Sunday, June 9, 2024

TUHANNYA ORANG ATHEIS

Oleh: Muhammad Plato

Ciri orang beriman adalah percaya pada kehidupan akhirat. Bagi orang atheis yang sudah sangat tergantung pada kebenaran empiris dan perasaan, mereka menganggap akhirat sebagai dongeng nenek moyang. 

Mengapa orang atheis tidak percaya akhirat, jawabannya sederhana karena orang atheis Tuhannya adalah dirinya sendiri. Orang atheis bukan tidak mengetahui adanya Tuhan, tapi dia mengingkari adanya Tuhan. 

Ada beberapa sebab mengapa orang menjadi atheis. Faktor pertama yang membuat orang atheis adalah lingkungan keluarga. Orang Islam di Indonesia kebanyakan memeluk agama Islam karena lingkungan keluarganya sudah beragama Islam.

Lingkungan keluarga yang taat beragama kecenderungan membentuk keyakinan seseorang pada Tuhan kuat. Sebaliknya lingkungan keluarga yang kurang taat pada Tuhan, cenderung keyakinan orang lemah.

 

Faktor kedua penyebab orang atheis adalah lingkungan pendidikan. Lingkungan pendidikan sekuler cenderung membahas masalah-masalah ilmu sosial dan alam tanpa ada kaitan dengan ketuhanan. 

Pendidikan sekuler membangun pola pikir material karena sumber pengetahuan yang dibangun dari kebenaran-kebenaran berdasar pengamatan. Pola pikir sekuler membangun mindset seseorang menjadi material. Kebenaran-kebenaran yang dibangun harus selalu bisa dibuktikan secara materi.

Pengertian rasional menurut pola pikir sekuler adalah dapat dibuktikan secara materi. Pola pikir ini mengikis kepercayaan seseorang kepada Tuhan. Hal inilah yang menyebabkan lahirnya tuhan-tuhan secara material.

Faktor ketiga penyebab orang atheis adalah budaya. Manusia adalah makhluk sosial. Kebanyakan orang mengikuti pola pikir berdasarkan tren di masyarakat. Perkembangan sains, teknologi, yang dilembagakan melalui pendidikan berperan membangun pola pikir material.

Faktor keempat, penngajaran agama cenderung mengajarkan hal-hal ritual, ghaib, tanpa korelasi dengan kehidupan dunia. Pandangan keagamaan cenderung mengasingkan diri dari kehidupan dunia. Narasi beragama kurang mengomunikasikan hubungan kausalitas berkelanjutan, antara kehidupan dunia dan akhirat. 

Keempat faktor di atas sedikitnya telah membangun pola pikir seseorang menjadi skeptis dan pesimis terhadap kehidupan akhirat. Keyakinan pada kehidupan akhirat sebenarnya membawa dampak positif pada kehidupan manusia.

Keyakinan pada kehidupan akhirat sebenarnya membangun etika dan moral masyarakat ketika hidup di dunia. Keyakinan pada akhirat dapat mengendalikan prilaku seseorang menjadi orang baik, karena prilaku di dunia menjadi sebab kehidupan baik di akhirat.

Keyakinan pada kehidupan akhirat dapat membangun harapan seseorang tetap ada. Ketika seseorang merasa putus asa karena gagal di dunia material, keberhasilan bisa tetap di raih di akhirat karena akhirat tidak membutuhkan materi. 

Keyakinan pada akhirat bisa memberi kekuatan kepada seseorang untuk bertahan hidup dalam kondisi sulit. Ujung dari hidup bukan kematian di dunia material, tetapi kehidupan di akhirat yang non material. 

Tidak semua orang bisa sukses di dunia karena pandangan sukses di dunia lebih pada material. Semua orang bisa sukses di akhirat karena sukses di akhirat hanya butuh prilaku baik selama di dunia. 

Tuhannya orang atheis adalah dirinya sendiri, karena pola pikirnya terlalu material. Untuk itu manusia butuh pengajaran agama yang mengajarkan secara holistik kehidupan dunia dan akhirat tidak terpisahkan. 

Lingkungan keluarga, pendidikan, budaya masyarakat, dan sistem pengajaran agama, perlu perubahan. Agama dan ilmu tidak terpisahkan, keduanya harus saling sinergi untuk membangun kehidupan manusia sejahtera di dunia dan akhirat. 

Narasi-narasi besar harus membawa pesan peran agama dan ilmu yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Etika, nilai, dan moralitas, harus dibangun dengan kesadaran pada kehidupan akhirat sebagai akhir tujuan hidup manusia kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa.***

No comments:

Post a Comment