Wednesday, May 16, 2018

MANUSIA BERAKHLAK ALLAH


Dalam sebuah hadis diceriatkan bahwa ada seorang ayah yag memasuki kehidupan yang penuh penderitaan, alias neraka. Sebaliknya, anak orang tersebut berada dalam kehidupan yang penuh kenikmatan, alias di surga. Anak tersebut memohon kepada Allah agar dirinya dimasukkan ke dalam neraka untuk menggantikan ayahnya. Tetapi Allah itu maha penyantun! Akhirnya ayah tersebut dikumpulkan dengan anaknya yang ada di syurga. Karena itu manusia diperintahkan berakhlak dengan akhlak Allah, takhallaqu bi khuluqillah. Berbudi pekertilah kamu dengan budi pekerti Allah. (Chodjim, 2005).

"Sesungguhnya Allah telah membagikan akhlak di antara kalian, sebagaimana Dia telah membagikan rezeki diantara kalian. Sesungguhnya Allah memberikan harta kepada orang yang dicintai dan tidak dicintai. Namun dia tidak memberikan keimanan kecuali kepada orang yang Dia cintai..." (HR. ath-Thabarani)

Sembilan puluh sembilan nama Allah yang sering anak-anak hafalkan sesungguhnya adalah akhlak-akhlak Allah yang harus jadi patokan prilaku manusia. Akhlak-akhlak Allah ini adalah 99 kecerdasan yang bisa dimiliki manusia, dan harus diajarkan di rumah dan sekolah-sekolah dalam kegiatan pendidikan karakter.

KUALITAS PENDIDIKAN DI SATUAN PENDIDIKAN TERGANTUNG PADA AKHLAK PARA PENDIDIK
Akhlak-akhlak Allah secara aplikatif dijelaskan di dalam kitab suci Al-Qur’an. Akhlak-akhlak Allah ini menjadi standar prilaku yang harus diwariskan dari generasi ke generasi melalui proses pendidikan. Sudah seharusnya para pelaku pendidikan memahami prilaku-prilaku dasar ini. Agar kualitas sumber daya manusia dari tahun ke tahun tidak mengalami penurunan kualitas.

Diantaranya ada empat Akhlak Allah paling dasar yang harus diajarkan kepada anak-anak. Tiga Akhlak Allah ini dianggap akhlak paling mendasar karena bagian dari kunci-kunci keberhasilan dalam pendidikan.

Kegagalan kita dalam dunia pendidikan, sesungguhnya tidak memiliki persepsi yang sama tentang standar prilaku yang harus diajarkan. Standar prilaku dalam  pendidikan seolah-olah mengalami perubahan karena mengikuti perkembangan zaman dan pemikiran manusia. Padahal akhlak manusia mengikuti akhlak Allah yang tidak mengalami perubahan. “walantajida lisunnatillohi tabdiila” (kamu sekali kali tidak akan menemukan perubahan bagi sunatullah itu).

Ahlak Allah pertama adalah Maha Mengetahui. Akhlak Allah maha mengetahui diimplementasikan oleh dunia pendidikan dalam memelihara dan meningkatkan kemampuan membaca (kemampuan literasi). Literasi dianggap sebagai implementasi akhlak Allah yang maha mengetahui. Dalam kegiatan membaca Allah memberikan kemurahannya kepada manusia untuk mengetahui segala rahasia, dan sunatullah yang berlaku di alam semesta. (Al Alaq, 96:1-4).

Akhlak Allah yang kedua Maha Kuasa diimplementasikan dengan menjadikan Allah sebagai satu satunya penolong. Dalam dunia pendidikan di praktekkan dengan melatih anak-anak untuk selalu beriman dan berkeyakinan kepada Allah sebagai penolong. Bagi umat Islam dengan menjadikan ritual salat sebagai prilaku dasar dalam meminta pertolongan kepada Tuhan Yang Esa. Konsep salat sebagai sarana untuk minta tolong kepada Allah sebagaimana di jelaskan dalam Al-Qur’an.

“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (Al Baqarah, 2:153)

Konsepsi salat sebagai cara minta tolong kepada Allah, harus diajarkan kepada anak-anak, agar mereka memiliki arah tujuan yang jelas dalam melaksanakan ritual salat. Ritual ini akan membangun kompetensi spiritual anak-anak.

Akhlak Allah yang ketiga adalah Maha Pemelihara, diimplementasikan dengan mengajarkan anak-anak untuk berbakti kepada orang tuanya. Implementasi akhlak hormat pada orang tua, guru, menjadi samar ketika model pembelajaran, mengajarkan agar hubungan antara orang tua, guru, dengan anak harus seperti seorang teman. Hasilnya anak-anak mengalami disorientasi tujuan hidup, di mana guru-guru, orang tua, harga dirinya menjadi sederajat, karena dianggap sebagai teman.

Hubungan antara guru dan peserta didik seharusnya mengikuti akhlak Allah yang diterapkan oleh para ibu terhadap anaknya, yaitu memelihara anak-anaknya dengan tidak ada harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia. Para guru yang memiliki akhlak pemelihara akan mengubah anak-anak menjadi anak cerdas dan berkahlak mulia.

Anak-anak seharusnya diajrakan untuk memperlakukan guru sebagaimana perlakuan anak terhadap orang tuanya, dia harus taat, patuh, dan berbakti dengan sebaik-baiknya. Dengan diajarkan Akhlak Allah, anak-anak akan menjadi guru untuk generasi berikutnya di mana pun mereka berada. (baca, Al-Israa, 17:23).

Akhak Allah Ke empat adalah Maha Pemberi. Alam semesta diciptakan dengan hukum dasar memberi. Manusia adalah makhluk pewaris bumi, yang harus melestarikan bahwa memberi adalah konsep dasar penciptaan alam semesta. Manusia pemberi adalah penjaga keseimbangan alam.

Sementara ini akhlak anak-anak berubah ketika diajarkan ekonomi bagaimana meminimalisir pengeluaran untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Padahal akhlak Allah tidak mengajarkan demikian. Allah mengajarkan dengan akhlaknya bahwa untuk mendapatkan keutungan yang besar, manusia harus berani memberi dan berkorban dengan sempurna. (Baca, Al-Kautsar, 108:1-3)

Itulah empat akhlak Allah yang harus diajarkan kepada manusia dari masa ke masa. Teknologi boleh berubah, tetapi sustansi pendidikan paling mendasar yang tujuannnya mewariskan akhlak-akhlak Allah tidak akan pernah mengalami perubahan.

Kesenjangan sosial, kekerasan, dan kedzaliman di muka bumi ini bersumber dari kegagalan pendidikan dalam mewariskan akhlak-akhlak Allah kepada anak-anak didik. Disorientasi pendidikan terjadi karena manusia telah melepaskan diri dari pengetahuan-pengetahuan hidup yang terdapat dalam kitab suci (Al-Qur’an). Kitab suci tidak dijadikan rujukan, karena terjebak oleh pola pikir kaum naturalis yang tidak percaya kepada Tuhan sebagai pemilik segala pengetahuan. Wallahu ‘alam.

(Penulis Master @Logika Tuhan)

No comments:

Post a Comment