Sunday, November 30, 2025

BENCANA DARI ALLAH ATAU ULAH MANUSIA?

Oleh: Muhammad Plato

Bencana adalah musibah bagi umat manusia. Pertanyaannya apakah musibah dari Allah atau akibat dari ulah manusia? Jika kita kaji kabar dari Al Quran, ada dua sudut pandang diajarkan Allah pada manusia. 

Dua sudut pandang ini sekaligus mengajarkan gaya komunikasi antar sesama manusia agar manusia tidak saling berburuk sangka, dan saling menyalahkan antar sesama.

Sudut pandang pertama, ketika melihat musibah berupa bencana alam menimpa orang lain, maka kita harus mengatakan bahwa bencana sesungguhnya datang dari sisi Allah. Tidak boleh kita mengatakan bencana alam yang menimpa saudara kita datang dari mereka yang ditimpa bencana.

"Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendati pun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun?" (An Nisaa, 4:78).

Dalam sudut pandang pertama, Allah mengajarkan bahwa sesuatu yang menimpa orang lain hanya Allah yang tahu penyebabnya. Ketika kita mengatakan bencana yang terjadi akibat dari kesalahan mereka yang ditimpa bencana, maka kita telah berprasangka buruk pada orang lain.

Berprasangka buruk pada orang lain sangat dilarang oleh Allah. Jika suatu kejadian menimpa orang lain, kita tidak tahu secara pasti penyebabnya maka segala sebab kejadian harus dikembalikan kepada yang maha tahu yaitu Allah swt. Kita tidak boleh menghakimi apa yang terjadi pada orang lain, karena kita tidak tahu pasti apa penyebabnya.

Gaya komunikasi pada sudut pandang pertama Allah menjaga orang-orang berakal tetap menjaga sudut pandangnya tidak buruk. Inilah gaya komunikasi santun, membawa kedamaian, dan tidak akan terjebak perpecahan karena saling salah menyalahkan antar sesama karena terjadi musibah.

Dalam sudut pandang kedua, Allah mengajarkan gaya komunikasi pada kaum yang ditimpa musibah bencana. Musibah bencana yang terjadi pada diri mereka pasti mereka sendiri yang tahu penyebabnya, karena mereka sendiri yang mengalaminya. Gaya komunikasi ini, Allah ajarkan kepada Rasullullah sebagai teladan untuk seluruh umat manusia.

"Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi." (An Nisaa, 91:79).

Allah mengajarkan kepada mereka yang tertimpa musibah bencana, untuk tidak mengatakan bencana datang dari sisi Allah. Mereka yang ditimpa bencana harus melakukan refleksi diri sehingga mereka tahu apa sebab-sebab terjadinya musibah bencana. 

Sudut pandang ini berkaitan dengan ayat Al Quran yang mengatakan bahwa manusia diciptakan dari dua sifat yaitu buruk dan baik. Atas dasar itu, keburukan hakikatnya melekat pada diri setiap manusia. 

"dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya," (Asy Syams, 91:7-8).

Maka ketika sebuah kaum tertimpa bencana, semangat kebersamaan harus tetap terjalin dengan tidak saling berburuk sangka, tetapi sebagai kaum yang beriman kepada Tuhan mereka harus bahu membahu memperbaiki diri. Sebagaimana Allah ajarkan bahwa perubahan ke arah lebih baik tidak akan terjadi tanpa perubahan dari kaum itu sendiri.

"...Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia." (Ar Ra'd, 13:11).

Begitulah Allah mengajarkan pada orang-orang berakal dalam menyikapi sebuah musibah bencana. Sungguh Allah maha benar dengan segala firmannya.***

    

Wednesday, November 19, 2025

BULLYING HARAM

Oleh Muhammad Plato

Kasus perundungan yang terjadi di sekolah sebuah ironi yang tidak boleh terjadi di lingkungan pendidikan. Agama Islam sejak 1400 tahun yang lalu sudah mengajarkan kepada manusia dilarang melakukan bullying (perundungan). 

Perundungan bagian dari perbuatan yang dilarang dalam ajaran Islam. Allah melarang keras bagi orang-orang beriman melakukan perundungan. Larangan melakukan perundungan terang berderang dijelaskan di dalam Al Quran. 

Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim. (Al Hujuraat, 49:11).

Dalam ajaran Islam orang-orang yang melakukan perundungan dipastikan sebagai orang-orang berprilaku paling buruk. Orang-orang yang melakukan perundungan dikategorikan sebagai orang-orang yang berbuat dzalim. Kata dzalim dalam perbuatan melanggar hak Allah, dalam makna luas diartikan sebagai perbuatan kejam, bengis atau sewenang-wenang. 

Dalam ajaran Islam orang-orang yang melakukan perundungan dipastikan mereka sedang mencela dirinya sendiri. Setiap celaan, cemoohan, yang diberikan pada orang lain sesungguhnya cemoohan dan celaan akan jadi miliknya sendiri. 

Logika keburukan berbalas keburukan dan kebaikan berbalas kebaikan dapat dipahami dalam penjelasan Al Quran. Hukum ini harus dipahami bagi orang-orang beriman. 

Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai. (Al Israa', 17:7).

Pikiran orang-orang beriman berdasar ajaran Islam selalu memandang semua kejadian dan ciptaan Tuhan sebagai kebaikan. Manusia telah diciptakan Tuhan dengan rupa terbaik. Manusia diciptakan dari citranya Tuhan. Manusia-manusia beriman memandang manusia bukan dari fisik tapi sebagai representasi citra Tuhan yang maha sempurna.  

Melakukan perundungan pada makhluk Tuhan sama dengan melakukan perundungan pada citra Tuhan. Perundungan menjadi perbuatan orang-orang tidak beriman. Ketika orang-orang beriman melakukan perundungan maka hukuman dua kali lipat, satu mengingkari perintah Tuhan dan menghina ciptaan Tuhan.

Bagaimanapun rupa fisik manusia atau makhluk dia diciptakan Tuhan sempurna. Maka Allah membimbing pikiran orang-orang beriman untuk selalu berprasangka baik pada segala ciptaan Tuhan. Pikiran orang-orang beriman dibimbing Allah melalui Al Quran.

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. (Al Hujuraat, 49:12).

Pelaku perundungan adalah orang yang fokus pada padangan matanya secara fisik dengan mencari-cari sisi buruk. Pikirannya dipenuhi dengan sudut pandang buruk. Allah mengibaratkan mereka sebagai manusia pemakai bangkai yang menjijikan.

Orang Indonesia dengan populasi penduduk paling banyak percaya pada Tuhan, dengan dasar ideologi ketuhanan yang maha esa, haram melakukan perundungan kepada sesama makhluk Tuhan. Perundungan adalah prilaku paling rendah karena hakikatnya telah merendahkan ciptaan Tuhan yang sempurna.*** 



Tuesday, November 11, 2025

AL QURAN PEMERSATU PIKIRAN

Oleh: Muhammad Plato

Al Quran bukan untuk barat atau timur. Al Quran petunjuk untuk seluruh umat manusia. Al Quran pemersatu mengajak kepada manusia untuk beriman kepada satu Tuhan Maha Esa, dan beramal baik menjaga kesucian langit dan bumi serta saling membantu antara sesama.

Al Quran pemersatu pikiran antara barat dan timur. Berpikir mengikuti petunjuk Al Quran, mengikuti syariat yang diajarkan dalam Al Quran. Berpikir mengikuti petunjuk Al Quran berpikir berserah diri kepada Tuhan, mengikuti petunjuk dari Al Quran dan sunnah Nabi Muhammad. 

"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, ..." (Al Baqarah, 2:177).

Jangan membuat konflik antara barat dan timur, dua-duanya milik Allah. Manusia di barat dan timur dua-duanya diciptakan Allah dengan memiliki dua sifat yaitu fujur dan takwa. Sifat manusia punya kelebihan dan kekurangan. Di dalam Al Quran, Allah memandang manusia dari karakternya. 

Manusia jahat ada di barat dan ada di timur. Sebaliknya manusia baik ada di barat dan ada di timut. Kelebihan dan kekurangan manusia di barat dan timur, menjadi sebuah kenyataan yang tidak bisa dipungkiri. Allah memerintahkan kepada manusia untuk saling kenal dan tolong menolong, saling mencukupi kekurangan.

"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (Al Hujuraat, 49:13).

Siapapun orangnya jika mempelajari Al Quran, akan jadi manusia-manusia pemersatu bukan pemecah belah. Para pemecah belah, pemberontak, dia telah membawa pikirannya sendiri, karena Allah tidak memerintahkan manusia berpecah belah. 

Berpikir berserah diri tidak mengikuti hawa nafsu untuk membenarkan pendapat pribadi tetapi mengikuti logika sebab akibat yang dijelaskan di dalam Al Quran. Sekalipun orang berpendapat berdasar kepada Al Quran, orang tidak bisa memaksakan pendapat pada orang lain, atau mengklaim dirinya pemilik kebenaran. 

Pendapat pribadi adalah milik pribadi. Kebenaran terletak pada data dan pemilik data adalah Allah. Setiap orang bisa berdebat tentang kebenaran, tetapi masing-masing berdebat bukan untuk saling mengklaim sebagai pemilik kebenaran tetapi untuk saling bertukar argumen. Pembenaran jadi milik pribadi masing-masing melalui proses refleksi setelah beradu argumen.

Perdebatan bertujuan menguji penalaran dan kesehatan akal. Kesehatan akal ketika para pendebat tidak sedang menjadi pemilik kebenaran. Tidak ada emosi dalam debat karena debat menggunakan nalar bukan emosi. 

Jika perdebatan menggunakan emosi cenderung menggunakan amarah, dan amarah melahirkan kesombongan, hujatan, lecehan, dan kedengkian. Perdebatan yang dilandasi kesombongan dan kedengkian bukan perdebatan sehat karena dilandasi sifat setan. 

Orang-orang yang berpikir berlandaskan Al Quran, hanya bertugas menyampaikan kebenaran apa yang telah Allah jelaskan dalam Al Quran. Diterima atau tidaknya kebenaran oleh orang bukan urusannya, karena diterima tidak diterima kebenaran oleh seseorang hak Allah sang pemberi kebenaran kepada siapa saja yang Dia kehendaki.***