Sunday, July 16, 2017

TAUHID WUJUDI


OLEH:
MUHAMMAD PLATO

Saya termasuk awam yang belum paham tentang ajaran “wahdah al-wujud”, Saya juga belajar dari awam bahwa ajaran wahdah al-wujud (ketunggalan wujud) termasuk ajaran menyimpang, karena ajaran ini menganggap manusia sebagai Tuhan. Salah satunya diajarkan oleh syeh Siti Jenar.

Menurut kabar burung, Syeh Siti Jenar mendapat hukuman mati, karena mengajarkan wahdah al-wujud. Sampai sekarang saya belum mendapat cerita sejarah yang sebenarnya. Apakah Syeh Siti Jenar mendapat hukuman karena ajarannya atau karena ada kepentingan politik saat itu. Sebab ketika saya membaca sebuah kisah para pemikir yang dihukum mati, ternyata bukan murni karena ajarannya, melainkan karena kepentingan politik.

Diadilinya Ibn Ruysd, karya-karyanya dibakar, bukan lantaran persoalan agama. Ajaran agama hanya dijadikan topeng untuk menyingkirkan Ibn Rusyd, sebagaimana yang biasa dilakukan oleh para diktator. Ibn Rusyd, diadili lebih disebabkan karena karya tulisnya yang mengecam kediktatoran, ketidakdilan tanpa basa-basi. (Al-Jabiri, 2016).

Kasusnya seperti sekarang, ulama-ulama yang terlibat kasus pidana dengan berbagai dakwaan, tidak menutup mata masyarakat, ada kepentingan-kepentingan politik dari dalam maupun luar negeri. Sebab jika kita teliti, ajaran-ajaran yang dibawa oleh ulama-ulama tersebut bersumber dari ajaran yang benar. Hanya para ulama tersebut tidak bisa berkompromi dengan penyimpangan sehingga dianggap menjadi penghambat tujuan politik. Ujung-ujungnya menegakkan kebenaran perlu perjuangan politik.

Saya membaca dan memahami beberapa buku karya terjemahan dari Ibn Arabi yang lahir di Murcia Spanyol tahun 1165, ternyata ajaran wahdah al-wujud adalah teori yang dikemukakan oleh Ibn Arabi, inti ajarannya diberi nama tauhid wujudi. Sumber-sumber pemikiran ajaran tauhid wujudi berasal dari Al-Qur’an dan Hadist.

MANUSIA SEMPURNA

Beberapa pemikiran yang melatarbelakangi tauhid wujudi adalah perbedaan konsep manusia sempurna dengan manusia binatang. Manusia tahu dari mana keyakinan dan keputusannya berasal. Setiap binatang tahu perkara apapun, tapi tidak tahu dari mana asal perkara tersebut muncul. Karena alasan inilah binatang juga disebut manusia, yaitu suatu kondisi yang juga dimiliki manusia pada umumnya, kecuali oleh manusia sempurna. Siapa manusia sempurna, yaitu manusia yang menerima amanah dari Tuhan sebagai khalifah, menggantikan manusia universal yang besar. Manusia sempurna menikmati rezeki Ilahiah berupa ilmu-ilmu yang lahir dari kerja berpikir, perasaan, dan pemikiran yang benar.

MANUSIA MINIATUR TUHAN

Ibn Arabi melandasi pemikiran Tauhid Alwujudnya dengan mengatakan, Tuhan merupakan cermin bagi alam semesta, yang di dalam cermin itu tampak segala rupa dan bentuk alam. Wujud-wujud mukminat melihat dirinya sendiri di dalam cermin wujud Tuhan. Alam semesta menurut mayoritas ulama adalah manusia yang berbadan besar (Insan Kabir), dalam dalam pengertian maknawi maupun secara fisik. Allah berfirman:

“sesunggunya penciptaan langit dan bumi lebih besar dibanding peciptaan manusia, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya”. (Al Mukmin, 40:57).

Manusia adalah miniatur dari alam semesta. Sebagaimana miniatur, manusia adalah makhluk yang diciptakan paling akhir. Sedangkan Alam semesta adalah miniatur Tuhan. Jadi manusia sempurna adalah miniatur alam sekaligus miniatur Tuhan.

Ajaran tauhid wujudi tidak mengatakan manusia adalah Tuhan, tapi menjadikan manusia bermoral tinggi, karena memahami hakikat siapa dirinya.

MANUSIA SERUPA TUHAN

Dasar pemikiran Tauhid Alwujud bersumber pada sebuah hadis, “sesungguhnya Allah Menciptakan Adam atas rupa-Nya”.  (HR Muslim). Seluruh rupa alam semesta tersimpan dalam diri manusia. Manusia yang sudah berada dalam rupa Tuhan tidak bisa bertindak kecuali searah dengan tindakan Tuhan. Manusia pemilik rupa Tuhan adalah khalifah.

Dalam pemikiran tauhid wujudi, manusia bukan Tuhan, hal ini sebagai konsekuensi dari manusia diciptakan. Ciptaan Tuhan memiliki konsekuensi serupa, berlawanan dan berbeda dengan Penciptanya.

MANUSIA BAYANGAN TUHAN
Tuhan menciptakan manusia sempurna atas rupa diri-Nya, dan menjadikan manusia ini sebagai dalil petunjuk bagi siapa saja yang ingin mengenal tentang diri-Nya secara penyaksian langsung bukan melalui perenungan; yaitu dengan melihat ayat-ayat Tuhan di alam semesta. “kami akan memperlihatkan ayat-ayat Kami kepada mereka di dalam alam semesta (ufuk), dan pada diri mereka sendiri” (Fushshilat, 41:53).

Manusia sempurna yang merepresentasikan rupa Tuhan bagaikan bayangan suatu benda di alam. Dimana bayangan tersebut tidak terpisah dari bendanya dalam keadaan seperti apapun, hanya saja bayangan itu tampak secara kasat mata dan terkadang pula bersembunyi. JIka bayangan itu tersembunyi maka keberadaannya hanya bisa dipikirkan. Jika bayangan itu sedang menampakkan diri maka keberadaannya bisa disaksikan langsung oleh mata orang yang melihatnya. Bayangan adalah ayat-ayat nyata di alam semesta agar manusia bisa melihat Tuhannya.

“tidakkah engkau melihat Tuhanmu, bagaimana ia menggerakkan bayangan dan andai ia berkehendak niscaya niscaya Ia menjadikan bayangan itu tak bergerak. (Al-Furqan, 25:45).

Itulah pondasi-pondasi dasar pemikiran tauhid wujudi yang dikemukakan oleh Ibn Arabi. Pemikiran ini kemudian bertransformasi ke Indonesia terkenal dengan ajaran wahdatul al-wujud. Menurut pemahaman saya, ajaran ini tidak menganggap manusia Tuhan, tapi manusia menyerupai, miniatur, dan bayangan Tuhan. Sebagaimana dijelaskan dotrin ketunggalan wujud Ibn Arabi ini tidaklah bersifat panteistik (menganggap segala sesuatu Tuhan), melainkan monorealistik yaitu menegaskan ketunggalan segala ada dan mengada. Diibaratkan seperti cahaya dan warna, setiap warna tidak memiliki eksistensi tanpa cahaya. Dengan demikian segala sesuatu identic dengan wujud dan sekaligus berbeda diangannya. (Haidar Bagir, 2017).

Dalam konsep menyerupai, miniatur, dan bayangan, tentu tidak sama dengan yang dirupainya. Bayangan manusia, bukanlah manusia itu sendiri. Namun bayangan tidak akan terpisah dari pemilik bayangannya. Oleh karena itulah antara manusia dan Tuhan menjadi tak terpisahkan, tetapi memiliki perbedaan.

Lalu untuk apa ajaran ini diajarkan kepada manusia, agar manusia memahami siapa dirinya. Melalui ajaran tauhid wujudi, manusia bisa memahami bahwa dirinya tidak akan pernah luput dari penglihatan Tuhan. Orang-orang yang memahami hakikat ini, akan menjadi manusia sempurna yang memiliki moralitas tinggi, sehingga dirinya tidak mampu lagi sembunyi dari penglihatan Tuhan dan tidak mampu lagi berbuat jahat mengikuti hawa nafsunya.

Orang-orang seperti ini berbahaya bagi kekuasaan. Orang-orang yang sudah menemukan hakikat siapa wujud dirinya, adalah manusia sempurna yang sudah tidak lagi bisa kompromi dengan kebatilan. Bisa jadi orang-orang seperti ini akan disingkirkan demi langgengnya kekuasaan. Wallahu’alam.

(Penulis Master Trainer @logika_Tuhan)

No comments:

Post a Comment