Sunday, May 19, 2024

MEMBACA KARAKTER PENYEBAB KEJATUHAN AMERIKA SERIKAT

Oleh: Muhammad Plato

Sebuah bangsa mengalami kejatuhan bukan karena serangan dari luar. Amerika Serikat seperti kerajaan Mesir yang dulu tidak terkalahkan. Kekuasaan Amerika Serikat sudah tidak terkalahkan. Amerika Serikat menjadi pengendali dunia dan bebas melakukan tindakan apa saja sekalipun dunia menentang keras.

 Genosida kepada penduduk Palestina dilakukan oleh Amerika Serikat dan sekutunya terang-terangan. Amerika Serikat dan sekutunya telah melampau batas. Melakukan kerusakan di muka bumi dan sudah tidak menghargai hak-hak kemanusia. Kejadian ini seperti pernah terjadi di masa Fir'aun di Mesir. Fir'aun memerintah seluruh bayi laki-laki dibunuh karena takut kehilangan kekuasaan. Kini kekejeman Fir'aun terjadi, dilakukan oleh Amerika Serikat dan sekutunya. 

Prediksi dari Al Quran, Amerika Serikat akan mengalami kajatuhan. Tanda-tanda kejatuhan Amerika Serikat dan sekutunya ditandai dengan kebijakan-kebijakannya yang menentang kehendak Tuhan. Hal ini persis seperti apa yang terjadi pada kisah Fir'aun.

Amerika Serikat dalam Revolusi Mental

Ciri-ciri karakter kejatuhan Amerika Serikat dan sekutunya berumber pada apa yang meraka lakukan. Alat ukur kejatuhan Amerika Serikat dan sekutunya berdasarkan keterangan Al Quran, "Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyaknya generasi-generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, padahal (generasi itu), telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu, dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain." (Al An'aam, 6:6).

Amerika Serikat berkali-kali memveto usulan gencatan senjata di Palestina. Amerika Serikat sudah tidak melihat nyawa manusia sesuatu yang harus dihargai. Inilah kisah Fir'aun yang berulang dan kita saksikan sekarang. 

Karakter kedua, terlihat pada prilaku Amerika Serikat dan sekutunya yang melakukan pelecehan terhadap ajaran agama. Amerika Serikat membiarkan warganya melakukan pembakaran kitab suci Al Quran dan melecehkan Nabi Muhammad. Karakter ini dilakukan oleh umat-umat terdahulu yang telah dibinasakan. "Dan tiada seorang nabi pun datang kepada mereka melainkan mereka selalu memperolok-olokkannya." (Zukhruf, 43:7).

Karatker ketiga, genosida di terhadap penduduk Palestina. Korban perang di Palestina bukan tentara, tetapi warga sipil khusunya anak-anak. Kejadian ini persis seperti kebijakan Fir'aun yang bertekad menghabisi seluruh bayi-bayi yang lahir untuk menghindari munculnya penentang kekuasaannya. "Dan (ingatlah) ketika Kami selamatkan kamu dari (Fir'aun) dan pengikut-pengikutnya; mereka menimpakan kepadamu siksaan yang seberat-beratnya, mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan. Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Tuhanmu". (Al Baqarah, 2:49).

Kejatuhan Amerika Serikat bukan pemberontakan dari warga masyarakatnya, tetapi karena kekejaman demi kekejaman yang dilakukan oleh para pemegang kekuasaan. Kejatuhan Amerika Serikat ditandai dengan gerakan masyarakat intelektual yang melihat ketidakadilan. Nabi Musa di zaman Fir'aun tidak memimpin pemberontakkan, tetapi sebagai gerakan intektual yang membawa revolusi mental. 

Gerakan revolusi mental di Amerika Serikat ditandai dengan munculnya gerakan-gerakan anti kekerasan di kampus-kampus. Inilah tanda kejatuhan Amerika Serikat ditandai dengan munculnya gerakan yang dilakukan Nabi Musa untuk membebaskan rakyat dari penguasa yang dzalim. 

Gerakan ini tidak akan sampai terjadi pemberontakan terbuka, tetapi menjadi gerakan revolusi mental yang terus menjalar ke seluruh dunia. Amerika Serikat akan berlaku kejam kepada rakyatnya sendiri, sekejam mereka terhadap rakyat Palestina. Penguasa-penguasa di Amerika Serikat akan bersifat refresif terhadap pemikiran-pemikiran kritis rakyatnya sendiri. 

Kekejaman demi kekejaman akan dilakukan penguasa Amerika Serikat pada rakyatnya sendiri. Amerika Serikat menjadi negara dengan kekuasaan absolut seperti kerajaan Fir'aun. Para penguasanya bertindak melampaui batas-batas kemanusiaan yang kejam dan menjadi penentang kekuasaan Tuhan. Pada puncaknya, kekuasaan Amerika Serikat akan tenggelam digantikan dengan generasi baru yang membawa kembali misi-misi kemanusiaan dan keyakinan pada Tuhan Yang Maha Esa. Wallahu'alam. 


Saturday, May 4, 2024

DALIL TIGA RASIONALITAS MANUSIA

Oleh: Muhamad Plato

Apakah yang dimaksud rasional? Ketika saya pulang kerja di malam hari, di langit ada cahaya bergerak dan menghilang. Saya tidak merasa takut karena sebelumnya saya sudah tahu. Cahaya di langit yang bergerak cepat lalu menghilang adalah meteor. Meteor adalah benda langit yang jatuh ke bumi, lalu bergesekan dengan atmosfir hingga menimbulkan cahaya. 

Sekalipun saya tidak secara pasti bagaimana cara benda langit bergesekan dengan atmosfir, saya anggap kejadian itu sebagai kejadian rasional, karena saya bisa menjelaskan alasannya. Kejadian yang tidak saya ketahui sebabnya, untuk sementara saya katakan tidak rasional atau tidak masuk akal.

Kesimpualan saya, sesuatu dikatakan rasional atau tidak rasional berdasarkan pada pengetahuan yang dimiliki. Memori otak manusia menyimpan berjuta-juta pengetahuan. Pengetahuan yang sering digunakan tergantung sesering argumen apa yang menjadi dasar kelakuan kita setiap hari.

Pengetahuan terbagi menjadi dua, ada pengetahuan yang membawa keyakinan pada Tuhan yang esa, dan ada pengetahuan yang membawa keyakinan pada selain Tuhan yang esa. Seharusnya pengetahuan yang kita gunakan sebagai argumen, pengetahuan yang mengandung keyakinan kepada Tuhan yang esa.

Makna, 'Bacalah atas nama Tuhanmu Yang menciptakan" (Al Alaq, 96:1), artinya setiap pengetahuan yang kita gunakan harus mengandung keyakinan pada keesaan Tuhan. Sehingga seluruh puncak seluruh bacaan kita adalah menguatkan ketundukkan kita kepada Tuhan yang maha esa. 

Dengan demikian rasionalitas manusia sangat tergantung pada sumber pengetahuan yang digunakan. Hemat penulis, rasionalitas yang dipahami seseorang bergantung pada sumber pengetahuan yang digunakan. Pengetahuan yang masuk ke otak di dapat melalui indera. Penglihatan, pendengaran, raba, dan rasa, mengirimkan pengetahuan ke otak. 

Keempat informasi yang dikirim ke otak dan diolah menjadi pemikiran rasional. Rasionalitas seseorang sangat tergantung pada pengetahuan mana yang sering digunakan otak. Pengetahuan digunakan otak sebagai argumen. Jenis pengetahuan yang digunakan sebagai argumen akan menjadi ciri rasionalitas seseorang. 

Secara garis besar sumber pengetahuan yang masuk ke otak bersumber pada tiga jenis, pengetahuan alam, intuitif, dan wahyu. Pengetahuan dari alam diperoleh melalui panca indera dari fenomena alam. Pengetahuan intutif diperoleh seseorang dari hasil olah pikir dan rasa. Pengetahuan wahyu diperoleh dari Tuhan yang diturunkan kepada para nabi dan menjadi dokumen kitab suci.

Tiga sumber pengetahuan rasional berkaitan dengan tiga surat di dalam Al Quran. Pertama, "Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa" (Al Ikhlas, 112:1). Allah memberi petunjuk pada manusia dengan menganugerhkan pengetahuan melalui wahyu kepada utusan. Pengetahuan dari para utusan terdokumentasikan dalam kitab suci. 

Kedua, "Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai Falaq" (Al Falaq, 113, 1). Ayat ini memberi tanda ada pengetahuan yang bisa diakses dari alam. Pengetahuan dari alam menghasilkan rasional yang bisa membahayakan manusia. Kebenaran-kebenaran diukur dari pembuktian di alam secara material. 

Ketiga, "Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia." (An Naas, 114, 1). Allah memberi tanda juga bahwa ada pengetahuan yang didapat melalui hasil pemikiran manusia. Kebenaran-kebenaran rasional diukur dari pengetahuan yang diusahakan melalui hasil dari kemampuan akal. 

Tiga rasional bercampur aduk ada dalam pola rasionalitas manusia. Rasionalitas setiap manusia memiliki kecenderungan tergantung dominasi pengetahuan yang sering digunakannya sehari-hari. Sebagian besar manusia, kencenderungan menggunakan rasionalitas bersumber pada pengetahuan alam. Hal ini berkaitan dengan fakta bahwa kehidupan manusia sangat terikat dengan ruang. Rasional pada kelompok besar ini menggunakan pembenaran berdasarkan pembuktian yang dapat dilihat.  

Sebagian kecil, manusia menggunakan rasionalitas berdasarkan optimalisasi hasil pemikiran. Kelompok ini sering kita kenal dari kaum intelektual yang memanfaatkan kemampuan akalnya untuk memahami berbagai fenomena kehidupan.

Dan sebagian kecil lagi, manusia menggunakan sumber dari Tuhan, sebagai pedoman dalam membaca, memahami, segala sesuatu dalam kehidupan. Kelompok ini menggunakan kitab suci sebagai cara pandang dalam mengembangkan rasionalitasnya. 

Sudut pandang pemikiran terbagi menjadi dua yaitu holistis dan sekularis. Sudut pandang holistis memandang dunia sebagai suatu sistem saling berhubugan. Keberadaan suatu objek tidak bermakna rasional tanpa hubungan dengan ojek lainnya. Pandangan rasional holistis menjadi sudut pandang ketuhanan, karena Tuhan berfirman sebagai pencipta dan pemelihara alam.

Pemikiran rasionalis holistis tidak manapikan pengetahuan dari alam dan pemikiran manusia. Pemikiran rasional holistis menjadikan kehidupan alam semesta dipahami sebagai sistem saling berhubungan dan ketergantungan. 

Dalam pandangan rasional holistis; Tuhan, manusia, dan alam, menjadi sebuah sistem kehidupan tak terpisahkan. Menjaga perdamaian dan kesejahteraan menjadi misi para utusan Tuhan. Rasionalitas yang yang mengandalkan pemahaman pada kemampuan akal manusia adalah keterbatasan. Rasionalitas yang cenderung mengikuti kehendak alam adalah keterbatasan. Maka, rasionalitas yang dilandasi keberserahan diri pada kekuasaan Tuhan adalah kecerdasan tanpa batas untuk menggali kedamaian dan kesejahteraan manusia dan alam.***