Wednesday, December 25, 2019

DIALEKTIKA SEJARAH

OLEH: MUHAMMAD PLATO

Hegel mengatakan untuk memahami realitas bisa digambarkan dengan ilustrasi dialektika yang terdiri dari tesis, antitesis, dan sintesis. Keberadaan seorang paman adalah tesis, dan keberadaan kemenakan menyiratkan antitesis. Tidak akan ada seorang paman tanpa keberadaan kemenakan. Namun demikian tidak ada kepuasan jawaban, apakah keberadaan kemenakan yang menyebakan keberadaan paman, atau sebaliknya. Atas dasar itu Hegel bergerak untuk memahami reallitas yang tidak mungkin memisahkan keberadaan paman, kemenakan, ayah, ibu, suami, istri dan seterusnya sampai kita temukan Idea Yang Mutlak (Absolute Idea). Hegel berkesimpulan bahwa tidak ada yang nyata-nyata benar kecuali mengenai Realitas sebagai keseluruhan (the whole). (Russell, 2016, hlm.954).

Dalam hal ini, Hegel bukan rujukan saya dalam berpikir, tetapi saya ingin menyampaikan bahwa Hegel orang yang membuktikan pola pikir yang ada dalam Al-Qur’an. Rujukan berpikir saya adalah Al-Qur’an. Pemikiran Hegel bagi saya adalah bukti kebenaran Al-Qur’an, bahwa manusia bisa menemukan kebenaran dengan berpikir. Hanya dusta yang jadi sebab manusia tidak bisa mengakui kebenaran. Hegel memberi kesimpulan bahwa “tidak ada yang bisa cukup benar untuk dikatakan mengenai benda-benda pisahan, dan pada faktanya hanya Keseluruhan yang nyata”. (Russell, 2016, hlm. 955).

Di dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa alam semesta diciptakan dalam keterpaduan yang kemudian dipisahkan. “Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu (The Whole), kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman? (QS. 21:30).

Hegel mengawali argumen logikanya dengan asumsi bahwa Yang Mutlak adalah Yang Berada Murni (Pure Being), untuk menunjukkan kualitas-Nya, Dia menciptakan nothing, (Yang Mutlak Yang Tidak Berada). Kita bergerak dari tesis, antitesis, ke sintesisnya; penyatuan antara Yang Berada dan Yang Tidak Berada adalah Yang-Menjadi (Becoming), dan dengan demikian kita mengatakan Yang Mutlak adalah Yang Menjadi. Oleh karena itu, mustahil tercapai kebenaran, kecuali melalui seluruh tahap dialektika. Dengan demikian kesadaran diri merupakan bentuk pengetahuan tertinggi. Tidak ada yang sepenuhnya salah, dan tidak ada yang bisa kita ketahui sepenuhnya benar. Bagi filsafat, “kebenaran adalah keseluruhan” dan tidak ada bagian yang sepenuhnya benar. (Russell, 2016, hlm. 955-956).

Banyak diberitakan di dalam Al-Qur’an bahwa seluruh makhluk yang diciptakan Tuhan akan kembali kepada Tuhan.  Kesimpulannya, segala sesuatu yang diciptakan Tuhan adalah benda, dia membutuhkan hubungan untuk dipahami, kecuali yang mencipta yaitu Tuhan. Pandangan sekular adalah pemikiran yang belum selesai dipahami, karena tidak sampai pada pemahaman kembali kepada Ide Yang Mutlak.

Maka Maha Suci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nya lah kamu dikembalikan. (QS. 36:83).

Tuhan Yang Esa (tesis) pertama kali menciptakan akal, kemudian diciptakan manusia dan manusia berbadan besar yaitu alam semesta sebagai repsentasi dari akal (antitesis), dan semua akan kembali kepada Tuhannya (sintesis). Bagi Hegel sistesis adalah Idea Yang Mutlak, bagi saya sisntesis adalah kembali kepada Tuhan Yang Esa. Ide Hegel seperti konsep wahdatul al wujud karya Ibn Arabi.

Dasar pemikiran tauhid alwujud bersumber pada sebuah hadis, “sesungguhnya Allah menciptakan Adam atas rupa-Nya (HR. Muslim). Manusia yang dalam rupa Tuhan tidak bisa bertindak kecuali searah dengan tindakan Tuhan.  Memahami manusia sebagai rupa Tuhan, dapat dipahami dengan memahami manusia sebagai bayangan Tuhan.

“tidakkah engkau melihat Tuhanmu, bagaimana ia menggerakkan bayangan dan andai ia berkehendak niscaya ia menjadikan bayangan itu tidak bergerak. (Al-Furqan, 25:45).

Manusia adalah bayangan Tuhan, satu kesatuan wujud tetapi memiliki perbedaan. Inilah dasar paradigma logika Hegel yang menganggap bahwa realitas adalah keseluruhan (the whole). Spekulasi saya, Hegel bisa jadi membaca karya-karya ilmuwan muslim terdahulu, selanjutnya mengembangkan pemikirannya sesuai dengan kondisi zaman dimana dia hidup saat itu.

Berdasarkan pengetahuan di atas, saya menemukan dialektika sejarah kehidupan manusia berdasarkan petunjuk Al-Qur’an. Berawal dari Tuhan Yang Esa yang maha wujud (tesis), menciptakan segala sesuatu ciptaannya yang tidak berwujud (antitesis), dan kembali kepada pemilik keseluruhan wujud yaitu Tuhan Yang Esa. Dialektika sejarah diawali Dari Yang Ada (tesis), menciptakan yang tiada, dunia fana beserta isinya (antitesis), dan semua kembali Pada Yang Ada (sintesis).

Dr. Leli Yulifar mengatakan bahwa hidup manusia ditentukan oleh sejarah. Beliau mengutif dari Al-Qur’an, “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lohmahfuz). (QS. 36:12).

Apa yang Dr. Leli Yulifar kemukakan sebetulnya telah membuka peluang untuk menjadikan kitab suci sebagai bahan rujukan dalam pengembangan paradigma berpikir para sarjana Pendidikan Sejarah. Sejarah memang menentukan nasib seseorang bahkan sebuah bangsa, sebagai mana dijelaskan di dalam Al-Qur’an.

Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya, …Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?" Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin, dan adalah kami membicarakan yang batil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya, dan adalah kami mendustakan hari pembalasan, hingga datang kepada kami kematian". (QS. 74:38, 42-47).

Informasi ini menjadi dasar pola berpikir seorang sarjana pendidikan sejarah. Apakah sebenarnya tujuan pelajaran sejarah diajarkan kepada anak-anak di sekolah? Apakah untuk mengenalkan fakta-fakta sejarah atau makna dibalik fakta sejarah? Sementara, Taufik Abdullah sebagai ahli sejarah mengatakan, cerita kejadian sejarah yang sesungguhnya adalah cerita kejadian sejarah yang tidak terungkap. Ini artinya fakta-fakta sejarah tidak menjadi dasar kebenaran tetapi sebagai dasar untuk pembenaran, dan pemilik kebenaran mutlak adalah Tuhan Yang Maha Esa.

Masa lalu adalah ghaib, masa sekarang ilusi dan masa depan adalah nyata. (Muhammad Plato)
Jika Tuhan mengabarkan bahwa segala tindakan prilaku manusia direkam jejaknya, dan kemudian diadili hingga setelah datang kematian, maka sejarah berfungsi menginformasikan kebenaran ini kepada manusia. Sejarah mengajarkan dialektika sejarah kehidupan manusia yaitu dari masa lalu (tesis), masa sekarang (antitesis), dan masa mendatang (sintesis). Masa lalu adalah kisah-kisah manusia di zaman dahulu, dan masa sekarang adalah kisah kehidupan yang dialami manusia saat ini semasa dia hidup, dan masa mendatang adalah kehidupan setelah kematian.

Konsep pemikiran diatas, memiliki kesamaan dengan konstruksi logika Hegel bahwa kehidupan diawali dari Pure Being (tesis), Nothing (antitesis), dan Becoming (sintesis). Absolute idea yang dikatakan Hegel bagi saya adalah pengetahuan tentang kehidupan manusia setelah kematian. Dunia yang benar-benar nyata tempat kehidupan manusia adalah dunia setelah kematian yaitu dunia yang dipahami sebagai the whole (keseluruhan) yang harus menjadi paradigma berpikir manusia sebelum menemui kematian.

Masa lalu diajarkan kepada manusia untuk membuktikan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang di dunia setelah kematian, kemudian menjadikannya pedoman hidup di masa masa sekarang. Pembuktikan itu berkaitan dengan dialektika sejarah yang membuktikan bahwa manusia akan mendapati kualitas hidupnya berdasarkan apa yang telah dikerjakannya di masa lalu. Gerak sejarah berawal dari masa lalu yang ghaib, dialami pada masa sekarang sebagai ilusi, dan menuju masa mendatang yang nyata. Masa lalu ghaib karena manusia tidak bisa mengulang kejadian masa lalu, masa sekarang ilusi karena manusia tidak bisa menemukan kebenaran mutlak, dan masa mendatang nyata karena manusia akan mengalaminya.

Dialektika sejarah mengikuti pada ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan Tuhan atau Absolute Idea sebagaimana dikemukakan oleh Hegel. Ketetapan Tuhan tersebut adalah sebagaimana dikisahkan Tuhan yang tertuang dalam kitab suci yaitu kebaikan akan mengakibatkan kebaikan dan keburukan akan mengakibatkan keburukan. Keberadaan Absolute Idea tidak terikat waktu. Sepakat dengan Hegel, “waktu adalah sekedar ilusi yang muncul karena ketidakmampuan manusia untuk melihat Keseluruhan”. (Russell, 2016, hlm. 957).

Kebenaran sejarah bagi para Sarjana Pendidikan terletak pada penemuan Absolute Idea sebagai kebenaran sejarah yang harus dijadikan pedoman hidup manusia. Dari sejarah manusia harus belajar kebijaksanaan dan menciptakan hidup damai, sejahtera, dibawah bimbingan Tuhan. Wallahu’alam.

(Penulis Head Master Trainer Logika Tuhan)

No comments:

Post a Comment