Sunday, January 23, 2022

AKAL DAN HATI ADALAH BERHALA

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Puncak dari keimanan seseorang adalah keyakinan haqul yakin, yaitu keyakinan yang tidak ada ada pertanyaan dari akal, dan tidak ada lagi keraguan hati. Rupanya keimanan akan terus mengalami pasang surut mengikuti pembenaran dari akal dan ketetapan dari hati. Keimanan yang kita bangun, demikian juga keyakinan tidak lepas dari berfungsinya akal dan hati.

Sehabis subuh, sambil berdzikir melakukan refleksi diri. Teringat pada isi buku Abdu Kadir Jailani, dia mengatakan, “akal dan nafsu kita adalah berhala”. Berhala ini bisa menghalangi kita untuk taat kepada Tuhan. Bisa juga berhala ini menjadi kendaraan kita untuk menjadi manusia pengabdi kepada Tuhan. Akal dan nafsu hanya sebatas alat, tergantung pada pengetahuan dan lingkungan mana yang banyak memengaruhinya.

Kebanyakan Muslim, kadang kurang pengetahuan tentang kitab suci dan sunnah Rasulnya. Kekurangan pengetahuan menyebabkan segala sesuatu pengetahuan tentang agamanya di serahkan kepada seseorang yang belum tentu pengetahuannya banyak tentang kitab suci dan hadist. Akibat kekurangan pengetahuan, akal dan hatinya diserahkan kepada seseorang untuk dikendalikan mengikuti apa kata orang itu tanpa ada pikiran kritis dari akal, dan tanpa ada lagi keraguan dari hati. Sementara kualitas orang yang diserahi akal dan nafsu hati itu tidak dijamin menjadi orang yang selalu benar.

Membangkitkan pertanyaan di akal atau menghadirkan keraguan dalam hati, bukan untuk mempertanayakan adanya Tuhan, tetapi mempertanyakan tentang isi pikiran akal kita, dan keimanan yang ada dalam hati kita, apakah sudah benar-benar memiliki keimanan kepada Tuhan yang satu-satunya wajib diimani? Atau selama ini kita telah beriman karena dilandasi bukan keimanan pada Allah tetapi dilandasi karena madzab, aliran, kelompok, kepentingan, kecintaan pada manusia, dan lain-lain.

Ternyata berhala itu ada dalam akal dan hati kita sendiri. Hakikat berhala bukan gunung, laut, pohon, patung, atau  teknologi. Semua yang kita lakukan diputuskan oleh akal dan didorong oleh hati. Dua berhala ini sangat bertanggung jawab atas apa-apa yang kita lakukan di dunia. Dua berhala inilah yang kelak akan diadili Tuhan di hari perhitungan.

Dua berhala ini harus kita kendalikan dengan memperbanyak pengetahuan-pengetahuan tentang kebajikan yang bersumber pada kitab suci, dan hadits, dikombinasikan dengan pengetahuan-pengetahuan rasional empiris. Kebenaran kitab suci jangan dibatasi dengan kebenaran rasional akhirat belaka, tetapi kitab suci membawa kebenaran-kebenaran rasional empiris. Kebenaran-kebenaran sains yang bersumber pada kebenaran rasional empiris dibutuhkan untuk meningkatkan keimanan. Kebenaran-kebenaran rasional akhirat adalah kabar baik yang tetap akan membangun harapan manusia tidak akan pernah pudar dan selalu optimis.

Dua kebenaran yaitu kebenaran rasional empiris dan rasional akhirat harus berpijak pada pengetahuan yang kita yakini sumbernya dari Tuhan. Kitab suci, hadits harus kita elaborasi untuk memadukan rasional empiris dan rasionl akhirat dapat memandu cara pandang pikiran dan perasaan kita dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang timbul dalam kehidupan di dunia.

Akal dan hati itu berhala yang bisa membawa kehidupan manusia pada kesesatan. Akal dan hati yang melekat pada tubuh adalah pengendali seluruh kehidupan kita. Jadi sesat dan tidaknya manusia bukan bersumber pada luar diri manusia, tetapi bersumber pada manusia itu sendiri. Tugas manusia agar selalu berada di dalam lingkaran kebaikan maka menciptakan lingkungan yang baik untuk dirinya dengan memperbanyak bacaan-bacaan yang baik, kitab suci, hadits, ilmu pengetahuan, dan membuat kelompok-kelompok yang cinta pada kebaikan, yaitu ulama, kiyai, filsuf, guru, budayawan, relawan, dll. Kelompok ini dibentuk bukan untuk membuat kekuatan politik atau persaingan, tetapi membangun hubungan baik dengan orang-orang yang punya keberanian untuk mengingatkan diri kita jika kita melakukan kesalahan.

Akal dan hati adalah berhala yang kita waspadai, bukan berarti harus kita benci dan hindari, tetapi harus kita rawat keduanya agar bisa jadi kendaraan kita menuju kehidupan terbaik dikehidupan akhirat.  Merawat akal dan hati adalah dengan memberi input pengetahuan-pengetahuan yang baik tentang kebajikan yang pondasinya bersumber pada kitab suci, hadits, dan kebenaran-kebenaran rasional empiris, agar seluruh tindakan yang kita dilakukan selalu berada di jalan Tuhan. Namun selama kita hidup tidak akan pernah ada kata akhir dalam pencarian, kecuali setelah kematian. Jadi selama kita hidup tidak akan ada kemutlakkan 100 persen, harus dibukakan peluang untuk melakukan perubahan mungkin 5 persen, 10 persen, bahkan mungkin sampai 30 persen. Dengan demikian akal dan hati kita akan selalu terjaga dari sifat-siat setan yang memberhalakan dirinya seperti Tuhan. wallahu’alam.   

No comments:

Post a Comment