Saturday, November 16, 2019

ILMU BERDISKUSI


OLEH: MUHAMMAD PLATO

Sering kita saksikan di media informasi, orang-orang berdiskusi sampai saling menyudutkan dan merendahkan. Sampai ada yang hendak adu jotos, padahal acara debat atau diskusi disaksikan oleh jutaan masyarakat. Sering juga kita saksikan para peserta diskusi atau debat sampai emosional hingga memperlihatkan nada marah.

Diskusi semacam ini tidak akan terjadi. Sahabat-sahabat sekalian dalam berdiskusi kita harus paham dan disadari bahwa para peserta diskusi bukan pemilik kebenaran. Inilah ilmu diskusi dasar yang harus dimiliki setiap orang. Harus disepakati oleh semua peserta diskusi bahwa pemilik kebenaran adalah Allah. Jangan sedikitpun para peserta diskusi mengklaim bahwa saya pemilik kebenaran. Jika para peserta diskusi sudah mengklaim sebagai pemilik kebenaran maka diskusi tidak akan berjalan dengan sehat karena diskusi tersebut sudah diilhami dengan kesesatan.

Selanjutnya peserta diskusi harus dibekali dengan pengetahuan yang cukup tentang objek yang akan didiskusikan. Untuk itu bagi televisi-televisi yang akan mengundang peserta diskusi harus dari orang-orang yang dinilai memiliki cukup  pengetahuan pada objek yang akan didiskusikan.

Pada saat diskusi berlangsung, harus dipahami diskusi tidak sedang mencari siapa yang benar, tetapi sedang bertukar informasi, bertukar argumentasi, dengan menggunakan pemahaman logika sebab akibat atau rasionalitas. Kekuatan argument jika pendapat kita didukung oleh fakta-fakta yang benar, dan memiliki pandangan dari berbagai sudut pandang untuk membuktikan bahwa pendapatnya didukung oleh argumen-argumen berdasar pada fakta yang benar untuk memberi keyakinan kepada lawan diskusi bahwa pendapat kita didukung fakta-fakta yang benar. Kualitas pendapat sangat tergantung pada kualitas fakta yang dijadikan argumen.


DISKUSI BUKAN URUSAN HATI, TAPI URUSAN LOGIKA, DISKUSI ADU ARGUMEN TASI BUKAN ADU SENTIMEN. (MUHAMMAD PLATO)
Permasalahan sering muncul ketika kedua pendapat sama-sama kuat diyakini bersumber dari data yang benar. Jika ini terjadi, tidak perlu berdebat sampai saling menyudutkan dan menjatuhkan, tetapi kita harus mengembalikan kebenaran itu milik Allah, dan harus saling menghormati dan mengembalikan pendapat mana yang akan dipilih kepada yang lebih berhak dalam mengambil keputusan. Para pengambil keputusan adalah para pemimpin yang kita sepakati berdasarkan hasil pemilihan merujuk kepada aturan atau undang-undang. Para pemimpin di negara kita adalah para pemimpin yang ada di lembaga-lembaga negara.   

Untuk itu, debat-debat di televisi harus diarahkan terlebih dahulu oleh pembawa acara bahwa diskusi ini tidak bertujuan mengetahui siapa yang benar, tetapi sedang mengelaborasi sebuah permasalahan sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan. Berdasarkan pertimbangan itu, sebaik-baiknya keputusan harus diambil berdasar pertimbangan untuk kemaslahatan bagi banyak orang, dan dilakukan oleh para pengembilan keputusan yang berhak.

Saya tegaskan kembali, berdiskusi tidak sedang mencari siapa pemilik kebenaran, tetapi sedang bertukar argumentasi untuk saling mencerdaskan dan menyepakati persamaan persepsi tentang suatu objek yang didiskusikan. Pemilik kebenaran sudah jelas yaitu Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Siapa yang mengklaim pendapatnya benar, dia salah karena sudah merampas milik Allah. Diskusi murni wilayah otak, dan yang bermain adalah logika, dengan pola pikir sebab akibat. Mengadu logika adalah mengadu argumen dan saling serang dalam diskusi adalah saling mengeluarkan argumen berdasar fakta. Tidak boleh berargumen dengan membuka keburukan (aib), menyerang fisik, marah, atau dengan berita bohong. Keterlibatan emosi dalam diskusi hanya sebatas penyemangat untuk mengemukakan seluruh argumen untuk memberi penjelasan, pencerahan, inspirasi kepada semua orang, dengan tetap berpatokan bawah pemilik kebenaran hanyalah Allah.

Diskusi akan berakhir ketika peserta diskusi kehabisan fakta-fakta argumen yang benar. Akhir diskusi tidak memberi kesimpulan siapa yang menang dan kalah, karena penilaian akan kembali kepada pendapat masing-masing setelah mengikuti jalannya diskusi.

Peringatan dari Allah, berdiskusilah tentang hal-hal yang fakta, bisa dilihat dan diraba. Jangan berdiskusi tentang sesuatu yang ghaib karena pengetahuannya mutlak milik Allah. Berdiskusi tentang yang gaib hanya sebatas terkaan belaka, sebagaimana diskusi Nabi Muhammad saw tentang jumlah penghuni gua kahfi di masa lalu yang gaib. Allah memberi peringatan;
“…Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka (hal gaib), kecuali pertengkaran lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorang pun di antara mereka.” (Al Kahfi, 22:18). Walllahu ‘alam.

(Penulis Head Master Trainer)  

No comments:

Post a Comment