Monday, November 25, 2013

MAU KAYA? BACA KUN FAYAKUN

Oleh: Muhammad Plato

Kata kun fayakun adalah perkataan Tuhan yang diucapkan ketika Tuhan berkehendak menciptakan sesuatu atau kejadian. Kata kun fayakun tertulis dalam Al-Qur’an surat Al Baqarah ayat 117.

“Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya:  "Jadilah". Lalu jadilah ia”.

Kun fayakun, diterjemahkan menjadi kata “jadilah”. Lalu jadilah ia. Kata jadilah, dalam alam pikiran awan dipersepsikan sebagai bentuk penciptakan tanpa proses. Awam mempersepsikan kata jadilah seperti jin memenuhi permintaan Aladin. Tring...trin...tring...

Persepsi semacam ini tidak salah, karena Tuhan bisa berkehendak apa saja dalam menjadikan sesuatu. Tetapi ada persepsi lain yang perlu diketahui awam. Please open your mind!

Kata jadilah, tidak mutlak dipersepsikan sebagai kejadian tanpa proses. Jika dimutlakkan tanpa proses, umat akan terjebak pada pola-pola pikir yang kurang rasional, dan cenderung mistis. Sementara, Al-Qur’an mendandung ajaran-ajaran rasional.

Kecenderungan berpikir mistis (tanpa proses), akan berdampak pada sikap-sikap pasrah, kurang kreatif, dan malas. Alhasil umat Islam akan tenggelam dalam kejumudan.

Selain kata “jadilah”, terjemahan turunan dari kata kun fayakun, bisa juga “berproseslah, kerjakanlah, lakukanlah, bergeraklah, berhijrahlah”. Kun fayakun dilihat dari bentuk katanya adalah kata kerja. Maka dapat diterjemhakan ke dalam bahasa kita sebagai kata kerja. Untuk itu, kata Jadilah, berproseslah, kerjakanlah, lakukanlah, bergeraklah, berhijrahlah, adalah bentuk-bentuk lain dari kata kerja kun fayakun. Maka, dengan terjemahan berbagai macam kata kerja, kun fayakun dapat digunakan pada berbagai kejadian.

Menurut Agus Mustofa (2013), kata kun fayakun mengandung logika sebab akibat. Kata penghubung ‘fa’ sebelum ‘yakun’ adalah bermakna ‘maka’, atau ‘kemudian’ atau ‘lantas’, oleh karena itu menunjukkan adanya sebab akibat yang berarti mengandung proses. Selanjutnya beliau menegaskan, pemahaman saintifiknya, bahwa semua proses penciptakan sesuatu atau kejadian di alam semesta, membutuhkan waktu untuk berubah dari keadaan sebelum tercipta menjadi keadaan setelah tercipta. Meskipun itu hanya berlangsung sepersekian detik, atau berlangsung miliaran tahun.

Sekarang coba kita perhatikan bagaimana proses kesuksesan seseorang dalam membangun bisnis, atau menemukan teknologi baru. Semua pengusaha sukses berproses mulai dari kejadian sederhana sampai  kejadian komplek. Proses kejadian itu mengikuti logika sebab akibat, dan berkesinambungan (berproses). Hal ini berlaku dalam kajadian manusia dan penciptaan langit beserta bumi. 

Bisnis-bisnis besar yang dimiliki seorang pengusaha sukses, jika dibaca ke belakang rata-rata dibangun dari usaha-usaha kecil. Pengusaha-pengusaha sukses, selalu memiliki usaha sederhana yang awalnya disepelekan orang, dan berkembang menjadi kerajaan bisnis. 

Chairul Tanjung, bisnisnya dimulai dari menjadi makelar photo copy diktat mahasiswa ketika kuliah, Bob Sadino, membangun kerajaan bisnis mulai dari ternak ayam petelur dan menjualnya secara berkeliling, Dahlan Iskan, menjadi raja media dimulai dari wartawan surat kabar, Edy Soeryanto Soegoto, membangun kerajaan kampusnya dengan 17000 mahasiswa, dari lesan dua orang murid.

Kesimpulannya, kawan-kawan Tuhan selalu berkehendak menjadikan kalian orang-orang hebat. Kehendak Tuhan ini digambarkan dalam kata kun fayakun. Dalam bahasa yang bisa kita pahami, jika ingin membangun kerajaan bisnis, maka kun fayakun! Dalam arti operasional (bentuk kata kerja), lalukanlah, berproseslah, mulai dari bisnis-bisnis kecil. Tuhan berkehendak, bisnis-bisnis kecilmu akan berubah menjadi kerajaan bisnis, mulai hitungan detik, jam, bulan, dan tahun. Bersabarlah dalam ketetapan Tuhan. Walalhu ‘alam.

Salam sukses dengan logika Tuhan. Follow me @logika_Tuhan

Tuesday, November 19, 2013

PENGETAHUAN DULU ATAU BERIMAN DULU?

Oleh: Muhammad Plato

Sepulang dari panti asuhan satu keluarga, begitu melelahkan. Rumah kontrakan yang tidak layak huni bagi seorang manusia berpenghasilan di atas 10 juta, selalu jadi tempat istirahat yang menenteramkan. 

Sekalipun langit-langit lapuk, talang kadang bocor, kamar mandi tak berkeramik, dan sedikit ada bau lembab, rumah itu seperti surga yang selalu membawa tenang di saat-saat waktu istirahat tiba.

Waktu pulang dari panti asuhan, hampir larut malam. Sebelum tidur, iseng-iseng nonton ceramah seorang Pendeta dari salah satu acara televisi swasta lokal. Sengaja saya nonton ingin tahu bagimana logika-logika berpikir yang digunakan agama lain.


Hal yang menarik dari ceramah itu adalah Pak Pendeta berkata, bahwa keimanan sesorang bukan didapat dari logika (logic), bukan pula dari penglihatan (seeing), bukan pula dari bukti-bukti (evident). Tapi keimanan di dapat dari iman, istilah Pak Pendeta adalah faith to faith. Pak Pendeta menegaskan bukan mengerti lalu beriman, tetapi beriman dulu baru mengerti.  Menurut Pak Pendeta inilah metode beriman yang tidak dimiliki oleh agama lain.

Penulis tidak mau menghakimi apakah pendapat Pak Pendeta itu benar atau salah. Lagian Pak Pendeta berbeda agama dengan penulis. Yang menggelitik penulis adalah apakah dalam memperoleh keimanan, kita harus beriman dulu, atau mengerti dulu?

Ternyata metode yang dianut Pak Pendeta dianut juga oleh kawan-kawan saya yang muslim di pesantren.  Beberapa kawan yang selalu terlibat diskusi bersikukuh bahwa keimanan mendahului pengetahuan. Metode mereka sama dengan Pak Pendeta yaitu faith to faith.

Penulis coba analisis pendapat Pak Pendeta, kenapa Beliau berpendapat untuk beriman harus beriman dulu bukan mengerti. Kemungkinan besar, Pak Pendeta sangat menghindarkan ajaran agama yang dianutnya dari pendekatan-pendekatan ilmiah, melalui logika, dan empiris. Penulis ketahui dari sejarah bahwa ajaran agama Pak Pendeta sangat bertentangan dengan orang-orang ilmiah. Seperti diceritakan dalam kasus Copernicus, dan Galileo Galilei.

Sepengetahuan penulis, agama Pak Pendeta juga memiliki kasus kontroversi tentang konsep ketuhanannya. Konsep ketuhanan dalam agama Pak Pendeta kadang-kadang sulit dipahami dengan akal (logika). Dalam berbagai acara debat agama (Ahmed Deedat, Dr. Naik), Pendeta selalu kewalahan menghadapi argumen logis untuk mempertahankan konsep ketuhanannya. Atas dasar itulah Tuhan Pak Pendeta selalu berlindung di balik misteri yang dinisbatkan sebagai sifat mutlak Tuhan, yang tidak dimiliki makhluk selain Tuhan. Padahal dimuka bumi ini banyak makhluk-makhluk misterius juga, seperti Alien contohnya.

Untuk itulah keluar metode bahwa keimanan itu di dapat bukan dari logika, penglihatan, dan bukti-bukti, tapi dari keimanan. Jika metode ini satu-satunya dalam memperoleh keimanan, kemungkinan bisa terjadi, sekalipun tidak logis, dan empiris dengan keimanan sesuatu bisa menjadi benar. Begitu kira-kira.  Mohon maaf ini hanya prediksi saja, yang lebih tahu tentu Pak Pendeta. Setiap orang boleh berpendapat kan, asal tidak saling menjelekkan.
  
Bagaimana dengan pandangan dari agama penulis? Dari sudut pandang agama penulis, metode untuk beriman harus beriman dulu, atau untuk mengerti harus beriman dulu, kurang sependapat. Sebab jika metode ini dimutlakkan, akan terjadi indoktrinasi membabi buta, yaitu membenarkan sesuatu sekalipun bertentangan dengan logika. Padahal akal, logika adalah perantara manusia untuk memahami siapa Tuhannya.

Jika memahami asal-usulnya turunnya kitab suci Al-Qur’an, Nabi Muhammad saw menerima wahyu pertama dari Allah di Gua Hira adalah kata Iqra (bacalah). Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam (logika). (Al-‘Alaq:1-4). 

Jika dicermati mengapa untuk pertama kalinya Tuhan tidak memerintahkan manusia (Nabi Muhammad saw) berimanlah, bertakwalah, atau berserah dirilah? Sangat mungkin perintah membaca ini adalah perintah awal dari Tuhan yang harus dilakukan manusia, jika manusia ingin mencapai derajat beriman.  Dapat juga berarti, untuk mendapatkan dan meningkatkan keimanan, Tuhan mewajibkan manusia membuktikan firman-firman Tuhan dengan pikiran (logika), dan membuktikannya.

Sebagaimana kita ketahui dari wahyu Al-Qur’an, bagaimana proses pencarian Tuhan yang dilakukan Nabi Ibrahim. Diberitakan Nabi Ibrahim melakukan penalaran (berlogika), dan meminta pembuktian keberadaan Tuhan kepada Tuhan, untuk memantapkan keimanannya. Nabi Ibrahim memang sempat ditegur Tuhan dalam bentuk pertanyaan,” apakah kamu belum yakin dengan keberadaan Ku?” Dan setelah mendengar jawaban Nabi Ibrahim, ingin memantapkan keimanannya, Tuhan tidak menyuruh Nabi Ibrahim untuk beriman demi keimanan. Tapi Tuhan menjawab keinginan Nabi Ibrahim dengan menyuruh menyembelih burung dan setelah itu Tuhan membuktikan kebenarannya dengan menghidupkan kembali burung yang telah disembelih Nabi Ibrahim. Tunduklah Nabi Ibrahim dalam keimanan kepada Tuhan setelah itu.

Jadi pendapat penulis, di dalam agama yang penulis anut, untuk beriman seseorang harus mengerti dulu, sebab tanpa pengertian terlebih dahulu, kadang-kadang manusia sering merasa telah beriman dengan benar padahal sangat jauh dari kebenaran. Tuhan tidak takut gara-gara berlogika, dan ingin membuktikan Tuhan, manusia jadi tidak beriman. Sebab Tuhan sendirilah yang menciptakan logika untuk manusia.

Saya sependapat dengan Hassan Hanafi (2010:277-278), “Nalar mendahului keimanan. Memberikan prioritas iman di atas nalar tidak mendatangkan manfaat dan kemaslahatan. Pemilihan keimanan sebagai kewajiban pertama telah terjadi pada masa-masa keterbelakangan dan kebekuan, sebagai ajakan tegas menuju pengabaian terhadap nalar (logika). Ditegaskan oleh Beliau, kewajiban pertam bukan ber Islam, sebab seorang mukalaf tidak meyakini Islam kecuali setelah melakukan nalar, perenungan, menggunakan akal dan pikiran. Jika tidak, maka berarti Islamnya adalah melalui adat dan tradisi. Keislaman menuntut adanya pengetahuan tentangnya. JADI PENGETAHUAN MENDAHULUI KEISLAMAN. PENGETAHUAN TIDAK AKAN ADA KECUALI DENGAN NALAR. DENGAN DEMIKIAN NALAR MENDAHULUI PENGETAHUAN”.

Saya sependapat dengan KH. Fahmi Basya, bahwa yang pertama kali diciptakan Tuhan adalah logika. Pendapat ini dapat dipahami jika dihubungkan dengan pendapat Hassan Hanafi, yang menyimpulkan bahwa nalar mendahului pengetahuan.

Sampai sejauhmana manusia berlogika Tuhan akan meladeninya. Bahkan Tuhan menyuruh-nyuruh manusia berlogika (berpikir) sebanyak 63 kali. Perintah yang luar biasa penting. Tuhan sangat menginginkan umatnya menjadi cerdas, dan Tuhan membenci manusia-manusia bodoh yang tidak pernah menguji dan meningkatkan keimanannya.  Hari esok harus lebih baik dari hari ini, agar hari depan mu tetap baik. 

Sekian pendapat penulis, mohon maaf jika ada hal yang kurang berkenan. Wallahu ‘alam.
Salam sukses dengan logika Tuhan. Follow me @logika_Tuhan

PERTARUNGAN POLITIK KABIL DAN HABIL 2014

oleh: Muhammad Plato

Dunia politik bukan milik orang-orang suci, bukan juga milik orang-orang kotor. Politik adalah kehendak Tuhan yang harus dialami oleh setiap manusia. Jika ada yang menisbatkan politik sebagai dunia kotor, sesungguhnya dia tidak terlalu memahami politik. Dan jika ada yang mengatakan bahwa dunia politik adalah suci, itulah yang harus selalu diperjuangkan umat manusia. 

Dalam sejarahnya, politik selalu digambarkan sebagai sebuah perebutan kekuasaan. Sifat-sifat berkuasa tidak diberikan Tuhan kepada malaikat, tapi diberikan Tuhan kepada iblis dan manusia. Ketika Tuhan memberikan kelebihan potensi berkuasa kepada Adam (manusia), maka Iblis menurut dirinya sama memiliki potensi berkuasa, dan menolak untuk mengakui bahwa manusia lebih berkuasa.

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam (potensi berkuasa)," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir (albaqarah:34)


Maka, Tuhan mengutuk Iblis sebagai kaum pembangkang, pendengki, dan sombong karena tidak mau tunduk pada perintah Tuhan. Kemudian, Iblis berjanji, akan membuat onar di muka bumi dan menjadikan manusia tidak mampu mengemban kekuasan. Tuhan pun memberi tangguh kepada Iblis. Sejak saat itu, dunia politik dipenuhi dengan sifat konflik. Iblis dan manusia saling berebut kekuasaan.
  
Drama konflik untuk pertama kalinya terjadi. Iblis berhasil menggelincirkan Adam dari kekuasaannya. Lalu, sebagai manusia bertanggung jawab, Adam tidak menyalahkan Iblis, tapi mengakui kelemahannya dan memohon ampun kepada Tuhan, serta berjanji akan terus mempertahankan kekuasaannya dengan sekuat tenaga. Tuhan pun mengampuni Adam, dan Tuhan menetapkan aturan-aturan yang lurus dalam politik. Siapa bisa mengikuti aturan-aturan lurus, Tuhan menjanjikan kekuasaan abadi di sisi Tuhan.

Selanjutnya, dengan memanfaatkan sifat konflik dalam politik, Iblis berhasil memecah belah manusia menjadi dua kutub berlawanan. Satu kutub yang berhasil diajak bersekutu dengan Iblis, satu kutub mereka yang tidak mau bersekutu dengan Iblis dan tetap tunduk pada petunjuk-petunjuk Tuhan.

Sepanjang sejarah, dunia politik menjadi ruang tempat bertarungnya Iblis dan manusia yang sama-sama diberi potensi berkuasa oleh Tuhan. Kadang-kadang politik berhasil dikuasai oleh Iblis sehingga politik penuh dengan kekotoran, kadang pula dikuasai oleh manusia sehingga politik penuh dengan kesucian. Pertarungan akan terus berlangsung sampai batas waktu yang telah ditentukan yaitu datangnya hari pembalasan.

Tragedi kemanusiaan pertama dalam dunia politik terjadi pada anak-anak Adam, yaitu antara Kabil dan Habil. Untuk mengukuhkan kekuasaannya, Kabil berhasil membunuh Habil. Kabil adalah representasi dari kubu yang bersekutu dengan Iblis yang menginginkan kekuasaan dengan cara-cara kotor (menentang Tuhan). Sedangkan Habil adalah kubu manusia yang mencoba meraih kekuasaan dengan berserah diri pada ketentuan Tuhan.

Ceriterakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Kabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban (kewajiban berkorban dalam politik), maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Kabil). Ia berkata (Kabil): "Aku pasti membunuhmu! (sifat konflik dalam politik)" Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa“ (al-maa’idah:27)

Dari tragedi itu Tuhan memberi petunjuk kepada manusia, dunia politik selain di isi dengan konflik, juga diisi dengan sifat-sifat pengorbanan. Berkorban dalam dunia politik, bukan hanya harus dilakukan oleh manusia yang ingin berkuasa, tetapi kerap juga dilakukan oleh Iblis yang haus kekuasaan. 

Di dalam dunia politik berlaku hukum,  siapa berani berkorban, dia akan diantarkan pada kekuasaan. Namun Tuhan memberi petunjuk, tidak semua pengorbanan diterima oleh Tuhan. Pengorbanan yang diterima oleh Tuhan harus dilakukan di atas jalan Tuhan. Para Nabi adalah pembawa petunjuk Tuhan, agar manusia berkorban di jalan Tuhan demi kukuhnya kekusasaan.

Demikian, drama konflik dan pengorbanan politik kita dapatkan dari wahyu suci Al-Qur’an yang penuh pelajaran. Maka, umat manusia punya kewajiban untuk mewarnai dunia politik ini dengan penuh pengorbanan. Para pelaku suap dan korupsi sesungguhnya dia telah berkorban sebagaimana Kabil melakukannya demi sebuah kekuasaan, tetapi perngorbanan dengan suap dan harta hasil korupsi tidak akan diterima oleh Tuhan.

Renungan untuk semua politisi (manusia), jika memang sudah ketentuan bahwa setiap pengorbanan akan diganjar dengan kekuasaan, mengapa tidak berkorban saja dijlalan Tuhan? Semoga hari raya kurban yang kita peringati setiap tahun dapat memberi hidayah kepada kita semua.
 
Kami berfirman: "Turunlah kamu semua dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku (berpolitik dalam aturan Tuhan), niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati". (albaqarah:38)

Hai orang-orang baik, jangan mudah menyerah! Kekuasaan (Kesejahteraan, kesenangan hidup) harus ditebus dengan pengorbanan. Jika golongan Kabil merebut kekuasaan dengan suap, janji palsu, tipu daya, fitnah, maka golongan Habil harus merebut kekuasaan dengan berkorban dijalan Tuhan, dengan menyuburkan sedekah. Itulah bentuk pengorbanan di jalan Tuhan. Wallahu ‘alam.

Salam sukses dengan logika Tuhan. Follow me @logika_Tuhan     

Monday, November 18, 2013

KALAU MAU KAYA, CEPAT NIKAH SANA...!!!

Oleh: Muhammad Plato

Bedakan, antara ajaran agama dengan mitos, takhayul, tradisi, dan kebiasaan. Di masyarakat kita masih bercampur aduk antara ajaran agama dan mitos. Seharusnya kalau yakin 1000% terhadap aturan agama, harusnya yang mitos, tradisi, takhayul, dan kebiasaan, harus disingkirkan.

Contoh; teman sejawat saya, sudah memasuki usia 30 tahun saat itu masih belum menikah. Ternyata alasan dia menunda pernikahan secara tidak sadar telah bersandar pada mitos. Di dalam keluarga besarnya berlaku mitos, dan secara turun-temurun tidak boleh melanggar mitos ini. Mereka yang berusia muda, tidak boleh menikah sebelum saudara-saudaranya yang berusia tua menikah. Mitosnya, jika hal itu dilanggar akan terjadi hal-hal yang buruk dalam keluarga yang dibinanya. Hemm..... inilah adalah logika berpikir yang bertentangan dengan ajaran agama, karena nikah dikaitkan dengan sesuatu yang buruk. Wajib dikikis nih.


Kasus lain, dalam satu keluarga ada seorang gadis yang terpaksa menunda perkawinan karena alasan kemampuan ekonomi. Saya pikir alasan itu karena Dia belum bekerja, ternyata Dia terganjal oleh uang pelangkah yang jumlahnya besar dan tidak sanggup dia bayar.  Dalam keluarga gadis tersebut, berlaku denda material. Jika seorang adik menikah lebih dahulu, maka sang adik harus mengeluarkan uang pelanggkah yang jumlahnya ditentukan sang kakak. Aturan lainnya, jika tidak sanggup membayar tunai, bisa ngutang, yang harus dibayarkan pada saat dia sudah menikah.  Ckckck....harus dibasmi ini...

Mitos dan peraturan dalam keluarga di atas, keduanya tidak diatur dalam ajaran agama. Bahkan mitos di atas bisa dikatakan haram, karena satu keluarga sudah menjadi penghambat bagi keluarga mereka sendiri dalam melaksanakan ibadahnya kepada Allah yaitu menikah. Syarat pernikahan cukup sederhana, jika pasangan sudah cukup umur (dewasa), punya kemampuan, lebih cepat menikah lebih baik, untuk menghindari jinah.

Logika berpikir yang aneh dalam keluarga tersebut adalah mereka lebih takut kakak-kakaknya didahului menikah oleh adiknya, dari pada takut anak-anaknya yang sudah siap menikah melakukan jinah. 

Patut dijadikan contoh adalah, ada seorang ibu berstatus janda, usianya sekarang sudah mendekati 80 tahun. Sejak usia  muda 35 tahun, dia sudah menjadi janda karena suaminya meninggal. Dia membesarkan anak-anaknya sendirian. Jumlah anak yang harus dibesarkannya tak tanggung-tanggung berjumlah 10 orang. Dia harus banting tulang menghidupi keluarga sampai harus menjadi supir truk. 

Ada kiat yang Dia kemukakan dalam membesarkan anak-anaknya. Dia tidak pernah melarang-larang anaknya menikah. Setelah lulus SMA, anak-anaknya yang mau menikah Dia nikahkan. Dengan catatan pendidikan harus tetap dilanjutkan, sekalipun sudah menikah. Alhasil kesepuluh anaknya semuanya berhasil menjadi sarjana. Sekarang anaknya ada yang tinggal di Amerika dan Austraslia, dengan standar hidup sangat mapan.

Hal menarik dari alasan Dia menikahkan anaknya selulus SMA, karena alasan ekonomi dan keberkahan. Pertama alasan anak-anak dinikahkan demi pendidikan. Dengan menikah anak-anaknya bisa hidup mandiri, karena sudah punya tanggung jawab kepada keluarga. Sang istri yang punya visi sama, bisa saling membantu untuk membiaya pendidikan suami demi kesejahteraan hidup yang lebih baik setelah berpendidikan tinggi.

Alasan kedua, menikah menjadi solusi terbaik agar anak-anaknya tidak terhindar dari dosa besar (perjinahan). Dengan menikah hubungan percintaan menjadi halal, menjadi pembuka rejeki berkah karena menikah adalah ibadah yang sesuai dengan sunah Nabi Muhammad saw. Dengan menikah rejeki jadi ganda, rejeki suami plus rejeki istri.

Menurut beliau, salah jika orang tua melarang-larang, menghalang-halangi anaknya menikah. Karena hal tersebut justru akan beresiko menjerumuskan anak-anak ke dalam dosa. Sesungguhnya dosa itu adalah penghalang bagi rejeki anak-anak.

Kesalahan juga terjadi dalam budaya masyarakat kita. Masyarakat cenderung mendeskreditkan seseorang yang menikah dalam usia muda dengan alasan belum berpendidikan tinggi atau belum memiliki pekerjaan sebagai ukuran kemapanan dalam membina rumah tangga. Padahal, jika niatnya benar dan ada kesepahaman bersama antara anak-anak yang akan menikah dengan orang tua, menikah karena menghindar dari dosa besar (jinah), itu harus cepat dilakukan.

Stigma negatif nikah sebagai penghambat pendidikan juga termasuk salah besar. Niat orang untuk melanjutkan pendidikan tidak harus merasa dibatasi dengan pernikahan. Buktinya, janda 10 anak ini bisa sukses mendidik anak-anaknya, tanpa harus melarang-larang anaknya untuk menikah dalam usia muda. Justru janda 10 anak ini berkesimpulan, bahwa keberhasilan Dia mendidik anak karena anak-anaknya menikah dalam usia muda dan tidak berhenti melanjutkan pendidikan. Dengan menikah muda, rejeki anak-anaknya lebih berkah seperti yang dia nikmati sekarang.  

Kesimpulannya, menikah sejak muda sama dengan merencanakan sukses sejak muda. Logikanya bisa kita pahami dalam hadis berikut;  ”Perzinahaan mengakibatkan kemiskinan. (HR. Al-Baihaqi dan Asysyihaab). Artinya menikah sama dengan penyebab keberkahan rezeki. Buat apa lagi tunda-tunda pernikahan. Nikah dulu sana......!!!

Salam sukses dengan logika Tuhan. Follow me @logika_Tuhan