Showing posts with label philosophy and education. Show all posts
Showing posts with label philosophy and education. Show all posts

Tuesday, May 3, 2022

BERPIKIR HOLISTIS

Oleh: Muhammad Plato

Berpikir holistis sangat rumit dan sangat sulit untuk diaplikasikan. Namun ada cara sederhana agar kita bisa mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Berpikir holistis adalah sebuah pendekatan untuk membangun sudut pandang kita terhadap dunia menjadi lebih utuh. Berpikir holistis yang lebih banyak berkembang sekarang sebagai kritik terhadap sekularisme. 

Pada abad 20 sekularisme digaung-gaungkan sebagai cara pandang yang paling baik dalam melihat kenyataan alam. Di akhir abad cara pandang sekuler mendapat kritikan karena faktanya membuat banyak konflik terjadi, meningkatknya kemiskinan, peredaran narkoba, kejahatan, dan dehumanisasi. 

Pandangan bahwa benda sebuah entitas terpisah menyebakan manusia semakin serakah, egois, dan terjadi ekploitasi alam demi untuk memenuhi hasrat kehidupan dunia. Pandangan sekuler yang memisahkan agama dalam kehidupan nyata, membuat hubungan palsu antara agama dengan ilmu. Agama dan ilmu jalan berbarengan tetapi berjalan masing-masing, tidak saling sapa dan asyik dengan dunianya sendiri. 

Hubungan palsu antara agama dan ilmu, menjadi sebuah perselingkuhan yang melahirkan anak-anak haram. Prilaku manusia menjadi tidak konsiten. Ajaran agama yang dianut tidak tercermin dalam kehidupan nyata. Agama mejadi rutinitas ritual sebagai obat penawar racun, sementara racun itu sendiri terus dikonsumsi.

Sekularisem melahirkan cara pandang agama yang ekslusif, mejadi kontra produktif dengan cita-cita ajaran agama itu sendiri. Cara pandang agama yang ekslusif melahirkan konflik antar penganut agama dan menyuburkan konflik antar sesama manusia. Sekularisme dalam beragama telah menyuburkan konflik ke seluruh aspek kehidupan manusia.

Hubungan manusia dengan alam menjadi hubungan eksploitatif yang melahirkan dampak buruk bagi kehidupan manusia. Eksploitasi alam melahirkan kerusakan eksositem kehidupan tidak seimbang. Dampak eksploitasi alam melahirkan pencemaran lingkungan, bencana alam, dan peningkatan suhu bumi. Alam menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup manusia.      

Memasuki abad 21 terjadi perubahan paradigma, setelah diketahui bahwa kehidupan buat suatu entitas terpisah-pisah. Keberadaan sebuah benda ternyata tidak dapat dipahami sebagai suatu entitas tersendiri. Keberadaan benda dengan benda yang saling ternyata saling berhubungan. Kejadian memiliki hubungan dengan kejadian lain. Dunia ternyata hakikatnya saling berhubungan. 

Kenyataan ini mermbuat manusia sadar bahwa keberadaan sebuah benda dapat dipahami dengan menemukan hubungan dengan benda-benda lain. Demikian juga keberadaan manusia dapat dipahami maknanya ketika dia berhubungan dengan manusia lain. Kesejahteraan manusia dapat tercapai dengan saling bekerja sama. Cara hidup terbaik dimuka bumi ini ternyata dengan menjalin hubungan baik dengan seluruh unsur kehidupan.

Keberagamaan seseorang dapat dipandang baik dan mesejahterakan jika keberagamaannya membawa kesejahteraan bagi masyarakat dan menciptakan kehidupan damai. Agama dan ilmu tidak terpisahkan. Seluruh aspek kehidupan tidak dapat dipisahkan dari ajaran agama. Sumber pengetahuan dari alam berhubungan erat dengan sumber pengetahuan dari non alam. 

Sebagai sebuah sistem kehidupan nyata di muka bumi tidak terpisah dengan kehidupan manusia setelah kematian. Kehidupan manusia di muka bumi, bukan satu-satunya kehidupan yang akan dialami manusia. Kehidupan manusia di alam lain mulai terungkap secara ilmiah. Keyakinan manusia akan keberadaan kehidupan lain selain di dunia sekarang, dapat membimbing manusia hidup lebih bijaksana dan terkendali. 

Menghilangkan pengetahuan pada keyakinan hidup setelah kematian berakibat pada pola pikir sekuler. manusia bisa kehilangan tujuan, putus asa, dan mati dengan cara mengerikan. Berpikir holistis mengembalikan sumber pengetahuan non rasional sebagai dari ontologi keilmuan. Cara berpikir bersumber pada panduan kitab suci Al-Qur'an. 

Wajah agama yang sekarang dianggap sebagai sumber kekerasan dan terorisme adalah akibat persepsi yang tidak bersumber pada agama. Buah dari cara pandang manusia yang sesungguhnya tidak bersumber pada pemikiran dari agama. Kekerasan dan terorisme lahir karena cara pandang sekuler yang selalu melihat kebenaran berdasarkan fakta empiris. 

Berpikir holistis sederhananya adalah membangun sudut pandang sistem antara kehidupan fana di dunia dengan kehidupan kekal di akhirat. Kehidupan fana harus dilalui dengan kebahagiaan melalui jalan-jalan baik, sebagai akibat kehidupan bahagia dikehidupan akhirat. Pengetahuan dari kitab suci tidak dipandang sebagai mistik atau fantasi tapi pengetahuan yang mampu menjelaskan fenomena kehidupan di dunia sekarang dan masa yang akan datang.  

Cara membangun sudut pandang dikemukakan dalam Al-Qur'an, yaitu pada perintah membaca yang tidak boleh lepas dari sudut pandang dari ketuhanan. "Bacalah (atas) nama Tuhanmu Yang menciptakan" (QS. 96:1). Membaca atas nama Tuhan seperti kita berbicara mengemukakan pendapat orang lain, yang memberi mandat kepada kita. Demikian juga beberapa ulama tafsir mengemukakan bahwa mengatasnamakan Tuhan adalah cara membangun sudut pandang pada kehidupan dunia berdasarkan pengetahuan-pengetahuan yang diturunkan Tuhan kepada para utusan.

 

Sunday, December 19, 2021

LOGIKA SYEKH ABDUL QADIR AL-JAILANI

 OLEH: MUHAMMAD PLATO

Selain imam besar Al-Ghazali (w. 505 H.), salah satu tokoh terkenal berpengaruh dikalangan umat Islam adalah Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, lahir tahun 470 H/1077 dan wafat tahun 561 H/1166. Beliau dikenal sebagai tokoh pendidikan ruhani dan akhlak. Salah satu karya bukunya adalah Jawahir al-Fath al-rabbani. Ringkasan inti sari bukunya sudah dapat dinikmati, dalam karya terjemahan, sehingga sedikit-demi sedikit banyak orang bisa menikmati kecerdasan Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam mengelola ruhani dan akhlak. Kajian ini akan membuktikan bahwa siapapun orangnya, ketika megembangkan pola pikir dari Al-Qur’an akan memiliki persamaan-persamaan pola pikir. Untuk itu siapapun orangnya jika belajar dari pola pikir Al-Qur’an rasa persatuan dan hidup damainya akan muncul. Al-Qur’an jika kita kaji dari sudut pandang pola pikir, dapat dikatakan sebagai kitab pemersatu.

Orang-orang yang memahami pola berpikir Al-Qur’an maka pemikiran-pemikirannya akan bersentuhan dengan ayat-ayat Al-Qur’an. Kesimpulan saya, seluruh isi pola pikir yang ada dalam Al-Qur’an menjadikan manusia akan tetap menghambakan diri kepada satu Tuhan. Nasihat-nasihat Syeh Abdul Qadir Jailani tidak lepas dari pola pikir beliau yang bersumber pada Al-Qur’an sebagai induk pengetahuan.

Syekh berkata, “dalam keramaian engkau muslim tapi dalam kesendirian kau bukan muslim”. Nasihat ini ingin mengingatkan bahwa manusia sering terjebak kepada pandangan selain Tuhan. Pada saat dilihat orang penampilannya selalu baik, selalu berusaha tampil baik, tetapi pada saat sendirian, hanya Tuhan yang melihat prilaku baik dilupakan. Oleh karena itu kemusliman seseorang tidak dapat dilihat dalam keramaian tetapi justru pada saat kesendirian yaitu saat hanya Tuhan yang menyaksikan. Pada saat kesendirian sebenarnya ujian besar bagi manusia untuk membuktikan bahwa dirinya benar-benar baik karena selalu ingin dilihat baik oleh Tuhan, dan pada saat keramaian kebaikannya akan tetap berfokus pada penglihatan Tuhan. Berikut sumber pemikiran Syekh;

Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: "Kami telah beriman." Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: "Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok". (Al Baqarah, 2:14)

Selanjutnya Syekh berkata, “manusia paling pandai adalah yang taat pada Allah, sedangkan manusia paling bodoh adalah manusia yang maksiat kepada-Nya”. Saya pernah mengatakan, “secerdas-cerdasya orang Atheis dia bodoh, dan sebodoh-bodohnya orang beriman pada Tuhan Yang Esa, dia cerdas”. Dua pernyataan ini memiliki konsep pola pikir yang sama, bahwa manusia tanpa keyakinan pada Tuhan akan bertemu dengan Kesia-sian yang abadi, dan manusia dengan keyakinan pada Tuhan setidaknya dia akan mendapat balasan segala perbuahan baik yang pernah dilakukannya dari Tuhan. Orang-orang Atheis memilih dunia sebagai kehidupan terakhir, dan orang-orang beriman setelah dunia berakhir masih punya harapan hidup di dunia setelah kematian. Jadi orang-orang Atheis harapannya terbatas, dan orang-orang beriman harapannya tanpa batas. Orang Atheis memilih dunia yang fana, sementara orang beriman memilih dunia yang kekal. Sepertinya orang-orang beriman itu terlihat bodoh, tapi kebodohan sesungguhnya adalah mereka yang tidak percaya Tuhan. Berikut sumber pemikiran dari Syekh;

“Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman", mereka menjawab: "Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?" Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu.” (Al Baqarah, 2:13)

Kemudian Syekh memberi nasihat, “Kurangi kesenangan, perbanyak kesedihan, sebab, saat ini engkau benar-benar berada di negeri kesedihan dan negeri penahanan”. Logika ini dapat dipahami jika orang-orang punya keyakinan pada kehdiupan dunia dan akhirat. Dua dunia ini punya karakter berbeda. Bagi orang-orang yang taat kepada Tuhan, karakter dunia saat ini sifatnya banyak mengandung kesedihan, kesulitan, kepayahan, dan penderitaan. Dunia seperti penjara karena orang-orang beriman kemanapun pergi merasa dilihat oleh Tuhan. Orang orang beriman tidak memiliki kebebasan untuk berbuat jahat, sekalipun dari kejahatan yang hanya diniatkan. Kejahatan yang yang dilakukan orang-orang beriman akan jadi penyesalan seumur hidupnya. Maka orang-orang beriman akan terbiasa dengan kesedihan, kesulitan, dan hanya sedikit mencicipi kesenangan dunia. Namun demikian karena orang-orang beriman terbiasa dengan kesedihan dan kesulitan, maka pribadi-pribadi orang beriman akan tampil sebagai pribadi tangguh dan dapat diandalkan. Kesulitan dan kesedihan karena jadi kebiasaan maka seluruh hidupnya menjadi kesenangan karena harapannya dibangun bukan diatas kesenangan sesaat sekarang, tetapi ada kesenangan yang dijanjikan pasti didapatkan yaitu setelah kematian. Logika berpikir seperti ini, bersumber pada keterangan Al-Qur’an sebagai berikut;

“Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan.” (At Taubah, 9:82)

Nasehat Syekh selanjutnya, “Tidaklah ada suatu nikmat kecuali di sampingnya ada siksaan. Tidakah ada suatu kemudahan kecuali bersamanya ada kesulitan, tidak ada suatu kelapangan kecuali setelahnya ada kesempitan”. Saya pernah mengatakan bahwa kesulitan itu sebab dan kesuksesan itu akibat, maka tidak ada kesuksesan tanpa kesulitan. Kesimpulan saya adalah orang-orang sukses itu pasti mengaami kesulitan, kegagalan, dna penderitaan. Semakin besar kesulitan yang dihadapi seseorang maka akan semakin besar pula keberhasilan yang akan diperolehnya. Sumber pemikiran ini saya kembangkan dari ayat Al-Qur’an di bawah ini:

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (Alam Nasyrah, 94:5-6)

Artinya apa yang saya pikirkan ternyata memiliki kesamaan dengan pemikiran Syekh Abdul Qadir Jaillani.  Pertanyaanya mengapa demikian? Karena apa yang saya pikirkan sumbernya dari Al-Qur’an. Inilah kesimpulan saya, jika orang-orang benar-benar menggunakan Al-Qur’an sebagai sumber pemikiran dipastikan akan ada persamaan, sekalipun berbeda kita akan saling menghormati karena sumbernya sama. Sebagai sama-sama penafsir tidak akan merasa paling benar karena pemilik kebenaran adalah Allah semata. Puji syukur penulis panjatkan pada Allah swt.  dan merasa bahagia rasanya jika sudah satu pemikiran dengan ulama-ulama besar terdahulu. Wallahu’alam.  

Sunday, November 14, 2021

TIGA AYAT AMALAN ORANG PALING KAYA DI INDONESIA

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Inilah tiga ayat amalan ilmu orang paling kaya di Indonesia, Aditya Prayoga. Kemungkinan, sedekahnya 500 persen lebih besar dari penghasilannya. Gagasan mendirikan Rumah Makan Gratis (RMG), bisa dibilang ide yang tidak bisa dipahami nalar rasional material. Dalam kondisi terbatas, pendidikan hanya sekolah dasar, rumah petakan kontrak, dan penghasilan tidak menentu, gagasan mendirikan RMG sangat tidak diterima nalar awam yang mainstream material. Inilah keunggulan orang-orang yang berpikir mengikuti logika Tuhan. Siapapun pelakunya, dari lapisan manapun, kalangan manapun dia akan tampil jadi sosok pribadi inspiratif dan edukatif.

Aditya Prayoga tidak sekolah khusus tentang agama, tetapi apa yang dilakukannya telah mengikuti apa yang telah diajarkan dalam pelajaran agama. Adit drop out dari dunia pendidikan, tetapi dia belajar dari sekolah kehidupan dengan merantau, terjun ke dunia real dan berusaha survival. Tulisan ini akan mengambil pelajaran-pelajaran penting yang bisa kita tiru dan ajarkan dalam dunia pendidikan. Banyak pesan moral yang harus kita renungkan dari kesuksesan Adit Prayoga yang berhasil membangun RMG dan berhasil membuka beberapa cabang di berbagai daerah. Inilah kunci kesuksesan Adit Prayoga yang bisa kita teladani.


Pertama,
komitmen Adit sebagai anak yang benar-benar berbakti pada orang tua sepenuh hati. Berbakti pada orang tua sebagai kunci sukses bukan semata dongeng rakyat tetapi sebuah ketetapan dari Tuhan yang bagi siapapun dapat melakukannya, dia akan mendapatkan apa yang diinginkannya. Berbakti pada orang tua adalah rumus sukses bisnis orang-orang China, rumus sukses para pengusaha, rumus ilmu sosial dasar, dan grand theory ilmu pendidikan. Allah telah menetapkan ketentuan ini sejak dulu hingga sekarang.

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”. (Al Israa, 17:23).

Ketentuan ini berlaku general tidak hanya untuk orang tua kandung, tapi untuk seluruh orang tua. Ketentuan yang berat ini, berhasil Adit aplikasikan dengan sempurna. Beliau mengurus seorang nenek yang hidup, sakit, sebatang kara hingga ajalnya tiba. Ketulusan Adit yang tidak berpendidikan tinggi dalam menghargai, menghormati, dan memelihara orang tua, telah mengguncang dunia spiritual. Malaikat bersujud dan Allah memuji prilakunya.

Kedua, secara faktual Adit tidak menjadikan shalat dan sabar sebagai ritual dan ucapan tanpa makna, tetapi menjadi alat berkomunikasi dirinya dengan Tuhan ketika berhadapan dengan kesulitan, dan tempat berkeluh kesah kesah tentang kondisi hidup yang dihadapinya. Kemampuannya dalam bersabar telah dibuktikan oleh Adit dengan mengambil ajaran yang terberat dirasa manusia, dan tidak semua orang bisa melakukannya yaitu:

“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (At Thalaaq, 65:7).

Prilaku Adit bertentangan dengan pola umum tetapi sangat dianjurkan di dalam Islam, yaitu sedekah di kala sempit. Sedekah dikala tidak punya uang. Sedekah dikala sakit. Sedekah di kala tidak punya pekerjaan. Sedekah dikala tidak punya uang untuk bayar kontrakkan. Sedekah dikala hidup dilanda kegelisahan. Cara berpikir ini tidak dapat dijelaskan oleh cara berpikir rasional materialis, tapi hanya bisa dipahami oleh cara berpikir rasional religius.

Ketiga, Adit mengimplementasikan cara berpikir berkelimpahan sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur’an, 1-1=700. Ini cara berpikir orang-orang besar terdahulu. Cara berpikir para Nabi dan cara berpikir para sahabat Nabi. Cara berpikir ini akan melahirkan semangat jiwa berkorban, semakin mengabdi pada Tuhan, dan semangat untuk mensejahterakan banyak orang. Ayat ini mengandung rumus bagaimana orang-orang besar dapat memperoleh keberhasilan yang besar. Rumus ini tidak dapat dipahami dengan matematika material, hanya bisa dipahami oleh matematika Al-Qur’an yang belum dapat diketahui turunan rumusnya tetapi bisa dibuktikan adanya secara nyata.

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (Al-Baqarag, 2:261).

Bagi siapapun yang berani hidup di jalan ini, pasti hidupnya sejahtera. Kuncinya hanya keberanian. Jika belum berani, sedikit-sedikit saja kerjakan tapi konsisten. Mari kita ajarkan pada anak-anak kita, agar mereka menjadi manusia-manusia pemberkah di masa mendatang. Ini standar kompetensi dari Tuhan. Jangan percaya apa yang saya katakan, pikirkan saja ayatnya! Wallahu’alam. 

Saturday, October 23, 2021

TINGKATAN PENGETAHUAN DAN TINDAKAN

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Semua tujuan pengajaran untuk diri sendiri, orang lain hanya mendengar, mempertimbangkan dan memutuskan. Semua pengajaran konkritnya akan ditanggkap oleh diri kita dan orang lain adalah pengetahuan. Setiap orang punya level-level pengetahuan yang dipahaminya.

Secara singkat saya jelaskan bagaimana level pengetahuan seseorang dengan menggunakan analogi dari struktur benda. Level benda menurut fisika terdiri dari atom, molekul, partikel, dan quanta. Empat level benda ini saya bandingkan dengan konsep pengetahuan dalam pemikiran Islam sebagai berikut:

LEVEL PEGETAHUAN

LEVEL PENGETAHUAN

LEVEL PENGETAHUAN

ATOM

SYARIAT

FORMAL

MOLEKUL

TAREKAT

INTELEKTUAL

PARTIKEL

HAKIKAT

MISTIK

QUANTA

MA’RIFAT

PROPHETIK


(Sumber: Fritjop Capra, Fahrudin Faiz)

Level pengetahuan atom terdapat pada level pengetahuan awam level alam nyata. Pengetahuan yang didapat atau diterima begitu saja apa adanya. Pengetahuan yang diterima bersumber dari apa yang ditangkap dari panca indera; didengar, dilihat, diraba, dirasa dan dicium. Penngetahuan yang di dapat panca indera langsung diterima disimpan di memori tanpa ada proses pemahaman. Dalam teori pengetahuan Bloom, pengetahuan yang didapat panca indera ini ada pada level ingatan (recalling data). Orang yang pengetahuannya di level atom (benda besar) sama dengan level pengetahuan syariat (jalan besar) atau formal (pola umum). Tindakan orang pada level ini berdasar pendapat umum, opini atau apa kata orang banyak. Pada level ini orang melihat alam ini pada level benda-benda besar yang terpisah-pisah, out group-in group. Cintanya pada materi masih sangat besar.

Level pengetahuan molekul (pola khusus), merupakan level pengetahuan tarekat (jalan kecil) atau intelektual. Pengetahuan yang diterima seseorang sudah melalui proses pemahaman. Pada proses pemahaman sudah ada proses kerja akal. Setiap informasi yang diterima sudah melalui proses pemahaman sebab akibat. Pengetahuan orang pada level ini sudah mulai mendalam dan sedikit kritis. Prilaku orang pada level ini sudah memiliki dasar pemahaman mengapa suatu tindakan harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Pada level ini orang melihat alam sebagai kelompok-kelompok kecil yang terpisah-pisah, out group-in group. Cintanya pada materi sudah mengecil.

Level pengetahuan partikel (pola sangat khusus), merupakan level hakikat, atau mistik. Pengetahuan yang diterima melibatkan akal dan perasaan (hati). Pada level ini, pengetahuan yang diterima sudah melalui proses uji rasa. Setiap informasi yang masuk sudah melalui proses analisis dan evaluasi. Tindakan orang pada level pengetahuan ini, mempertimbangkan ketenangan jiwa, kesucian diri, dan tidak merugikan orang lain. Pada level ini orang melihat alam sebagai benda dalam bentuk individu-individu kesendirian. Menagsingkan diri, menjauhkan diri dari hiruk pikuk merupakan jalan hidup yang harus ditempuh untuk mendapatkan ketenangan dan kesucian diri. Cintanya pada materi hanya tinggal apa yang ada dalam dirinya.   

Level pengetahuan quanta, (pola general), merupakan level ma’rifat atau prophetik. Pengetahuan yang diterima sudah melalui proses sistesa antara akal dan perasaan mendalam, dengan tujuan-tujuan kemanusiaan. Pada level ini orang sudah bisa menemukan ketanangan sekalipun dalam hiruk pikuk kehidupan.  Pada level ini orang sudah melihat alam sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Keberadaan benda lain tidak lepas dari keberadaan benda-benda lain. Keberadaan dirinya tidak lepas dari keberadaan orang lain. Keberadaan dirinya tidak terlepas dari keberadaan orang lain. Antara dirinya dengan orang lain terikat oleh sebuah sistem yang saling berhubungan. Pola tindak orang pada level ini bukan hanya untuk kesenangan, ketenangan jiwa untuk dirinya sendiri. Tindakan-tindakan yang dilakukannya bukan saja untuk pertimbangan rasa untuk ketenangan dan kesejahteraan dirinya sendiri, tetapi sudah mempertimbangkan ketenangan dan kesejahteraan orang lain. Cintanya pada materi hanya terbatas apa yang dibutuhkan untuk hidup dan sebagian besar untuk kesenangan dan kesejahteraan orang lain.

Orang-orang pada level pengetahuan quanta, ma’rifat atau prophetik adalah orang-orang yang layak untuk menjadi guru atau pemimpin di muka bumi ini. Orang-orang pada level ini sudah melarutkan diri menjadi bagian dari sebuah sistem alam, yang memiliki tanggung jawab untuk menjaga keharmonisan sistem kerja alam. Tuhan dengan dirinya sudah hampir tidak ada jarak. Jarak antara Tuhan dan dirinya hampir tanpa batas. “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya, (Qaaf, 50:16). Pada level ini orang sudah mengenal sistem kekuatan di luar manusia yaitu Tuhan yang maha esa yang maha besar kekuasaannya.

Isi tulisan ini merupakan sintesa dari pemikiran-pemikiran yang telah ada. Semoga membantu mempermudah meningkatkan kapasitas diri kita sebagai manusia. Secara pribadi, berdasar tulisan ini saya semakin memahami diri bagaimana saya harus memantaskan diri menjadi manusia yang menyenangkan dan membahagiakan seluruh alam. Menurut saya ini jalan yang lebih mendekatkan diri kepada Tuhan tempat kita kembali. Wallahu’alam. 

Saturday, October 16, 2021

METODE BERAGAMA

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Saya amati ada dua metode beragama yang ada di masyarakat. Metode pertama adalah metode langsung (direct). Pada metode ini seseorang bisa langsung berhubungan dengan Allah, tanpa perantara. Kedua, metode tidak tidak langsung (indirect). Pada metode ini seseorang untuk bisa berhubungan dengan Allah harus melalui perantara. Kedua metode ini perangkatnya sama yaitu otak, akal, dan penalaran.

Metode beragama secara langsung (direct), jika seseorang ingin berkomunikasi dengan Tuhannya bisa langsung mengakses sumber ajarannya yaitu kitab suci. Melalui kemampuan akalnya dan keilmuan yang dimilikinya, seseorang bisa membaca, memahami, mempraktekkan, menganalisis, mensintesis,  menemukan nilai etika dan moral yang terkandung dalam kitab suci yang diyakininya.

Metode langsung memosisikan bahwa manusia adalah makhluk sempurna, diberi alat yaitu otak, kapasitas akal dan penalaran. Metode langsung dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kapasitas dan keberanian untuk memahami kitab suci dengan kemampuan akalnya. Metode langsung dilakukan oleh orang-orang yang mengakui bahwa antara Allah dan dirinya tidak ada batas. Akal yang dimiliki manusia adalah anugerah dari Allah yang lebih dari cukup untuk bisa memahami ayat-ayat Allah sekemampuannya, karena manusia dipandang Allah bukan dari kapasitas keilmuannya tetapi ketakwaan akalnya kepada Allah.

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Al Hujuurat, 49:13).

Pada dasarnya, ilmu hanya membantu pemahaman seseorang tentang hakikat Allah dan ciptaannya. Hasil dari kepemilikan ilmu adalah keimanan dan ketaatan kepada Allah. Allah tidak mengukur berapa kapasitas keilmuan seseorang, tetapi Allah memuliakan berdasar keimanan dan ketaatannya. Allah tidak membedakan orang berdasarkan lulusan sekolah dasar dan perguruan tinggi, tetapi sejauhmana keimanan dan ketakwaan seseorang.

Dalam metode beragama tidak langsung (indirect); seseorang untuk berkomunikasi dengan Allah, tidak bisa langsung tetapi memerlukan bantuan dari orang-orang yang dianggap lebih paham dalam memahami ayat-ayat Allah. Untuk itu dibutuhkan guru pembimbing dalam memahaminya. Ketergantungan pada guru-guru pembimbingnya sangat erat, sehingga akalnya diposisikan terikat oleh apa yang telah dijelaskan oleh guru-gurunya. Dalam hal ini seperti penganut ajaran Nasrani yang sangat terikat kepada pemahaman para pendetanya. Tidak ada yang berhak memahami kitab suci kecuali para pendetanya.

Mereka yang beragama tidak langsung, akalnya tidak memiliki kebebasan dan memosisikan akalnya tidak pantas untuk memahami ayat-ayat Allah secara langsung. Akalnya dianggap memiliki keterbatasan dan rendah di banding dengan gurunya. Ketaatan pada gurunya terdahulu dianggap sebagai satu-satunya cara memahami agama.  

Dua metode ini masing-masing memiliki kelemahan. Kelemahahan dari dua metode beragama ini adalah egoisme, sikap berlebihan yang melampaui batas kewenangan bahwa Allah sebagai pemilik kebenaran. Kedua metode ini sama-sama akan terjebak pada egoisme individu atau kelompok, akibatnya akan terjadi saling klaim kebenaran dan menimbulkan perpecahan. Sikap egosime akan melampaui batas kewenangan dengan saling klaim sebagai pemilik kebenaran. Risikonya, secara berlebihan kelompok yang beragama secara langsung akan bergeser men-Tuhan-kan dirinya, dan kelompok yang tidak langsung akan men-Tuhan-kan guru-gurunya.

Dari dua metode ini tidak ada yang lebih diunggulkan, pemahaman yang harus dipahami bersama adalah sebagai umat beragama tidak pantas untuk mengambil hak Allah sebagai pemilik kebenaran. Sebagaimana para Nabi diutus ke bumi hanya untuk menyampaikan kebenaran dari Allah. Kebenaran-kebenaran dari Allah disampaikan kepada manusia untuk membimbing mereka agar bisa  hidup damai dan sejahtera di dunia dan akhirat.

Pada akhirnya manusia dengan kapasitas akalnya secara langsung atau tidak langsung akan mengambil pilihan berdasarkan keputusan dirinya masing-masing dan kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan pengadilan Allah. “orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, bagi mereka pahala yang tidak putus-putusnya.” (Al Insyiqaaq, 84:25). Dihadapan Allah tidak ada yang lebih mulia kedudukannya kecuali yang beriman dan bertakwa. Wallahu’alam. 

Sunday, September 26, 2021

CARA MEMBACA TANDA-TANDA DARI ALLAH

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Dua sahabat dengan cepat telah pergi mendahului kita. Di saat-saat kita butuh kehadiran guru-guru terbaik untuk melahirkan generasi-generasi terbaik, Allah punya rencana lain, Allah memanggil sahabat-sahabat terbaik kembali pulang kepada-Nya. Rasanya ingin protes mengapa terjadi di saat-saat situasi sedang seperti ini? Untung saja ada sedikit kesadaran terbersit, bahwa orang-orang terbaik dihadapan Allah akan diuji dengan ujian-ujian besar agar selalu dekat dengan Allah.

Jika kita akan kehilangan sesuatu, sebenarnya Allah telah memberi tahu. Cara Allah memberi tahu dengan kejadian-kejadian yang terjadi pada alam, hewan, teman, saudara, pikiran dan bisikan hati. Allah memberi tanda-tanda. Kemampuan kita membaca tanda-tanda dapat jadi pengingat diri menjadi selalu waspada.

Sebagaimana Allah memberi tahu dengan tanda-tanda alam, mendung sebagai tanda akan turun hujan, angin kencang sebagai tanda akan terjadi penggantian musim, banjir bandang sebagai tanda telah terjadi kerusakan hutan, gunung meletus sebagai tanda pergerakan dapur magma. Semua tanda dikejadian alam adalah Allah yang menggerakkan, manusia membaca sebab dan akibatnya sebagai tanda.

Kejadian alam di rumah, ketika nasi sering basi Allah memberi tanda. Burung menabrak kaca, kupu-kupu, ular, kelabang, serangga, masuk rumah adalah tanda. Hati tiba-tiba gelisah dan pikiran jadi berprasangka negatif itu adalah tanda-tanda. Ilmu tanda-tanda Allah kabarkan dalam Al-Qur’an.

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) -nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh  tanda-tanda  bagi kaum yang memikirkan. (Al Baqarah, 2:164).

Lalu bagaimana kita membaca tanda-tanda? Bukan kejadian fisik apa yang akan terjadi yang kita baca. Bukan siapa yang akan berbuat dzalim kepada kita yang kita baca. Bukan penderitaan apa yang akan menimpa kita yang kita baca. Allah memberi kabar cara membaca kejadian di dalam Al-Qur’an.

“Bacalah atas nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,” (Al ‘Alaq, 96:3).

Membaca atas nama Tuhan berarti manusia tidak boleh sembarangan membaca tanpa ada petunjuk dari Allah. Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi orang-orang beriman adalah petunjuk membaca segala kejadian alam yang pada hakikatnya adalah tanda-tanda dari Allah.

Lalu bagaimana cara membaca tanda-tanda dari Allah berdasar petunjuk Al-Qur’an? Tanda-tanda dari Allah dapat dibaca oleh kaum yang memikirkannya, sebagaimana bunyi kata terakhir dalam Al Baqarah ayat 164, “la ayaatilliqoumi ya’qiluun”. Membaca kejadian sebagai tanda-tanda dari Allah adalah sebagai sebab dan manusia memikirkan akibatnya. Sebaliknya membaca tanda-tanda dari Allah sebagai akibat dan memikirkan sebabnya. Dua pola ini menjadi cara membaca tanda-tanda kejadian dari Allah. Untuk mempermudah kita buat tabel seperti di bawah ini, bacalah dari atas ke bawah pada tiap kolom agar bisa dipahami secara kronologis.

Tanda-tanda

Sebab

Akibat

Semua tanda-tanda kejadian adalah dari Allah

Membaca dengan memikirkan apa sebabnya

Membaca dengan memikirkan apa akibatnya

Menurut Petunjuk Allah, semua sebab kejadian baik dan buruk datang dari diri sendiri

Menurut petunjuk Allah semua akibat adalah apa yang dikehendaki Allah

Membaca sebab kejadian menurut petunjuk Allah adalah  berpikir, merenungi, merefleksi diri, atas apa-apa yang telah dilakukan di masa lalu.

Membaca akibat apa yang akan terjadi menurut petunjuk Allah adalah berpikir dengan bertauhid berserah diri atas apa yang akan terjadi sesuai kehendak Allah.

Perintah Allah, hapuslah keburukan dengan berbuat baik, atau ingat Allah banyak banyak agar akibat yang terjadi tetap baik.

Perintah Allah, “Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (2:163)

Saya sederhanakan logikanya biar mudah memahaminya. Jadi jika kita mau membaca tanda-tanda kejadian dari Allah. Cara kerja logikanya sederhana, bacalah bahwa semua sebab kajadian yang kamu anggap buruk itu datang dari dirimu sendiri, dan bacalah semua akibat yang akan terjadi hanya Allah satu satunya yang tahu, tidak ada satu pun yang tahu selain Allah.

Harus kita pahami dalam hal membaca akibat-akibat yang akan terjadi, selalu ada manusia atau makhluk selain Allah yang merasa tahu. Manusia atau makhluk selain Allah ini kadang posisinya menjadi seperti Allah, dan inilah yang tidak boleh dilakukan oleh manusia, yaitu memiliki keyakinan  kepada selain Allah.

Jadi tanda-tanda itu hanya berfungsi sebagai peringatan untuk manusia, agar selalu ingat Allah, mohon ampun kepada Allah, dan berusaha memperbaiki diri dihadapan Allah, lalu setelah itu berserah dirilah atas segala akibat yang akan terjadi kepada Allah. Namun harus diingat, segala akibat yang akan terjadi jika kita telah memohon ampunan dan berserah diri kepada Allah, maka segala akibatnya adalah keberuntugan besar. “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang shaleh bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; itulah keberuntungan yang besar.” (Al Buruuj, 85:11).

Begitulah cara membaca tanda-tanda dari Allah, semuanya dibaca atas perintah dari Allah. Hati-hatilah dari tanda-tanda itu, semoga iman kita tetap kepada Allah saja. Wallahu’alam.  

Friday, July 30, 2021

MELAHIRKAN PEMIKIR SESUAI ZAMANNYA

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Sejak meninggalanya Nabi Muhammad SAW, peradaban Islam terus berkembang mencapai puncaknya pada abad ke 8-9 Masehi. Ulama, pemikir, dan ilmuwan kelas dunia lahir mewarnai khasanah berpikir. Ilmu dan sains berkembang pesat. Pada saat itu Barat sedang berada dalam abad kegelapan akibat terlalu kuatnya kekuasaan dan doktrin Gereja. Kebebasan berpikir dibatasi dengan ancaman penjara. Cara pemahaman agama yang terlalu dominan pada pemuka-pemuka agama telah melahirkan tuhan-tuhan selain Allah yang harus ditaati manusia. Agama tidak murni lagi diajarkan untuk menyucikan diri dari perbuatan dosa, melainkan untuk mempertahankan kekuasaan, kehormatan, kelembagaan, dan kekayaan. Ayat-ayat Tuhan bisa dipesan dan dikondisikan agar bisa terlihat masuk akal dan membenarkan ajaran yang sebenarnya bukan dari Tuhan.

Waktu berputar, peradaban Islam mulai memudar mengalami kemunduran akibat perebutan kekuasaan. Kasusnya sama seperti peradaban Barat berada di masa kegelapan. Perebutan kekuasaan telah membawa agama pada kotak-kotak  dukung mendukung kekuasaan. Saling hujat dan saling menjatuhkan didasari fatwa-fatwa agama semakin menambah kuat hasrat permusuhan. Bunuh membunuh antar pendukung menjadi perang suci antar agama yang terlihat tidak suci.

Hasrat bermusuhan itu diturunkan dari generasi ke generasi dengan doktrin-doktrin agama dari penafsir tunggal nenek moyang yang semakin perkasa. Tidak ada yang berani membantahnya karena penjaga-penjaganya sangat bengis dan akan menghukum bagi siapa saja yang berani menentangnya. Jumlah umat bertambah tetapi tidak bisa melahirkan pemikir-pemikir besar, semua harus takluk di hadapan panfasir tunggal warisan nenek moyang yang perkasa yang sudah dipertuhankan.

Memahami agama berbeda dengan memahami ilmu-ilmu alam. Dalam ilmu alam ketika mengemukakan pendapat harus didukung oleh teori-teori terdahulu. Teori-teori itu ada penemunya dan dianggap pemiliknya. Tanpa dukungan teori pendapat yang dikemukakan tidak memiliki kekuatan. Demikian juga teori yang dikembangkan tanpa dukungan teori-teori sebelumnya juga diragukan.

Ajaran agama Islam harus dipahami dari sumbernya, yaitu kitab suci Al-Qur’an dan hadis yang tidak bertentangan dengan kitab suci Al-Qur’an. Para penfasir, penerjemah, ahli pikir, guru, ustad, kiai, ulama (saintis) adalah para penemu makna, nilai, dan hukum dalam beragama, tetapi tidak menjadi  pemilik makna, nilai, hukum yang ditemukan. Perbedaan makna, nilai, dan hukum dalam beragama adalah kekayaan yang harus dimiiki bersama bukan untuk saling klaim mengadu kebenaran. Tapi sebagai khasanah pembuka jalan menuju kebenaran bagi siapa yang dapat menerimanya sesuai dengan kemampuan akalnya.

Umat beragama ibarat konsumen di pasar, mereka punya kebutuhan dan keinginan sesuai dengan kebutuhan dan kesenangannya masing masing. Di pasar ada kesepakatan bersama yang mengatur agar para penjual dan pembeli saling jujur. Penjual harus jujur menjelaskan barang yang dijualnya sesuai kondisi barang. Para pembeli harus jujur membeli barang dengan uang legal senilai dengan harga barang yang dibelinya. Para penjual dan pembeli tidak saling memaksa, tidak saling menghujat, transaksi dilakukan dengan kejujuran dan keikhlasan. Demikian juga antar penjual tidak saling hujat dan menjelek-jelekkan barang dagangannya, malah saling mempromosikan jika barang jualannya berbeda. Inilah khasanah kehidupan para pedagang yang diberkahi Allah.

Penganut agama Islam dengan jumlah satu miliar lebih harus diberi kebebasan untuk menemukan atau memilih mana kahasanah agama Islam yang diminatinya sesuai kemampuan. Dengan misi suci agama Islam menjamin kesejahteraan dan perdamaian dunia adalah kode kuat dari Al-Qur’an untuk umat manusia. Apa pun yang diciptakan hendaknya tidak keluar dari misi utama Al-Qur’an diturunkan. Setiap 100 tahun akan ada perbaikan terhadap kualitas umat manusia, dan hendaknya umat beragama (Islam) mulai membuka ruang berpikir dan menjadikan Al-Qur’an sebagai dasar rujukan utama dalam melahirkan pemikir-pemikir kelas dunia. Tidak ada satu orang ahli berpikir pun dihadapan Allah swt, karena Allah swt tidak melihat keahlian berpikir seseorang tetapi melihat kesucian hati dan kebermanfaatannya dari hasil sekecil apapun hasil berpikir.

“karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?” (Abasa, 80, 2-4)    

Sikap curiga, iri, dengki, saling hujat, saling salahkan, dan menebar kebencian akan hilang jika ajaran agama benar-benar dihayati. Jika beragama masih memelihara sifat-sifat buruk dan tidak sadar mengatasnamakan agama, maka bisa jadi kita sesungguhnya tidak beragama. Hati kadang-kadang  tidak bisa membedakan mana kebaikan dan keburukan. Jika hati sudah benci maka tertutuplah semua kebaikan. Akal juga bisa membawa malapetaka karena bisa menghilangkan rasa. Saatnya hati dan akal bersinergi agar sama-sama bekerja menyelesaikan urusan dunia dan akhirat.

Tidakkah kita sadar bahwa setiap hari gunakan teknologi, mendapat kemudahan hidup dari karya-karya akal? Tidakkah kita melihat orang-orang kaya hasil dari akalnya, membiarkan orang-orang kelaparan karena tidak memiliki hati? Sebaliknya tidakkah kita melihat orang-orang yang memiliki hati mencurigai dan membenci orang-orang diluar kelompoknya? Allah menciptakan alam ini dengan sistem dan saling ketergantungan. Untuk itu hati dan akal tidak bisa dipisah-pisahkan. Jadi kegiatan berpikir bukan murni kegiatan akal tetapi sebuah kolaborasi akal dan hati. Pemikir-pemikir sejati, setiap pemikirannya akan menyucikan hati dan menjadi inspirasi bagi siapa saja yang membacanya. Pemikir sejati tidak pernah mengklaim pemilik kebenaran dari setiap hasil pemikirannya. Pemikir sejati merasa cukup Allah jadi saksi bahwa dirinya pernah berpikir dan mengajarkannya.

Abad informasi telah menuntut hati dan akal untuk bekerja lebih cerdas. Di abad informasi dibutuhkan lebih banyak pemikir yang mengkolaborasikan akal dengan hati, dan menjadikan kitab suci AL-Qur’an sebagai sumber pengetahuan (deduktif) bersanding dengan pengetahuan hasil pengamatan (induktif). Pengetahuan-pengetahuan dari kitab suci Al-Qur’an seyogyanya menjadi sebuah pedoman hidup yang bisa digunakan dalam kehidupan sehari-hari di mana saja bagi siapa saja. Lembaga-lembaga pendidikan harus melatih kemampuan berpikir, dan perguruan tinggi harus melahirkan pemikir-pemikir cerdas sesuai dengan zamannya. Wallahu’alam.

Thursday, June 24, 2021

AL QUR’AN STANDAR BERPIKIR MODERN

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Modern adalah teori yang dikembangkan para ilmuwan untuk membedakan manusia, bangsa, dan negara yang sudah berperadaban atau primitif. Ukuran modern dan  primitif didasari pada pola berpikir material. Tidak seluruh ukuran modern rasional-empirik yang cenderung material memiliki kesesuaian dengan sudut pandang pola pikir Al-Qur’an.  

Jika Al-Qur’an kita jadikan pedoman dalam paradigma berpikir, ukuran kemajuan sebuah bangsa dibedakan dengan konsep masyarakat kafir dan beriman. Masyarakat kafir mewakili ciri masyarakat primitif dan manusia beriman mewakili ciri masyarakat modern. Kafir dan modern dalam hal ini bukan person atau kelompok masyarakat melainkan sebuah pola pikir. Masyarakat kafir yaitu masyarakat yang menolak kebenaran-kebenaran pengetahuan dari Tuhan sekalipun sudah ada berbagai bukti kebenaran.  Masyarakat modern adalah masyarakat yang percaya pada pengetahuan yang dikabarkan Tuhan kepada utusan-utusan-Nya. Masyarakat modern menjadikan pengetahuan dari Tuhan sebagai alat ukur, pertimbangan, dalam memahami dan memaknai seluruh fenomena kehidupan.


Tun Mahatir mengatakan jika umat Islam menjadikan Al-Qur’an benar-benar sebagai pedoman dalam seluruh aktivitas kehidupan, maka umat Islam akan menjadi masyarkat berperadaban sebagai ciri masyarakat modern yang diidam-idamkan. Contohnya dibuktikan dengan perjalanan sejarah Nabi Muhammad SAW mengubah masyarakat pola pikir kafir (jahiliyah) di Mekah menjadi masyarakat berperadaban seperti memuliakan perempuan, menegakkan hak dan perhargaan terhadap kemanusiaan, hidup berdampingan dengan alam, menghilangkan permusuhan, menjalankan kejujuran, menghilangkan diskriminasi berdasarkan ras dan agama, menciptakan keteraturan dan kedisiplinan dalam bernegara, dan mengutamakan perdamaian. Ciri-ciri hidup masyarakat berperadaban ini semua terkandung dalam ajaran-ajaran dari pengetahuan yang bersumber pada Al-Qur’an.

Ada pun fenomema konflik, kemiskinan, ketidakteraturan, ekspolitasi alam, diskriminasi terhadap kaum perempuan, permusuhan, pembunuhan yang faktanya hadir dalam masyarakat yang sudah mengaku menganut agama Islam, hal tersebut tidak mencerminkan ajaran-ajaran agama Islam sebagaimana terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an.  Kejahiliyahan yang terjadi pada masyarakat Islam ataupun seluruh umat manusia di muka bumi ini, semua bersumber pada ketidaktahuan, ketidaktaatan, keterbatasan manusia pada ajaran-ajaran yang sudah dijelaskan di dalam Al-Qur’an. Nabi Muhammad SAW tidak diutus untuk masyarakat Arab, juga tidak diutus hanya untuk sekelompok manusia, tetapi diutus untuk membawa pengetahuan dari Tuhan untuk seluruh umat manusia yang diciptakan pada dasarnya sebagai pembawa amanah dari Tuhan. Sebagaimana Allah mengabarkan bahwa semua manusia diciptakan dari ruh Allah yang hidup dan kreatif.

Nabi Muhammad SAW adalah anugerah bagi bumi, langit, gunung, laut, hewan, tumbuhan, dan manusia. Sebagai pemikul amanah, Allah menurunkan Nabi Muhammad SAW yang memberi pedoman kepada manusia untuk menjadi manusia-manusia modern yang bisa menjaga keseimbangan dan keteraturan gerak sinergi antara alam, hewan, tumbuhan dan manusia. Nabi Muhammad SAW dengan pedoman hidup yang dibawanya yaitu Al-Qur’an menjadi model manusia modern yang diciptakan oleh Allah agar menjadi ukuran sebuah individu atau masyarakat berprilaku modern.  

Awal abad-ke 21 ini adalah  momentum 100 atau 1000 tahunan dimana manusia harus kembali melakukan refleksi diri atas pola pikir dan prilaku yang telah berlaku selama satu abad atau milinium. Bagi kaum beragama maupun tidak beragama, sebagaimana pendapat Thomas Khun awal abad ke 21 ini adalah masa refleksi diri untuk kembali memverifikasi dan meneliti ulang cara pandang, nilai-nilai, prinsip-prinsip yang selama satu abad atau millenium diyakini sebagai langkah-langkah yang harus diperjuangkan. Sikap-sikap arogan meremehkan Tuhan sebagai pemilik pengetahuan, dan menganggap kitab suci sebagai kitab tradisional dan isinya tertinggal dari pengetahuan yang dihasilkan penalaran murni pengetahuan alam, harus kembali direnungkan dan diredefinisi.

Seluruh manusia perlu kembali ke gua-gua perenungan sebagaimana Nabi Muhammad SAW bertahun-tahun melakukan perenungan di Gua Hira, seperi Nabi Musa merenung di gunung, seperti Nabi Ibrahim merenung di padang pasir, seperti Nabi Idris merenung di laut. Memikirkan kembali, memverifikasi, apakah pemikiran-pemikiran rasional empiris yang hanya mengandalkan pengetahuan alam telah menjamin keseimbangan dan kesejahteraan alam dan seluruh penghuninya. Pencemaran laut oleh plastik, pencemaran sungai oleh limbah pabrik dan domestik, eksploitasi air tanah, penjarahan hutan, pencemaran udara oleh gas buang mesin, dan pandemi penyakit menular yang menandai abad ini, direncanakan manusia atau tidak,  ini adalah fakta bahwa pola pikir yang dikembangkan 100 hingga 1000 tahun berujung dengan krisis kemanusiaan dan kerusakan lingkungan alam.

Saatnya kita kembali pada Tuhan yang maha kuasa, yang maha mengatur, dan menggunakan pengetahuan dari Tuhan melalui kitab suci Al-Qur’an untuk membangun dan mengembangkan cara pandang, nilai-nilai, dan prinsip-prinsip hidup modern dari yang maha mengetahui. Seluas ilmu yang dimiliki manusia, sedalam ilmu yang dikuasai, manusia tetap bodoh karena masih banyak yang tidak diketahuinya. Pengakuan manusia bahwa Allah maha tahu dan manusia tidak mengetahui, akan melahirkan manusia-manusia rendah hati dan bijaksana dalam mengembangkan teknologi dan bersahabat dengan sesama manusia dan semesta alam. “Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Lahir dan Yang Batin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu”. (Al Hadiid, 57:3). Wallahu’alam.  

Sunday, June 20, 2021

PEMIKIRAN TUN MAHATIR

Oleh: Muhammad Plato

Menyimak wawancara Tun Mahatir oleh Nazwa Shihab dalam tayangan youtube dapat sedikit informasi tentang pandangan agama dari seorang Perdana Menteri Senior kelas dunia. Pandangan agama Tun Mahatir sangat modern karena mengacu kepada sumber otentik ajaran agama yaitu Al-Qur’an. Tun Mahatir dapat dikatakan sebagai sosok politisi dan negarawan muslim yang benar-benar telah menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman dalam kehidupan politik.

Tun Mahatir berpandangan bahwa saat ini para guru agama tidak benar-benar mengajarkan ajaran agama sesuai sunnah. Para guru agama hanya mengajarkan tentang shalat, zakat, puasa, ibadah haji, tanpa mengajarkan bagaimana agama diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu para guru agama kebanyakan mengajarkana tentang pemikiran-pemikiran para ulama sehingga dalam beragama menimbulkan perpecahan karena mengikuti pedoman pemikiran-pemikiran para ulama. Para guru agama jarang mengajarkan bagaimana tuntutan beragama sesuai dengan ajaran yang ada dalam Al-Qur’an. Hadis-hadis yang digunakan sesungguhnya tidak dapat menjamin sebagai ajaran agama yang benar karena dari 600-700 ribu hadis setelah melalui penelitian hanya 7000 hadis saja yang shahih.

Tun Mahatir mengatakan jika umat Islam benar-benar menerapkan ajaran agama dari Al-Qur’an, Islam itu akan mendorong sebuah negara menjadi negara berperadaban. Dibuktikan oleh Nabi Muhammad SAW, masyarakat Arab yang pada zaman itu hidup jahiliyah, dengan tuntutan Al-Qur’an yang dibawa Nabi Muhammad SAW, mampu menjadi sebuah masyarakat dengan peradaban tinggi menyebar sampai ke Afrika, Eropa, dan Asia.

Pandangan Tun Mahatir mirip dengan pendapat penulis yang menilai jika Al-Qur’an benar-benar menjadi pedoman hidup, tidak akan ada pembunuhan dan perselisihan antar umat beragama dan bangsa. Jika Al-Qur’an menjadi pedoman tidak akan ada sekelompok manusia mendirikan negara Islam dengan membunuh orang-orang Islam atau non muslim. Pembunuhan dilarang jika kita berpedoman kepada Al-Qur’an. Jika beragama berdasarkan petunjuk pada Al-Qur’an tidak ada permusuhan berkepanjangan. Perselisihan hanya terjadi karena ada hal yang dirasakan tidak adil, setelah musyawarah ditempuh dan ditemukan keadilannya maka permusuhan selesai karena permasalahannya sudah terselesaikan.

Bagi penulis pemikiran dan pendapat orang bisa berbeda-beda. Jika beragama mengandalkan pedoman pada pemikiran-pemikiran seseorang maka sudah pasti akan terjadi perpecahan karena kebenaran telah menjadi milik seseorang bukan milik Allah. Jika kebenaran sudah ditempatkan pada pemikiran orang per orang, maka sudah tentu setiap orang menginginkan kebenaran menjadi miliknya. Dengan demikian akan terjadi perebutan siapa yang benar dan akan terjadi saling menjatuhkan. Apalagi perebutan kebenaran sudah melibatkan organisasi, kelompok, aliran,  maka perebutan siapa yang paling benar akan melibatkan banyak orang dan perselisihanpun melibatkan banyak orang, fatalnya akan memakan banyak korban.

Berpikir mencari kebenaran tujuannya bukan untuk mencari siapa yang paling benar, tetapi siapa yang paling menghargai nyawa manusia, saling bekerjasama, mengutamakan perdamaian, dan rasa persaudaraan. Kebenaran sudah mutlak milik Allah, yang harus dipikirkan adalah bagaimana manusia bisa mentaati ajaran-ajaran berkehidupan dari Allah dengan hasil damai, sejahtera, dan mensejahterakan.

Berpedoman pada Al-Qur’an artinya menyerahkan diri bahwa hasil pemikiran siapapun orangnya  tidak ada yang dijamin kebenarannya, sekalipun Nabi Muhammad SAW, kecuali urusan wahyu yang diterimanya. Semua pemikiran manusia berpotensi salah karena manusia dibatasi oleh pengetahuan yang diinderanya. Penglihatan dibatasai oleh jarak yang bisa dilihat, dan cahaya yang tersedia. Pikiran dibatasi oleh pengetahuan yang dimiliki dan kemampuan  penalarannya, serta pengalaman yang pernah dialaminya. Berpedoman pada Al-Qur’an artinya tidak membajak kebenaran seolah-olah ketika berpikir merujuk pada ayat Al-Qur’an dirinya merasa paling benar. Berpedoman pada Al-Qur’an hanya berusaha menemukan kebenaran dengan keraguan-raguan hasil pemikirannya tidak benar karena Allah pemilik pengetahuan Al-Qur’an.

Tun Mahatir adalah fenomena gambaran model tokoh politik senior dunia yang telah berupaya hidup dengan panduan Al-Qur’an. Usianya diberkahi Allah dan karakternya dapat menjadi panutan para politisi. Beliau tidak menyimpan permusuhan atas dasar kekuasaan tetapi karena ketidakdilan yang harus ditegakkan. Semoga damai sejahtera untuk Tun Mahatir dan kita semua umat manusia. Wallahu’alam.  

Friday, May 7, 2021

CARA MENJADI ORANG SABAR

OLEH: MUHAMMAD PLATO 

Tidak dapat dikatakan orang baik tanpa memiliki kesabaran. Sebaik-baiknya manusia dia belum menjadi orang baik, tanpa memiliki sifat dan prilaku sabar.

Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar. (Fushshilat, 41:35).

Kata sabar sering dinasehatkan kepada siapa saja yang sedang menghadapi ujian dari Allah. Namun demikian jarang orang memahami apa  arti sabar menurut Al-Qur’an. Sangkaan kita, sabar itu hanya sekedar diam, menerima apa yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Pandangan ini sangat pasif dan orang-orang sabar dianggap orang menderita, sehingga menjadi orang sabar dianggap menjadi orang dalam posisi tertindas. Pandangan ini sangat negatif dan membuat orang-orang sabar pesimis dan pada enggan menjadi orang sabar.

Jika kita belajar dari Al-Qur’an orang-orang sabar pasti optimis dan bahagia. Untuk memahaminya kita coba pahami konsep sabar dari penjelasan Al-Qur’an. Kabar gembira bagi orang yang memilih hidup berkarakter sabar. Orang-orang sabar teman dekatnya Allah. Siapa yang mengganggu orang sabar dia berurusan dengan teman dekatnya yaitu Allah. Dalam Al-Baqarah, 2:153), Allah berfirman, “sesungguhnya Allah bersama orang sabar”.

Betapa beruntungnya orang-orang yang menjadi teman dekat Allah. Lalu siapa orang-orang sabar ini? Al-Qur’an memberi kriteria siapa orang-orang sabar. Berikut kriteria orang-orang sabar menurut penjelasan Al-Qur’an.

1.      Shalat

Karakter yang dapat diihat sebagai orang sabar adalah shalat. Bagi orang-orang yang shalat Allah akan menganugerahkan kesabaran. Minimal kesabaran beliau dalam menjaga tetap melaksanakan shalat. Konsepsi shalat tentu bukan hanya ritual tetapi termasuk dalam tindakan-tindakan baik secara faktual. 

Dan mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, (Al Baqarah, 2:45).

2.      Pemberi Maaf

Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan. (Asy Syuura, 42:43).

3.      Menolak kejahatan dengan kabaikan.

Karakter orang sabar sudah tidak lagi terpengaruh oleh rangsangan-sangsangan berbuat baik yang datangnya dari luar. Apapun reaksi yang datang dari luar, sudah tidak berpengaruh karena respon yang dihasikan kepada setiap kejadian adalah respon yang baik. 

 "disebabkan kesabaran mereka, dan mereka menolak kejahatan dengan kebaikan", (Al Qashshas, 28:54).

4.      Taat dijalan benar

Kesabaran seseorang diuji dalam ketaatannya menjalani jalan yang benar. Tidak ada kesabaran pada orang-orang yang taat pada jalan salah. Orang-orang sabar memiliki prilaku konsisten dalam menjaga untuk tetap di jalan benar.

“orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya, dan yang memohon ampun di waktu sahur. (Ali Imran, 3:17).

Kesimpulan sementara sabar adalah prilaku agung orang-orang baik. Siapa memiliki karakter orang sabar maka dia telah diberi keberuntungan yang besar. Kesabaran adalah karakter yang dapat mendatangkan kesuksesan. Prilaku sabar wajib diajarkan kepada anak-anak agar keak mereka menjadi pemimpin-pemimpin sukses di negeri ini. Allah berjanji kepada orang-orang sabar.

Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu". Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (Az Zumar, 39:10).

Untuk itulah sabar sangat perlu diajarkan di sekolah-sekolah sebagai karakter sukses yang akan mendampingi anak-anak ketika sukses di masa mendantang. Wallahu’alam.

Sunday, April 18, 2021

AGAMA ILMU BERPIKIR

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Agama pada era disrupsi ini sering jadi perbincangan, bahkan perbincangannya kontra produktif, seolah-olah agama menjadi faktor penghambat perubahan dan persatuan bangsa. Pandangan ini sangat tendensius bukan datang dari kaum intelektual kelompok manapun, pandangan ini datang dari mereka yang pikirannya sangat dipengaruhi oleh kepentingan pribadi dan golongan untuk suatu kepentingan.

Jika manusia terdiri dari ruh dan jasad, maka ruh adalah inti dari manusia. Berpikir adalah bagian dari aktivitas yang dilakukan ruh. Pengetahuan adalah makanan ruh yang akan diolah dengan aktivitas berpikir dan menghasilkan kesimpulan demi kesimpulan sebagai dasar manusia dalam bertindak, berprilaku dan berkepribadian.

Agama berkaitan dengan kecerdasan intelektual seseorang. Keberagamaan seseorang akan berbanding lurus dengan kecerdasan intelektualnya. Edward Said tidak membedakan peran alim ulama dengan para intelektual, mereka sama-sama memiliki tugas menyebarkan ajaran-ajaran damai dan kebaikan dari Tuhan atau pewaris para Nabi.

Nabi Muhammad saw dalam hadis menjelaskan bahwa tujuan dari agama adalah memperbaiki akhak (kepribadian atau karakter) seseorang. Pembentukkan akhlak dalam ilmu pendidikan meliputi tiga ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Untuk itu agama dalam kacamata pendidikan adalah ilmu yang bertujuan membentuk pola pikir, perasaan, dan prilaku yang sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah. Ritual dan kepribadian yang ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari adalah kegiatan psikomotor sebagai pengikat pikiran dan perasaan.

Pembentuk perasaan dan psikomotor adalah kegiatan pola pikir yang ada di wilayah kognitif.  Berpikir adalah pekerjaan ruh sebagai inti dari kehidupan manusia. Ruh adalah daya berpikir kreatif yang ditiupkan langsung oleh Tuhan sebagai bagian unsur inti dalam diri manusia. Mahmud Thoha (1994) mengatakan bahwa ruh adalah daya entrepreneurship yang dimiliki oleh setiap manusia.  Pendidikan berkaitan erat dengan usaha sadar untuk menjadikan ruh manusia berpikir sehat sesuai dengan apa yang diajarkan oleh para Nabi kepada umat manusia.

Perbedaan pola pikir terletak pada sumber pengetahuan, dominasi, dan egoisme. Perbedaan pengetahuan membuat perbedaan persepsi. Dominisasi dan propaganda, membangun persepsi publik hingga jadi pola pikir bersama. Egoisme membangun persepsi berdasar pada kepentingan-kepentingan pribadi atau golongan. Sumber pengetahuan agama dari kitab suci Al-Qur’an  membebaskan manusia dari keterikatan manusia pada alam, dominasi tradisi nenek moyang, dan sifat-sifat berlebihan mementingkan diri sendiri yang dilakukan manusia.

Nabi Muhammad saw pertama kali berdakwah di Mekkah adalah mengajarkan berpikir Tauhid yaitu mengesakan Allah sebagai dzat yang tidak berwujud dan tidak dapat dipersamakan dengan manusia. Cara berpikir seperti ini membutuhkan kecerdasan nalar dengan sumber pengetahuan dari Al-Qur’an. Sebagaimana Allah jelaskan di dalam Al-Qur’an orang-orang beriman melaksanakan shalat dan berbuat baik pada sesama sesungguhnya mereka yang memiiki pikiran sehat.

“Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.” (Ali Imran, 3:7)

Al-Qur’an adalah sumber pengetahuan sebagai pijakan berpikir. Berpikir kepada selain sumber dari Al-Qur’an seperti berpijak pada batu mengambang. Diihatnya batu tetapi ketika dipijak akan tenggelam. Sumber pengetahuan dan berpikir adalah permasalahan manusia dalam berpikir. Manusia-manusia yang tidak mengenal Tuhan bukan karena tidak berpikir, tetapi bermasalah di sumber pengetahuan.

Hanya agama yang membawa sumber pengetahuan yang otentik yang layak dijadikan agama. Ajaran agama yang membawa kabar pengetahuan dari karangan manusia adalah penyebab kekacauan dalam berpikir. Manusia-manusia yang berpikir pada sumber dari Al-Qur’an tidak akan mengklaim kebenaran tetapi hanya menyampaikan kebenaran. Bagi orang-orang yang berpikir bersumber pada Al-Qur’an perbedaan akan jadi kenyataan yang tidak saling membahayakan. Kehidupan akan jadi harmoni dan menyejukkan hati. Hati damai hadir dari pikiran sehat yang dipandu dari pengetahuan agama yaitu Al-Qur’an. Wallahu’alam.