Oleh: Muhammad Plato
Kesadaran sampai saat ini terus menjadi perbincangan para ahli neurosains. Penelitian tentang otak sedang terus dikembangkan untuk menguak misteri kehidupan manusia dan alam semesta. Otak memiliki struktur dan fungsi. Hal yang menjadi pertanyaan para ahli neurosains, apakah yang dimaksud kesadaran? Belahan otak mana yang memiliki fungsi kesadaran manusia?
Otak terbagi menjadi tiga bagian, otak depan, tengah, dan belakang. Para ahli telah mengungkap fungsi masing-masing belahan otak. Otak depan memiliki fungsi berpikir, otak tengah mengatur emosi, dan otak belakang mengatur fungsi motorik. Lalu belahan otak mana yang berfungsi sebagai pengontrol kesadaran manusia? Sampai saat ini para ilmuwan belum menemukan kesimpulan.
Lalu secara konsep, apa yang dimaksud dengan kesadaran? Dalam ceramahnya, Almarhum Buya Syakur menjelaskan tentang apa itu kesadaran. Ketika seseorang mati suri akibat kecelakaan, dia terbaring ingatannya tidak berfungsi, lalu dia di bawa ke rumah sakit. Di rumah sakit dia diobati, dan ingatannya kembali pulih.
Ketika ditanya, siapa nama? Dia menyebutkan namanya, ini tanda orang itu telah sadar. Namun kembali diajak pulang ke rumah, dia tidak mau karena dia tidak ingat dimana rumahnya. Lalu dokter menyimpulkan ingatannya belum pulih sempurna. Beberapa hari setelah pengobatan, kemudian ditanya kembali dimana rumah? dia menyebutkan alamat rumahnya, dan mengatakan ingin pulang ke rumah. Hal ini pertanda bahwa kesadarannya sudah pulih.
Namun demikian, Buya Syakur berpendapat kesadaran seseorang bukan karena orang bisa mengingat nama dan di mana rumah tempat tinggalnya, tetapi kesadaran yang hakiki adalah ketika orang ingat bahwa tempat kembalinya adalah Allah.
Jika kita kaji, konsep kesadaran yang dijelaskan Buya Syakur berdasarkan pada keterangan dalam Al Quran. "Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?" (Al Baqarah, 2:28). Jadi berdasarkan ayat ini, kesadaran manusia adalah mengingat Allah dan Allah tempatnya kembali.
Dijelaskan dalam ayat lain, konsep kesadaran ada kaitan dengan mengingat Allah. "Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar." (Al Bararah, 2:8).
Orang-orang yang sadar, mereka yang meyakini bahwa segala perbuatan baik dan buruknya akan diperhitungkan di hadapan Allah. "Perhitungan (amal perbuatan) mereka tidak lain hanyalah kepada Tuhanku, kalau kamu menyadari." (Asy Syu'araa', 26:113). Informasi dari Al Quran di atas, bisa jadi petunjuk untuk meneliti dan memahami fungsi otak dalam hal kesadaran.
Berkaitan dengan otak dan kesadaran, kita teringat pada fenomena tahun 2001, Ary Ginanjar Agustian mempopulerkan istilah God Spot di Indonesia yang merancang konsep The ESQWay165. God Spot adalah sebuah bagian otak manusia bernama lobus temporal merupakan area tempat merespon hal spiritual dan mistis (Pasiak, 2002).
Edi Wirastho (2013) istilah ini sebenarnya merujuk pada temuan ilmiah yang lahir dari penelitian Prof. VS. Ramachandran, seorang ahli syaraf (neurolog) dan Direktur Center for Brain and Cognition di Universitas California, San Diego. Istilah ini dipopulerkan oleh Danar Zohar dan Ian Marshall yang memakainya sebagai dasar ilmiah teori kecerdasan spiritualnya. Menurut mereka, Spiritual Quotient (SQ) bertumpu pada satu titik pada otak yang diberinya nama God Spot yang berfungsi sebagai pusat mekanisme aktivitas Spiritual Quotient (SQ).
Dengan terus berkembangnya penelitian tentang otak, keberadaan God Spot perlu dikonfirmasi ulang. Para peneliti otak juga harus jujur, karena para peneliti sekuler tentu sangat menghindari penelitian yang berkaitan dengan kesadaran manusia tentang adanya Tuhan. Penulis merasa, penelitian tentang otak yang berkaitan dengan otak spiritual seolah-olah dihentikan karena tidak sejalan dengan paradigma pemikiran sekuler.
Di era informasi, semua manusia berhak untuk mengemukakan pikirannya. Dominasi pemikiran sekuler tidak boleh mematikan perkembangan pemikiran-pemikiran dari sudut pandang lain. Di era informasi, setiap orang bisa saling mengapresiasi dan belajar dari berbagai ragam pemikiran, dengan tujuan menemukan kebenaran yang hakiki yang bisa membantu kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan hidup manusia.
Perbedaan pendapat telah menjadi takdir Tuhan, karena setiap manusia memiliki keterbatasan. Pemikiran yang dikemukakan manusia bersumber pada perbendaharaan pengetahuan yang diingat di memori otaknya. Pengetahuan yang tersimpan di otak, sangat tergantung dari mana sumber pengetahuan di dapatnya. Kitab suci berisi pengetahuan, maka selayaknya dapat menjadi sumber pengetahuan untuk memberi warna pemikiran pada riset-riset yang dilakukan para ilmuwan.***
Sumber
Wirastho, E., Hidayat, S., & Basri, M. (2013). Studi Kritis Konsep God Spot ESQ 165 (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).