Saturday, December 4, 2021

PENJAJAHAN BERPIKIR

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Pepatah lama mengatakan, “lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikan”. Berdasarkan hasil penelitian tentang air berlaku juga pepatah, “lain sumur lain karakter dimiliki seseorang”. Pepatah ini memberi tanda kebenaran bahwa setiap individu atau masyrakat dipengaruhi oleh lingkungan di mana mereka tinggal. Untuk itu pola pikir masyarakat setiap daerah, suku, bangsa, akan berbeda, sekalipun pasti ada persamaan.

Pola pikir masyarakat Barat sudah pasti berbeda dengan pola pikir masyarakat Timur. Minimalnya ada beberapa pola pikir yang dimiliki masyarakat yaitu rasional materialis, mistis materialis, rasional religius dan mistis religius. Rasional materialis adalah pola-pola berpikir ilmiah yang dilandasi pada pengetahuan empiris. Pola pikir mistis materialis adalah pola pikir filosofis bersumber pada pengetahuan dari akal yang dilandasi oleh pengetahuan materialis. Rasional religius adalah pola pikir ilmiah bersumber pada fakta pengetahuan dari wahyu. Sedangkan mistis religius adalah pola pikir rasional bersumber pada akal yang dilandasi pengetahuan wahyu.

Budaya Timur sangat kental dengan pola pikir mistis yang bersumber pada fakta empiris dan mistis bersumber pada wahyu. Budaya Barat sangat kental dengan pola pikir rasional empiris dan mistis materialis. Pola pikir yang tidak dimiliki oleh Barat maupun Timur adalah rasionalis ilmiah bersumber pada wahyu. Artinya Barat maupun Timur mengabaikan pengetahuan wahyu sebagai sumber pengetahuan ilmiah. Akibatnya pola pikir Barat dan Timur sama-sama berkembang pada pola pikir materialis.

Dominasi pemikiran Barat telah mendorong budaya pola pikir materalis menjadi trend dunia dan mengakar. Pola pikir umat beragama tergeser mengikuti pola-pola pikir ilmuwan materialis. Beragama tidak lagi menginduk pada pengetahuan wahyu tetapi lebih mengikuti pendapat-pendapat para pemikir bidang agama. Hasil pemikir-pemikir kaum agama diikuti, dikutif, dirujuk, disertai emosi keyakinan dan sedikit menggunakan nalar. Umat beragama nasibnya seperti pada awal perkembangan masyarakat Barat, mereka terpecah-pecah menjadi negara-negara bangsa akibat perbedaan kiblat pada hasil pemikiran manusia.

Sebenarnya jika disadari penjajahan ke seluruh dunia diawali dengan penjajahan pola pikir. Penjajahan pola pikir dilakukan dengan kekuatan politik, ekonomi,  senjata perang, dan teknologi informasi. Penaklukkan-penaklukkan ternyata bukan sebatas penyerahan kekuasaan tetapi menjadi ketidakberdayaan dalam berpikir. Dalam kondisi ketidakberdayaan berpikir, mental-mental miskin terus diciptakan berabad-abad hingga terbentuk menjadi tradisi turun-temurun. Pemahaman agama ditarik ke pola pikir material yang berkiblat pada pemikiran manusia, dan wahyu hanya ditafsir dari sudut pandang mistis agar masyarakat beragama tidak menemukan kebenaran nyata dan terus terlihat miskin di dunia hingga akhirnya agama akan ditinggalkan pengikutnya.

Barat menggaungkan kebebasan berpikir sebagai alat untuk menggiring umat beragama keluar dari komunitasnya, dengan memasukkan metodologi berpikir ilmiah material ke dalam pikiran umat beragama. Cara beragama bukan lagi beriman pada kitab suci, tetapi menjadi panatik pada hasil pemikiran agama. Isi kitab suci sengaja, dikondisikan, hanya diperdebatkan untuk urusan transenden, yang kebenarannya tidak dapat dibuktikan di dunia, karena kebenarannya hanya akan diketahui di akhirat dihadapan Tuhan. Pada saat berdebat umat beragama seperti sedang membela agamanya, padahal mereka sedang diadu domba, untuk terus berdebat berebut kebenaran akhirat dengan mengadu kemampuan nalar di dunia. Hasilnya, kehidupan dunia tertinggal, umat beragama miskin dan terpecah belah.

Kemerdekaan berpikir harus dimulai dari menjadikan kitab suci sebagai induk pengetahuan, untuk dikembangkan sebagai sumber pola pikir, kajian ilmiah untuk menambah keyakinan kepada Tuhan. Keimanan harus tetap pada kitab suci, bukan pada hasil pemikirannya. Menjaga keimanan pada kitab suci akan tetap menghargai setiap pemikiran dan umat akan tetap terjaga dalam satu kesatuan. Saatnya melakukan refleksi dan terus memperbaiki kemampuan berpikir ilmiah bersumber pada kitab suci sebagai sumber dari segala sumber pengetahuan. Wallahu’alam.

No comments:

Post a Comment