak ada yang lebih mulia kedudukannya kecuali yang beriman dan bertakwa. Wallahu’alam. 

No comments:

Post a Comment