Tuesday, June 27, 2017

AKAD NIKAH ADALAH PERISTIWA POLITIK BESAR


OLEH:
MUHAMMAD PLATO

Mencari siapa yang salah dalam masalah rumah tangga, seperti mengurai benang kusut. Saya ingat ketika masih kecil suka main laying-layang, ketika benanganya kusut, saya coba urai, tapi benang malah tambah kusut dan emosi saya memuncak akhirnya sambil marah benang dibuang dalam keadaan kusut.

Itulah perumpamaan bagaimana sulitnya mengurai masalah dalam kehidupan rumah tangga. Sulitnya mengurai masalah dalam rumah tangga diawali dari ketidaktahuan seluruh anggota keluarga bahwa hidup dalam sebuah kelompok yang namanya keluarga ada aturan-aturan yang harus ditaati oleh seluruh anggota keluarga.

Permasalahan dalam keluarga diawali sejak akad nikah. Pemahaman umum tentang akad nikah adalah proses sahnya seorang laki-laki berhubungan intim dengan perempuan karena sudah menjadi suami istri. Itu pikiran cetek saya dulu ketika setelah melaksanakan akad nikah. Pikiran ini tidak salah tapi terlalu dangkalnya saya dalam memahami akad nikah.

Saya baru paham setelah berdiskusi dengan istri tentang bagaimana mengurai masalah hidup yang ada dalam rumah tangga seseorang. Istri selalu menjadi teman berdiskusi, karena Beliau selalu mendapat masukkan dari teman-temannya berkaitan seputar rumah tangga, dan selalu mendiskusikannya, di saat-saat santai menjelang tidur, sesaat setelah pulang kerja, atau saat sedang makan dengan saya.

AKAD NIKAH ADALAH PERJANJIAN BESAR ANTARA MANUSIA DENGAN ALLAH SWT., DISAKSIKAN MANUSIA, BAHWA LAKI-LAKI DIJADIKAN PEMIMPIN YANG DIATAATI UNTUK MELAKSANAKAN PERINTAH ALLAH SWT.
Ketika saya melakukan survey sederhana dalam media sosial, dan wawancara langsung dengan istri tentang apa makna akad nikah ketika dulu setelah akad nikah? Jawaban istri cukup sederhana bahwa setelah akad nikah saya punya suami.

Setelah berdiksusi lama dengan istri, saya menemukan pemahaman bahwa peristiwa akad nikah bukan hanya sebatas legalnya hubungan seks dengan alasan sudah suami istri, tapi akad nikah adalah suatu peristiwa politik. Akad nikah adalah kontrak sosial yang disaksikan oleh pihak keluarga laki-laki dan keluarga perempuan, bahwa sesungguhnya laki-laki dan perempuan dalam akad tersebut, DINOBATKAN diambil sumpahnya sebagai  PEMIMPIN (kepala rumah tangga) secara sah.

Peristiwa akad nikah yang rongkah itu adalah seperti peristiwa politik dalam pemilu presiden atau pemilihan kepala daerah. Akad nikah adalah perisitwa penting, dimana laki-laki dikukuhkan sebagai pemimpin bagi kaum wanita. Peristiwa akad nikah sebagai pengukuhan pemimpin dalam rumah tangga dilandasi oleh aturan dalam kitab suci Al-Qur’an. 

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), ank arena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shaleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). (An Nisaa, 4:34).

Sebagai peristiwa politik, akad nikah selain kontrak politik antar sesama manusia, lebih dahsyat lagi akad nikah sebagai bentuk perjanjian kuat antara manusia (PRIBADI) dengan Allah. Perjanjian kuat antara manusia dengan Allah dijelaskan dalam kitab suci Al-Qur’an.

Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-istri. Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang teguh. (An Nisaa, 4:21).

Akad nikah bukan saja perjanjian teguh antara manusia dengan manusia, tetapi antara manusia dengan Allah. Keterangan lebih jelas dari Allah dengan menyamakan kuatnya konsep penjanjian atau akad nikah dengan perjanjian antara Allah dengan para Nabi ditandai dengan pengunaan istilah yang sama dalam Al-Qur’an yaitu “perjanjian yang teguh” (miisaqon golidzan).
 
Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri), dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putera Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh, (Al Ahzab, 33:7).

Lebih jelas Allah merinci isi perjanjian dengan manusia, sebagaimana Allah mengambil perjanjian dengan Bani Israel.

Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israel (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling. (Al Baqarah, 2:83).

Jadi ada makna yang harus dipahami oleh kaum laki-laki dan wanita, bahwa peristiwa akad nikah adalah suatu proses perjanjian teguh antara manusia dengan Allah, dengan disaksikan oleh manusia sebagai saksi sebagai berikut:
  • Akad nikah adalah perjanjian teguh antara laki-laki dan wanita disaksikan oleh seluruh keluarganya, bahwa laki-laki diakui oleh wanita sebagai pemimpin YANG HARUS DITAATI, DIMOTIVASI UNTUK MEMENUHI SEGALA PERJANJIANNYA DENGAN ALLAH SWT. Dilandasi dari surat An-Nisaa, (3:34), sebagai pemimpin, laki-laki bertugas melaksanakan perjanjian teguhnya dengan Allah swt.
  • Akad nikah adalah perjanjian kuat antara laki-laki sebagai pemimpin dengan Allah, ISI PERJANJIANNYA yaitu membawa seluruh anggota yang dipimpinnya untuk hanya menyembah kepada Allah, BERBUAT BAIK KEPADA ORANG TUA (IBU, BAPAK), KAUM KERABAT, anak-anak yatim, orang-orang miskin, berkata (berlaku) baik kepada sesama manusia, mendirikan shalat, dan melaksanakan zakat.
Inilah tugas politik kaum laki-laki yang dinobatkan oleh Allah sebagai pemimpin, disaksikan oleh manusia-manusia lainnya dari golongan keluarga mereka sendiri. Sesungguhnya tugas berat ini diemban oleh semua manusia untuk mendukung seluruh pemimpin di muka bumi ini untuk melaksanakannya. Siapa yang berpaling? Kerugian akan menimpanya.

Siapa yang kehidupan keluarganya berkomitmen terhadap perjanjian dengan Allah ini, maka keberuntungan besar berupa ketenangan jiwa, kelimpahan rezeki, dan keturunan-keturunan berkualitas akan mereka dapatkan.

Jadi pangkal penyebab keretakan dalam kehidupan rumah tangga adalah ketidaktaatan pimpinan (suami) terhadap perjanjian yang sudah dibuatnya dengan Allah (akibat ketidaktahuan), atau ketidaktaatan yang dipimpin (istri) terhadap ketentuan-ketetuan Allah yang telah dibebankan dan dilaksanakan  pemimpin (suami).  Wallahu ‘alam.

(Master Trainer @logika_Tuhan)

Saturday, June 24, 2017

PENTING MANA NIAT ATAU AMAL?

OLEH:
MUHAMMAD PLATO

Penting mana niat atau amal? Pertanyaan ini saya lemparkan kepada kawan-kawan seperjuangan untuk mengajak berpikir dengan tertib dan teratur sesuai kehendak Tuhan. Jawaban dari pertanyaan ini ternyata beragam. Ada yang mengatakan amal lebih penting karena niat tanpa amal tidak akan berarti apa apa. Ada yang mengatakan dua-duanya penting, karena niat dan amal bagaikan dua sisi dari mata uang. Ada juga yang pilih niat, karena tidak ada amal tanpa niat. Begitulah tiga jawaban dari pertanyaan yang saya lemparkan di media sosial.

Ketika saya konfirmasi, apa dasar berpikir (dalil, teori) yang mendukung pendapat Anda? Jawabannya ada yang mengemukakan sebatas pandangan pribadi, ada juga yang memerintahkan kembali kepada saya untuk mencari dalam hadis dan kitab kuning. Dari jawaban-jawaban ini, saya menilai bahwa keberagamaan kawan-kawan kita masih lemah, karena belum punya pola pikir yang kuat. Gaya beragama seperti ini sangat rentan dan perlu pembelajaran.

Alhamdulilah dari peserta diskusi dalam media sosial ada yang menjawab dengan memposting hadis dan ayat suci Al-Qur’an lengkap dengan pendapat ahli tafsirnya. “Sesungguhnya amal-amal perbuatan tergantung niatnya, dan bagi tiap orang apa yang diniatinya. Barangsiapa hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya. Barangsiapa hijrahnya untuk meraih kesenangan dunia atau menikahi wanita, maka hijrahnya adalah kepada apa yang ia hijrahi.” (HR. Bukhari).

Dari postingan hadis ini, mereka bisa menyimpulkan niat lebih penting dibanding dengan amal, karena tidak ada amal tanpa niat yang benar. Saya berpikir dengan kesimpulan ini semua peserta diskusi di media sosial sudah paham.

Namun muncul komentar berikutnya, “Islam agama praktek bukan agama teori”. Rupanya masih terjadi perbedaan persepsi. Komentar selanjutnya, “niat saja untuk berbuat baik sudah dapat kebaikan tetapi nilainya rendah”.

Baiklah, dalam diskusi ini sebenarnya saya ingin mengajak kepada para pemeluk agama (untuk belajar berpikir baku dan benar. Berpikir pada dasarnya adalah mencari sebab dan mencari akibat. Setiap pendapat manusia tidak lepas dari berbicara sebab dan akibat. SEBAB selalu ada di awal dan AKIBAT selalu ada di akhir.

NIAT BAIK DAN BURUK BISA TERCERMIN DALAM PERKATAAN, KARENA PERKATAAN MEWAKILI NIAT. 
Patokan berpikir baku, sebab yang ada di awal adalah Allah, dan akibat yang ada di akhir adalah Allah. Allah menjadi pembatas kemampuan berpikir manusia. Selama manusia masih mampu memahami dengan akalnya silahkan lakukan, dan pasti akan menemukan ketidaktahuan yang pada saat itu manusia akan menemukan Allah Yang Maha Tahu.

Dalam berpendapat kita harus menempatkan argumen, fakta, teori, dalil, sebab sebagai awalan dalam mengemukakan pendapat, dan mendudukan pendapat (akibat) dengan jelas memiliki hubungan langsung dengan sebab. Dalam kasus niat dan amal, saya sebenarnya mengajak kepada kawan-kawan untuk menentukan mana sebab dan mana akibat. Dalam segala hal untuk menentukan mana awal atau sebab, kita harus merujuk kepada dalil, teori, yang menjadi landasan berpikir yang kuat.

Ketika kita mengatakan amal lebih penting dasarnya apa? Demikian sebaliknya ketika mengatakan niat lebih penting apa dasarnya? Dari diskusi di media sosial saya analisis cara-cara berpikir kawan-kawan ada yang kuat dan lemah.

Pertanyaan : Mana yang lebih penting niat atau amal?

Pemikir
Jawaban (Akibat)
Alasan (Sebab)
Keterangan
1
Amal pak,
kalo hanya niat saja tidak cukup
Lemah
2
Niat pak
Karena satu niat yang baik sudah bernilai amal
lemah
3
Dua-duanya sama penting
Silahkan cari di hadis dan kitab kuning
lemah
4
Niat pak
Segala sesuatu haru dibarengi niat. “Amal tergantung niatnya, dan seseorang akan mendapatkan sesuai niatnya”. (Hadis)
Kuat
5
Amal
Niat bisa berubah tergantung situasi dan kondisi
Lemah
6
Niat pak
“Dan tiadalah mereka (manusia) diperintah kecuali untuk beribadah menyembah Allah dengan mengikhlaskan ibadah hanya semata-mata untuk-Nya. (Al-Bayinah, 5). Qurtubi berpendapat ayat ini menjadi dalil yang bahwa niat itu wajib dilakukan dalam sekalian ibadat, karena ikhlas itu merupakan pekerjaan hati, yaitu sengaja bahwa semua itu dikerjakan semata-mata karena Allah tidak karena yang lain (Qurthubi, Juz XX hal : 144).
Kuat
7
Islam agama praktek bukan teori
Orang yang mengajarkan satu ayat pahala jauh lebh besar dari pahala orang yang sholat sunat 1000 rakaat
Lemah

Dari hasil analisis di atas, kita dapat melihat mana yang pendapatnya kuat dan lemah. Dalam hal ini saya ingin mengajak kepada kawan-kawan untuk mengenal cara berpikir yang benar.

Setiap pendapat adalah produk pikiran. Hasil pemikiran kita berkualitas jika kita punya dasar pemikiran. Dasar pemikiran tersebut adalah teori atau dalil yang diakui kebenarannya. Pemikir yang mengatakan niat lebih penting disebabkan pada keterangan hadis dan Al-Qur’an, itulah cara berpikir yang memenuhi kaidah, sehingga pendapatnya kuat. Pemikir yang tidak mengeluarkan teori, dalil, dianggap pendapatnya lemah, tidak berkualitas, dan pemikir itu dianggap kurang pengetahuan.

Setelah berpendapat memenuhi kaidah pola berpikir, masalah benar tidaknya pendapat bisa dibantu dengan penjelasan rasional selanjutnya, jika tidak bisa, terjadi perbedaan, maka harus dikembalikan kepada pemilik kebenaran. Diskusi semacam ini akan mencerdaskan umat, menambah pengetahuan, dan mengajak kepada semua untuk berpikir mencari terus kebenaran, dan saling menghargai perbedaan pendapat. Penghargaan terhadap suatu pendapat akan dihargai bukan melihat orang, tapi penghargaan terhadap sebab teori atau dalil yang dimiliki seseorang. 

Berdasarkan keterangan hadis dan Al-Qur’an di atas, saya beri kesimpulan bahwa niat harus mengawali setiap perbuatan. Tanpa niat, tidak akan ada amal, dan niat sendiri adalah amal. Niat baik jika tidak dikerjakan tercatat satu kebaikan, niat buruk jika belum dikerjakan tidak ada keburukan. Inilah kemurahan Tuhan yang akan mengadili niat setiap manusia dengan adil.

Berdasarkan pemahaman di atas, kita dapat memahami betapa pentingnya memelihara niat. Ranah niat ada di dalam hati dan pikiran, maka urusan niat adalah urusan pengetahuan seseorang. Untuk itulah kita sebagai umat beragama sangat membutuhkan pengetahuan tentang kebenaran, agar niat kita beramal tidak salah dan tidak hanya ikut-ikutan.

“Janganlah kamu menjadi orang yang "ikut-ikutan" dengan mengatakan "Kalau orang lain berbuat kebaikan, kami pun akan berbuat baik dan kalau mereka berbuat zalim kami pun akan berbuat zalim". Tetapi teguhkanlah dirimu dengan berprinsip, "Kalau orang lain berbuat kebaikan kami berbuat kebaikan pula dan kalau orang lain berbuat kejahatan kami tidak akan melakukannya". (HR. Tirmidzi).

Hadis di atas, merupakan gambaran kualitas manusia yang memiliki pola pikir benar dan mengetahui kebenaran. Mustahil ada amal tanpa niat. Jangan lupa berniat sebelum beramal! Wallahu ‘alam.

(Penulis Master Trainer @logika_Tuhan)

Tuesday, June 20, 2017

KECANTIKAN HATI DAN OTAK


OLEH:
MUHAMMAD PLATO

Kata cantik bukan milik kaum wanita, karena dalam hadis kata cantik digunakan untuk menggambarkan betapa sempurnanya paras Nabi Yusuf. Untuk itu dalam tulisan ini, penggunaan kata cantik berlaku untuk mengambarkan kaum laki-laki dan wanita.

Jika Anda berpikir mempercantik fisik dapat menarik pasangan hidup, maka sesungguhnya Anda telah mengundang cinta yang setiap saat akan memudar. (Toto Suharya). Silahkan dipikirkan, karena kecantikan sebenarnya yang harus kita rawat adalah kecantikan hati kata orang inner beauty. Berbahagialah kalian jika ada orang yang berani ungkapkan rasa cintanya dengan kata-kata, “aku mencintai mu karena kecantikan hati mu, bukan karena kecantikan rupa mu”.

Permasalahannya adalah jika kecantikan fisik bisa terlihat kasat mata, apakah kecantikan hati bisa dilihat secara kasat mata? Tulisan ini akan sedikit memberi gambaran bahwa secara kasat mata kecantikan hati seseorang bisa kita lihat. Dengan demikian, setiap orang bisa memilih pasangan dengan kecantikan hakiki, yang insya Allah cinta pasangan hidupnya tidak akan pernah pudar.

Ada penelitian psikologi yang menjelaskan bahwa kencenderungan perempuan bertindak dengan perasaan, sedangkan laki-laki bertindak dengan logika. Jika kita teliti dan sadari, ketika hati kita merasakan sesuatu sebenarnya ada input pengetahuan yang masuk ke otak. Pengetahuan itu dipersepi oleh logika bisa baik dan buruk tergantung informasi perasaan dari hati.

FOKUSLAH PADA KECANTIKAN HATI DAN OTAKNYA, BIASANYA CANTIKNYA TAHAN LAMA
Jadi sebenarnya antara hati dan otak bekerja dengan menggunakan logika. Perbedaannya, hati bekerja mengunakan pengetahuan yang bersumber dari perasaan, sedangkan otak bekerja menggunakan pengetahuan bersumber dari apa yang dilihat dan didengar.

Logika hati yang standar dirasakan setiap orang adalah jika khawatir perpsepsinya buruk, dan jika senang persepsinya baik. Orang-orang yang fokus pada hati, cenderung mengandalkan informasi dari perasaan. Untuk itulah kaum perempuan rata-rata mudah tersinggung, karena bersikap berdasarkan apa yang dirasakannya. Untuk itu juga kaum wanita mudah tergoda dengan rayuan yang terdengarnya menyenangkan. Hati bukan malaikat, perlu bimbingan Tuhan, karena hati punya sifat-sifat buruk, seperti dendam, dengki, iri, dan benci.  Penyakit-penyakit hati ini bisa kita kenali dari kitab suci Al-Qur’an.

“Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.” (Al Hijr, 15:47).

“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa: "Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang". (Al Hasyr, 59:10).

Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (An-Nisaa, 4:32). 

dan Kami adakan tutupan di atas hati mereka dan sumbatan di telinga mereka, agar mereka tidak dapat memahaminya. Dan apabila kamu menyebut Tuhanmu saja dalam Al Qur'an, niscaya mereka berpaling ke belakang karena bencinya. (Al-Israa’, 17:46).

Kecenderungan bertindak menggunakan hati atau otak, sama sama berpotensi menimbulkan prilaku buruk. Orang-orang yang cenderung menggunakan otak, prilakunya cenderung tidak berperasaan, dan orang-orang yang cenderung mengunakan hati, prilakunya sensitif, mudah tersinggung (belikan, pundungan)  dan emosional.

Maka dari itu, orang yang cenderung menggunakan hati dalam bertindak tidak akan selamanya benar, sebaliknya yang cenderung menggunakan otak dalam bertindak berpotensi juga menyimpang. Jadi sesuai zamannya, saat ini tidak lagi memisah-misah antara hati dan otak. Zamannya antara hati dan otak berkolaborasi untuk menjaga hati tetap bersih.

Oleh karena itu, hati maupun otak tidak dapat kita jadikan sebagai pijakan dalam bertindak. Hati maupun otak berpotensi menyebabkan prilaku manusia menjadi sesat. Lalu apakah yang harus menjadi patokan dalam bertindak? Tiada lain adalah petunjuk (pengetahuan) dari Tuhan sumbernya adalah kitab suci, bagi umat Islam yaitu Al-Qur’an.

Menjaga hati tetap bersih artinya sama dengan menjaga otak agar selalu berpikir positif. Cara menjaga hati dan otak tetap bersih adalah dengan selalu menjadikan pengetahuan dari kitab suci Al-Qur’an sebagai dasar pijakan sebelum melakukan tindakan. Jadi seharusnya kode menjaga hati itu bukan menepuk dada saja tapi juga menepuk jidat, sebab otak punya tugas memproses pengetahuan menjadi baik atau buruk dan itulah yang memengaruhi hati menjadi cantik atau jelek.

Simpulannya, kecantikan hati adalah kecantikan berpikir yang bisa kita lihat setiap hari minimal dalam ucapan, berlanjut dalam tindakan. Ucapan dapat menjadi ukuran gaya berpikir seseorang. Dari ucapan, pembicaraan, kita bisa menilai kecantikan hati dan pikiran seseorang, ukurannya dapat kita deteksi dengan belajar pola pikir baku yang bersumber dari Al-Qur’an.

“Mengajarnya pandai berbicara.” (Ar Rahmaan, 4:55)

Sesungguhnya perintah mempercantik diri dengan kecantikan hakiki adalah ajaran agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. yaitu perintah mempercantik akhlak. Kecantikan akhlak manusia dibangun dengan membersihkan hati dari perasaan-perasaan dendam, dengki, iri, benci, dan membersihkan otak dari prasangka-prasangka buruk.

Maka dari itu, Allah swt menurunkan wahyu (AL-Qur’an) kepada Nabi Muhammad saw, dan daiajarkan kepada seluruh manusia, agar menjadi petunjuk bagaimana berperasaan dan berpikir. Sesunguhnya sumber permasalahah hidup kita adalah perasaan dan pikiran kita. Dengan mempercantik logika hati dan otak kita, maka kita akan tampil menjadi manusia-manusia cantik yang menawan hati. Sesungguhnya pasangan-pasangan yang menyenangkan hati adalah pasangan-pasangan yang cantik logika hati dan ortaknya. Wallahu ‘alam.

(Penulis Master Trainer @logika_Tuhan)

Friday, June 16, 2017

PERDEBATAN ORANG-ORANG BUTA


OLEH:
MUHAMMAD PLATO

Sudah lama saya ingin menulis tentang topik berkaitan dengan pentingnya para pemikir memiliki kemampuan memilah objek perdebatan. Kemampuan ini penting dimiliki untuk menghindari perdebatan sia-sia, yaitu perdebatan yang kebenarannya tidak bisa dibuktikan dalam kenyataan, bersifat abstrak, multi tafsir, dan hanya pengadilan Tuhan yang maha mengetahui keputusannya.

Keinginan ini berkaitan dengan fenomena perdebatan dalam obrolan santai, perkuliahan, televisi, dan media sosial, yang menurut hemat penulis hanya perdebatan sia-sia. Dampak buruk dari perdebatan sia-sia adalah terjadinya perpecahan karena saling klaim kebenaran berdasarkan persepsi masing-masing. Berujung pada saling hujat, saling mengkafirkan, dan bisa terjadi tindak kekerasan memaksakan satu kebenaran.

Perdebatan sia-sia terjadi dalam objek debat pada hal-hal ghaib. Perdebatan tentang sesuatu yang gaib telah terjadi di zaman Nabi Muhammad saw, diantaranya perdebatan tentang jumlah pemuda dalam gua. Lalu Allah memberi peringatan kepada Nabi Muhammad saw, dalam Al-Qur’an.

“Nanti (ada orang yang akan) mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga orang yang keempat adalah anjingnya, dan (yang lain) mengatakan: "(Jumlah mereka) adalah lima orang yang keenam adalah anjingnya", sebagai terkaan terhadap barang yang gaib; dan (yang lain lagi) mengatakan: "(Jumlah mereka) tujuh orang, yang kedelapan adalah anjingnya". Katakanlah: "Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit". Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorang pun di antara mereka”. (Al Kahfi, 18:22)

BERDEBAT TENTANG KEBENARAN YANG GHAIB JANGAN HARAP MENEMUKAN KEDAMAIAN, KECUALI KITA SALING MENGHORMATI DAN SAMA-SAMA MENUNGGU PENGADILAN DARI TUHAN.


Ayat di atas menginformasikan larangan berdebat tentang hal gaib. Berdebat tentang hal ghaib akan sia-sia. Seperti mempemasalahkan jumlah penghuni gua yang sudah terjadi di masa lalu, bukan masalah penting yang harus dibesar-besarkan karena kebenaran ghaib sulit dipastikan. Untuk itu Allah memerintahkan, berdebatlah tentang hal-hal yang lahir yang kebenarannya bisa dibuktikan dalam kenyataan sehingga umat akan terhindar dari pepecahan.

Berdebat tentang hal gaib tidak dapat dipastikan siapa yang benar, karena semua perdebatan didasarkan pada terkaan atau prasangka. Allah menjelaskan sebagian dari prasangka adalah dosa, maka untuk itu perdebatan tentang hal yang ghaib harus dihindari. 

Allah menegaskan bahwa hal-hal gaib hanya milik-Nya. “Katakanlah: "Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah", dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan. (An Naml, 25:65).

Ayat di atas mendasari sebuah etika debat, jika terjebak pada perdebatan tentang hal ghaib, untuk segera kembali pada kesadaran bahwa pengetahuan hal yang ghaib milik Allah.Nabi Muhammad saw, menghindari perdebatan tentang hal ghaib dengan menegaskan posisi dirinya sebagai manusia, “Katakanlah: "Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang gaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: "Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat?" Maka apakah kamu tidak memikirkan (nya)?” (Al An’aam, 6:50).

Nabi Muhammad saw, menerangkan bahwa hal-hal gaib yang dikemukakannya tidak lain hanyalah terbatas apa yang diwahyukan Allah kepadanya. Di luar itu, Beliau mengumpamakan antara Allah dengan dirinya seperti orang buta dengan orang  yang melihat. Allah maha melihat segala yang lahir dan bathin, sementara orang buta (manusia) memiliki keterbatasan, yaitu tidak bisa mengetahui yang tidak dilihanya (gaib). 

Orang buta yang tidak pernah melihat keindahan gunung, langit, dan luasnya bumi, tidak akan bisa sempurna menggambarkan bagaimana indahnya gunung, langit, dan luasnya bumi karena tidak punya pengetahuan tentang itu. Adapun apa yang orang buta kemukakan pasti hanyalah menerka-nerka.

Maka perdebatan tetang hal-hal gaib yang kita tidak memiliki pengetahuannya tentang itu, seperti perdebatan antara orang buta dengan orang buta yang tidak pernah melihat gajah, atau perdebatan antara orang bodoh dengan orang bodoh yang sama-sama tidak memiliki pengetahuan tentang hal yang diperdebatkannya. Inilah perdebatan sia-sia yang tidak dikehendaki Allah.

Perdebatan tetang hal yang gaib hanya boleh sebatas apa yang kita ketahui dari kitab suci. Jika dari kitab suci diluar jangkauan nalar, maka kita wajib mengembalikannya kepada Allah, kita tunggu saja siapa yang paling benar dihadapan pengadilan Allah. Sebagaimana diajarkan kepada kita dalam Al-Qur’an. 

Manusia hanya ditugaskan untuk berharap kepada Allah saja. Tidak ada jaminan siapapun masuk surga karena syurga di akhirat itu ghaib dan itu milik Allah. Jika ada orang yang mengklaim dengan yakin, dan berapi-api bahwa “saya pasti masuk surga kalau mati”, maka dia hanya menerka-nerka. Untuk itulah seorang muslim tidak bisa memastikan dirinya masuk surga atau tidak,  kecuali hanya berharap dalam doa kepada Allah, supaya dimasukkan ke dalam surga-Nya. 

Maka katakanlah: " Sesungguhnya yang gaib itu kepunyaan Allah; sebab itu tunggu (sajalah) olehmu, sesungguhnya aku bersama kamu termasuk orang-orang yang menunggu. (Yunus, 10:20).

Jika perdebatan tentang hal gaib yang bersumber kepada kita suci Al-Qur’an tidak menemukan titik temu, etikanya harus sepakat mengembalikan kepada Allah, dan kita tunggu pengadilan Allah yang memutuskan dikmudian hari sampai akhirat. Sikap demikian itu akan menghasilkan suasana damai dan timbul persatuan karena sama-sama berharap kepada Allah.

Sesungguhnya kebenaran itu milik Allah, maka setiap orang punya persepsi tentang kebenaran berdasarkan pengetahuan yang diperolehnya. Tidak dibenarkan memaksakan kebenaran persepsinya individu atau kelompok kepada orang lain, kecuali kita saling bertukar pikiran dengan santun. Dan Allah akan mengadili persepsi kita semua. Semoga Allah selalu memberi petunjuk dan hidayah kepada kita semua. Wallahu ‘alam.

(Penulis Master Trainer @logika_Tuhan)