Sunday, September 18, 2016

SUDAH IKHLAS KAH ANDA?


Ketika mendapat kesempatan berceramah singkat dalam majelis subuh, saya kemukakan pendapat tentang alaternatif pengertian kata iklhas. Saya artikan kata ikhlas dengan merujuk kepada surat Al-Ikhlas. Terutama pada ayat yang mengatakan, “Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu”. (Al-Ikhlas, 112:2). Saya rujuk dari tafsir Kemenag, ayat ini diartikan bahwa Tuhan tempat satu-satunya memohon dan meminta. Isi kandungan surat Al-Ikhlas, saya jadikan rujukan untuk menjelaskan pengertian kata Ikhlas.

Lalu saya jelaskan dalam ceramah, jika orang-orang ikhlas adalah orang-orang yang memohon dan meminta segala sesuatu hanya kepada Tuhan, maka ikhlas artinya adalah hanya berharap kepada Tuhan. Jadi, orang-orang ikhlas adalah mereka yang hanya berharap segala sesuatu kepada Tuhan. Inilah inti ketauhidan manusia kepada Tuhan.

Dalam kesempatan lain, saya mendengar ceramah subuh di tempat yang sama. Isi ceramahnya menjelaskan bahwa “arti Ikhlas bukan berharap. Ikhlas itu tidak berharap balasan, kecuali hanya ridha Allah”. Menurut pendapat saya, definisi ini rancu, tidak ajeg. Definisi ini sudah sering kita dengar bertahun-tahun tanpa ada yang berani melakukan koreksi.

PARA ULAMA SEJARAH / SEMOGA KITA SELALU BERHARAP PADA ALLAH.
Saya berpikir, jika ikhlas itu tidak berharap, berarti ridha Tuhan pun tidak diharapkan. Padahal ridha Tuhan adalah salah satu harapan orang ikhlas. Jika tidak ada harapan, sulit dipahami bagaimana manusia mau melakukan peribadatan. Hidup ini ada tujuan, dan tujuan itu adalah harapan.

Hal lain yang perlu dipahami, dalam dakwah ada etika tidak boleh menyalahkan atau menyudutkan pendapat orang lain. Dakwah hanya menyampaikan pandangan, pendapat, dalil, dari hasil  pemikiran, penelitian, tanpa tujuan menyalahkan pendapat orang lain. Dakwah hanya mendeskripsikan sebuah argumentasi. Masalah penilaian benar atau salah diserahkan pada keputusan pribadi masing-masing. Tidak ada hak manusia mengambil kebenaran atas keputusan pribadi, kecuali mendapat pengakuan dari masyarakat berdasar ketentuan dari Tuhan.

Jika dalam dakwah menyesatkan dan menyalahkan pendapat orang lain, dakwah itu sama dengan memecah belah umat. Pendakwah tidak boleh memonopoli kebenaran, karena kebenaran hanya milik Tuhan. Mencemooh, menyalahkan, merendahkan kelompok lain adalah hal terlarang. Dalilnya adalah setiap kebaikan dan keburukan akan kembali pada pelakunya.

Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri, (Al-Isra, 17:7)

Dakwah dengan mencemooh atau menyalahkan kelompok lain, sama dengan mencela diri sendiri. Dakwah adalah mengajari umat untuk memiliki alternatif pemahaman tentang agama. Dakwah adalah memberi pilihan pemahaman kepada umat agar mereka bisa menyelesaikan setiap masalah tanpa harus keluar dari perintah Tuhan.

Kembali pada masalah Ikhlas, saya coba telusuri kata Ikhlas dari Al-Qur’an. Berikut saya temukan beberapa kata dalam Al-Qur’an yang diterjemahkan Ikhlas. Muhlisin = mengikhlaskan ketaatan. (Al Baqarah:139).  Mimman Aslama = orang-orang ikhlas berserah diri. (An Nisaa:125). Hunafaa a lillahi = dengan ikhlas kepada Allah.

Jika dikaitkan dengan surat Al-Ikhlas, makna Ikhlas dapat kita simpulkan berkaitan dengan ketaatan, berserah diri, ketergantungan, dan tidak mempersekutukan Allah. Maka kunci ikhlas adalah menjadikan Allah tempat segalanya. Maka makna ikhlas itu bisa TAAT, BERSERAH DIRI, TERGANTUNG (BERHARAP), TIDAK MEMPERSEKUTUKAN, Allah swt.

Dalam hal ini, saya memilih kata “TERGANTUNG/BERHARAP” untuk memahami arti Ikhlas. Hal yang sering berbeda pendapat tentang ikhlas adalah ada tidaknya harapan. Sebenarnya jika kita pikirkan semua pekerjaan yang kita lakukan atas nama Tuhan punya harapan, karena Tuhan selalu menjanjikan balasan atas pekerjaan yang kita lakukan. Adapun harapan manusia kepada Tuhan, saya bagi tiga kategori. 

IKHLAS
HARAPAN DUNIAWI

ALLAH SWT
JODOH / ANAK
RUMAH / TANAH
SEHAT
PERUSAHAAN
MOBIL
PEKERJAAN
GAJI BESAR
JABATAN
KEDUDUKAN
HARAPAN  DUNIA AKHIRAT
ILMU
HARAPAN AKHIRAT

SYURGA
RIDHA
DEKAT
AMPUNAN
MAAF
KASIH
PERTOLONGAN

Dari tiga harapan di atas, kita kategorikan; Pertama, ikhlas berharap dunia kepada Allah. Kedua, ikhlas berharap dunia dan akhirat kepada Allah. Ketiga, ikhlas berharap akhirat kepada Allah.

Ikhlas yang diajarkan para ulama kepada kita sejak kecil adalah ikhlas berharap akhirat. Sehingga dalam kenyataannya, jika kita melakukan sesuatu dengan ikhlas, maka sama dengan tidak ada balasan, karena berharap akhirat tidak akan ada wujud benda yang kita dapatkan di dunia.

Atas dasar itu, para ulama terdahulu mengajarkan kepada kita bahwa ikhlas yang sesungguhnya adalah tidak berharap apa-apa, artinya  tidak berharap balasan dalam wujud sesuatu di dunia, karena semuanya diharapkan untuk kehidupan akhirat nanti yang kekal.

Ikhlas yang diajarkan para ulama terdahulu, termasuk ikhlasnya golongan para Nabi, wali, imam besar dan ulama besar. Ikhlas tingkat golongan ma’rifat yang sudah memahami benar bahwa kehidupan nyata itu bukan di dunia tapi di akhirat.

Untuk menuju ke tingkat  ikhlas tertinggi, saya menawarkan kepada kawan-kawan untuk belajar secara bertahap dari ikhlas tingkat dasar. Mulai dari berharap sesuatu yang bersifat duniawi kepada Allah, beranjak pada golongan tengah berharap dunia dan akhirat dari Allah, dan pada akhirnya bertahta pada tingkat yang hanya berharap akhirat untuk kembali kepada Allah, yang tidak membutuhkan materi. Inilah ikhlas Nabi Muhammad saw yang pada akhir hanyatnya tidak meninggalkan harta sebiji kurma pun. Ya Allah jadikan kami pewaris para Nabi. Amin.

Dengan demikian, tidak ada perbedaan antara ulama terdahulu dengan sekarang dalam hal makna ikhlas. Hanya saja ulama terdahulu mengajarkan ikhlas langsung pada tingkat tinggi, ilmunya tidak terjangkau oleh umat yang nyatanya kurang  berminat dalam hal membaca. Sehingga keikhlasan umat saat ini menjadi rapuh karena tergoda dunia. Wallahu ‘alam.

(Muhammad Plato, Follow @logika_Tuhan)

No comments:

Post a Comment