Saturday, September 6, 2025

AKAL ADALAH PENA

Oleh: Muhammad Plato

Sebuah buku pemikiran bersumber dari karya Imam Al Gazhali berjudul Psikologi Sufi bericara tentang akal. Al Ghazali dalam bukunya menjelaskan pentingnya akal. Referensi pemikirannya bersumber pada Al Quran dan hadis.

Imam Al Ghazali membagi tingkatan jiwa manusia ke empat tingkatan. Satu, jiwa yang tidak akan mendapat kenikmatan dan siksaan, seperti jiwa anak kecil dan orang gila. Jiwa ini terpisah dari tubuh sebelum melakukan hal salah dan benar. 

Kedua, jiwa yang memiliki kepercayaan asumstif keliru, serta menyelisihi kebenaran, amalnya bertentangan dengan syariat. Jiwa ini akal mendapat siksa selamanya. Ketiga, jiwa -jiwa yang disiksa beberapa lama lalu dimasukkan ke surga.


Ebook: https://lynk.id/mastershopi

Keempat, jiwa yang memiliki pengetahuan benar didapat melalui kejeniusan atau dengan proses berpikir. Memiliki budi pekerti baik, dan beramal sesuai dengan syariat. Jiwa seperti ini menampati tempat yang luhur dalam kebahagian.

Jiwa tidak tercetak dalam tubuh. Jiwa tidak tergantung pada tubuh. Hubungan jiwa dengan tubuh adalah relasi pengaturan dan pengendalian. Jiwa manusia terdiri dari jiwa tumbuhan dan hewan. Kelebihan manusia bisa mengetahui objek partikular melalui panca indera, dan mampu menyerap objek universal melalui intuisi rasional. 

Menurut Al Ghazali, jiwa insani adalah akal. Akal itu juga disebut juga sebagai pena (qalam). Kemudian Al Gazhali merujuk pada hadis Nabi Muhammad, "Hal pertama yang diciptakan Allah adalah pena (Qalam). Lalu, Allah memerintahkan kepadanya, Tulislah! Pena pun bertanya, "apa yang harus aku tulis?" Allah berfirman, "tulislah segala sesuatu yang akan terjadi hingga hari kiamat, berupa amal, konsekuensi perbuatan, rezeki, dan ajal. Maka pena itupun menulis segala yang akan terjadi hingga hari kiamat."

Al Ghazali memandang akal merupakan bagian penting dalam pencipataan manusia. Jiwa yang memiliki budi pekerti yaitu jiwa yang memiliki pengetahuan benar di dapat dari akal jenius  yang digunakan untuk berpikir. 

Akal hanya memperoleh petunjuk melalui syariat. Akal seperti penglihatan sedangkan syariat seperti cahaya. Penghlihatan tidak akan berfungsi jika tidak ada cahaya dari luar. Cahaya tidak akan berguna jika tanpa indera penglihatan. Akal ibarat pondasi, dan syariat seperti bangunan. 

"...Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus." (Al Maidah, 5:15-16).

Cahaya adalah kitab dari Allah yang menerangkan syariat petunjuk jalan hidup menuju keselamatan. Cahaya Allah mengeluarkan orang dari gelap menuju terang. Syariat adalah cahaya atau wahyu dari Allah berguna bagi kehidupan manusia jika akal menggunakannya.***