Tuesday, February 23, 2016

KESEHATAN RUHANI DAN SOSIAL



Definisi kesehatan menurut WHO pada 22 juli 1946 berbunyi: “kesehatan adalah suatu keadaan sehat jasmani, ruhani, dan sosial dan bukan hanya terbebas dari penyakit serta kecacatan” (Haruyama:2014). Hal yang menarik dari definisi ini adalah dimasukkan unsur ruhani dan sosial sebagai kriteria dari orang sehat. Pertanyaannya apakah ciri-ciri dari orang yang sehat secara rohani dan sosial?

Penulis menyadari bahwa antara ruhani dan sosial adalah dua hal berbeda. Namun dalam kesempatan ini penulis berpendapat bahwa aspek sosial merupakan bagian aplikatif dari apa yang tercermin dalam ruhani. Oleh karena itu jika seseorang memiliki ruhani sehat akan mencerminkan prilaku sosial yang sehat.

Kesehatan Ruhani.

Untuk menciptakan ruhani yang sehat, agama menjadi bagian paling dipercaya dalam hal ini. Kesehatan ruhani seseorang ditentukan oleh keyakinan seseorang terhadap ajaran-ajaran agama yang dianutnya. Seorang muslim bisa dikatakan sehat ruhani jika memerlihatkan ketaatan kepada agamanya yang secara kasat mata melakukan shalat lima waktu, zakat, sedekah, puasa, dan ibadah haji.

Faktanya, kadang ada orang yang kita pandang sehat secara ruhani karena terlihat taat terhadap ajaran agama dalam bentuk pelaksanaan ibadah-ibadah ritual ternyata ada yang tidak sehat secara sosial. Hal ini pertanda bahwa pemahaman agama kita masih parsial yang memandang agama sebagai petunjuk prilaku ruhani yang diwujudkan dalam kegiatan ritual semata.

Maka dari itu dari sudut pandang sistem, antara kesehatan ruhani dan sosial merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Jika seseorang mencerminkan pribadi sehat ruhani (taat menjalankan ajaran agama secara ritual), maka idealnya secara sosial mereka harus sehat, dalam arti mampu melaksanakan secara baik perintah Tuhan dalam hal hubungan sosial.

Dewasa ini, untuk mengetahui kesehatan ruhani seseorang, para ahli otak sudah mulai mengembangkan alat ukur. Hal ini dikembangkan sebagai bentuk evaluasi terhadap kegagalan berpikir kaum Cartesian.

Taufik Pasiak (2012) mengemukakan bahwa kaum Cartesian hanya mementingkan realitas materi, tidak melihat bahwa realitas sebagai bentuk tingkatan-tingkatan yang antara satu dan lainnya memiliki dinamika dan cara hubungan. Manusia diikat dalam dunianya, bukan hanya oleh seperngkat sebab-sebab fisik yang mengikatnya pada dunia tersebut, tetapi juga oleh sebab-sebab metafisik.

Alam semesta yakni seluruh tatanan ciptaan Tuhan terdiri dari tiga keadaan fundamental, yaitu keadaan material atau bendawi, keadaan psikis atau animistik, dan keadaan spiritual atau malakuti. Dunia materi yakni dunia kasar dengan segera diliputi dunia psikis (halus) membentuk wilayah (alam). Dunia malakuti (spiritual) lah yang mengatur semua hukum alam di wilayah kasar dan wilayah halus. Untuk itulah kesehatan ruhani (wilayah halus) berkaitan erat dalam menghasilkan kesehatan sosial.

Kesehatan Sosial

Dengan demikian, untuk mewujudkan kehidupan yang sehat rohani dan sosial, sejak awal Tuhan yang menguasai alam malakut, telah memberi peringatan kepada manusia agar mengikuti petunjuk-petunjuk beruhani dan bersosial sebagaimana dijelaskan dalam ajaran-Nya.

Kami berfirman: "Turunlah kamu semua dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati". (Al Baqarah:38)

Petunjuk-petunjuk hidup dari Tuhan tidak bersifat parsial. Aturan Tuhan berlaku mengatur hidup di dunia halus (ghaib) dan kasar (nyata). Petunjuk-petunjuk hidup dari Tuhan mengarah pada kesejahteraan manusia bukan kebinasaan.

Tuhan memerintahkan kepada manusia untuk bersosialisasi dengan sehat. Dengan ukuran tidak melakukan pengrusakan yang mengarah pada kebinasaan. Dalam kitab suci Al-Qur’an kurang lebihnya ada 43 ayat yang melarang manusia berbuat kerusakan (kebinasaan). “Dan apabila dikatakan kepada mereka: Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." (Al-Baqarah:11).

Sejarah binasanya manusia dijelaskan di dalam kitab suci pada prilaku kaum Lut yang berprilaku menyimpang dalam hal hubungan seksual. Kaum Lut lebih memilih berhubungan sesama jenis. Tuhan telah memenuhi janjinya, dengan menurunkan seorang Nabi untuk memberi petunjuk bahwa apa yang dilakukan kaum Lut telah melebihi batas dan akan mendatangkan kebinasaan.

Secara empiris juga terbukti bahwa prilaku tersebut termasuk prilaku sosial yang tidak menyehatkan. Elizabeth Pisani (2008), menemukan fakta bahwa kebanyakan penularan HIV di Asia, Eropa, Amerika, Australia, Timur Tengah, Afrika Utara, dan beberapa bagian dari Afrika Barat, merupakan akibat dari penyuntikkan narkoba, dan seks anal antar pria serta juga adanya orang yang membeli dan menjual seks.

Elizabeth Pisani menemukan dari 4000 orang sample pembeli seks, setengahnya telah berkeluarga. Kita tidak tahu apakah mereka heteroseksual atau biseksual, yang jelas akibat prilaku sosial tidak sehat tersebut, akan membawa resiko tidak sehat kepada orang-orang disekitarnya, bahkan orang-orang terdekat mereka yaitu keluarga.

Kita memang menghargai setiap hak asasi manusia, tetapi Tuhan telah memberi petunjuk agar ruhani, akal, atau pikiran kita tetap sehat, sehingga kita mampu bersosialisasi dengan sehat. Wallahu ‘alam.

Muhammad Plato. @logika_Tuhan

No comments:

Post a Comment