Saturday, May 4, 2024

DALIL TIGA RASIONALITAS MANUSIA

Oleh: Muhamad Plato

Apakah yang dimaksud rasional? Ketika saya pulang kerja di malam hari, di langit ada cahaya bergerak dan menghilang. Saya tidak merasa takut karena sebelumnya saya sudah tahu. Cahaya di langit yang bergerak cepat lalu menghilang adalah meteor. Meteor adalah benda langit yang jatuh ke bumi, lalu bergesekan dengan atmosfir hingga menimbulkan cahaya. 

Sekalipun saya tidak secara pasti bagaimana cara benda langit bergesekan dengan atmosfir, saya anggap kejadian itu sebagai kejadian rasional, karena saya bisa menjelaskan alasannya. Kejadian yang tidak saya ketahui sebabnya, untuk sementara saya katakan tidak rasional atau tidak masuk akal.

Kesimpualan saya, sesuatu dikatakan rasional atau tidak rasional berdasarkan pada pengetahuan yang dimiliki. Memori otak manusia menyimpan berjuta-juta pengetahuan. Pengetahuan yang sering digunakan tergantung sesering argumen apa yang menjadi dasar kelakuan kita setiap hari.

Pengetahuan terbagi menjadi dua, ada pengetahuan yang membawa keyakinan pada Tuhan yang esa, dan ada pengetahuan yang membawa keyakinan pada selain Tuhan yang esa. Seharusnya pengetahuan yang kita gunakan sebagai argumen, pengetahuan yang mengandung keyakinan kepada Tuhan yang esa.

Makna, 'Bacalah atas nama Tuhanmu Yang menciptakan" (Al Alaq, 96:1), artinya setiap pengetahuan yang kita gunakan harus mengandung keyakinan pada keesaan Tuhan. Sehingga seluruh puncak seluruh bacaan kita adalah menguatkan ketundukkan kita kepada Tuhan yang maha esa. 

Dengan demikian rasionalitas manusia sangat tergantung pada sumber pengetahuan yang digunakan. Hemat penulis, rasionalitas yang dipahami seseorang bergantung pada sumber pengetahuan yang digunakan. Pengetahuan yang masuk ke otak di dapat melalui indera. Penglihatan, pendengaran, raba, dan rasa, mengirimkan pengetahuan ke otak. 

Keempat informasi yang dikirim ke otak dan diolah menjadi pemikiran rasional. Rasionalitas seseorang sangat tergantung pada pengetahuan mana yang sering digunakan otak. Pengetahuan digunakan otak sebagai argumen. Jenis pengetahuan yang digunakan sebagai argumen akan menjadi ciri rasionalitas seseorang. 

Secara garis besar sumber pengetahuan yang masuk ke otak bersumber pada tiga jenis, pengetahuan alam, intuitif, dan wahyu. Pengetahuan dari alam diperoleh melalui panca indera dari fenomena alam. Pengetahuan intutif diperoleh seseorang dari hasil olah pikir dan rasa. Pengetahuan wahyu diperoleh dari Tuhan yang diturunkan kepada para nabi dan menjadi dokumen kitab suci.

Tiga sumber pengetahuan rasional berkaitan dengan tiga surat di dalam Al Quran. Pertama, "Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa" (Al Ikhlas, 112:1). Allah memberi petunjuk pada manusia dengan menganugerhkan pengetahuan melalui wahyu kepada utusan. Pengetahuan dari para utusan terdokumentasikan dalam kitab suci. 

Kedua, "Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai Falaq" (Al Falaq, 113, 1). Ayat ini memberi tanda ada pengetahuan yang bisa diakses dari alam. Pengetahuan dari alam menghasilkan rasional yang bisa membahayakan manusia. Kebenaran-kebenaran diukur dari pembuktian di alam secara material. 

Ketiga, "Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia." (An Naas, 114, 1). Allah memberi tanda juga bahwa ada pengetahuan yang didapat melalui hasil pemikiran manusia. Kebenaran-kebenaran rasional diukur dari pengetahuan yang diusahakan melalui hasil dari kemampuan akal. 

Tiga rasional bercampur aduk ada dalam pola rasionalitas manusia. Rasionalitas setiap manusia memiliki kecenderungan tergantung dominasi pengetahuan yang sering digunakannya sehari-hari. Sebagian besar manusia, kencenderungan menggunakan rasionalitas bersumber pada pengetahuan alam. Hal ini berkaitan dengan fakta bahwa kehidupan manusia sangat terikat dengan ruang. Rasional pada kelompok besar ini menggunakan pembenaran berdasarkan pembuktian yang dapat dilihat.  

Sebagian kecil, manusia menggunakan rasionalitas berdasarkan optimalisasi hasil pemikiran. Kelompok ini sering kita kenal dari kaum intelektual yang memanfaatkan kemampuan akalnya untuk memahami berbagai fenomena kehidupan.

Dan sebagian kecil lagi, manusia menggunakan sumber dari Tuhan, sebagai pedoman dalam membaca, memahami, segala sesuatu dalam kehidupan. Kelompok ini menggunakan kitab suci sebagai cara pandang dalam mengembangkan rasionalitasnya. 

Sudut pandang pemikiran terbagi menjadi dua yaitu holistis dan sekularis. Sudut pandang holistis memandang dunia sebagai suatu sistem saling berhubugan. Keberadaan suatu objek tidak bermakna rasional tanpa hubungan dengan ojek lainnya. Pandangan rasional holistis menjadi sudut pandang ketuhanan, karena Tuhan berfirman sebagai pencipta dan pemelihara alam.

Pemikiran rasionalis holistis tidak manapikan pengetahuan dari alam dan pemikiran manusia. Pemikiran rasional holistis menjadikan kehidupan alam semesta dipahami sebagai sistem saling berhubungan dan ketergantungan. 

Dalam pandangan rasional holistis; Tuhan, manusia, dan alam, menjadi sebuah sistem kehidupan tak terpisahkan. Menjaga perdamaian dan kesejahteraan menjadi misi para utusan Tuhan. Rasionalitas yang yang mengandalkan pemahaman pada kemampuan akal manusia adalah keterbatasan. Rasionalitas yang cenderung mengikuti kehendak alam adalah keterbatasan. Maka, rasionalitas yang dilandasi keberserahan diri pada kekuasaan Tuhan adalah kecerdasan tanpa batas untuk menggali kedamaian dan kesejahteraan manusia dan alam.***  


No comments:

Post a Comment