Tuesday, April 28, 2020

TRINITAS AJARAN AL-QUR’AN


Oleh: MUHAMMAD PLATO

Menyimak perdebatan tentang konsep Tuhan, saya menyimak dan belajar dari mereka. Saya hanya belajar berpikir dari perdebatan mereka tidak bermaksud mendeskreditkan siapapun. Saya hanya mengambil pelajaran bagaimana cara berpikir. https://www.youtube.com/watch?v=XyD1OD0F1uA (16/04/2020, diakses 28/04/2020).

“Debat adalah panggung pertandingan berpikir”, itu pendapat saya. Untuk itu bagi yang mau berdebat, mereka harus paham tentang ilmu dasar berpikir. Konsep dasar berpikir adalah sebab dan akibat. Sebab, saya ambil analogi sebagai pijakan atau tempat berpijak, dan akibat saya analogikan sebagai langkah kaki. Kemana saja langkah kaki dia harus menemukan pijakannya.  Jadi suatu hal yang tidak mungkin jika kaki anda melangkah tidak ada pijakannya.

Pijakan yang digunakan dalam berpikir adalah data, fakta, generalisasi, teori dan dalil yang kelak dijadikan dasar dalam berpikir. Isi pikiran hanya bisa dipahami jika sudah diucapkan.  Apa yang diucapkan itulah yang dipahami oleh orang. Maka bagi orang-orang yang mau ikut tampil dalam panggung debat harus punya banyak pijakan sesuai dengan tema apa yang mau diperbedebatkan.

Pijakan berpikir yang paling dasar yang harus dimiliki seseorang adalah ayat-ayat dari kitab suci yang diyakininya. Ayat-ayat yang dijadikan dalil akan jadi dasar berargumen diperkuat dengan data, fakta, generaslisasi, dan teori. Dalam beragama, argumen-argumen tentang kepercayaan kepada Tuhan YME, kebenaran ajaran, tidak boleh lepas dari ayat-ayat yang terkandung dalam kitab suci. Jadi kitab suci adalah pijakan dalam berpikir. Babak berikutnya adalah apakah benar yang anda gunakan kitab suci? Anda harus melakukan verifikasi kebenarannya sebagai kitab suci.

Sebagai contoh saya akan bicara konsep trinitas dari kitab suci Al-Qur’an. Saya tidak akan mengungkapkan pemikiran apa apa kecuali berpijak langsung dari ayat dalam kitab suci Al-Qur’an yang bisa saya pahami.

Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. (Al Ma’idah, 5;73).

Berdasarkan dalil (ayat) di atas, pikiran saya berpijak bahwa Tuhan harus satu. Tidak boleh ada tuhan-tuhan selain Allah yang tunggal. Begitulah cara berpijak dalam berpikir. Tertutup (kafir) pikiran seseorang jika meganggap Allah salah satu bagian dari yang tiga.

Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putra Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah sebagai Pemelihara. (An Nissa, 4:171).


Berpijak pada ayat di atas, di dalam kenabian Isa Al Masih yang lahir dari Maryam terjadi keganjilan jika dilihat dari kacamata manusia. Nabi Isa lahir tidak dari seorang ibu yang memiliki suami. Berpijak pada ayat itu, ada muncul persepsi manusia menganggap bahwa Al Masih adalah anak tuhan. Berdasarkan pada ayat di atas, Tuhan adalah tunggal, Maryam dan Isa adalah utusan Allah sebagai penyampai kebenaran.

Jadi Al-Qur’an menjelaskan konsep trinitas yang benar yaitu yang memosisikan Tuhan sebagai yang tunggal, Maryam dan Isa sebagai utusan yang menganjurkan umat tetap menyembah pada Tuhan YME. Allah sangat egois untuk ketunggalan-Nya. Dia tidak mau disebut punya anak dan punya ibu. Luruskanlah pikiran mu bahwa Allah Esa.

Tugas akal dalam kehidupan manusia adalah menjelaskan secara rasional atau empiris apa yang dikehendaki Allah, yaitu menghilangkan tuhan-tuhan selain Allah dan menjadikan Allah sebagai satu-satunya tempat bergantung dan memohon pertolongan dalam segala urusan. Wallahu’alam.

(Head Master Trainer Logika Tuhan)

Saturday, April 25, 2020

PEKERJA KERAS DAN TUKANG TIDUR


OLEH: MUHAMMAD PLATO

Cerita ini menggambarkan dua kisah hidup manusia. Setiap hari tidur, bangun, makan, minum, bekerja, bercengkrama dengan keluarga dan kembali tidur. Hanya waktu yang membedakan aktivitas manusia. Ada yang lama bekerja dan ada yang lama tidur. Tidak menjamin yang lama bekerja lebih sukses dan yang lama tidur akan gagal. Lama kerja atau lama tidur tidak jadi sebab manusia bisa sukses atau gagal. Ada manusia tukang tidur akhirnya sukses, ada manusia tukang bekerja akhirnya gagal. Hidup ini bukan ukur-ukuran berdasar pandangan manusia, tapi kehendak Tuhan.

Dikisahkan ada manusia wajahnya bermuka muram, kecut, dan lusuh. Nampak kecapaian, badannya letih dan lesu. Entah apa yang ada di benaknya. Dia seperti sedang merasa terhina. Dia kecewa terhadap apa-apa yang telah diusahakannya. Dia juga seperti sedang menghadapi jiwa yang putus asa yang masa depannya telah hancur. Dia penuh ketakutan yang tak hingga, badannya menggigil penuh keringat dingin.

Dia adalah  pekerja keras dan berhasil menghadapi berbagai kesulitan hidup. Dia tangguh dan tidak pernah menyerah atas apa yang diupayakannya. Kerasnya persaingan hidup dia lewati, sekalipun penuh dengan resiko. Hidupnya selalu terancam karena kerasnya persaingan. Atas segala usaha kerasnya, kehidupannya lebih dari cukup, segala minuman dari berbagai jenis pernah dia coba. Semahal apapun minuman, sekualitas apapun minuman dia pasti mampu menikmatinya. Namun minuman itu terasa tidak berhasil memuaskan rasa dahaganya. Demikian juga dengan makanan, semua macam makanan di seluruh dunia, di restoran dan hotel terbaik, semua telah dia nikmati. Namun tidak pernah berhasil memberikan rasa puas dan nyaman untuk perutnya. Makanan dan minuman itu mengalir saja ditenggorokan sampai ke perut dan keluar kembali. Makanan itu tidak memberikan kesehatan, malah perutnya tidak pernah merasakan kenyang dan selalu lapar.


Di satu sisi ada manusia yang mukanya penuh dengan kebahagiaan. Wajahnya memancarkan optimisnya yang tak pernah putus. Dia melihat masa depannya begitu menyenangkan dan terlihat ingin segera mendapatkannya. Dia merasa apa diusahakannya telah menghasilkan sesuai dengan yang diinginkan. Semua pekerjaan yang dilakukannya tidak menjadi beban. Sampai Dia berhasil mendapatkan tempat tinggal sesuai impian. Tempat yang penuh dengan kedamaian. Dia hidup dalam keluarga harmonis penuh ketenangan dan damai. Satu sama lain saling menyapa dengan kata yang lemah lembut dan penuh kasih sayang. Kebutuhan minum semuanya terpenuhi dan memuaskan dahaganya. Semua minuman dan makanan yang dia nikmati menyehatkan dan menyegarkan tubuhnya. Kedudukannya semakin tinggi dan dihargai. Dia termasuk orang terpandang dibanding manusia lainnya. Setiap hari kerjanya hanya minum, duduk-duduk, dan  tiduran. Ketika ada waktu luang dia isi waktunya untuk jalan-jalan ditaman atau liburan.

Jika kita perhatikan kedua orang ini menunjukkan dua karakter berbeda. Satu pekerja keras dan satu lagi sepertinya tipe santai. Tipe pekerja keras seperti unta yang bekerja di gurun menghadapi panas, haus dan badai. Tipe santai dia seperti hidup di atas awan, semuanya nampak menyenangkan. Kedua manusia itu sangat kokoh pendiriannya, bagaikan gunung-gunung yang berdiri tegak. Pengetahuannya luas seperti bumi yang dihamparkan. Keduanya sama-sama sering berbagi ilmu pengetahuan tentang cara menghadapi hidup yang kejam. Mereka tidak pernah memaksakan pemikirannya kepada orang-orang untuk mengikutinya. Mereka beranggapan bahwa setiap orang akan sukses sesuai dengan apa yang dikerjakannya. Setiap apa yang dikerjakan akan mendapat imbalannya. Setiap orang akan kembali kepada apa apa yang telah dilakukannya. Setiap orang tidak akan pernah dirugikan, karena hidup ini sudah ditentukan kadar kadarnya.

Aneh dunia ini, mereka yang bekerja keras pada akhirnya semua yang dikerjakannya tidak memuaskan segala harapan hidupnya. Tapi yang pekerjaanya tidur, duduk-duduk, makan, jalan di taman, dan liburan, dia berhasil mencapai seluruh impian hidupnya.

Para pembaca, bisakah bantu saya, siapakah sosok yang digambarkan kedua orang di atas? Cara hidup manakah yang harus saya lakukan? Saya ingin hidup menyenangkan dan penuh damai. Bagaimana caranya? Jawaban, pemikiran, dan pandangan pembaca yang budiman sangat saya butuhkan. Wallahu’alam.

(Master Trainer logika Tuhan)

Thursday, April 16, 2020

KEMERDEKAAN DUNIA


Oleh: MUHAMMAD PLATO

Di balik wabah Covid 19 kita menyaksikan berbagai macam kejadian yang mengandung banyak hikmah jika kita memikirkannya. Sebaik-baiknya pikiran adalah mengambil kebaikan dari segala kejadian. Sangat disayangkan ada orang-orang yang tidak belajar di masa banyak ilmu bertebaran. Mereka adalah orang-orang yang menolak jenazah syahid meninggal karena wabah Covid 19. Kebodohan ini bukan karena mereka tidak bisa mengakses ilmu tapi wujud dari kelemahan literasi agama dan ilmu pengetahuan. Bukan tidak ada ilmu tapi keengganan untuk berilmu yang masih melekat mentradisi di negara kita. 

Di balik kejadian wabah Covid 19 ada kejadian-kejadian inspiratif. Ketika diberlakukan isoliasi diberbagai negara. Aktivitas ekonomi dunia berhenti dan dibalik kejadian itu, polusi udara berkurang sampai 50%, kondisi air membening, ikan-ikan kecil berenang bebas, bebek berenang dan burung menari-nari menikmati alam yang bebas polusi. Langit terlihat membiru menandakan pencemaran udara berkurang akibat berhentinya aktivitas ekonomi manusia. Kita sadar bahwa bumi perlu kita rawat dengan pola-pola hidup yang tidak berlebihan, dengan hidup saling menghormati dan menghargai dengan alam.


Kota-kota besar di seluruh dunia yang tadinya hiruk pikuk seperti sedang istirahat dari Lelah berates-ratus tahun bekerja. Kota seperti sedang rehat menikmati istirahat untuk dua, tiga bulan ke depan, setelah berartus-ratus tahun tidak lepas dari kesibukkan. Mesin produksi berhenti berputar, tidak ada kepulan asap carbon ke udara. Mereka seperti sedang minum kopi, sambil bercengkrama menikmati liburan keluarga.

Di Wuhan China sebagai tempat pertama kali menyebar Covid 19, banyak warga wuhan terinspirasi karena mereka yang menganut agama dengan kebiasaan cuci tangan, muka, kepala, dan kaki (wudhu) sehari lima kali tidak terkena dampak wabah Covid 19. Kejadian ini telah menyadarkan bangsa terbesar di dunia ini untuk menghormati kebebasan dalam beragama, karena tidak ada agama yang mengajarkan kekerasan atau terorisme. Penganut agama Islam yang sejak tragedi WTC terus mendapat hujatan, pelecehan, diskriminasi, dan dituduh sebagai penyebar teror, sekarang mendapat sambutan di berbagai penjuru dunia. Presiden China bersilaturahmi mendatangi masjid adalah tanda beliau menginsafi kesalahan persepsinya tentang agama Islam selama ini, dan telah membawa dampak pada kebijakan politik yang keras terhadap penganut agama Islam.

Di Eropa seperti Jerman, Belanda, Belgia, Italia, kumandang adzan mulai bersahutan dikumandangkan setiap waktu shalat dengan pengeras suara dari masjid-masjid. Kumandang adzan membawa pesan kepada dunia bahwa Islam bukan hendak menaklukkan dunia, tapi memerdekakan dunia. Islam hadir untuk mensejahterakan umat manusia, melindungi hak-hak hidup manusia dengan tidak membeda-bedakan keturunan, suku, ras, bangsa, dan agama. Semua orang dari berbagai latar belakang bisa hidup di bawah naungan ajaran Islam.

Sesungguhnya ajaran Islam adalah menciptakan hidup damai, menghukum yang salah dengan adil tanpa melihat latar belakang, dan menghargai pada orang-orang yang berjasa untuk manusia tanpa melihat latar belakang orang. Islam adalah agama yang diajarkan langsung dari Tuhan kepada manusia. Nabi Muhammad saw bukan pemilik ajaran agama Islam, Beliau adalah penyampai kebenaran dari Tuhan. Posisinya sama seperti nabi-nabi sebelumnya seperti Isa, Musa, Nuh, Ibrahim sampai Adam.

Salah satu ajakan dalam adzan adalah marilah shalat, berbuat kebaikan, tolong menolong, dan marilah menuju kemenangan hidup di dunia dan hidup setelah kematian. Kemenangan di dalam kumandang adzan bukan kemenangan kelompok pengikut Islam tapi seluruh alam dan penghuninya. Dalam ajaran Islam tidak ada penaklukkan kelompok manusia kepada kelompok manusia lain, kecuali mengajak hidup sesuai dengan ajaran Tuhan. Dalam sejarah dibuktikan setelah Mekah menyerah pada Nabi Muhammad saw, maka tidak ada balas dendam, pertumpahan darah, perampasan harta, semua dibebaskan dari segala tuntutan sekalipun selama 13 tahun penduduk Mekah melakukan penghinaan, penganiaan, merencanakan pembunuhan dan memerangi dengan bengis. Selama tiga belas tahun memusuhi dengan sengit, Ketika penduduk Mekah menyerah, semua bebas seperti tidak terjadi kejadian-kejadian buruk sebelumya.

Saat ini Ketika wabah Covid 19 menjadi pandemi, apakah ada tentara mengatasnamakan Islam berperang jihad menyerang untuk menaklukkan Belanda, Belegia, Perancis, Italia, Spnyol, dan China? Ajaran Islam tidak mendorong umatnya untuk haus kekuasaan dan harta, tapi misinya adalah memerdekakan dunia dari ikatan-ikatan cinta dunia yang membuat kehandcuran spiritual, moral, dan harkat manusia. Suara adzan itu berkumandang bukan karena paksaan tapi kesadaran dunia bahwa ada Tuhan YME yang mengatur hidup manusia.

Bencana pandemi Covid 19 ini bisa jadi tanda bahwa dunia telah merdeka, dan sebenatar lagi dunia akan kembali kepada Tuhannya. Tugasnya hampir selesai membimbing manusia untuk tetap Kembali kepada Tuhan yang menciptakannya. Terima kasih bumi, engkau telah setia mendampingi kami selama hidup di dunia. Semoga kami tetap di jalan Tuhan dan diberi kemenangan sampai kami juga Kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa. Wallahu’alam.


(Head Master Trainer logika Tuhan)

Wednesday, April 15, 2020

TUHAN TIDAK TAKUT LOGIKA

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Buya Syakur berpedapat (https://www.youtube.com/watch?v=KGRBwsUGt9I 2/12/2019, diakses 13/04/2020) sampai kapan pun tidak akan pernah ada yang dapat membuktikan secara fisik Tuhan itu ada, dan tidak akan pernah ada argument yang memuaskan bagi siapapun bahwa Tuhan itu ada. Sebaliknya orang yang tidak percaya Tuhan, dia tidak bisa membuktikan bahwa Tuhan itu tidak ada. Inilah yang menghindarkan saya untuk berdebat tentang keberadaan Tuhan. Tapi saya membakukan dalam pikiran bahwa Tuhan itu harus ada. Wujudnya bagaimana imajinasi saya tidak cukup untuk membayangkannya.

Selanjutnya Buya Syakur mengeluarkan pendapat yang cukup menantang untuk diskusi, “Jangan takut untuk, berpikir Tuhan tidak takut dengan kecerdasan manusia. Ayat Al-Qur’an tidak menutup tafsir karena zaman mengalami perubahan secara berkesinambungan”. Pemikiran kelompok tertentu, fiqih adalah karya manusia, sumbernya dari Al-Qur’an.  Siapa yang menjamin paling benar, marilah kita berpikir sama-sama untuk menemukan kedamaian dan kesejahteraan manusia hidup di dunia. Tuhan senang digugat dan Tuhan akan melayaninya dengan senang, karena berpikir adalah perintah Tuhan.


Sebagaimana Nabi Ibrahim, Nabi Musa, mereka dalam kisahnya di dalam Al-Qur’an menggunakan logikanya menantang kepada Tuhan untuk membutikan bagaimana cara menghidupkan orang yang mati, dan membuktikan bahwa Tuhan itu berwujud.  Kisah-kisah menjadi tanda bahwa akan ada manusia-manusia yang menggunakan akalnya dan bertanya kepada Tuhan tentang sesuatu yang ingin diketahuinya.

Sependapat dengan pendapat Buya Syakur, masih banyak umat Islam yang belum berani berpikir bebas. Menurut Buya Syakur (https://www.youtube.com/watch?v=lghdZaFAVEg, 12/12/2019, diakses 15/04/2020) Fiqih adalah pemikiran orang per orang pada abad ke 7 dan 12. Belum ada lembaga yang mengesahkan pemikiran ini. Mengubah fiqih bukan mengubah agama, tetapi mengubah pemikiran orang. Tidak ada paksaan dalam agama, memaksanakan pemikiran, ajaran, adalah keombongan. Dahulu persaingan pemikiran, madzab, golongan, diwarnai oleh perebutan kekuasaan dibarengi dengan kesombongan.

Berpikir bukan milik golongan-golongan, aliran, bangsa atau suku, berpikir adalah perintah Allah di dalam Al-Qur’an. Jika ada orang melarang-larang berpikir, apa haknya? Allah saja memerintahkan. Tidak ada hak bagi setiap orang untuk mengkafirkan atau menyesatkan sebuah kelompok. Kafir dan sesat adalah urusan Allah yang menentukan. Tugas kita adalah saling memberikan pencerahan kepada semua orang berkaitan dengan implementasi ayat-ayat Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.  

Tembok besar yang menutupi keterbelakangan umat manusia sangat tebal. Untuk meruntuhkan tembok kebodohan ini butuh sulton (kekuatan), sulton ini hanya dapat dilakukan dengan memberikan pemahaman dengan santun, dan terus menerus mengetuk hati yang sudah menutup diri dari kebenaran untuk membuka pikirannya. Persaingan kekuasaan yang membawa ajaran agama telah mengotak-ngotakkan umat menjadi dua golongan beseberangan dan dipertahankan secara turun menurun.

Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam hanya dalam tataran ideal yang tidak pernah diimplementasikan dalam kehdiupan sehari-hari. Mengafirkan, menyalahkan, mencurigai, orang-orang yang berbeda dengan kelompoknya masih diwariskan dan semakin mempertebal dinding kebodohan. Buya Syakur mengakui bahwa apa yang dilakukannya yaitu memberi pembaharuan dalam berpikir di dalam beragama, dari 1000 langkah yang harus ditempuh, dia merasa baru satu Langkah melakukannya. Di butuhkan banyak orang yang sudah tercerahkan dan berani untu menyamakan persepsi, berdiskusi, tanpa dibarengi dengan emosi.

Tulisan-tulisan yang saya tuliskan, tidak untuk mengubah agama, tetapi memberi sumbangan pemikiran dalam memahami ajaran agama, dengan memahami Al-Qur’an melalui petunjuk dan perintah  Allah yaitu berpikir. Siapa yang melarang-larang berpikir (berlogika) sementara Allah memerintahkan, lalu siapa yang akan Anda ikuti? Walalhu’alam.

(Master Trainer logika Tuhan)

Monday, April 13, 2020

FIQIH ITU BUDAYA

Oleh:  Muhammad Plato

“Fiqih itu bukan agama tapi budaya, maka dari itu harus ada yang diperbaiki di sesuaikan dengan tuntutan zaman”. (Buya Syakur). Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab. Mengapa Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab? Bahasa Arab termasuk bahasa yang memiliki makna sangat kaya. Wadribuhunna yang selama ini dimaknai sebagai memukul, ini hanya satu makna. Wadribuhunna (dalam An-Nisaa, 4;34), bisa dimaknai mogok, mendirikan, dan Buya Syakur memberi makna sebagai memberi contoh teladan. (https://www.youtube.com/watch?v=5KVq8m092rc, 27/12/2018, diakses 13/04/2020).

Perubahan makna bukan berarti mengubah agama, tetapi mengubah budaya masyarakat. Jika dulu suami diberi kewenangan untuk memukul istri, itu berdasar makna pada arti wadribuhunna dengan makna memukul. Jika sekarang ada undang-undang melarang melakukan pemukulan, maka makna wadribuhunna memiliki arti memberi contoh, atau memberi hukuman dalam bentuk pengurangan hak yang tidak melukai secara fisik.

Hukum potong tangan adalah batas maksimal hukuman bagi pencuri. Ketika di Indonesia tidak diberlakukan tidak berarti menentang ajaran agama, tetapi mengganti hukuman dengan dasar kemanusiaan yaitu dengan hukuman penjara. Terjadi kesalahan jika pencuri tidak diberi hukuman. Setiap pelanggaran terhadap ketentuan harus diberi hukuman dan hukuman itu tidak boleh melampaui batas keadilan. Hak yang memberi fatwa adalah Allah, para ulama hanya pemberi informasi dalam arti menyuruh dan melarang. Demikian sedikit penjelasan tengan fiqih dari Buya Syakur.

Buya Syakur juga menyinggung bahwa tafsir terhadap Al-Qur’an yang mengatakan bahwa laki-laki adalah pemimpin perempuan dinilai telah berakibat dominasi dari kaum laki-laki terhadap kaum perempuan. Sehingga tafsir terhadap ayat Qur’an yang mengatakan laki-laki sebagai pemimpin perempuan harus dievaluasi agar penfasirannya lebih setara. Pada kali ini penulis berbeda pendapat dengan Buya Syakur. Penulis tetap mempertahankan bahwa dalam kondisi ideal seorang pemimpian adalah laki-laki. Ketika terjadi penyimpangan bahwa terjadi penidasan kaum perempuan oleh laki-laki, bukan ketentuan laki-lakinya sebagai pemimpin yang salah, tetapi prilaku kepemimpinan laki-laki yang telah melampau batas-batas keadilan sebagai seorang pemimpin. Jika prinsip-prinsip keadilan ditegakkan dalam kepemimpinan laki-laki maka dengan sendirinya justru kedudukan perempuan memiliki kemuliaan. Untuk itu permasalahannya bukan di kepemimpinan laki-laki dari perempuan tapi dari kualitas kepemimpinan laki-laki yang mengalami penurunan karenan kurang pengetahuan.

Sepakat dengan Buya Syakur, bahwa ruh butuh makanan dengan shalat, zakat, puasa, haji, sedekah, dan kegiatan ruhani yang diajarkan dalam agama.  Otak perlu makanan dengan belajar, belajar, latihan, seminar, sekolah, sampai liang lahat. Belajar bukan hanya mengaji baca huruf arab dengan tajwij. Menanam terong, belajar menyetir, belajar dagang, belajar berbagai macam ilmu pengetahuan adalah mengaji. Jika punya uang beli buku, langganan koran, langganan internet dan membeli  berbagai macam yang mengantarkan kita pada manusia berilmu pengetahuan, itulah makanan otak.

Intinya keluasaan atau keterbukaan umat beragama terhadap berbagai tafsiran terhadap ayat Al-Qur’an harus semakin melek. Zaman informasi telah menuntut semua orang untuk tidak memonopoli kebenaran konsep pada satu sudut pandang. Beragama di abad informasi, wawasan harus diperluas karena pengetahuan tersebar luas dimana-mana, dan hati harus mulai membuka diri bahwa ada makna-makna lain yang dpihamai orang dalam mendekati Tuhannya. Kita tidak bisa lagi menghakimi pikiran A, B, sesat tetapi kita hanya bisa berpendapat tanpa menyudutkan tetapi memberikan penjelasan dan argumen yang bisa dipahami orang.

Saatnya sudah berubah dari agama doktrin dengan agama dialog, saling mengisi, saling melengkapi, untuk menuju tujuan yang sama yaitu hidup damai di dunia dan kembali kepada Tuhan YME.  Sebagaimana dimaknai oleh Quraish Shihab (https://www.youtube.com/watch?v=KHeW3yhzxZA, 10/05/2019, diakses 13/04/2020) bahwa siratalmustakim adalah jalan yang lebar yang menampung seluruh jalan-jalan kecil menuju kepada tujuan yang sama yaitu hidup damai menuju kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Jalan-jalan kecil yang mengajak kepada kedamaian maka akan ketemu dengan siratalmustakim.


Penulis yang memahami Al-Qur’an dengan pendekatan ilmu sejarah, memiliki kesimpulan bahwa  pola pikir Al-Qur’an sangat-sangat lembut dan tidak sedikitpun cenderung pada kekerasan. Al-Qur’an mengajarkan pada hidup damai sebagai wujud kesejahteraan di dunia dan akhirat. Saatnya kita membuka hati dan pikiran memperdalam keilmuan dalam beragama. Perbedaan menjadi kekayaan bagi kita yang tidak akan pernah ada kata akhir untuk berpikir. Wallhu’alam.  


(Master Trainer Logika Tuhan)

Friday, April 10, 2020

ULAMA PENDIDIKAN SEJARAH

Oleh: Muhammad Plato

Pada saat kuliah umum sejarah di Sekolah Pasca Sarjana UPI tempo hari, saya bertanya kepada dua orang narasumber doktor dan profesor yang berlatar belakang ilmu sejarah murni, “bagaimana Al-Qur’an diperlakukan oleh sejawaran?” Jawaban yang terlontar pada saat itu adalah mentifact dan sociofact. Jawabannya singkat, namun mendasar. Inilah menurut penulis sudut pandang sejawaran terhadap Al-Qur’an.

Bagi penulis jawaban pakar sejarah dari universitas ternama di Indonesia ini bisa jadi dalil bagi para sarjana pendidikan sejarah dalam memperlakukan Al-Qur’an. Dari sudut pandang sejarawan, Al-Qur’an adalah fakta mental dan kejadian-kejadian hidup manusia di masa lalu. Para sejarawan harus mencari fakta-fakta mental apa yang terdapat dalam Al-Qur’an, sehingga bisa diajarkan dalam pelajaran sejarah. Selain itu fakta-fakta sosial apa yang bisa dikemas dalam pembelajaran sejarah sebagai bukti penguat berlakunya fakta mental dari Al-Qur’an.

Sahabat saya membagikan sebuah video ceramah di masjid yang menurut Beliau menyejukkan. Isi videonya adalah seorang berlatar belakang ilmu kedokteran menjelaskan tentang prilaku Virus Corona yang mewabah. Penjelasan diawali dengan mengutif ayat Qur’an kemudian diikuti penejalasan Virus Corona sebagai makhluk Tuhan menyebar dan menjadi pandemi. Alhasil dari penjelasan dokter tersebut, banyak orang terinspirasi dan merasa tenang serta mengetahui hal-hal apa yang harus dilakukan tanpa mengalami kepanikan. Dia mewakili seorang dokter yang memahami ilmu kedokteran dan mampu mengaitkan ilmu kedokterannya dengan informasi Al-Qur’an. Menurut penulis ulama-ulama seperti inilah yang harus banyak diciptakan di masa sekarang.


Fakta sekarang, Al-Qur’an masih direduksi menjadi milik seseorang yang bergelar ilmu tertentu. Al-Qur’an daikui oleh kurang lebih satu miliar penganut agama Islam sebagai wahyu Tuhan. Wahyu dari Tuhan bukan hanya untuk umat Islam, tapi untuk mengatur tujuh miliar manusia yang diciptakan Tuhan.

Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab, karena Nabi Muhammad saw. orang Arab. Ketika Al-Qur’an diperkenalkan kepada orang Indonesia, Inggris, Perancis, Italia, maka Al-Qur’an harus disampaikan dengan bahasa kaumnya. Harus mengerti bahasa Arab, pasti iya. Tapi tidak akan semua manusia menonjol kecerdasan bahasanya. Maka tugas manusia-manusia yang diberi kecerdasan bahasalah menterjemahkan dan menfasirkan Al-Qur’an ke dalam bahasa kaumnya. Tapi itu tidak berarti mereka yang menguasai bahasa Arab sebagai satu-satunya pemilik pengetahuan tentang kebenaran Al-Qur’an.

Setelah Al-Qur’an disampaikan kepada manusia sesuai dengan bahasa kaum di mana tinggal, maka akan muncul bahasa-bahasa yang menterjemahkan Al-Qur’an dari berbagai sudut pandang. Para ilmuwan akan menerjemahkan Al-Qur’an berdasar sudut pandang keilmuannya. Seperti contoh seorang dokter menerjemahkan Al-Qur’an dengan membuktikan kebenaran Al-Qur’an dalam ilmu kedokteran yang dikuasainya. Demikian juga dengan sejawaran akan menerjemahkan Al-Qur’an sesuai dengan sudut pandang sebagai sejawaran atau ahli pendidikan sejarah.  

Jika Nabi Muhammad bersabda, Allah memberi pahala sebagai manusia terbaik kepada mereka yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya. Apakah ini berarti tidak diberi kesempatan kepada orang-orang yang belajar Al-Qur’an dari sudut pandang sejarah? Jika tetap harus memahami bahasa Arab, lalu untuk apa Al-Qur’an diterjemahkan?

Al-Qur’an tidak mungkin dipersepsi oleh satu jurusan ilmu Bahasa. Tugas para ahli Bahasa adalah menenrjemahkan, menafsirkan, lalu hasil kerjanya dapat digunakan oleh berbagai cabang ilmu untuk mendapat pemaknaan berdasar sudut padang ilmu masing-masing. Tidak cukup Al-Qur’an dapat dipahami satu rumpun para ahli bahasa saja. Sarjana Pendidikan Sejarah bisa memberi makna terhadap Al-Qur’an sebagai mentifact atau sociofact menjadi ajaran tentang berlakunya hukum-hukum Tuhan dalam kehidupan. Kita harus bergotong royong menyebarluaskan ayat ayat Qur'an dengan berbagai bahasa, gaya dan latar belakang budaya.  

Selama ini ada orang yang memberhalakan ahli bahasa tertentu sebagai satu-satunya ilmu yang bisa memahami Al-Qur’an. Jika Al-Qur’an turun dari Tuhan, maka tidak boleh ada satu orang pun yang memberhalakan seseorang sebagai ahli Qur’an, karena Al-Qur’an bukan kitab karangan manusia. Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab, tapi hakikatnya dalam bahasa Tuhan. Maka bahasa Tuhan tidak mungkin hanya bisa dipahami oleh yang namanya ahli satu orang.

Maka semua orang harus menjadi penyampai kebenaran. Ahli-ahli bahasa adalah penyampai kebenaran, tapi bukan pemilik kebenaran. Bahasa Tuhan harus bisa dipahami dengan mudah oleh semua orang dan semua kalangan. Untuk itu butuh bantuan semua ilmu untuk menjelaskan kebenaran Al-Qur’an. Penerjemah Al-Qur’an seperti seorang Nabi yang mencoba menjelaskan kitab suci kepada manusia sesuai dengan bahasa yang dipahami. Para ahli bahasa Arab adalah penyampai kebenaran yang tidak boleh diberhalakan, dan tidak boleh mengklaim sebagai pemilik kebenaran apalagi melarang dan merendahkan orang yang hendak memahami Al-Qur’an dalam bahasa kaum yang dipahaminya. Tugas para ahli bahasa seperti tugas Nabi Muhammad saw, menyampaikan kebenaran bukan mengklaim kebenaran.

Al-Qur’an diterjemahkan untuk memudahkan semua orang memahami isinya. Untuk itu Al-Qur’an dapat dipahami oleh seluruh umat manusia berdasarkan bahasa yang dipahaminya. Itulah kemurahan Tuhan kepada manusia karena Tuhan maha adil dan menguasai semua bahasa. Seharusnya para ahli bahasa justru menganjurkan kepada semua orang untuk memahami isi Al-Qur’an dari hasil alih bahasa yang dilakukannya untuk diapresiasi dari berbagai sudut pandang keilmuan dan budaya, sehingga akan memperkaya pengetahuan para ahli bahasa untuk kembali memperdalam ilmu Al-Qur’an.

Di lapangan orang-orang masih ada yang melarang, merendahkan atau menyalahkan mereka yang berusaha memahami Al-Qur’an dari terjemah. Mirisnya, orang-orang yang melarang dan merendahkan itu, mereka juga tidak paham Al-Qur’an dan bukan ahli bahasa Arab. Mereka itu tidak sadar telah menghalang-halangi banyak orang untuk bergaul dengan Al-Qur’an. Mereka seperti berusaha mempertahankan manusia tetap bodoh karena tidak banyak bergaul dengan isi Al-Qur’an.

Fakta ini jadi sebab tidak lahirnya ulama-ulama tafsir Al-Qur’an dari berbagai sudut pandang keilmuan. Padahal seharusnya di dalam dunia muslim, semua orang yang berlatar ilmu baik alam maupun sosial harus memiliki kemampuan sebagai seorang ulama yang memahami Al-Qur’an dari sudut pandang keilmuannya. Al-Qur’an harus dipahami dalam bahasa apa saja agar banyak melahirkan ilmuwan berkualitas ulama.

Inilah sekat-sekat yang masih menghambat berkembangnya ilmu dari sudut pandang keislaman. Akses untuk memahami Al-Qur’an dibatasi karena ada berhala-berhala tidak berilmu yang menghalang-halangi ilmuwan bersentuhan dengan Al-Qur’an. Berhala-berhala ini menjelma dari yang bergelar dan sekedar belajar berdasar talaran tanpa gelar. Ilmu-ilmu keislaman yang seharusnya bersumber dari Al-Qur’an mengalami stagnasi berabad abad lamanya, dan ilmu, teknologi, berkembang liar karena tidak mengenal Tuhannya.

Untuk mengawalinya, sudah saatnya hadir ulama-ulama sejarah, untuk membebaskan sejarah dari ikatan berhala-berhala yang terus menghalang-halangi para sejarawan, guru sejarah, bersentuhan dengan Al-Qur’an. Sejarah sebagai mentifact atau sosiofact itulah dasar pijakan bagi para sejarawan, guru sejarah, untuk menggali, mengembangkan fakta, konsep, generaliasi, teori, hukum, etika, dan filosofi sejarah yang diilhami oleh Al-Qur’an. Inilah ulama-ulama yang akan mengimbangi zaman dan mempertahankan manusia tetap percaya kepada Tuhan. Urusan salah dan benar, masuk surga atau neraka, kurang dan lebih, bukan pengetahuan manusia untuk menentukannya saat ini di dunia. Allah menilai kebaikan seseorang dari niat-niatnya yang ada dalam hati manusia.  Al-Qur’an diturunkan tidak untuk menyulitkan manusia. Wallahu’alam.

(Penulis Mahasiswa SPS UPI Jurusan Pendidikan Sejarah)

Friday, April 3, 2020

KEKUATAN PIKIRAN MELAWAN VIRUS CORONA

Oleh: TOTO SUHARYA

Pikiran punya pengaruh dengan kekuatan besar. “Pikiran menyebar, meluas, dan membuka data-data lama yang sejenis dengannya. Kemudian pikiran itu membuat anda konsentrasi kepadanya. Selanjutnya ia memengaruhi perasaan, sikap, dan hasil yang didapatkan.” (Ibrahim Elfiky, 2009, hlm. 42). Khalid Bin Walid yang dijuluki Pedang Allah dengan jumlah pasukan 40.000 dapat mengalahkan pasukan Romawi yang jumlahnya menurut para peneliti lima kali lipat  melebihi jumlah pasukan kaum muslimin. Khalid Bin Walid menguatkan pikiran pasukannya berkata; “katakana betapa sedikit tentara Romawi, betapa banyak pasukan muslimin. Pasukan itu makin banyak karena pertolongan Allah, dan sedikit dengan pengecut”. (Argoun, 2015, hlm. 446-455). Kekuatan Allah melalui pikiran telah mengakibatkan sekitar 120 ribu pasukan Romawi terdesak jatuh ke dalam lembah.

Kekuatan jiwa Khalid Bin Walid juga teruji ketika ditengah-tengah memuncaknya perang melawan Romawi, dirinya menerima sepucuk surat dari Khaifah Umar Bin Khattab tentang pemecatan dirinya sebagai panglima. Untuk sementara ia menyembunyikan dulu berita itu untuk menjaga kekuatan dan tatanan pasukan kaum muslimin sampai peperangan usai dengan kemenangan yang besar. (Argoun, 2015, hlm. 458-459). Ketika komandan pasukkan pindah kepada Abu Ubaidah, Khalid Bin Walid terus mendampingi Abu Ubaidah, memenangkan pertempuran demi pertempuran. Kahlid menjadi saksi penaklukkan Baitul Maqdis, dan menyaksikan perjanjian Umar Bin Khattab dengan penduduk Eliya.

Ibrahim Elfiky menjelaskan kisah Amir dan Emir, dua orang pegawai yang dipecat karena perusahaan mengalami defisit. Amir menerima pemecataannya dengan tangan terbuka karena kondisi begitu adanya. Amir juga berpikir dengan keyakinan Allah akan memeberikan rezeki dari pekerjaan lain. Setelah pemecatan, Amir terus melamar pekerjaan dan ditolak berkali kali, sampai akhirnya diterima bekerja di sebuah bank dengan level pekerja paling rendah. Dia terus bekerja dengan amanah sampai berhasil menjadi manajer. Sedangkan Emir sejak awal pemecatan dia mengutuk pemilik perusahaan sebagai orang yang tidak adil dan bijaksana. Emir telus mengeluh dan tidak bisa menerima kenyataan yang menimpanya. Waktunya dihabiskan untuk tidur dan nonton TV, sampai akhirnya dia mengalami stress dan berujung di rumah sakit jiwa.

Kisah ini memberi gambaran bahwa kekuatan pikiran dapat memengaruhi perasaan, sikap dan prilaku. Pikiran yang baik akan terus membawa pengaruh pada perasaan, sikap, dan prilaku menjadi baik. Sebaliknya pikiran buruk akan berdampak pada perasaan, sikap, prilaku dan bernasib buruk. Khalid bin Walid dengan pikiran optimis dapat mengalahkan 200.000 pasukan Romawi dengan kekuatan 40,000 pasukan.

Menabur pikiran atau gagasan adalah awal untuk meraih takdir. “Stephen R. Covey berkata, “taburlah gagasan (pemikiran), petiklah perbuatan, taburlah perbuatan, petiklah kebiasaan, taburlah kebiasaan, petiklah karakter, taburlah karakter petiklah takdir. (Agustian, 2002, hlm. xlviii). Pikiran menjadi kendali atas takdir apa yang kita inginkan.

Demikian juga bahaya Virus Corona bukan hanya berdampak pada kesehatan fisik belaka, tetapi meneror pikiran bangsa. Teror pikiran dari Virus Corona bisa melumpuhkan ekonomi bangsa berbulan-bulan dan sulit bangkit.  Maka teriakan warga China di Wuhan, “Wuhan Jiayou (Wuhan Bersemangatlah) adalah teriakan untuk melawan teror pikiran Virus Corona yang mulai menyerang mental-mental penduduk Wuhan di China. Di Maroko teriakan “Allohu Akbar” memenuhi malam ketika pemerintahnya melakukan kebijakan isolasi guna mencegah penyebaran Virus Corona. Teriakan-teriakan di Wuhan dan Maroko adalah upaya mencegah teror pikiran dari Virus Corona yang bisa melemahkan kekebalan tubuh bangsa.

Pikiran punya pengaruh dengan kekuatan besar. Dulu, Amerika Serikat sebagai blok liberal untu memenangkan perang dingin dengan blok komunis, tidak lepas dari kepiawaiannya mengendalikan pikiran masyarakat dunia dengan melakukan kontrol terhadap pola pikir dunia melalui tayangan-tayangan propaganda dan film-film di televisi. Nabi Muhammad saw ketika di dalam Gua Tsur bersama dengan Abu Bakar yang sedang ketakutan, menenangkan dengan menanamkan keyakinan dalam pikiran, “Allah akan menolong”. Pertolongan datang melalui seekor burung yang bersarang bertelur di mulut gua, dan sarang laba-laba yang masih utuh di mulut gua.

Itulah beberapa contoh kekuatan berpikir yang berpengaruh pada seseorang atau sebuah kelompok. Untuk itu, Al-Qur’an adalah kitab yang memandu bagaimana cara berpikir. Allah berfirman bahwa isi Al-Qur’an adalah petunjuk yang tidak boleh diragukan, dan isinya membawa kabar gembira. Mengisi pikiran dengan pola berpikir seuai petunjuk Al-Qur’an berarti mengisi pikiran dengan kabar-kabar gembira. Melalui kabar gembira akan lahir pola pikir optimisme, damai, dan sejahtera.

Dan tidaklah Kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberi kabar gembira dan memberi peringatan. Barang siapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Al An-aam, 6:48). Inilah petunjuk di dalam AL-Qur’an bahwa dari semua kejadian, manusia harus mampu membaca kabar gembira dibalik kejadian. Tugas para pemimpim, guru, ulama, ustad, ilmuwan, memberi kabar gembira, dan peringatan dari balik kejadian, untuk membangkitkan optimisme yang bisa menaikkan imunitas tubuh dan melumpuhkan Virus Corona.

Tulisakan semua trauma datangnya Virus Corona ke dalam tulisan, agar menjadi kebaikan.  “Dr. Penebaker menjelaskan orang-orang yang menuliskan pikiran dan perasaan terdalam mereka tentang pengalaman traumatis menunjukkan peningkatan fungsi kekebalan tubuh dibandingkan dengan orang-orang yang menuliskan masalah remeh temah. (Hernowo, 2003, hlm. 41). Tulisan adalah kekuatan pikiran yang bisa mengubah Virus Corona menjadi virus yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh masyarakat dunia karena semakin dekat dengan Tuhan. Wallahu’alam

(Head Master Trainer)