Tuesday, July 25, 2017

MENGAJARKAN PANDAI BERBICARA

OLEH: MUHAMMAD PLATO
  
“Mengajarnya pandai berbicara”. (Ar Rahmaan, 55:4). Inilah ayat yang mendasari pepatah bahwa hati-hati dengan lidah mu, karena lidah mu adalah pedang mu. Maka Allah mengajarkan kepada manusia berbicara. Maka dari itu, kitab suci Al-Qur’an adalah bahan ajar bagi orang-orang yang mau belajar berbicara.

Untuk itulah pelajaran berbicara yang pertama kali harus diperkenalkan kepada anak-anak adalah kata-kata pembicaraan yang ada dalam Al-Qur’an. Anak-anak kecil yang baru mengenal bicara hendaknya diperkenalkan kata-kata pendek dari Al-Qur’an. Materi ajar berbicara ini harus diterapkan di setiap tingkat mulai dari pendidikan usia dini.

Pada seluruh tingkatan pendidikan, pelajaran berbicara harus mulai diperkenalkan cara-cara berbicara yang sesuai dengan kaidah. Pelajaran bicara di tingkat dasar diperkenalkan dengan pelajaran menyusun kalimat sederhana yang benar sesuai dengan pola berpikir baku.

Jujur adalah bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku. Berbohong pun kalau ada aturannya sama dengan kejujuran. sumber gambar google.

Semakin tingggi tingkatan pendidikan, pelajaran bicara diajarkan dengan melatih menyusun kalimat dalam bentuk paragraf dengan pola hubungan sebab akibat antar kalimat. Pada tingkat lanjut terus dilatih menggunakan paragraph dengan pola pikir deduktif atau induktif.

Setela diajarkan pola-pola berpikir dalam berbicara, selanjutnya anak-anak harus diajarkan tetang objek pembicaraan. Objek pembicaraan tidak boleh berisi tentang keburukan, harus berisi tentang kebaikan. Hal ini didasari pada keterangan dalam kitab suci AL-Qur’an.

Dan sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari". (Ali Imran, 31:41)

Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur). (Adh Dhuhaa, 93:11)

Dua keterangan di atas memberi petunjuk tentang objek pembicaraan. Menyebut-nyebut nama Tuhan dan semua kenikmatan yang telah kita rasakan sebagai pemberian dari Tuhan adalah bagian dari segala objek pembicaraan.

Realitas hidup terdiri dari dua yaitu sulit dan lapang, susah dan senang, gagal dan sukses. Objek pembicaraan yang bisa menjebak manusia ke dalam keluhan, dan menyalahkan orang lain, terjadi dalam kondisi sulit, susah, dan gagal.

Agar kita terbebas dari objek pembicaraan yang dilarang Tuhan, maka kita harus berfokus pada realitas hidup yang objeknya kelapangan, kesenangan, dan kesuksesan. Dari penjelasan para ahli tafsir, dalam surat Alam Nasrah ayat 5, ditafsir bahwa “sesungguhnya BERSAMA kesulitan itu ada kemudahan”.

Kata BERSAMA, menjadi kode bahwa antara kondisi susah dan lapang, gagal dan sukses, terjadi secara bersamaan. Jika Tuhan memerintahkan selalu menyebut-nyebut nikmat yang diberikan sebagai objek pembicaraan, sangat bisa dipahami karena tidak ada manusia yang tidak menerima nikmat dari Tuhan, karena setiap kesulitan bersamaan adanya dengan kesenangan. Tinggal kita berfokus pada kesenangannya bukan pada kesusahannya. Sehingga objek pembicaraan kita setiap saat tidak akan lepas dari menyebut-nyebut kenikmatan yang kita dapat dari Tuhan dalam kondisi apapun.

Mindset ini akan menghindarkan manusia dari jebakan kondisi sulit, yang sering mendorong manusia untuk fokus pada kesulitan dan kesusahan, sehingga objek pembicaraan terjebak pada menceritakan kesulitan, kesusahan, derita, (keluhan) dan menyalah-nyalahkan orang lain.

Menyebut-nyebut kenikmatan dari Tuhan Inilah tuntunan berpikir, dan berbicara, yang diajarkan Tuhan kepada manusia, agar kita selalu menjadi orang-orang yang bersyukur dan hidup dalam kelimpahan. Dan Sebutlah nama Tuhan mu yang banyak agar kamu termasuk orang-orang yang beruntung.

(Muhammad Plato, IG: @logika_Tuhan)

1 comment: