Thursday, June 29, 2023

PERBEDAAN FAKIR DAN MISKIN

Oleh: Muhammad Plato

Di dalam Al Quran, konsep fakir dan miskin adalah dua konsep yang berbeda. Untuk menjelaskan konsep fakir dan miskin yang paling akurat kita harus gunakan informasi di dalam Al Quran. Untuk menjelaskan sebuah konsep, kita bisa menggunakan metode hubungan konsep. Kita bisa coba identifikasi kata-kata yang paling dekat dengan kata fakir dan kata-kata yang paling dekat dengan miskin. 

Melalui metode hubungan konsep yang sederhana ini, akan berkembang pengertian-pengertian yang luar biasa, jika hubungan terus dikaitkan dengan kalimat dan surat yang lainnya. Metode hubungan konsep bisa jadi anugerah untuk umat Islam dalam memperdalam ilmu pengetahuan dari Al Quran. 

Baik kita identifikasi ayat-ayat yang berkaitan dengan kata miskin. Kita cek kata miskin yang ada dalam ayat-ayat Al Quran.  (miskin) "walmasaakiini" (Albaqarah, 2:83).  "walmasaakiina" (Al Baqarah, 2:177). "memberi makan seorang "miskiinin" (Al Baqarah, 2:184). orang miskin (Al Balad, 90:16). 

Kata-kata fakir dijelaskan dalam Al Quran. "fuqoro" (Al Baqarah, 2:271, 273). "faqir" (Al Hajj, 22:28). (Juga) bagi para fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridaan (Nya) dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar. (Al Hasyr, 59:8).

Di dalam Al Quran, kita sudah membuktikan kata fakir dan miskin jelas dua konsep yang berbeda. Selanjutnya apa definisi fakir dan miskin jika kita merujuk pada keterkaitan konsep-konsep yang ada dalam setiap kalimat atau ayat yang terdapat kata faqir dan miskin. 

Kita perhatikan penjelasan ayat Al Quran tentang orang fakir dari ayat di bawah ini:

"(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir (lilfuqoro) yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui." (Al Baqarah, 2:273). 

Berdasarkan ayat di atas, dipahami orang fakir adalah orang yang berprinsip hidup di jalan Allah, dia hidup terbatas karena pekerjaan yang dilakukan tidak memenuhi kebutuhan pokoknya, namun demi menjaga nama baiknya dia tidak meminta-minta, dan tidak pernah memaksa jika terpaksa harus minta bantuan pada orang lain. Orang fakir adalah gambaran orang miskin yang tetap menjaga harga dirinya dengan tidak menghamba kepada makhluk.

Jika tidak sependapat dengan pendapat ini, kembali saja pada ayatnya, dan silahkan pahami sendiri, karena manusia sudah diberi kelebihan yaitu akalnya. 

Selanjutnya kita lihat penjelasan Al Quran tentang orang miskin dari ayat di bawah ini:

"Dan juga dia tidak mendorong untuk memberi makan orang miskin" (Al Haqqah, 69:34). 

"dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin," (Al Fajr, 89:18). 

"atau memberi makan pada hari kelaparan, (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat, atau orang miskin yang sangat". (Al Balad, 90:14-16). 

Berdasarkan ayat-ayat di atas, konsep orang miskin dikaitkan dengan pemberian makan. Hal ini bisa digambarkan bahwa orang miskin adalah mereka yang tidak punya pekerjaan dan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokok hidupnya. Orang-orang miskin, adalah mereka yang punya hak untuk mendapat bantuan makan, karena benar-benar tidak punya kemampuan memenuhi kebutuhan hidupnya.****




 



Sumber:

https://www.orami.co.id/magazine/fakir-dan-miskin


Wednesday, June 28, 2023

Bolehkah Menyesatkan Keyakinan Orang Lain?

Oleh: Muhammad Plato

Bolehkan kita menyesatkan keyakinan orang lain? Saya akan membahasnya dari berbagai sisi, dan yang lebih utama saya gunakan sumber primer ajaran Islam yaitu Al Quran. Melalui pendekatan hubungan antar teks, kita coba pahami, siapa yang sesat dan berhak menyesatkan keyakinan seseorang.

Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. (Ali Imran, 3:7).

Berdasarkan informasi ayat di atas, kebenaran sudah Allah jelaskan dalam ayat-ayat muhkhamaat dan orang-orang sesat adalah mereka yang hatinya condong pada kesesatan, dan mereka mengikuti ayat-ayat mutasyaabihaat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya. Kesesatan yang dapat dilihat adalah ketika seseorang meninggalkan pokok-pokok isi Al Quran. Pokok-pokok kebenaran yang dijelaskan di dalam Al Quran dan hadis adalah shalat, zakat, sedekah, puasa, ibadah, haji, berbakti pada ibu bapak, musyawarah, menyantuni anak yatim, fakir miskin, larangan berzina dan mencuri, berlaku jujur, bersikap lemah lembut dan sabar, taat pada Allah, rasul, dan pemimpin, dll.

Hal yang paling pokok dalam beragama Islam adalah meyakini bahwa Allah Tuhan Yang Maha Tunggal, dan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah. Selama orang Islam punya keimanan kepada yang pokok ini, kedudukan harus dihormati dan dihargai. Diperlakukan dengan lemah lembut, dan harus diajak lebih banyak musyawarah. 

Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya (An Nisaa, 4:114)

Lalu siapa yang paling berhak dan mengetahui kesesatan seseorang? Allah berkehendak atas apa yang terjadi pada setiap niat, pemikiran, dan prilaku manusia.

Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman. (Al An'aam, 6:125).

Dalam etika berdiskusi, tidak boleh kita menyalahkan pendapat orang lain. Ketika kita menyalahkan orang lain, kita sudah pada posisi yang tidak boleh kita berada di situ yaitu posisi Allah sebagai pemilik kebenaran. Dalam berdiskusi yang boleh kita lakukan adalah memberi bantahan dengan hikmah, atau penjelasan yang bisa dipahami akal bersumber pada Al Quran, hadis, dan lebih baik dilengkapi penjelasan dari hasil kajian ilmiah agar semakin meyakinkan. 

Untuk itu, orang-orang yang layak berdiskusi adalah mereka yang sudah memiliki kapasitas keilmuan, dan memahami betul tentang etika berdiskusi, yang tidak boleh mencemooh, menyerang kekurangan, kelainan fisik, keturunan, dll. 

Sekalipun kita berada dalam kebenaran, namun ketika kita menyesatkan orang lain, kita masih terjebak pada sifat-sifat setan yaitu sombong, merasa benar, merasa lebih pintar, dll. Maka, tugas kita di muka bumi, agar lebih banyak orang-orang mengenal jalan Tuhan, sebanyak-banyaknya kita harus menarasikan kebenaran dari Allah dengan membuktikan bahwa kebenaran-kebenaran dari Allah akan membawa manusia kejalan damai dan hidup sejahtera di dunia dan akhirat. Wallahu'alam. 


Thursday, June 15, 2023

DEKLARASI KEMERDEKAAN MENURUT MUHAMMAD IMADUDDIN ABDULRAHIM

Oleh: Muhammad Plato

Definisi Tuhan menurut Muhammad Imaduddin Abdulrahim (Bang Imad) adalah segala sesuatu yang mendominasi manusia. Dalam kehidupan sehari-hari dominasi terhadap kehidupan manusia bermacam-macam termasuk dirinya sendiri. Di dalam Al Quran dijelaskan ada manusia yang menjadikan dirinya sendiri sebagai tuhan, yaitu yang menjadikan hawa nafsunya tuhan. 

Jika seseorang orientasi hidupnya sudah pada uang maka uang telah menjadi tuhannya. Jika prilaku orang sudah dikendalikan oleh orang yang dikaguminya, maka tuhannya adalah orang. Jika manusia prilakunya dikendalikan oleh keinginan hawa nafsunya, maka dia telah menjadikan dirinya sebagai tuhan. Maka tuhan-tuhan selain Allah di muka bumi ini banyak ragamnya.

Orang-orang yang menjadikan tuhan selain Allah sesungguhnya dia tidak memiliki kemerdekaan. Dia sudah terbelenggu oleh tuhan yang sebenarnya tidak berkuasa dan tidak bisa membebaskan dirinya dari segala kesulitan. Maka kemerdekaan adalah ketika manusia mengatakan bahwa tidak ada tuhan yang ditaati kecuali Allah (lailahaillallah). Kemerdekaan adalah ketergantungan manusia kepada Allah, kepasrahan manusia kepada Allah, atau keikhlasan manusia diatur oleh segala ketetapan yang telah ditetapkan oleh Allah. Orang-orang yang pasrah kepada Allah maka dia akan dibebaskan hidupnya dari segala keterbatasan hidup atas dasar kasih sayang Allah.

"Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (Al Jaatsiah, 45:23).

Orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, hidupnya didominasi oleh keinginan hawa nafsunya. Dia terlepas dari petunjuk Allah dalam Al Quran. Dia tidak mengikuti segala ketentuan yang telah dibatasi oleh Allah. 

Namun demikian bukan berarti orang yang beriman kepada Allah dia tidak mengikuti hawa nafsu. Sebab hawa nafsu terbagi menjadi dua sebagaimana dijelaskan di dalam Al Quran. Ada hawa nafsu yang cenderung pada kerusakkan dan ada hawa nafsu yang dirahmati Allah. 

Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Yusuf, 12:53).

Manusia yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhan adalah mereka yang mengikuti hawa nafsu yang menyuruh pada kejahatan. Hawa nafsu yang menyuruh pada kejahatan adalah hawa nafsu yang melepaskan diri dari petunjuk Allah. Sedangkan hawa nafsu yang dirahmati Allah adalah hawa nafsu yang selalu berusaha taat dan berserah diri pada ketentuan-ketentuan yang sudah Allah tetapkan. 

Maka apakah orang yang berpegang pada keterangan yang datang dari Tuhannya sama dengan orang yang (syaitan) menjadikan dia memandang baik perbuatannya yang buruk itu dan mengikuti hawa nafsunya? (Muhammad, 47:14).

Ciri dari manusia yang berkeyakinan pada Allah adalah mereka yang berusaha memahami, mempelajari, dan melaksanakan kitab suci Al Quran sebagai petunjuk hidup. Petunjuk hidup dari Al Quran digunakan untuk membersihkan hati dan pikiran dari ketergantungan kepada selain Allah. Sangat tidak mungkin orang dikatakan bertuhan kepada Allah, jika dia tidak mempelajari petunjuk hidup berdasarkan apa yang telah Allah turunkan pada para nabi dan utusannya yang terakhir Nabi Muhammad SAW yang membawa wahyu Al Quran. 

Deklarasi kemerdekaan manusia adalah hidup merdeka berserah diri pada Allah dan terbebas dari tuhan-tuhan selain Allah. Mereka yang berserah diri pada Allah, mereka akan merdeka terbebas dari segala ikatan yang bersifat materi. Inilah kemerdekaan sejati yang harus dicapai oleh seluruh umat manusia jika ingin hidup sejahtera. Wallahu'alam.


Referensi:

Logika Tuhan dalam Al Quran | Bang Imad. https://www.youtube.com/@wakdudulz, https://youtu.be/gDi86CXh80E

Thursday, June 1, 2023

UNTUK APA SHALAT??

Oleh: Muhammad Plato

Aktivitas pikiran dan hati yang harus dilakukan pada saat shalat harus mengikuti apa yang telah dijelaskan di dalam Al Quran. Kondisi paling berat ketika shalat adalah mengendalikan pikiran supaya diam, tunduk, dan taat pada Allah. Mengkonsentrasikan otak agar hati fokus pada Allah adalah aktivitas pikiran dalam shalat. 

Shalat adalah kegiatan ritual ibadah umat Islam, bacaan standar dicontohkan oleh Rasulullah SAW melalui catatan-catatan hadis shahih. Umat Islam di Indonesia sebagian besar belum memahami isi bacaan-bacaan doa di dalam shalat. Mereka membacakan doa-doa ketika shalat dengan keyakinan bahwa apa yang dibacakannya adalah doa-doa untuk kebaikan. Mereka juga yakin bahwa doa yang dibacakannya dalam shalat sama persis seperti doa yang dibacakan ketika Nabi Muhammad shalat.

Cara berpikir meniru seperti bacaan-bacaan shalat yang dibacakan Nabi Muhammad berhasil menertibkan bacaan-bacaan shalat umat Islam yang ada di Indonesia. Cara berpikir seperti ini membantu umat Islam di Indonesia menjadi umat yang satu. Namun di abad teknologi dimana informasi banjir mudah diakses oleh semua orang, terkadang umat Islam di Indonesia tidak siap menerima perbedaan. 

Kelompok-kelompok yang sudah kokoh memiliki pengikut kadang-kadang berusaha mempertahankan status quo. Mereka tidak ingin tersaingi, sehingga sikap-sikap terhadap perbedaan pendapat kadang disikapi dengan emosional dan kasar. Namun seiring waktu, informasi-informasi tentang keberagamaan terus bermunculan di media informasi, semakin banyak masyarakat Indonesia yang mulai tersadarkan. 

Dalam situasi banjir informasi saat ini, masyarakat Islam di Indonesia mulai sadar bahwa sumber keberagaam yang otentik diyakini bersama adalah bersumber pada Al Quran dan hadis-hadis shahih. Perbedaan pendapat hanya sebatas perbedaan penafsiran pada sumber ajaran agama yang sama yaitu Al Quran adan hadis. 

Umat Islam di Indonesia sudah beranjak dewasa dengan memahami bahwa kebenaran dalam ajaran agama jika pendapat itu bersumber pada Al Quran dan hadis. Jika terjadi perbedaan maka kebenaran dikembalikan pada teks Al Quran dan hadis, sementara kebenaran yang diyakini akan diadili kemudian yaitu di hari pengadilan setelah kematian. 

Kebenaran menjadi milik pribadi masing-masing, dan aliran-aliran terjadi hanya kebetulan saja diantara penganut kelompok-kelompok tersebut memiliki kesamaan persepsi. Kekerasan terjadi jika kelompok tersebut memiliki ego berlebihan, merasa sebagai kelompok terbesar, atau merasa kelompok paling benar, sehingga menistakan kelompok-kelompok lain yang berbeda pandangan. 

Namun demikian ada kesamaan dari semua kelompok Islam yang ada di Indonesia, ketika ritual shalat dilaksanakan mereka sedang membangun harapan kepada Allah untuk kehidupan yang baik di dunia dan akhirat. Aktivitas shalat adalah aktivitas hati dan pikiran dalam membangun harapan pada Tuhan, juga aktivitas yang merefresentasikan rasa takut manusia kepada Tuhan. 

Jika mereka sungguh-sungguh rida dengan apa yang diberikan Allah dan Rasul-Nya kepada mereka, dan berkata: "Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan kepada kami sebahagian dari karunia-Nya dan demikian (pula) Rasul-Nya, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah", (tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka). (At Taubah, 9:5). 

Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah (shalatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. (Al Baqarah, 2:239). 

Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, (Faathir, 35:29).



 


SIAPA MANUSIA YANG SADAR??

Oleh: MUHAMMAD PLATO

Penulis berpendapat kesadaran tertinggi manusia adalah ketika manusia sadar bahwa dirinya adalah hamba Tuhan. Dia punya tanggung jawab kepada Tuhannya untuk hidup menjadi orang baik dihadapan Tuhan, dan bermanfaat untuk umat manusia. 

Dalam penjelasan ilmiah, kesadaran adalah kemampuan mental atau keadaran pikiran yang memungkinkan seseorang untuk menyadari dan memahami dirinya sendiri, lingkungan sekitarnya dan pengalaman yang sedang dialaminya. Kesadaran melibatkan kesadaran akan hal-hal seperti pikiran, emosi, persepsi, sensasi, dan keadaan fisik. 

Dalam konteks ilmiah, kesadaran masih menjadi topik yang kompleks dan tidak sepenuhnya dipahami. Ada banyak teori dan pendekatan yang berbeda dalam studi kesadaran, termasuk bidang seperti neurosains, psikologis, dan filsafat. Artinya, teori apa yang dimaksud dengan kesadaran masih terbuka untuk didiskusikan. Masalah mana yang benar terkait pengertian kesadaran, tidak ada legitimasi meyakinkan mana yang benar terkait dengan definisi kesadaran. 

Untuk itu semua orang memiliki peluang untuk berpikir mengembangkan konsep kesadaran yang dianggap benar menurut pendapatnya. Selanjutnya setiap orang akan mengamini sesuai dengan kapasitas pengetahuan dan kesamaan visi yang dimilikinya. 

Hemat penulis kesadaran adalah kesadaran manusia terbagi menjadi dua, kesadaran diri tentang keberadaan diri dan lingkungannya, dan kesadaran keberadaan diri sebagai abdi Tuhan. Kesadaran yang dibangun atas dasar kesadaran diri di lingkungannya. Dalam situasi dikotomi pemikiran sekuler, kesadaran manusia sebagai abdi Tuhan, tidak dijadikan sebagai dasar pembentuk kesadaran manusia. Kesadaran manusia sebagai abdi Tuhan dianggap sebagai cara pemikiran yang tidak rasional dan cenderung dianggap pemikiran sebagai produk doktrin. 

Padahal diakui atau tidak, kehidupan manusia di dunia dari dulu hingga sekarang masih misteri. Orang-orang yang berpendapat setelah kehidupan tidak ada kehidupan, dan yang berpendapat setelah kehidupan ada kehidupan, dua pendapat ini tidak dapat membuktikan kebenarannya saat ini. Maka keputusan kembali kepada pribadi masing-masing. 

Saya punya sudut pandang, jika saya berpendapat tidak ada kehidupan setelah kematian secara material tidak ada yang dirugikan. Demikian juga jika saya berpendapat setelah kematian ada kehidupan juga tidak ada yang dirugikan secara material. Jadi kalau berpendapat setelah kematian ada kehidupan atau setelah kematian tidak ada kehidupan, tidak ada efek secara material pada kehidupan kita saat itu. 

Namun demikian, jika kita ajukan pertanyaan apa bedanya antara manusia yang percaya Tuhan dengan manusia yang tidak percaya Tuhan? Untuk menjawabnya kita harus punya ukuran yang membedakannya, misalnya ukuran perbedaannya terkait dengan kehidupan moral di masyarakat.

Asumsi sementara, orang-orang yang percaya Tuhan, dalam kehidupan masyarakat akan memiliki kualitas moral tinggi. Serendah-rendahnya, orang-orang yang punya kepercayaan pada Tuhan hidupnya punya moralitas. Ukuran moralitas orang yang sadar sebagai hamba Tuhan, dia punya rasa takut, punya perhitungan, bahwa setelah kematian perbuatan selama hidupnya akan diadili kelak diakhirat dihadapan Tuhan. Sejelek-jeleknya prilaku orang yang percaya Tuhan, dia masih punya pertimbangan moral, karena perhitungan hidupnya sampai ke akhirat. Cara berpikir seperti ini tidak dimiliki oleh orang-orang yang tidak percaya Tuhan atau mereka yang sekuler yang hanya melihat kebenaran dari pembuktian secara fisik.

Dari sudut pandang ilmu logika tuhan, kesadaran manusia bukan hanya sebatas sadar tentang keberadaan diri dan lingkungannya, tetapi kesadaran tentang dirinya sebagai hamba Tuhan. Manusia-manusia yang sadar bahwa dirinya hamba Tuhan, akan berusaha hidup sebagai Tuhan perintahkan yaitu untuk menjadi manusia yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.***