Seorang
teman yang sudah membaca buku saya, berjudul “Hidup Sukses dengan Logika
Tuhan”, melalui telepon memberi masukkan. Di antara masukkannya adalah isi buku
yang saya tulis sudah baik, namun berdasarkan hasil konsultasi Beliau dengan sarjana
lulusan luar negeri bergelar Lc, kita tidak boleh membuat lagi sifat Allah
selain dari sifat-sifat yang sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an. Alasan lain kata
logika, hanya untuk manusia dan kurang pas jika dikaitkan dengan Tuhan.
Saya
terima usulan Beliau dan akan memikirkannya terlebih dahulu, sebelum saya
mengambil keputusan. Saya masih belum yakin apakah logika hanya untuk manusia,
dan tidak boleh dikaitkan dengan Tuhan.
Baiklah
apakah benar logika hanya untuk manusia, dan tidak layak untuk Tuhan. Dan
apakah logika bukan sifat Tuhan? Mohon izin inilah penjelasan saya.
Dari
20 wajib sifat Tuhan yang ke 13 yaitu qalam (kalam) diartikan berbicara. Saya
menemukan kata kalam, ada yang mengartikan bukan berbicara tapi logika. Beliau
yang menafsirkan kata kalam dengan arti logika adalah KH. FAHMI BASYA. Beliau
orang Sumatera Barat generasi ke enam Syekh Arsyad Al-Banjar Kalampayan. Sebagai
seorang dosen dan peneliti, Beliau berhasil memadukan ilmu dan agama, lewat
buku-bukunya yang terkenal yaitu Bumi itu
Al-Qur’an dan Matematika Islam.
Matematika
Islam telah diajarkan di perguruan tinggi, yakni di Universitas Islam Negeri
(UIN) Jakarta, dan telah tercatat secara internasional sebagai mata kuliah,
karena UIN Jakarta tercatat secara internasional yang ditandatangani di
Australia.
Berikut
adalah argumentasi Beliau menafsirkan kata kalam dengan arti logika. Sebelumnya
sudah saya tulis, bahwa kegagalan kita dalam mengelola bumi ini berangkat dari
keterbatasan kita dalam memahami kata kalam.
Kata
kalam terdapat dalam surat Al-Alaq ayat ke 4, berbuyi “alladzi ‘allama
billqalam”. (Dia Yang memberi tahu (mengajar) dengan perantara kalam). Lalu
bagaimanakah cara Tuhan mengajar dengan kalam itu? KH. FAHMI BASYA menafsirkan
kata kalam dengan mengambil contoh bagaimana Tuhan mengajarkan (Kabil) seorang
anak Adam yang sedang kebingungan ketika hendak memperlakukan mayat saudaranya.
“Kemudian Allah menyuruh seekor
burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Kabil)
bagaimana dia seharusnya menguburkan mayit saudaranya. Berkata Kabil:
"Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu
berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayit
saudaraku ini?" Karena itu jadilah dia seorang di antara orang-orang yang
menyesal”. (Al Maidah:31).
Apa
yang dilakukan burung gagak kemudian ditiru oleh Kabil untuk menguburkan mayat
saudaranya. Proses peniruan inilah yang membuat Kabil mengerti (tahu), atau
belajar bahwa mayat saudaranya harus dikuburkan. Proses peniruan ini adalah
logika (Alqalam).
Dalam
peniruan ada proses berpikir sebab akibat. Pada saat Kabil melihat burung
gagak, sebelum memutuskan untuk meniru burung gagak, Kabil melakukan pemahaman,
pertimbangan, mengunakan pola sebab akibat. Hasilnya, oleh sebab melihat gagak
menguburkan mayat, akibatnya saya (Kabil) mengubur mayat saudaranya”.
Dalam
keseharian kita juga sering meniru (berlogika). Umat Islam sering berlogika
(meniru) prilaku Nabi Muhammad saw. Misalnya; saya harus membalas keburukan
dengan kebaikan, kaena Nabi Muhammad saw melakukannya.
Tidak
semua meniru dapat menghasilkan kebaikan. Maka dari itu dibutuhkan proses
berpikir (berlogika sebab akibat), sebelum kita memutuskan untuk meniru. Maka
dari itu Tuhan memberi petunjuk dalam bentuk pengetahuan bagaimana cara
berpikir sebab akibat, agar meniru kepada hal-hal baik, untuk kebaikan seluruh
alam. Maka Tuhan menurunkan wahyu Al-Qur’an sebagai sumber pengetahuan dan cara
berlogika yang diberkahi Tuhan.
Segala Puji Bagi Allah, Tuhan Yang Maha Pemilik Logika. Maha Logika adalah sifat Tuhan yang berarti Alqalam sifat wajib ke 13 dari 20 sifat yang wajib diketahui umat manusia. Wallahu ‘alam.
salam sukses dengan logika Tuhan. Follow me @logika_Tuhan
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete