Sunday, June 20, 2021

PEMIKIRAN TUN MAHATIR

Oleh: Muhammad Plato

Menyimak wawancara Tun Mahatir oleh Nazwa Shihab dalam tayangan youtube dapat sedikit informasi tentang pandangan agama dari seorang Perdana Menteri Senior kelas dunia. Pandangan agama Tun Mahatir sangat modern karena mengacu kepada sumber otentik ajaran agama yaitu Al-Qur’an. Tun Mahatir dapat dikatakan sebagai sosok politisi dan negarawan muslim yang benar-benar telah menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman dalam kehidupan politik.

Tun Mahatir berpandangan bahwa saat ini para guru agama tidak benar-benar mengajarkan ajaran agama sesuai sunnah. Para guru agama hanya mengajarkan tentang shalat, zakat, puasa, ibadah haji, tanpa mengajarkan bagaimana agama diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu para guru agama kebanyakan mengajarkana tentang pemikiran-pemikiran para ulama sehingga dalam beragama menimbulkan perpecahan karena mengikuti pedoman pemikiran-pemikiran para ulama. Para guru agama jarang mengajarkan bagaimana tuntutan beragama sesuai dengan ajaran yang ada dalam Al-Qur’an. Hadis-hadis yang digunakan sesungguhnya tidak dapat menjamin sebagai ajaran agama yang benar karena dari 600-700 ribu hadis setelah melalui penelitian hanya 7000 hadis saja yang shahih.

Tun Mahatir mengatakan jika umat Islam benar-benar menerapkan ajaran agama dari Al-Qur’an, Islam itu akan mendorong sebuah negara menjadi negara berperadaban. Dibuktikan oleh Nabi Muhammad SAW, masyarakat Arab yang pada zaman itu hidup jahiliyah, dengan tuntutan Al-Qur’an yang dibawa Nabi Muhammad SAW, mampu menjadi sebuah masyarakat dengan peradaban tinggi menyebar sampai ke Afrika, Eropa, dan Asia.

Pandangan Tun Mahatir mirip dengan pendapat penulis yang menilai jika Al-Qur’an benar-benar menjadi pedoman hidup, tidak akan ada pembunuhan dan perselisihan antar umat beragama dan bangsa. Jika Al-Qur’an menjadi pedoman tidak akan ada sekelompok manusia mendirikan negara Islam dengan membunuh orang-orang Islam atau non muslim. Pembunuhan dilarang jika kita berpedoman kepada Al-Qur’an. Jika beragama berdasarkan petunjuk pada Al-Qur’an tidak ada permusuhan berkepanjangan. Perselisihan hanya terjadi karena ada hal yang dirasakan tidak adil, setelah musyawarah ditempuh dan ditemukan keadilannya maka permusuhan selesai karena permasalahannya sudah terselesaikan.

Bagi penulis pemikiran dan pendapat orang bisa berbeda-beda. Jika beragama mengandalkan pedoman pada pemikiran-pemikiran seseorang maka sudah pasti akan terjadi perpecahan karena kebenaran telah menjadi milik seseorang bukan milik Allah. Jika kebenaran sudah ditempatkan pada pemikiran orang per orang, maka sudah tentu setiap orang menginginkan kebenaran menjadi miliknya. Dengan demikian akan terjadi perebutan siapa yang benar dan akan terjadi saling menjatuhkan. Apalagi perebutan kebenaran sudah melibatkan organisasi, kelompok, aliran,  maka perebutan siapa yang paling benar akan melibatkan banyak orang dan perselisihanpun melibatkan banyak orang, fatalnya akan memakan banyak korban.

Berpikir mencari kebenaran tujuannya bukan untuk mencari siapa yang paling benar, tetapi siapa yang paling menghargai nyawa manusia, saling bekerjasama, mengutamakan perdamaian, dan rasa persaudaraan. Kebenaran sudah mutlak milik Allah, yang harus dipikirkan adalah bagaimana manusia bisa mentaati ajaran-ajaran berkehidupan dari Allah dengan hasil damai, sejahtera, dan mensejahterakan.

Berpedoman pada Al-Qur’an artinya menyerahkan diri bahwa hasil pemikiran siapapun orangnya  tidak ada yang dijamin kebenarannya, sekalipun Nabi Muhammad SAW, kecuali urusan wahyu yang diterimanya. Semua pemikiran manusia berpotensi salah karena manusia dibatasi oleh pengetahuan yang diinderanya. Penglihatan dibatasai oleh jarak yang bisa dilihat, dan cahaya yang tersedia. Pikiran dibatasi oleh pengetahuan yang dimiliki dan kemampuan  penalarannya, serta pengalaman yang pernah dialaminya. Berpedoman pada Al-Qur’an artinya tidak membajak kebenaran seolah-olah ketika berpikir merujuk pada ayat Al-Qur’an dirinya merasa paling benar. Berpedoman pada Al-Qur’an hanya berusaha menemukan kebenaran dengan keraguan-raguan hasil pemikirannya tidak benar karena Allah pemilik pengetahuan Al-Qur’an.

Tun Mahatir adalah fenomena gambaran model tokoh politik senior dunia yang telah berupaya hidup dengan panduan Al-Qur’an. Usianya diberkahi Allah dan karakternya dapat menjadi panutan para politisi. Beliau tidak menyimpan permusuhan atas dasar kekuasaan tetapi karena ketidakdilan yang harus ditegakkan. Semoga damai sejahtera untuk Tun Mahatir dan kita semua umat manusia. Wallahu’alam.  

No comments:

Post a Comment