Sunday, January 28, 2018

SEMUA MANUSIA DIPANGGIL HAJI


Oleh:
Muhammad Plato

Jika perintah berhaji berlaku hanya bagi orang-orang kaya saja, maka Allah tidak adil kepada manusia. Mengapa? Karena kalau mengukur material tidak semua manusia diberi kekayaan material untuk beribadah haji. Dan buktinya ada orang-orang yang tidak punya kekayaan bisa menempuh jalan haji.

Saya sependapat dengan Mas Wantik (2016) dalam ebooknya bejudul Yang Tertulis Yang Terucap, Beliau berpendapat bahwa semua orang dipanggil untuk melaksanakan haji. Sebagaimana dijelaskan dalam Al Qur’an, “Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh”, (Al Hajj, 22:27).

Sebagaimana biasa, jika kita dipanggil oleh pimpinan ada yang merespon ada yang tidak. Respon kita semua tergantung pada kemampuan.
Allah berseru kepada seluruh manusia untuk berhaji, mengapa tidak ke orang-orang beriman? Karena kemampuan haji bukan hanya makna lahiriah saja berangkat ke tanah suci.

Ahmad Chodjim (2017) menjelaskan bahwa kemampuan berhaji bukan kemampuan secara material, tetapi kemampuan immaterial. Rumah Allah yang hakiki, bukan ada di bangunan Kabah, tetapi di dalam hati kita sendiri.

Menempuh haji adalah perjalanan menuju maqam Ibrahim. Menurut Ahmad Chodjim, maqam Ibrahim adalah kedudukan spiritualitas Nabi Ibrahim sebagai seorang hanif (total berserah diri kepada Tuhan). Inilah kedudukan yang harus dicapai oleh orang-orang yang hendak berhaji.

syumma auhaina, ilaika anittabi’ millati ibroohiima haniifa, wamaa kaana minal musyrikin.

Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): "Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif." dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (An nahl, 16:123).

Nabi Ibrahim dijadikan imam seluruh manusia, dan bapak para Nabi. Nabi Ibrahim adalah peletak dasar spiritulitas yang meletakkan kebenaran dengan menggunakan akal-pikiran yang sehat sehingga Nabi Ibrahim menjadi manusia yang secara total mejadi pengabdi dan berserah diri kepada Tuhan.

Selanjutnya Chodjim menjelaskan, dasar keimanan Nabi Ibrahim adalah pemeberdayaan akal-pikiran secara benar sebelum melangkah ke pijakan berikutnya. Ia menimbang segala sesuatu berdasarkan akal-pikiran, dan bukan dengan keimanan buta. Ia berpegang pada kaidah logika “ya” dan “tidak” terlebih dahulu. Setelah mengamatinya dengan seksama berulang-ulang, secara cermat, dan melakukan kajian objektif terhadap sesuatu yang diamatinya. Nabi Ibrahim kemudian bisa menarik kesimpulan bahwa bintang-bintang di langit, rembulan, matahari, bukan Tuhannya.

Sistem spiritualitas inilah yang disebut dengan bait (rumah) yang aman, yang kemudian dilanjurkan oleh Nabi Muhammad saw. Siapa yang mendatangi sistem spiritual Nabi Ibrahim ini, maka dia akan aman.

Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), serta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah Pelindung semua orang-orang yang beriman. (Ali Imrah, 3:68).

Saya sependapat dengan Ahmad Chodjim, bahwa hakikat berhaji adalah tantangan untuk mencapai suatu kedudukan spiritual yang pernah dilakukan oleh Ibrahim. Nabi Muhammad saw diseru untuk menuju maqam terpuji mengikuti jalan Nabi Ibrahim yaitu menjadi orang-orang yang ikhlas dan muhsin.

Orang yang muhsin adalah orang yang amal salehnya murni, dan bukan disebabkan oleh pengaruh orang lain, atau karena pamer, ikut-ikutan, atau demi kepentingan pribadi, keluarga dan golongan. Inilah hakikat haji yang harus dimiliki para haji yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. mengikuti apa yang telah dilakukan Nabi Ibrahim.

Sebagai wujud nyata para haji di dalam kehidupan adalah mereka adalah orang-orang yang bermanfaat bagi orang banyak. Hati dan pikiran mereka telah berubah total menjadi para pengabdi pada Tuhan dengan tugas mensejahterakan, memakmurkan (‘umrah), seluruh umat manusia.

Logikanya, semakin banyak haji, maka harus semakin makmur bangsa ini. Kemakmurannya, bukan hanya dapat dinikmati oleh orang-orang beriman saja, tetapi termasuk orang-orang yang kafir kepada Allah, sekalipun orang-orang kafir menikmatinya hanya sementara saja.

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada orang yang kafir pun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali". (Al baqarah, 2:126)

Dengan demikian, para haji adalah pemakmur alam semesta. Melalui para haji, syiar dan kemuliaan Islam akan memancar kemana-mana. Para haji adalah manusia muhsin, pewaris agama Ibrahim, dan pengikut Rasulullah saw. Dengan demikian semua kaum muslimin dipanggil untuk mendapat kedudukan dan bergelar haji dalam arti pemakmur semesta alam. Wallahu ‘alam.

(Master Trainer @logika_Tuhan)

1 comment:

  1. Logika Penempatan Bersalaman Dengan Kedua Tangan didasrkan kepada
    QS(2,45) dan QS 55 semua ayat.

    ReplyDelete