Sunday, November 3, 2019

PENDIDIKAN UNTUK MANUSIA SEMPURNA

OLEH: MUHAMMAD PLATO

“jika anda mengatakan bahwa tak ada manusia sempurna, maka dipastikan belum membaca kitab suci Al-Qur’an”. (Muhammad Plato). Perkataan ini pasti berdasarkan pada penglihatan, pengalaman, bukan keterangan dari Al-Qur’an dengan melihat proses penciptaan Adam. “Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan) Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.” (Al Hijr, 15:29). Penjelasan tentang ayat ini berkaitan dengan Hadis, “sesungguhnya, Allah menciptakan Adam sesuai dengan citra-Nya”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Keterangan di dalam Al-Qur’an, setiap manusia (Adam) diciptakan dengan ruh Tuhan. Berarti di dalam diri manusia sesungguhnya ada ruh Tuhan, untuk itu potensi-potensi ketuhanan ada dalam diri manusia. Berdasar keterangan ini, Sulaiman al-Kumayi Direktur Studi Islam dan Perdamaian, menggagas ide 99Q (kecerdasan 99) yang diilhami dari 99 nama Allah yang mulia. Jika di dalam Al-Qur’an Allah telah mengajarkan nama-nama maka hal ini menjelaskan bahwa manusia sudah memiliki bekal pengetahuan sebelum mereka lahir ke dunia. (Amin, 2008, hlm. 24).

Manusia adalah makhluk dengan multitalenta. Jika ahli-ahli pendidikan mengatakan tidak ada manusia bodoh, pernyataan ini bisa dikatakan 1000 persen benar. Perkataan ini berdalil, atau didukung oleh keterangan dari Al-Qur’an. Dijelaskan dalam proses penciptaan manusia, sudah ditiupkan ruh Allah (segala potensi) ke dalam diri manusia. Menurut Sulaiman dengan potensi ilahiah yang diberikan Tuhan, sebenarnya manusia memiliki segala kemampuan. (Amin, 2008, hlm 24).

INVESTASI CERDAS ADALAH INVESTASI UNTUK DUNIA DAN AKHIRAT (MUHAMMAD PLATO)
Adapun hal-hal yang membuat manusia tidak bisa memunculkan segala potensi yang ada pada dirinya dikarenakan oleh faktor lingkungan. Lingkungan yang memengaruhinya dimulai sejak dalam proses di dalam kandungan. Apa yang dimakan, dilakukan, dilihat, didengar, dipikirkan, dan dirasakan, oleh ibunya itulah pengaruh lingkungan. Setelah dilhahirkan pola asuh orang tua, dan apa yang dilakukan oleh anak itu sendiri adalah bagian dari lingkungan yang memengaruhinya.

Lingkungan akan memberi pengaruh kepada manusia sejak di dalam kandungan sampai dia hidup setelah dilahirkan. “maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya”, (Asy Syams, 91:8). Kefasikan (pengaruh buruk) dibentuk oleh lingkungan-lingkungan buruk, dan ketakwaan (kebaikan) dibentuk oleh lingkungan yang baik. Manusia beruntung adalah mereka yang bisa menjaga dirinya dari pengaruh buruk, dan menjaganya dengan memelihara lingkungannya tetap baik. “sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”. (Asy Syams, 91:9-10).

Manusia diciptakan dengan sempurna, namun setelah penciptaannya yang sempurna, Allah memberi kemampuan akal kepada manusia yang bisa menerima, memilih, menemukan, dan memberi kemampuan untuk memutuskan apakah menerima hal-hal yang buruk yang mengotorinya atau menyucikannya.   

“Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan.” (Huud, 11:15). Manusia akan diberi kehidupan dunia dengan sempurna jika dia mengerjakan keinginannya dengan sempurna.  Demikian juga pada hari akhir, manusia akan mendapat pekerjaannya dengan sempurna tanpa dirugikan. “Bagaimanakah nanti apabila mereka Kami kumpulkan di hari (kiamat) yang tidak ada keraguan tentang adanya. Dan disempurnakan kepada tiap-tiap diri balasan apa yang diusahakannya sedang mereka tidak dianiaya (dirugikan)”. (Ali Imran, 3:25).

Kehidupan dunia adalah lingkungan yang berpotensi memengaruhi kehidupan manusia. Hendaknya manusia menyempurnakan usahanya dalam menjaga akhlaknya tetap baik sebagaimana Allah berikan petunjukkanya kepada Nabi-Nabi yang membimbing setiap umat. Wahyu Allah yang disampaikan kepada Rasulullah adalah petunjuk bagi manusia agar bisa menjaga lingkungannya (pikiran, perasaan, prilaku) tetap baik. Nabi Muhammad saw memerintah untuk meniru akhlak Allah. “takhallaqu bi Akhlak Allah. (Amin, 2008, hlm. 23).

Berdasarkan keterangan ayat-ayat di atas, kita tidak menapikan usaha-usaha para pemikir pendidikan terdahulu bahwa untuk menjaga dan memelihara potensi-potensi yang ada dalam diri manusia diperlukan sebuah proses pendidikan. Namun, dada dasarnya usaha sadar pendidikan adalah menjaga atau memengaruhi ruh-ruh manusia yang sempurna dari lingkungan-lingkungan yang dapat mengilhaminya keburukan.

Usaha pendidikan ini tidak dapat lepas dari bantuan petunjuk dari Allah dengan diturunkannya para Nabi dan Rasul yang diberi wahyu. Ketika para Nabi dan Rasul sudah meninggalkan dunia, maka manusia membutuhkan ajaran-ajaran Tuhan dari wahyu-wahyu yang masih ada sekarang yang pernah diturunkan kepada Rasul Allah.

Ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh manusia dari hasil pemikiran dan pengamatan alam berfungsi menjelaskan petunjuk-petunjuk dari Allah secara rasional dengan mengacu kepada wahyu Allah. Melepaskan keterkaitan pengetahuan wahyu dalam mengembangkan ilmu pengetahuan adalah ketidaksempurnaan para  filsuf, atau ilmuwan dalam menjaga lingkungan hidup manusia agar tetap baik.

Memasuki awal abad 21 ini, dibutuhkan paradigma ilmu baru, yaitu paradigma yang mengembalikan kajian ilmu kepada keterpaduan (integrasi). Menurut teori strukturalisme bahwa setiap unsur hanya bisa dipahami melalui keterkaitan antar unsur. (Kuntowidjoyo, 2006, hlm. 32). Unsur keterkaitan ini sangat ditekankan di dalam Islam. Konsep keterkaitan ini dijelaskan di dalam surat Al Ma’un, disebutkan termasuk mendustakan agama jika orang-orang shalat tidak memiliki kepedulian kepada anak-anak yatim dan fakir miskin. (Kuntowidjoyo, 2006, hlm. 32-33).

Konsep-konsep pendidikan perlu ditinjau ulang. Teori-teori pendidikan yang dikembangkan oleh para pemikir sekuler perlu ditinjau ulang, dengan melihat keterkaitannya dengan konsep-konsep pendidikan yang dikehendaki dalam kitab suci. Al-Qur’an bisa menjadi salah satu rujukan untuk mengkritisi kembali konsep-konsep pendidikan melalui pendekatan integrasi.

Pendidikan yang integralistik tidak merendahkan teori-teori yang telah dikembangkan oleh pemikir sekuler. Ilmu pendidikan integralistik mengembalikan kembali paradigma ilmu kepada wahyu sebagai sumber pengembangan konsep, dan mencari keterpaduan dengan konsep-konsep pendidikan yang telah dikembangkan oleh ahli-ahli pendidikan sekuler. Dalam pandangan pendidikan integralistik, tidak menafikan atau merendahkan ilmu-ilmu yang telah dikembangkan hanya memverifikasi kebenaran ilmu menurut pandangan integralistik.

Sekularisme tidak lagi sesuai dengan jiwa zaman. Dediferensiasi (rujuk kembali) adalah kehendak zaman yang mengalami perubahan akibat perkembangan teknologi informasi. Dunia barat dan timur tidak lagi terpisah oleh batas-batas negara. Teknologi informasi telah menyatukan dunia dalam satu kawasan yaitu bumi manusia. Pergaulan manusia tidak lagi dibatasi oleh suku, ras, agama, dan bangsa. Setiap manusia bisa berkomunikasi, saling bertukar pikiran, jual beli dengan manusia di belahan bumi manapun dengan bantuan teknologi informasi. Manusia ditakdirkan untuk saling tolong menolong untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, tanpa melihat latar belakangnya.

Musuh bersama saat ini adalah manusia-manusia yang tidak mau hidup damai dalam satu bumi, yaitu manusia-manusia yang membawa pengaruh-pengaruh negatif pada ruh manusia yang sempurna. Perang pada pengaruh-pengeruah negatif pada ruh manusia yang sempurna bukan hanya tanggung jawab kelompok-kelompok tertentu, tetapi menjadi tanggung jawab manusia yang mengingikan kehidupan terbaik di dunia dan kehidupan terbaik di akhirat. Semua manusia yang mengakui adanya Tuhan atau tidak, menginginkan kehidupan terbaik di dunia.

Tujuan-tujuan pendidikan menurut pandangan integralistik tidak lagi bersifat parsial tetapi untuk kesejahteraan umat manusia. Manusia-manusia integralistik adalah manusia yang berkeyakinan kepada Tuhan dan punya komitmen tinggi pada kemanusiaan. Sekalipun dia beragama menurut keyakinan masing-masing, tetapi misinya adalah membawa kesejahteraan untuk seluruh penghuni alam. “Dan tiadalah Kami mengutus kamu (manusia), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.  (Al Anbiya, 21:107). Inilah gambaran manusia integralistik, yaitu manusia sempurna yang ruhnya selalu terjaga dari pengaruh-pengaruh lingkungan (pemikiran, perasaan) negatif yang selalu mementingkan diri dan kelompoknya. Agama tidak akan menjadi sekat-sekat yang menghalangi manusia untuk berbuat baik pada sesama, jika benar-benar memahami petunjuk dari Tuhannya. Wallahu ‘alam.

(Head Master Trainer)

No comments:

Post a Comment