Thursday, December 26, 2019

MENCARI DALIL SELAMAT NATAL

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Sebenarnya tidak perlu jadi masalah mau ngasih selamat atau tidak, mereka yang merayakan mendapat kebahagian sesuai dengan keyakinannya. Namun perbedaan pendapat antar ulama perihal memberi selamat natal kepada umat Kristen perlu disikapi dengan arif dan bijaksana. Artinya tidak perlu ada hujatan, hinaan, dan sangkaan buruk kepada mereka yang membolehkan atau tidak dalam mengucap selamat natal kepada umat Kristen.

Pesan saya adalah jangan menyikapi sesuatu yang tidak kalian sukai dengan sikap buruk, karena boleh jadi kalianlah yang berpilaku buruk karena terlihat jelas dari sikapnya yang buruk. Mari belajar dewasa dalam beragama dengan menjadikan kitab suci dan sunah yang kita imani sebagai tuntunan dalam menyikapi setiap kejadian.

Keburukan itu datang dari diri sendiri. Jangan-jangan kita telah gagal menjadi umat beragama karena gagal menyikapi kejadian yang tidak kita sukai dengan sikap yang buruk. Dunia ini hakikatnya adalah ilusi (fana). Untuk itu kita tidak akan menemukan kebenaran yang sepenuhnya benar, karena pasti ada ruang-ruang yang tidak kita ketahui. Kebenaran mutlak milik Allah, dan kita tidak bisa mengklaim diri kita seperti Allah pemilik kebenaran.

Perbedaan pendapat adalah takdir Allah yang tidak mungkin bisa diubah, sebagai bentuk dari keterbatasan manusia dalam memahami kebenaran. Saling klaim kebenaran adalah sifat setan, sebagaimana Iblis mengaku merasa lebih mulia dihadapan Adam. Sifat merasa mulia ini telah mentakdirkan Iblis memiliki sifat-sifat setan seumur hidupnya.

Mereka yang melarang mengucapkan selamat natal kepada umat Kristen, dilandasi oleh niat menjaga kemurnian akidah Islam. Seperti kita ketahui kelahiran Nabi Isa yang dirayakan oleh umat kristen tidak berlandaskan pada kitab suci, tetapi ditetapkan sebagai tradisi turun temurun umat Kristen. Umat Islam yang tidak mau mengucapkan selamat natal dilandasi oleh pengetahuan dan keimanan bahwa Nabi Isa yang diyakini umat Kristen, juga diyakini sebagai nabi umat Islam sebelum Nabi Muhammad saw. Berdasarkan informasi Al-Qur’an, Nabi Isa tidak lahir pada tanggal 25 Desember. Untuk itu mengucapkan selamat natal sama dengan mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan. Mengucapkan selamat natal sama dengan mengikuti agama mereka.  
"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." (Al Baqarah, 2:120).

Bagi mereka yang membolehkan mengucapkan selamat natal kepada umat Kristen, dari sudut pandang penulis mereka tidak berniat mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan. Niat mereka adalah menjalankan perintah Allah dalam Al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam yaitu menjaga hubungan baik sesama manusia, menciptakan kedamaian, saling menghormati, dan saling memberi ruang hidup sesuai dengan keyakinan masing-masing. Membumikan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam adalah kewajiban setiap muslim.

JADILAH PRIBADI AGUNG, JANGAN MENILAI ORANG DARI PERBUATANNYA SAJA KARENA ALLAH YANG TAHU NIAT-NIATNYA (MUHAMMAD PLATO).
Mereka yang mengucapkan selamat natal kepada umat Kristen, bukan tidak tahu tentang kebenaran kelahiran Nabi Isa, namun karena umat Kristen sudah menjadikan tanggal 25 Desember sebagai tradisi turun-temurun diperingati sebagai hari kelahiran Nabi Isa, maka selayaknya dipandang perayaan ini dipandang sebagai tradisi nenek moyang. Peringatan hari natal pada tanggal 25 Desember tidak berkaitan dengan akidah. Hal ini sebagaimana kita ketahui masih adanya tradisi-tradisi nenek moyang yang dilakukan pula oleh umat Islam di Indonesia. Dikarenakan sebagai tradisi maka menngucapkan selamat natal tidak berkaitan dengan akidah tetapi sebagai rasa hormat terhadap tradisi sekelompok masyarakat yang merayakannya dengan tujuan terciptanya hubungan sesama manusia yang rukun dan damai sebagaimana Islam sangat menganjurkan untuk hidup damai.

Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al Anfaal, 8:61).

Lalu bagaimana menyikapi perbedaan pendapat ini? Sebagaimana bunyi hadis Nabi Muhammad saw yang sangat terkenal di kalangan umat Islam, “Sesungguhnya amal-amal perbuatan tergantung niatnya, dan bagi tiap orang apa yang diniatinya. (HR. Bukhari).

Jangan meleceh perbuatan orang karena kita tidak tahu isi niat dihati dan pikirannya. Kita hargai niat-niat baik setiap muslim dan jangan menilai prilaku dari perbuatannya saja. “niat seorang mukmin lebih baik dari amalnya”. (HR. Al-Baihaqi dan Ar-Rabii').

Bukan urusan kita apakah mereka beriman  atau kafir. Tugas kita hanya menyampaikan kebenaran tanpa paksaan. Hindari prasangka buruk, apa lagi kepada sesama muslim karena itulah seburuk-buruknya prilaku. Setiap orang akan diadili oleh Allah sesuai dengan niatnya sebagaimana bunyi hadis, “Manusia dibangkitkan kembali kelak sesuai dengan niat-niat mereka”. (HR.-Muslim). 

Marilah kita sikapi perbedaan dengan pribadi agung, dengan tidak menjadikan diri kita, kelompok kita, sebagai satu-satunya pemilik kebenaran, karena kebenaran mutlak milik Allah. Islam adalah agama yang menyempurnakan sebaik-baiknya akhlak manusia, sebagaimana dicontohkan Rasulullah saw.

Demikian penjelasan saya sebagai manusia yang tidak luput dari kekurangan dan kesalahan. Penulis berpesan dalam tulisan ini, imanilah dalilnya bukan pendapatnya. Silahkan memilih mana yang lebih diyakini dan semoga Allah mengampuni kita semua. Semoga kita semua hidup rukun dan damai, hingga tercatat sebagai pribadi-pribadi muslim yang menjadi rahmat bagi seluruh alam. Wallahu ‘alam.

(Penulis Master Trainer Logika Tuhan).

No comments:

Post a Comment