Friday, April 15, 2022

MELATIH BERHARAP TAPI TIDAK BERHARAP

Oleh: Muhammad Plato

Bisakah manusia untuk tidak berharap? Dalam pemahaman umum beribadah tidak boleh berharap. Tetapai boleh berharap ridha Allah. Aneh juga memang, di satu sisi tidak boleh berharap, di sisi lain tidak boleh berharap. Jadi mana yang benar?

Ini sekedar solusi saja buat kawan-kawan agar mudah memahaminya. Mana yang boleh, berharap atau tidak berharap? Kita kembali kepada keterangannya di dalam Al-Qur'an. Urusan agama tidak boleh merujuk pada sumber lain, kecuali pada Al-Qur'an atau hadis yang shahih. 

Di dalam Al-Qur'an surah Alam Nasyrah ayat 8, Allah memerintahkan kepada kita untuk berharap."dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap." Jadi terang benderang sekali berharap itu perintah Allah. Jika ada orang yang melarang berharap kepada Allah agak sulit cara berpikirnya.

Jadi kita ambil cara pemahaman yang mudah-mudah saja. Jika Allah sudah memerintahkan untuk berharap kepada Allah, ya apapun harapkanlah kepada Allah. Bisa jadi efek larangan berharap kepada Allah dalam beribadah, menyebabkan sebagian orang pergi ke gunung, gua, patung, dan pohon untuk mendapat pengharapan.

Sekarang sudah jelas berharap diperintahkan oleh Allah, dan hanya boleh berharap kepada Allah saja. Kalau kita berharap kepada Allah lalu apa yang kita harapkan dari Allah. Kalau kamu hidup pasti butuh makan, minum, kendaraan, rumah, kesehatan, kesejahteraan batin, dan sebagainya. Nah, untuk semua kebutuhan hidup harapannya hanya boleh kepada Allah saja.

Kalau kamu berharap kepada selain Allah, kamu bikin cemburu Allah. Harus diingat juga karena sifat Allah maha pemberi, sudah pasti kalau berharaplah sesuatu kepada Allah, Allah pasti memberi. Sifat maha pemberi artinya setiap diminta pasti selalu memberi.

Dalam Al Kahfi ayat 46 Allah berfirman, "Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shaleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan". 

Harta dan anak-anak yang baik adalah yang didapat dari amal-amalan baik yang hanya berharap pahala dari Allah. Berharap harta kepada Allah lalu lakukanlah amalan-amalan yang baik. 

Jadi tidak ada larangan bagi seseorang untuk berharap apa saja kepada Allah. Namun harapan-harapan baik itu harus dibangun dengan amalan-amalan baik. 

"Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami" (Yunus, 10:7).

Orang-orang yang berharap pertemuan dengan Allah, hartanya akan digunakan untuk amalan-amalan yang baik. Anak-anaknya akan diajarkan dengan amalan-amalan baik.

Berharaplah yang baik baik kepada Allah untuk dunia mu, dan gunakanlah hartamu dengan berbuat amat baik karena harapan bertemua dengan Allah.

Inilah harapan dinamis sebagaimana dijelaskan oleh Erich Fromm. Muhammad Plato mengatakan berharaplah dunia dengan pikiran mu, namun hati mu berharap pertemuan dengan Allah. Inilah cara berharap dinamis yang harus dilakukan oleh pikiran dan hati. 

Harapan adalah naluri manusia, namun sebaik-baiknya harapan kepada Allah. Orang-orang yang beramal baik dengan ikhlas dia berharap balasan kebaikan di dunia dan akhirat hanya kepada Allah. Orang yang beramal baik karena Allah akan terbebas dari tuntutan dunia karena balasannya diserahkan sekehendak Allah. 

Jadi berharaplah sebanyak-banyaknya kepada Allah, baik itu untuk dunia mu maupun akhirat mu, tapi balasannya sekehendak Allah. Inilah keikhlasan manusia yang penuh dengan pengharapan kepada Allah. Inilah cara berharap tetapi tidak berharap, pikiran berharap dunia, tetapi hati berharap Allah. Harapan dinamis antara hati dan pikiran. Wallahu'alam.